Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN DISKUSI PEMICU 1

MODUL METABOLIK ENDOKRIN

Oleh :
Kelompok 4:
Giovanni Lawira I1011161007
Ghina Tsamara I1011161011
Irfan Fathurrahman I1011161019
Yessi Yulia Magdalina I1011161024
Maisara Safitri I1011161027
Patrio Victorianus Baraga I1011161033
Hijriya Mairani I1011161038
Prayoga Kurniawan I1011161040
Dwi Ayu Wulandari I1011161042
Vivi Yanthi I1011161069
Candra Kurniawan I1011161073
Khairunnisa I1011161077

Program Studi Kedokteran


Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu
Fahri dan Rahul adalah teman sekelas di SMP, Fahri dan Rahul rutin berpuasa
hari Senin dan Kamis, pada hari Senin di sekolah mereka berolahraga futsal,
setelah 10 menit Fahri dan Rahul merasa kelelahan dan meminta ijin untuk
tidak mengikuti kegiatan olahraga. Pada saat sahur Fahri makan nasi dan telur
goring, sedangkan Rahul sahur dengan mie instan.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
-

1.3 Kata kunci


1. Fahri dan Rahul, pelajar SMP
2. Berpuasa
3. Kelelahan
4. Olahraga futsal
5. Sahur
6. Nasi dan telur goreng
7. Mie Instan

1.4 Rumusan masalah


1. Fahri mengalami kelelahan setelah 10 menit berolahraga dalam
keadaan berpuasa, setelah sahur dengan nasi dan telur goreng.
2. Rahul mengalami kelelahan setelah 10 menit berolahraga dalam
keadaan berpuasa, setelah sahur dengan mie instan.

1.5 Analisis Masalah


Sahur
Fahri dan Rahul
Nasi dan telur goreng
Pelajar SMP
Mie Instan

Puasa

Nutrisi
Olahraga futsal
(aktivitas berat)

Metabolisme

Kelelahan Energi

1.6 Hipotesis
Fahri dan Rahul yang sedang berpuasa melakukan aktivitas olahraga
mengalami ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan energi sehingga
mereka mengalami kelelahan.

2.7 Pertanyaan Diskusi


1. Definisi :
a. Metabolisme
b. Anabolisme
c. Katabolisme
3. Jelaskan mengenai metabolisme pada
a. Karbohidrat
b. Lipid
c. Asam Amino
d. Xenobiotik
e. Purin
f. Pirimidin
g. Porfirin
h. Pigmen Empedu
4. Hormon
a. Hormon yang terlibat dalam proses metabolisme
b. Sintesis hormon
c. Sekresi hormon
d. Mekanisme kerja hormon
5. Proses metabolisme tubuh dalam keadaan :
a. Sebelum makan
b. Setelah makan
6. Keseimbangan energi dan suhu
7. Makronutrien dan mikronutrien dalam makanan

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
a. Metabolisme

Metabolisme adalah reaksi-reaksi biokimia yang terjadi pada sel


dalam tubuh mahkluk hidup. Reaksi kimia inilah yang akan mengubah
suatu zat menjadi zat lain. Didalam metabolisme, proses nya terdapat
dua yakni antara lain katabolisme dan anabolisme.1

b. Anabolisme
Anabolisme adalah reaksi pembentukan atau sintesis (penyusunan)
molekul sederhana menjadi molekul kompleks dan memerlukan energi
ATP (endergonik). Contoh reaksi anabolisme adalah seperti
Fotosintesis dan Kemosintesis. 1

a. Katabolisme

Katabolisme adalah reaksi penguraian senyawa kompleks menjadi


senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim serta
menghasilkan / melepaskan energi (bersifat eksertgonik) yang berupa
ATP (Adenosin TriPhospat), Elektron berenergi tinggi NADH2
(Nikotilamid adenin dinukleotida), dan FADH2 (Flavin adenin
dinukleotida H2). 1

2. Jelaskan mengenai metabolisme pada


a. Karbohidrat2

Glukosa adalah bahan bakar utama bagi kebanyakan jaringan.


Glukosa dimetabolisme menjadi piruvat melalui jalur glikolisis.
Jaringan aerob memetabolisme piruvat menjadi asetil-KoA yang dapat
memasuki siklus asam sitrat untuk dioksidasi sempurna menjadi CO2
dan H2O yang berkaitan dengan pembentukan ATP dalam fosforilasi
oksidatif. Glikolisis juga dapat berlangsung secara anaerob dengan
produk akhir berupa laktat.

Glukosa dan metabolitnya juga ikut serta dalam proses lain,


misalnya (1) sintesis polimer simpanan glikogen di otot rangka dan hati.
(2) Jalur pentosa fosfat, suatu alternatif sebagian jalur glikolisis. Jalur
ini adalah sumber ekuivalen pereduksi(NADPH) untuk sintesis asam
lemak dan sumber ribosa untuk membentuk nukleotida dan asam
nukleat. (3) trifosa fosfat membentuk gugus gliserol triasilgliserol. (4)
piruvat dan zat-za antara siklus asam sitrat menyediakan kerangka
karbon untuk mensisntesis asam amino, dan asetil-KoA adalah
prekursor asam lemak dan kolesterol. Glukoneogenesis adalah proses
pembentukan gluosa dari prekursor non karbohidrat, misalnya laktat,
asam amino dan gliserol.

b. Lipid2

Asam lemak dapat dioksidasi menjadi asetil-KoA (oksidasi-β) atau


diesterifikasi dengan gliserol, yang membentuk triasilgliserol (lemak)
sebagai cadangan bahan bakar utama tubuh. Asetil-KoA yang
dibentuk oleh oksidasi-β dapat mengalami beberapa proses.

1) Sama seperti asetil-KoA dalam proses glikolisis, dan senyawa ini


dioksidasi menjadi CO2 + H2O melalui siklus asam sitrat.
2) Menjadi prekursor untuk membentuk kolesterol dan steroid lain.
3) Di hati, senyawa ini digunakan untuk membentuk badan keton
(asetoasetat dan 3-hidroksibutirat) yang merupakan bahan bakar
penting pada keadaan puasa lama.

