Anda di halaman 1dari 14

RESPONSI

SKABIES

Disusun Oleh:

Aflifia Birruni Sabila

G99122009

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS – RSUD Dr. MOEWARDI

2014
RESPONSI

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK

Nama : Aflifia Birruni Sabila

NIM : G99122009

I. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. homini dan produknya1. Penyakit ini
telah dikenal sejak lama, yaitu ketika BoNoMo dan CESTONI mampu
mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun 1689.
Tungau ini mampu menyerang manusia dan hewan, baik ternak hewan peliharaan
(pet animal) maupun hewan liar (wild animal).2

II. EPIDEMIOLOGI
Menurut Chosidow (2006) prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan
sekitar 300 juta kasus per tahun dengan prevalensi sama antara kedua jenis
kelamin, menyerang semua usia, dan semua tingkatan sosioekonomi3. Di
Indonesia, menurut data dari Depkes RI prevalensi skabies berdasarkan data dari
puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Scabies di
Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Insiden dan
prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan
masyarakat pesantren4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi skabies antara lain: dari
faktor rendahnya pengetahuan masyarakat seperti diagnosis dan penanganan yang
tertunda serta pendidikan masyarakat yang rendah5, faktor sosiodemografi dan
lingkungan karena skabies berkaitan erat dengan kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Faktor lain yang mengakibatkan tinggginya prevalensi scabies antara
lain kelembaban yang tinggi, rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi4.
III. ETIOLOGI
Skabies disebabkan oleh infestasi ektoparasit. Ektoparasit adalah
organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau
mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang4.
Infestasi ektoparasit pada kulit keberadaannya membuat rasa tidak nyaman, dapat
menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan. Infestasi ektoparasit
bersifat sporadik, epidemik dan endemik6.
Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var
hominis termasuk ordo Acariformes, family Sarcoptidae, Genus Sarcoptes.
Sarcoptes scabiei var hominis menular melalui kontak manusia dengan manusia3.

IV. PATOGENESIS
Patogenesis skabies melibatkan banyak jalur kompleks imunologi dan
inflamasi. Peradangan kulit, papula pruritus dan hasil dari reaksi immune-
mediated antigen-specific delayed hypersensitivity. 3-4 minggu pertama setelah
infestasi primer biasanya tanpa gejala. Pada infestasi berikutnya, gejala muncul
jauh lebih cepat, kira-kira 1-2 hari.
Ada dua bentuk utama penyakit skabies yang diketahui, skabies biasa dan
crusted scabies, dan berkaitan dengan respon protektif dan patologis dari host
masing-masing. Manifestasi klinis yang berbeda dihasilkan berdasarkan jenis dan
besarnya respon seluler dan humoral dari parasit tersebut. Terdapat beberapa
kemungkinan alergen berpotensi menyebabkan timbulnya respon imun kini telah
diidentifikasi sebagai hasil dari proyek penemuan gen skabies.
Laporan terbaru melaporkan bahwa pasien dengan kedua jenis skabies,
baikyang biasa maupun crusted scabies memiliki respon seluler dan humoral
yang kuat untuk S. scabiei yang homolog dengan alergen tungau debu rumah.
Data saat ini menunjukkan bahwa respon imun protektif skabies didominasi oleh
sitokin tipe Th1 yang terkait dengan limfosit T CD4+, sedangkan pada crusted
scabies didominasi oleh sitokin tipe Th2 nonprotective, dan terdapat bukti bahwa
sel efektor pada kulit yang dominan mungkin limfosit CD8+.
Mekanisme kerusakan jaringan di crusted scabies meliputi sitotoksisitas
langsung terhadap keratinosit, sebagian besar dimediasi oleh sel T CD8+, dan
pelepasan sitokin, yang memperkuat respon inflamasi dengan menargetkan sel-sel
kulit yang lain. Peran keratinosit, eosinofil dan basofil tidak dipahami dengan
baik, tetapi penting untuk memahami evolusi dari respon kekebalan pada skabies.
Parasit pemakan-jaringan menghadapi bahaya yang signifikan bagi kelangsungan
awal hidup mereka, dikarenakan oleh respon imun bawaan dari host mereka.
Tungau kudis memakan protein epidermal dan plasma host, dan terpapar secara
secara internal dan eksternal pada mekanisme pertahanan host. Protein tungau
memiliki sifat imunomodulator yang mendukung invasi host oleh parasit melalui
downregulation atau menurunkan proses inflamasi di sel-sel kulit, dan mungkin
dengan jalan reaksi kekebalan tertunda.
Kompatibilitas Fisiologis penting sekali bagi parasit untuk membuat
kontak intim dengan host potensial. Kompatibilitas fisiologis ditentukan oleh
ketersediaan unsur hara yang tepat dan memadai serta kondisi fisik, kimia dan
imunologi cocok bagi parasit untuk berkembang dan bereproduksi serta mencerna
protein inang sebagai sumber makanan, protease tungau akan memfasilitasi invasi
jaringan inang, membantu dalam penetrasi kulit dan migrasi jaringan10.