Pada oksidasi-β terjadi pemutusan tiap dua karbon dari molekul asil-
KoA-β yang dimulai dari ujung karboksil. Rantai diputus antara atom karbon
–α(2) dan –β(3) karena itu dinamakan oksidasi-β. Unit dua karbon yang
terbentuk adalah asetil-KoA; sehingga palmitoil-KoA menghasilkan delapan
molekul asetil KoA. Beberapa enzim yang secara keseluruhan dikenal sebagai
“oksidase asam lemak” ditemukan di matriks mitokondria atau membran
dalam di dekat rantai respiratorik. Enzim-enzim ini mengatalis oksidasi asil-
KoA menjadi asetil-KoA yang dikopel dengan reaksi fosforilasi ADP menjadi
ATP. Salah satu enzim yang berperan yaitu asil-KoA dehidrogenase yang
mengkatalis pengeluaran dua atom hidrogen dari atom karbon-2(α) dan -3(β)
dan memerlukan FAD. Pemindahan elektron dari FADH 2 dan NADH di rantai
respiratorik menyebabkan terbentuknya 4 fosfat berenergi tinggi untuk setiap
tujuh molekul asetil-KoA pertama yang dibent uk oleh oksidasi-β palmitat
(7x4=28).

c. Asam Amino3

Jalur metabolik utama dari asam-asam amino terdiri atas pertama,


produksi asam amino dari pembongkaran protein tubuh, digesti protein diet
serta sintesis asam amino di hati. Kedua, pengambilan nitrogen dari asam
amino. Sedangkan ketiga adalah katabolisme asam amino menjadi energi
melalui siklus asam serta siklus urea sebagai proses pengolahan hasil
sampingan pemecahan asam amino. Keempat adalah sintesis protein dari
asam-asam amino.

Katabolisme asam amino Asam-asam amino tidak dapat disimpan oleh


tubuh. Jika jumlah asam amino berlebihan atau terjadi kekurangan sumber
energi lain (karbohidrat dan protein), tubuh akan menggunakan asam amino
sebagai sumber energi. Tidak seperti karbohidrat dan lipid, asam amino
memerlukan pelepasan gugus amin. Gugus amin ini kemudian dibuang
karena bersifat toksik bagi tubuh. Ada 2 tahap pelepasan gugus amin dari
asam amino, yaitu:

1. Transaminasi Enzim aminotransferase memindahkan amin kepada α-


ketoglutarat menghasilkan glutamat atau kepada oksaloasetat
menghasilkan aspartat.

2. Deaminasi oksidatif Pelepasan amin dari glutamat menghasilkan ion


ammonium.

Setelah mengalami pelepasan gugus amin, asam-asam amino dapat


memasuki siklus asam sitrat melalui jalur yang beraneka ragam.
Gugus-gugus amin dilepaskan menjadi ion amonium (NH4 + ) yang
selanjutnya masuk ke dalam siklus urea di hati. Dalam siklus ini dihasilkan
urea yang selanjutnya dibuang melalui ginjal berupa urin. Proses yang
terjadi di dalam siklus urea digambarkan terdiri atas beberapa tahap yaitu:

1. Dengan peran enzim karbamoil fosfat sintase I, ion amonium bereaksi


dengan CO2 menghasilkan karbamoil fosfat. Dalam raksi ini diperlukan
energi dari ATP

2. Dengan peran enzim ornitin transkarbamoilase, karbamoil fosfat


bereaksi dengan Lornitin menghasilkan L-sitrulin dan gugus fosfat
dilepaskan

3. Dengan peran enzim argininosuksinat sintase, L-sitrulin bereaksi


dengan L-aspartat menghasilkan L-argininosuksinat. Reaksi ini
membutuhkan energi dari ATP

4. Dengan peran enzim argininosuksinat liase, L-argininosuksinat dipecah


menjadi fumarat dan L-arginin
5. Dengan peran enzim arginase, penambahan H2O terhadap L-arginin
akan menghasilkan L-ornitin dan urea.

d. Xenobiotik2

Suatu xenobiotik adalah senyawa yang asing bagi tubuh. Contohnya


adalah obat, karsinogen kimia yang sebagian besar dimetabolisme di
hati, kadang-kadang xenobiotik diekskresikan tanpa mengalami
perubahan. Metabolisme xenobiotik dibagi menjadi dua fase.

Pada fase 1, reaksi utama adalah hidroksilasi yang dikatalis oleh


anggota suatu keelas enzim yang disebut mono-oksigenase atau
sitokrom P450. Hidroksilasi dapat mengehntukan kerja suatu obat,
meskipun tidak selalu demikian. Selain hidroksilasi, enzim-enzim ini
mengatalisis berbagai reaksi, termasuk reaksi melibatkan deaminasi,
dehalogenasi, desulfurasi, epoksidasi, peroksigenasi dan reduksi.
Reaksi-reaksi yang meibatkan hidrolisis dan reaksi lain yang tidak
dikatalisis oleh P450 juga terjadi di fase 1.

Pada fase 2, senyawa yang telah terhidroksilasi atau diproses dengan


cara lain pada fase 1 diubah oleh enzim spesifik menjadi berbagai
metabolit polar oleh konjugasi dengan asam glukuronat, sulfat, asetat,
glutation atau asam amino tertentu oleh metilasi. Tujuan keseluruhan
kedua fase metabolsime xenobiotik ini adalah meningkatkan kelarutan
xenobiotik dalam air (polaritas) sehingga ekskresinya dari tubuh juga
meningkat.

e. Purin
Biosintesis purin dimulai dengan PRPP (nama intermediet individu).
Pembentukan cincin dimulai dengan pengalihan gugus amino, yang
kemudian N-9 diturunkan (2a). Glycine dan kelompok formil dari
N10-formil-THF kemudian memasuk atom yang tersisa dari cincin
beranggota lima (2b, 2c). Sebelum cincin beranggota lima ditutup
(pada langkah 2f), atom N-3 dan C-6 dari cincin beranggota enam
kemudian melekat (2d, 2e). Sintesis cincin kemudian berlanjut dengan
N-1 dan C-2 (2g, 2i). Pada langkah terakhir (2j), cincin beranggota
enam ditutup, dan inosin 5?-Monofosfat muncul. Namun, IMP
terbentuk tidak menumpuk, tetapi cepat diubah menjadi AMP dan
GMP.4
Manusia mengubah nukleosida purin yang utama yaitu adenosin
dan guanin menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar.
Adenosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi inosin oleh
enzim adenosin deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dan
guanosin, yang dikatalisasi oleh enzim nukleosida purin fosforilase,
akan melepas senyawa ribosa 1-fosfat dan basa purin. Hipoksantin dan
guanin selanjutnya membentuk ksantin dalam reaksi yang dikatalisasi
masing-masing oleh enzim ksantin oksidase dan guanase. Kemudian
ksantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang
dikatalisasi oleh enzim ksantin.5

f. Pirimidin2
Gambar 1. Jalur Biosintesis Nukleotida Piramidin2

Katalis reaksi awal pada biosintesis pirimidin adalah karbonil fosfat


sintase II sistolik, suatu enzim yang berbeda dari karbamoil fosfat
sintase II mitokondrial yang berperan dalam sintesis urea. Karena itu,
perbedaan letak ini menghasilkan dua kompartemen karbamoil fosfat
yang independen. PRPP merupakan salah satu zat yang berperan pada
awal sintesis nukleotida purin akan ikut serta pada tahap biosintesis
pirimidin.

“Reaksi penyelamatan" mengubah ribonukleosida pirimidin (uridin


dan sitidin) serta deoksiribonukleosida Birimidin (timidin dan
deoksisitidin) menjadi nukleotida masing-masing. Fosforiltransferase
(kinase) yang bergantung-ATP mengatalisis fosforilasi difosfat (2'-
deoksisitidin, 2'-deoksiguanosin, dan 2'-deolaiadenosin) menjadi
nukleosida trifosfat padanan masing-masing. Selain itu, orotat
fosforibosiltransferase (reaksi ke 5, Gambar 1), suatu enzim pada
sintesis nukleotida pirimidin, "menyelamatkan" asam orotat dengan
mengubahnya menjadi orotidin monofosfat (OMP).

Aktivitas enzim pertama dan kedua dalam biosintesis nukleotida


pirimidin dikendalikan oleh regulasi alosterik. Karbamoil fosfat sintase
II diinhibisi oleh UTP dan nukleotida purin, namun diaktifkan oleh
PRPP. Aspartat transkarbamoilase diinhibisi oleh CTP, namun
diaktifkan oleh ATP. Selain itu tiga enzim pertama dan dua enzim
terakhir dalam jalur ini diregulasi oleh represi dan depresi yang
terkoordinasi.

Tidak seperti produk-produk akhir katabolisme purin, produk akhir


katabolisme pirimidin sangat larut air: CO2, NH3, β-alanin, dan β-
aminoisobutirat. Ekskresi β-aminoisobutirat meningkat pada leukimia
dan pajanan radiasi sinar-X yang parah akibat meningkatnya perusakan
DNA. Karena tidak ada enzim manusia yang mengkatalis hidrolisis atau
fosforolisis pseudouridin, nukleosida tak lazim ini dieksresikan dalam
urin orang normal tanpa mengalami perubahan sehingga dapat diisolasi
dari urin. Karena produk akhir katabolisme pirimidin sangat larut air,
maka jarang menimbulkan gejala atau tanda klinis.

g. Porfirin6
Porfirin adalah senyawa organik aromatik yang tersusu dari 4
cincin pyrrol yang terhubung satu sama lain dan sebuah ion Fe 2+.
Heme adalah porfirin paling banyak dalam tubuh manusia dam
membentuk kompleks dengan protein menjadi hemoglobin,
myoglobin, dan sitokrom.

Heme disintesis dari glisin dan succinyl CoA yang akan bereaksi
membentuk δ-aminolevulinic acid (δ-ALA). Enzim yang
mengkatalisis reaksi ini, δ-ALA sintase membutuhkan pyridoxal
phospate. Reaksi berikutnya dikatalisis δ-ALA dehyratase dimana 2
molekul δ-ALA bergabung membentuk pyrrole, porphogbilinogen. 4
cincin pyrrole tersebut membentuk rantai liner dan kemudan beberapa
porphyrinogens. Rantai samping dari porphyrinogen mengandung
gugus asetil dan propionil. Gugus asetil di dekarboksilasi untuk
membentuk gugus metil. 2 gugus propionil di dekarboksilasi dan
dioksiadi mejadi gugus vinil, membentuk protoporphyrinogen.
Jembatan metilen dioksidasi membentuk protoporphyrin IX. Tahap
akhir dari jalur sintesis heme adalah penambahan Fe2+ ke
protoporphyrin IX yang dikatalisis oleh ferrochelatase atau heme
sintase.
Heme meregulasi sintesisnya sendiri melalui mekanisme yang
mempengaruhi jalur sintesisnya, yaitu δ-ALA sintase. Heme menekan
sintesis enzim dan langsung menghambat aktiv enzim. Jadi heme
disintesi hanya ketika kadar heme menurun. Ketika kadar heme
meningkat sintesisnya menurun. Heme juga meregulasi sintesis
hemoglobin dengan menstimulasi sintesis protein globin.

Heme didegradasi ke dalam bentuk bilirubin, yang terkonjugasi


dengan asma glukoronik dan dieksresi ke dalam empedu. Meskipun
heme dari sitokrom dan myoglobin juga dikonversi menjadi bilirubin,
sumber utama pigmen empedu adalah hemoglobin. Setelah sel darah
merah mencapai akhir masa hidupnya (sekitar 120 hari), sel darah
merah difagosit oleh sel pada sistem reticuloendotelial. Globin
dipecah menjadi asam amino pembentuknya, besi dikembalikan ke
penyimpanan besi dalam tubuh. Heme dioksidasi dan dipecah menjadi
karbon monoksida dan biliverdin. Biliverdin direduksi menjadi
bilirubin yang ditranspor ke hati dengan membentuk kompleks
bersama albumin serum.

Di hati bilirubin di konversi menjadi senyawa yang lebih larut air


dengan bereaksi dengan asam glukoronik. Konjugasi ini membentuk
bilirubin yang dieksresikan ke empedu.

h. Pigmen Empedu

Gambar 2 Metabolisme Bilirubin7


Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah
kurang lebih 120 hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem
RES terutama di hati dan limpa. Sekitar 85% heme yang didegradasi
berasal dari eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ekstraeritroid.1 Kini
diketahui bahwa sekitar 15% hingga 20% pigmen empedu total
berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang
(hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari
hati.7

Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim


hemeoksigenase mikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH
dan O2,enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan
metenil diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro
(Fe+2)menjadi Fe+3 (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang
menyebabkan pemecahan cincin porfirin. Ion ferri dan dan CO di
lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan biliverdin yang
berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk
bilirubin yang bewarna merah jingga. Bilirubin dan turunannya
bersama-sama disebut pigmen empedu. Bilirubin hanya sedikit larut
dalam plasma, sehingga diangkut ke hati dengan berikatan dengan
protein albumin secara nonkovalen.1 Metabolisme ini dibagi menjadi 3
proses: (1) penyerapan bilirubin oleh sel parenkim hati; (2) konjugasi
bilirubin dengan glukuronat di retikulum endoplasmal dan (3) sekresi
bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu. Sekresi bilirubin terkonjugasi
ke dalam empedu terjadi oleh suatu mekanisme transpor aktif yang
menentukan laju keseluruhan proses metabolisme bilirubin di hati. 2
Bilirubin terurai dari molekul pembawa albumin dan masuk ke dalam
hepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel,
terutama protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin
meningkat karena penambahan dua molekul asam glukoronat.
Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin glukoniltransferase dengan
menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat.
Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktif dengan melawan
gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dan kemudian ke
dalam empedu. Proses ini memerlukan energi. Bilirubin yang tidak
terkonjugasi normalnya diekskresikan. Bilirubin diglukoronid
dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri diusus untuk menghasilkan
urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa.Sebagian besar
urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus menjadi sterkobilin,
memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa urobilinogen
direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal.Sebagian
urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen intrahepatik yang
akan di uptake oleh hepar kemudian diekskresikan kembali ke dalam
empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal,
tempat urobilinogen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning
dan diekskresikan sehingga memberikan warna yang khas pada urin. 1
Pada keadaan abnormal, terutama jika terbentuk pigmen empedu
dalam jumlah berlebihan atau terdapat penyakit hati yang
mengganggu siklus inrahepatik ini, urobilinogen juga dapat
diekskresikan ke urine.2

3. Hormon

a. Hormon yang terlibat dalam proses metabolisme

 Growth hormon
GH memiliki beberapa efek fisiologis. Pertama, GH berperan
dalam sintesis protein, GH mempercepat laju sintesis protein pada
seluruh sel tubuh dengan meningkatkan pemasukan asam amino
melalui membran sel. Kedua, berperan dalam konservasi
karbohidart diaman GH menurunkan laju penggunaan karbohidrat
oleh sel-sel tubuh, dengan demikian menambah kadar glukosa
darah. Ketiga, GH berperan dalam mobilisasi simpanan lemak
dan pemakaian lemak untuk energi. Terakhir, GH menyebabkan
hati (mungkin juga ginjal) memproduksi somatodein, sekelompok
faktor pertumbuhan dependen-hipofisis yang sangat penting untuk
pertumbuhan tulang dan kartilago.8

 Thyroid stimulating hormone(TSH)


TSH adalah hormon tiropid dari hipofisis anterior yang
merupakan regulator fisiologik terpenting sekresi hormon
tiroid (TH). TSH selain meningkatkan sekresi hormon tiroid,
TSH juga mempertahankan integritasi kelenjar tiroid. Tanpa
adanya TSH, tiroid mengalami atrofi dan mengeluarkan TH
dalam jumlah sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami
hipertrofi dan hiperplasia sebagai respon terhadap TSH yang
berlebihan.9
 Adrenokortokotropik (ACTH)
ACTH atau yang dikenal sebagai adrenokortokotropik
merangsang sekrei kortisol oleh korteks adrenal dan
mendorong pertumbuhan korteks adrenal. Selain dari itu,
ACTH juga merangsang androgen adrenal. Apabila kadar
ACTH tinggi, dapat menimbulkan masukulinisasi pada waita
dan anak. Struktur ACTH sendiri sama dengan hormon
hipofisis anterior laainnya. ACTH dalam jumlah terbatas
tampak sangat penting untuk sintesis hormon kortikal adrenal
lain, aldosteron. Informasi lainnya yang berkaitan dengan
hormon ini akan dibahas pada subab kelejar adrenal.9
 Gonadotropin
Gonadotropin meliputi dua hormon hipofisis anterior, yaitu
folicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH). Jaringan target FSH dan LH adalah ovarium pada wanita
dan testis pada pria. FSH memiliki fungsi berbeda pada wanita
dan pria. Pada wanita, hormon ini merangsang pertumbuhan
dan perkembangan folikel ovarium. Hormon ini juga
mendorong sekresi hormon estrogen oleh ovarium. Pada pria
FSH diperlukan untuk produksi sperma. LH juga memiliki
fungsi yang berbeda pada wanita dan pria. Pada wanita LH
berperan dalam ovvulasi dan luteinisasi. LH juga mengatur
sekresi hormon-hormon seks wanita. Pada pria hormon ini
mrangsang sel interstisium Leyding di testis untuk
mengeluarkan hormon seks pria.9
 Prolaktin
Prolaktin meningkatkan perkembangan payudara dan produksi
susu pada wanita. Fungsinya pada pria belum jelas, meskipun
bukti menunjukan bahwa hormon ini mungkin merangsang
produksi resptor LH di terstis. Selain itu, prolaktin mungkin
mingkatkan sistem imun dan menunjang pembentukan
pembuluh darah baru di tingkat jaringan pada kedua jenis
kelamin-kedua efek ini sama sekali tidak berkaitan dengan
perannnya dalam fisiologi reproduksi.9
 Hormon antidiuretik (ADH)
ADH menyebabkan sel duktus pengumpul ginjal menjadi lebih
permeabel terhadap air. Hal ini meningkatkan reabsorpsi air ke
dalam darah sehingga menurunkan diuresis urin. Ini adalah
efek antidiuretik ADH. Pada kadar yang sangat tinggi, ADH
menyebbkan kontraksi otot polos vaskular sehingga
meningkatkan tahanan perifer total dan tekanan darah.10
 Oksitosin
Oksitosin menstimulasi kontraksi lapisan otot poloas duktus
susu payudara sehingga menyebbkan peningkatan tekanan
intramamaria dan kemudian keluarnya air susu yang disimpan
ke puting. Oksitosin juga menstimulasi kontraski otot polos
uterus. Oksitosin menyebabkan peningkatan intensitas
kontraksi uterus saat terjadi kemajuan persalinan dan
mendekati pelahiran. 10
 Aldosteron
Tempat kerja aldosteron adalah di tubulus distal dan koligentes
ginjal, tempat hormon ini mendorong retensi Na+ dan
meningkatkan eliminasi K+ sewaktu proses pembentukan urin.
Retensi Na+ oleh aldosteron akan secara sekunder menginduksi
retensi amotik H2O, meningatkan volume CES yang penting
dalam regulasi janga panjang tekanan darah. Pembahasa
hormon aldosteron tidak akan diperpanjang pada makalah kali
ini.9
 Kortisol
Glukokortikoid utama yang akan dibahas disini adalah kortisol
karena memiliki peran penting dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, dan juga protein. Efek keseluruhan dari
pengaruh kortisol pada metabolisme adalah peningkatan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan
lemak dan protein. Untuk lebih spesifiknya, efek dari kortisol
akan dijelaskan di bawah ini.9
 Andorgen Adrenal
Androgen adrenal dilelpaskan sebagai respon terhadap
stimulasi ACTH pada kelenjar adrenal. Andorgen adrenal
adalah sumber utama androgen pada wanita dan anak. Akadar
ACTH yang tinggi dapat menimbulkan maskulinisasi pada
wanita dan anak. Struktur ACTH sama dengan hormon
hipofisis anterior lainnya. 10
 Epinefrin dan norepinefrin

Efek epinefrin antara lain: meningkatkan frekuensi jantung,


meningkatkan metabolisme dan konsumsi oksigen,
meningkatkan kadar gula darah melalui stumulasi
glikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Selain
dari pada itu, epinefrin juga menyebabkan pemuluh darah pada
kulit dan organ-organ ciseral berkonstriksi sementara
pembuluh otot rangka dan otot jantung berdilatasi. Efek
norepinefrin adalah untuk meningkatkan tekanan darah dan
untuk menstimulasi otot jantung.8

 Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan oleh


sel alfa pulau Langerhans sebagai resposn terhadap kadar
glukosa darah yang rendah dan peningkatan asam amino
plasma. Glukagon adalah hormon utama stadium pasca
absorptif pencernaan, yang terjadi selama periode puasa di
antara waktu makan. 10

 Insulin

Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat,


lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa,
asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong
penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien
ini masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin
mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan
mengubahnya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida,
dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan
mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam
sel atau mengubah aktivasi enzim-enzim yang berperan dalam
jalur metabolik tertentu.9

 Somatostatin

Somatostatin juga disebut hormon penghambat hormon


perubuhan dan dilepaskan oleh hipotalamus. Somatostatin dari
hipotalamus merupakan salah satu penghambat pelepasan
hormon perumbuhan hormon hipotalamus yang mengontrol
pelepasan horom pertumbuhan dari hipofisis anterior. Hormon
ini mengendalikan metabolisme dengan menghambat sekresi
insulin dan glukagon. 10

b. Sintesis Hormon11

 Peptida
Hormon peptida merupakan protein dengan beragam ukuran.
Protein yang disintesis disisipkan ke dalam vesikel untuk
sekresi, dilipat, dan dapat diproses melalui proteolisis atau
modifikasi lain. Pelipatan ditentukan oleh rangkaian primer
protein maupun oleh protein tambahan.

 Hormon Tiroid

Hormon tiroid hanya disintesis dalam kelenjar tiroid, walaupun


sekitar 70% dari hormon steroid aktif yang utama, T3,
dihasilkan dalam jaringan perifer melalui deiodinasi dari
tiroksin; T4. Sel-sel kelenjar tiroid mengkonsentrasikan iodium
untuk sintesis hormon tiroid melalui transpor aktif

 Steroid

Hormon steroid dihasilkan adrenal, ovarium, testis, plasenta,


dan pada tingkat tertentu di jaringan perifer . Steroid berasal
dari kolesterol yang dihasilkan melalui sintesis de novo atau
melalui ambilan dari LDL melalui reseptor LDL. Terdapat
sejumlah cadangan kolesterol dalam ester kolesterol sel-sel
steroi-dogenik. Jika kelenjar penghasil steroid dirangsang,
kolesterol ini dibebaskan melalui stimulasi dan esterase
kolesterol, dan sejumlah kolesterol tambahan dihasilkan
melalui stimulasi sintesis kolesterol oleh kelenjar. Namun,
dengan berjalannya waktu, ambilan kolesterol yang
ditingkatkan merupakan mekanisme yang utama untuk
meningkatkan steroidogenesis. Kelenjar-kelenjar ini
mempunyai konsentrasi reseptor LDL yang tinggi yang akan
lebih meningkat oleh rangsangan steroidogenik seperti hormon
tropik. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh habisnya
kolesterol intraselular Penurunan ini juga meningkatkan
sintesis kolesterol, yang selanjutnya mempermudah
steroidogenesis. Produksi steroid selelah rangsangan seperti ini
dapat sepuluh kali lebih banyak dari produksi basal.

c. Sekresi Hormon11

 Peptida

Protein disisipkan ke dalam retikulum endoplasmik, yang


akhirnya mencapai vesikel sekretorik. Setelah transpor protein
kedalam retikulum endoplasmik, protein bergerak melalui suatu
seri kompartemen khusus, dimodifikasi sebelum dilepaskan.
Vesikel bergerak ke dan berfusi dengan aparatus Golgi. Vesikel ini
ditutupi oleh suatu lapisan protein yang memungkinkan untuk
berikatan dengan membran aparatus Golgi. Vesikel ini kemudian
berfusi yang memerlukan hidrolisis ATP dan protein lain,
termasuk protein pengikat GTP (dan hidrolisis GTF) Akhirnya,
vesikel ke luar dari jaringan trans-Golgi dan diangkut ke
permukaan sel, berfusi dengan membran untuk menyampaikan
isinya ke luar sel. Gerakan dari vesikel-vesikel ke permukaan
terjadi sepanjang jalur mikrotubulus.

 Hormon Tiroid

Sel kelenjar tiroid tersusun dalam folikel-folikel yang


mengelilingi bahan koloidal, dan menghasilkan glikoprotein yang
besar, tiroglobulin. Iodium dioksidasi dengan cepat dan disatukan
dengan cincin aromatik tirosin pada tiroglobulin (organifikasi).
Residu tirosin kemudian dirangkai bersama untuk menghasilkan
tironin. Organifikasi dan perangkaian dikatalisir oleh peroksidase
tiroid pada permukaan apeks sel dalam mikrovili yang meluas ke
dalam ruang koloid. Tiroglobulin dilepaskan -bersama dengan
tironin yang melekat padanya- ke dalam folikel, dan bertindak
sebagai suatu cadangan bagi hormon. Hormon tiroid dibentuk
oleh ambilan balik dari tiroglobulin melalui endositosis dan
pencernaan proteolitik oleh hidrolase lisosoma dan peroksidase
tiroid, menghasilkan berbagai tironin. Dalam keadaan normal,
kelenjar melepaskan T4 dan T3 dalam rasio sekitar 10:1,
kemungkinan melalui suatu mekanisme transpor aktif.

d. Mekanisme Kerja Hormon12

Langkah pertama dari aksi hormon adalah berikatan ke reseptor


spesifik sel target. Reseptor beberapa hormon terletak di membran sel,
sedangkan reseptor hormon lain terletak pada sitoplasma atau nukleus.
Ketika hormon berikatan dengan sel, terjadi inisiasi serangkain reaksi
dalam sel. Lokasi dari beberapa tipe reseptor secara umum adalah
sebagai berikut.

1. Pada permukaan membran sel. Reseptor membran spesifik terhadap


hormon protein, peptida, dan katekolamin.
2. Di dalam sitoplasma sel. Reseptor dari hormon steroid kebanyakan
ada di sitoplasma.
3. Di dalam nukleus sel.. Reseptor untuk hormon tiroid ada di dalam sel.

Sensitivitas sel target tergantung dari jumlah reseptor. Semakin


banyak reseptor maka hormon yang terikat ke reseptor semakin
banyak sehingga sensitivitas sel terhadap hormon juga semakin tinggi.
Jumlah reseptor sel tidak konstan dan bisa berubah untuk menurunkan
atau meningkatkan sensivitas sel. Peningkatan konsentrasi hormon
dapat memiliki dua efek. Yang pertama adalah down-regulation
dimana ketika terjadi peningkatan konsentrasi hormon, jumlah
reseptor hormon berkurang untuk menurunkan sensivitas dari sel
target agar tidak terjadi respon sel yang berlebihan. Atau penurunan
sensitivitas ini bisa juga terjadi dengan menginaktivasi molekul
persinyalan intrasel sehingga respon sel menurun. Yang kedua adalah
up-regulation dimana efek yang terjadi adalah justru peningkatan
jumlah reseptor sel atau molekul persinyalan intrasel sehingga
sensitivitas sel terhadap hormon meningkat
Ada beberapa tipe reseptor dari sel target yang akan memiliiki efek
yang berbeda untuk memulai inisiasi serangkaian reaksi yang
menimbulkan respon sel ketika berikatan dengan hormon ligannya.

1. Ion Channel-Linked Receptors, kompleks hormon-reseptor yang


terbentuk pada jenis reseptor ini akan membuka kanal ion sel untuk
mengubah potensial membran sel. Reseptor ini terletak di membran
sel
2. G Protein-Linked Hormone Receptors. Hormon yang terikat pada
reseptor yang terletak di membran sel ini akan mengaktifkan protein G
yang terikat pada reseptor di bagian intrasel yang kemudian protein G
akan mengaktifkan persinyalan intrasel dan persinyalan intrasel ini
akan memicu rangkaian reaksi enzimatik dalam sel. Reseptor ini dapat
memengaruhi aktivitas kanal ion atau aktivitas intraseluler sel untuk
menginisiasi rangkaian reaksi dalam sel.
3. Enzym-Linked Hormone Receptors. Reseptor ini ketika diaktifkan oleh
hormon akan berfungsi secara langsung mengaktifkan enzim yang
akan menginisiasi rangkain reaksi sel tanpa perantara molekul
persinyalan. Ketika hormon terikat pada bagian reseptor ekstraseluler,
enzim yang terikat ke reseptor di bagian intrasel akan langsung
diaktifkan.
4. Intracellular Hormone Receptors adalah reseptor untuk hormon yang
bersifat lipid soluble seperti steroid, tiroid, retionoid, dan vitamin D.
Ketika hormon berikatan dengan reseptor, bagian dari DNA yang
disebut hormone response element akan menahan atau mengaktifkan
pembentukan mRNA sehingga terjadi sintesis protein baru yang akan
memengaruhi fungsi sel.

Telah disebutkan di awal bahwa hormon memengaruhi aktivitas


intrasel secara tidak langsung dengan perantara molekul persinyalan
yang disebut second messenger. Second messenger ini akan
menyebabkan serangkaian efek hormon di intrasel. Jadi hormon hanya
berikatan sampai ke reseptor dan selanjutnya aktivasi respon sel
dilanjutkan oleh second messenger.

Hormon yang berikatan dengan reseptor membran sel seperti


hormon protein, peptida, dan katekolamin bekerja dengan
mengaktifkan protein intrasel yang sudah ada untuk memicu respon
sel. Sedangkan hormon yang berikatan dengan reseptor intrasel seperti
hormon steroid dan tiroid bekerja dengan memengaruhi transkripsi
gen untuk sintesis protein baru yang kemudian akan memicu respon
sel.

4. Proses metabolisme tubuh dalam keadaan :


a. Sebelum makan6

Kadar glukosa darah akan menurun satu jam setelah makan


karena dioksidasi atau disimpan dalam tubuh. Dua jam setelah
makan kadar glukosa kembali ke fasting range (80-100 mg/dl).
Fasting state dimulai 2-4 jam setelah makan. Penurunan kadar
glukosa menyebabkan pankreas mengurangi sekresi insulin. Hati
merespon dengan memulai degradasi simpanan glikogen untuk
melepaskan glukosa ke darah. Pada fase ini kadar insulin rendah
dan kadang glukagon meningkat.

Glukosa adalah sumber energi utama pada berbagai jaringan


seperti otak, saraf, dan sel darah merah. Saraf kekurangan enzim
yang dibutuhkan untuk oksidasi asam lemak tapi bisa mengunakan
badan keton dalam jumlah yang terbatas. Sel darah merah tidak
memiliki mitokondria yang mengandung enzim untuk oksidasi
asam lemak dan keton. Oleh karena itu, kadar glukosa darah tidak
dibiarkan terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Simpanan glikogen di hati akan didegradasi untuk menyuplai


glukosa ke darah tapi simpanan ini terbatas. Untungnya, hati punya
mekanisme lain untuk memproduksi glukosa darah yang disebut
glukoneogenesis. Glukoneogenesis adalah mekanisme sintesis
glukosa menggunakan laktat, gliserol, dan asam amino. Ketika
fasting state berlanjut glukoneogenesis secara progresif
menambahkan kadar glukosa yang diproduksi oleh glikogenolisis
hati (degradasi glikogen menjadi glukosa). Laktat adalah produk
glikolisis di sel darah merah dan otot yang exercise, gliserol dari
lipolisis triasilgliserol jaringan adiposa, dan asam amino dari
pemecahan protein yang sebagian besar dari protein otot.

Triasilgliserol jaringan adiposa adalah salah salah satu sumber


utama energi selama fasting state. Jaringan adiposa menyuplasi
asam lemak yang tidak hanya dioksidasi secara langsung oleh
berbagai sel dan jaringan, tapi juga dioksidasi di hati menjadi
badan keton. Badan keton kemudian dioksidasi di jaringan lain
sebagai sumber energi terutama pada otot dan ginjal. Proses
mobilisasi triasilgliserol jaringan adiposa disebut lipolisis.
Triasilgliserol diubah menjadi gliserol dan asam lemak. Asam
lemak langsung dioksidasi di sel, sedangkan gliserol dibawa ke hati
untuk dijadikan bahan pembentuk glukosa melalui mekanisme
glukoneogenesis.

Glukosa masih dibutuhkan, namun sebagai sumber energi bagi


sel darah merah. Otak mulai membatasi penggunaan glukosa.
Glukosa dihemat dan lebih sedikit glukosa yang digunakan oleh
tubuh. Karena simpanan glikogen hati habis dalam waktu kira-kira
30 jam puasa, glukoneogenesis adalah satu-satunya proses yang
dapat hati lakukan untuk menyplai glukosa darah. Pemecahan
protein menjadi asam amino tetap berlanjut sebagai sumber bahan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukoneogenesis dari bahan protein
ini akan menurun sehingga protein akan dihemat dan lebih sedikit
protein yang digunakan dalam glukoneogenesis.

b. Setelah Makan13
Setelah makan, nutrient diserap dan masuk ke dalam darah
selama keadaan absortif, atau kenyang. Selama periode ini, gulkosa
berlimpah dan menjadi sumber energi untama. Hanya sedikit lemak
dan asam amino yang diserap untuk energy selama keadaan
absorptif karena sebagian besar sel menggunakan glukosa jika
tersedia. Nutrien tambahan yang tidak segera digunakan untuk
energi disalurkan menjadi simpanan dalam bentuk glikogen atau
trigliserida.

Pada keadaan absorptif, nutrient berlimpah yang diserap cepat


diekluarkan dari darah dan disimpan (simpanan ini akan
dikatabolisme pada saat pasca-absorptif untuk mempertahankann
konsentrasi darah pada tingkat yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan energy jaringan.

5. Keseimbangan energi dan suhu

a. Keseimbangan Energi

Energi dibutuhkan oleh setiap sel dalam tubuh untuk


mempertahankan kehidupannya dan melaksanakan fungsinya
dengan baik. Sumber energi berasal dari makanan yang dimakan,
diserap, dan kemudian diolah oleh tubuh.14,15

Energi Tubuh = Energi masuk – Energi Keluar

Energi masuk merupakan energi yang berasal dari makanan


yang dimakan yang merupakan sumber energi. Energi didapatkan
dari ikatan kimia pada makanan yang diuraikan untuk kemudian
digunakan dalam bentuk ikatan fosfat berenergi tinggi pada
ATP.Energi keluar merupakan jumlah energi yang dikeluarkan oleh
tubuh, yang merupakan kombinasi antara kerja dan panas yang
dilepaskan ke lingkungan. Persamaan untuk energi keluar sebagai
berikut14:
Energi Keluar = Kerja + Panas yang dilepaskan

Kerja dapat dibagi dua yaitu kerja eksternal dan kerja internal.
Kerja eksternal merupakan energi yang dikeluarkan saat otot
rangka berkontraksi untuk menggerakkan objek eksternal atau
menggerakkan tubuh terhadap lingkungan, sedangkan kerja
internal merupakan pengeluaran energi biologis yang tidak
berhubungan dengan kerja mekanik di luar tubuh. Kerja internal
mencakup dua tipe aktivitas yaitu kerja otot rangka selain kerja
mekanik, seperti postural dan menggigil, dan energi untuk
mempertahankan hidup, seperti kerja jantung dan bernapas, yang
biasa juga disebut “metabolic cost of living”.15

Tidak semua energi yang keluar tubuh merupakan suatu


kerja. Energi keluar yang tidak digunakan untuk mendukung kerja
merupakan panas yang dilepaskan atau energi termal. Dari total
energi yang masuk ke dalam tubuh, sekitar 75% menjadi panas dan
hanya 25% yang dimanfaatkan untuk bekerja.15 Sebagian besarnya
digunakan untuk mempertahankan temperatur tubuh.14,15

Terdapat tiga kemungkinan bentuk keseimbangan energi,


antara lain2:

 Keseimbangan energi netral, adalah keseimbangan yang terjadi


apabila energi yang masuk ke dalam tubuh sama persis dengan
energi yang keluar. Berat badan tetap.
 Keseimbangan energi positif, adalah keseimbangan yang terjadi
apabila jumlah energi yang masuk tubuh lebih besar daripada energi
yang keluar. Energi yang masuk ke dalam tubuh dan tidak digunakan
akan disimpan di dalam tubuh, terutama sebagai jaringan adiposa,
sehingga berat badan bertambah.
 Keseimbangan energi negatif, adalah keseimbangan yang terjadi
apabila jumlah energi yang masuk tubuh lebih kecil daripada energi
yang keluar. Kondisi tubuh harus menggunakan energi cadangannya
untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, sehingga berat badan akan
berkurang.

b. Keseimbangan Suhu

Suhu jaringan dalam tubuh (dibawah kulit dan lapisan subkutan)


atau suhu inti atau core temperature akan tetap konstan dalam
kisaran ± 0,6 oC meskipun suhu lingkungan berfluktuasi. Suhu pada
permukaan kulit disebut juga shell temperature. Kondisi tersebut
disebabkan karena manusia merupakan makhluk homoioterm. Suhu
tubuh normal adalah 37,1 oC dengan rentangan 35,5-37,5 oC. Suhu inti
yang terlalu tinggi dapat membunuh manusia karena denaturasi
protein, begitu juga dengan yang terlalu rendah yang dapat
menginduksi aritmia jantung. Suhu inti dapat bervariasi pada setiap
individu tergantung beberap faktor antara lain jam biologis, siklus
menstruasi pada wanita, olahraga, usia, dan paparan pada suhu
ekstrim. 16

Pengaturan suhu dilakukan dengan mengendalikan keseimbangan


antar produksi dan pengeluaran panas yang merupakan produk
sampingan metabolisme. Sebagian besar panas tubuh dihasilkan di
jaringan dalam tubuh, sehingga core temperature cenderung lebih
tinggi dibandingkan shell temperature. Aliran darah ke kulit dari
bagian tengah tubuh juga membantu proses pemindahan panas dan
berpengaruh terhadap pengeluaran panas tubuh.16

1) Perpindahan Panas

Perpindahan panas pada manusia dari kulit ke lingkungan atau


sebaliknya dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:16

Radiasi menyebabkan perpindahan panas dalam bentuk berkas
inframerah.

Pengeluaran panas secara konduksi terjadi melalui kontak langsung
antara kulit dengan suatu benda. 3% akibat kontak dengan benda
lain dan 15% akibat kontak dengan udara.


Pengeluaran panas secara konveksi terjadi karena gerakan udara.
Udara yang telah dipanaskan secara konduksi oleh kulit akan naik
ke atas dan digantikan oleh lapisan udara baru yang belum
dihangatkan.


Perpindahan panas secara penguapan terjadi dengan menguapnya
air akibat panas yang berasal dari suhu tubuh. Sewaktu air
menguap, 0,58 kalori panas tubuh hilang untuk setiap gram air. 16
Pengeluaran panas secara evaporasi dapat terjadi secara pasif
(insensible perspiration) dan aktif yaitu dalam bentuk berkeringat
yang dirangsang oleh sistem saraf simpatis.16

2) Pengaturan Suhu Tubuh – Peran Hipotalamus

Hipotalamus berperan sebagai sensor suhu yang peka yaitu di daerah


preoptik-hipotalamus anterior. Pada daerah tersebut banyak terdapat
neuron peka-panas, sedangkan neuron peka dingin banyak terdapat di
substansi retikular otak tengah. Terdapat suatu setpoint suhu yaitu
37,1 oC.3 Jika pusat suhu mendeteksi suhu tubuh terlalu panas atau
dingin, maka akan diaktifkan prosedur untuk menurunkan atau
menaikkan suhu.16

Mekanisme untuk menurunkan suhu yang dapat dilakukan oleh tubuh


yakni sebagai berikut16:
o Vasodilatasi pembuluh darah di kulit dapat memperbanyak aliran
darah dari dalam tubuh menuju kulit sehingga akan makin banyak
panas yang dilepaskan ke lingkungan.
o Berkeringat meningkatkan laju pengeluaran panas melalui
evaporasi.

o Tubuh akan menghambat mekanisme yang dapat memproduksi


panas seperti menggigil dan termogenesis kimiawi.

Mekanisme untuk menaikkan suhu yang dapat dilakukan oleh tubuh


yakni sebagai berikut16:

o Vasokonstriksi pembuluh darah di kulit dapat mengurangi aliran


darah menuju kulit sehingga makin sedikit panas yang dilepas ke
lingkungan.
o Piloereksi adalah berdirinya rambut di tubuh untuk menahan udara
yang berkontak dengan kulit sehingga akan terbentuk lapisan udara
hangat yang berfungsi sebagai insulator.

o Peningkatan pembentukan panas oleh sistem metabolik. Contoh


pembentukan panas yang ditingkatkan adalah eksitasi produksi
panas oleh persarafan simpatis, meningkatnya sekresi tiroksin, dan
menggigil. Menggigil diatur oleh pusat menggigil yang terdapat di
dorsomedial hipotalamus posterior yang dirangsang oleh
perubahan suhu tubuh.

6. Makronutrien dan mikronutrien dalam makanan16,17

Makanan terdiri atas bermacam-macam zat yang dikenal sebagai


nutrien, dan dibedakan menjadi makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien diperlukan dalam jumlah besar oleh tubuh seperti
karbohidrat, lemak, dan protein, mengingat ketiga nutrien ini
umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sedangkan
mikronutrien merupakan zat yang diperlukan dalam jumlah yang
sangat sedikit oleh tubuh seperti mineral dan vitamin, karena dapat
didaur ulang. Di samping nutrien yang disebutkan di atas, tubuh juga
membutuhkan air, oksigen dan serat makanan.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Fahri dan Rahul yang sedang berpuasa melakukan aktivitas olahraga


mengalami ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan energi sehingga
mereka mengalami kelelahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tortora GJ dan Derrickson B. Principle of anatomy & physiology: Amerika
serikat: John Willey & Sons.2017
2. Murray, RK., Granner, DK dan Rodwell, VW. Biokimia Harper. 27 ed.
Jakarta: EGC. 2009
3. Sudirga, S.K. Metabolisme Asam Amino. Biokimia Biologi Universitas
Udayana. Koolman, Roehm.Color Atlas of Biochemistry.New York :Thieme
Stuttgart. 2005.
4. Koolman, Roehm.Color Atlas of Biochemistry.New York :Thieme Stuttgart.
2005.
5. Rodwell, V. W.Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin, dalam Murray.
R. K., Graner. D. K., Mayer P. A., dan Rodwell V. W., Biokimia Harper,
diterjemahkan oleh Hartono, A., 387-389, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.1995
6. Marks Allan D, et al. Mark’s Basic Medical Biochemisty: A Clinical
Approach. 2nd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2005
7. Price,S.A., Lorraine,M.W. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed. 6. Jakarta: EGC. 2005.
8. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004.
9. Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2014.
10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2009.h.272-4.
11. Speroff L, Fritz MA. Hormone biosynthesis, metabolism and mechanism of
action. In Clinical Gynecologic endocrinology and infertility. Seven Ed.
Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia. 2005 ; 25 – 96.
12. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th Edition.
Philadelphia: Elsevier Inc.2006
13. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, Edisi 8. Jakarta: EGC.
2016. P: 751.
14. Silverthorn DU. Human Physiology: An Integrated Approach. 5 th ed. San
Fransisco: Pearson Education, Inc. 2010; ch. 22. Metabolism and Energy
Balance.
15. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7 th ed. Canada:
Brooks/Cole. 2010; ch. 17. Energy Balance and Temperature Regulation.
16. Hall JE. Guyton & Hall: Buku Saku Fisiologi Kedokteran. 11 th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007; ch. 72. Energetika dan laju metabolik.
17. Barasi, M. At a Glance: Ilmu Gizi. Penerjemah: Hermin. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2009. Hal. 52-53.
18. Hartono, A. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Ed.2. Jakarta : EGC.2006

Anda mungkin juga menyukai