V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala skabies klasik pada orang dewasa muncul sebagai ruam pruritus
yang intensif, khususnya yang melibatkan daerah-daerah kulit yang cocok untuk
tumbuhnya tungau. Onset gejala ini pada orang tanpa infestasi sebelumnya terjadi
setelah 3-4 minggu. Pada orang dewasa dan anak-anak, lokasi predileksi meliputi
ruang interdigital, pergelangan tangan, lipatan aksila anterior, kulit periumbilical,
panggul termasuk bokong, pergelangan kaki, penis pada laki-laki, dan wilayah
periareolar pada wanita. Pada bayi dan anak-anak kecil, dan mungkin lebih sering
pada anak-anak dan orang dewasa di daerah tropis, predileksinya pada telapak
tangan, telapak kaki, wajah, leher, dan kulit kepala juga mungkin terlibat. Pasien
biasanya mengeluh bahwa pruritis lebih intens di malam hari7.
Dua bentuk erupsi kulit biasanya diamati : (1) eritematosa papular atau lesi
vesikular yang berkaitan dengan liang , dan (2) yang lebih umum berupa pruritus
papular yang tidak berhubungan dengan aktivitas tungau jelas. Liang yang dibuat
oleh tungau betina dewasa yang mencerna dan mengkonsumsi epidermis adalah
tanda diagnostik klinis klasik kudis. Liang hadir sebagai creeping eruption
(serpiginous) garis keabu-abuan, dengan panjang sekitar sekitar 5 mm, tungau ini
jarang terlihat dengan mata telanjang dan sering pula tidak ditemui pada
pemeriksaan. Biasanya pada liang tersebut dapat ditemukan telur dan feses dari
tungau. Sedangkan penyebab ruam yang lebih umum belum konklusif
ditegakkan, kemungkinan besar merupakan hasil dari respon imun seluler
terhadap antigen tungau, yang dibutuhkan 4-6 minggu untuk dapat terwujud pada
serangan primer. Pada infestasi berikutnya, sensitisasi berkembang pesat, dan
timbul gejala dan tanda-tanda yang jelas dalam waktu 24-48 jam . Ruam kulit ini
yang lebih umum dan paling sering terlihat di sekitar aksila, daerah periareolar,
perut, pantat, dan paha7.

VI. DIAGNOSIS
Skabies merupakan kasus dengan diagnosa yang paling sulit sekaligus
termudah di dermatologi. Diagnosis perkiraan (presumtif) dapat ditegakkan
dengan ditemui adanya trias:

1. Lesi kulit pada daerah predileksi.


a. Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentu k garis lurus atau
berkelok, warna putih, atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel.
Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau nodul.
b. Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu:
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipatan ketiak, aerola mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna,
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan
dan telapak kaki.
2. Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal)
3. Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/ kontak1.
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan penemuan tungau, telur, atau
kotoran tungau (scybala) dari kerokan kulit secara mikroskopis8.

VII. DIAGNOSIS BANDING


Ada pendapat yang mengatakan penyakit ini merupakan the great
immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit yang lain dengan
keluhan yang sama, yakni gatal. Adapun diagnosis bandingnya adalah9:
1. Prurigo
2. Pedikulosis korporis
3. Dermatitis9
4. Urtikaria
5. Insect bite1

VIII. TERAPI
Prinsip tata laksana skabies8:
1. Penegakan diagnosis.
2. Pilih satu terapi yang tepat.
3. Obati seluruh tubuh mulai dari leher sampai kepala pada dewasa dan
kepala serta wajah pada bayi.
4. Berikan terapi pada semua kontak.
5. Berikan anjuran secara verbal dan resep tertulis yang detail.
6. Obati pula bila terdapat infeksi sekunder.
7. Lakukan pencegahan terhadap faktor resiko selama terapi.
8. Lakukan follow up 4 minggu setelah tata laksana.
9. Cuci seluruh pakaian, seprai, handuk setelah terapi lengkap.

Instruksi yang harus diberitahukan pada pasien8:

1. Mulai terapi dengan mandi seluruh badan menggunakan air hangat.


2. Obat dioleskan ke suluruh badan, entah bagian yang terkena maupun
yang tidak terkena.
3. Terapi sebaiknya dilakukan saat malam hari, sebelum tidur.
4. Hindari menyentuh mulut dan mata menggunakan tangan.
5. Ganti baju dan segera cuci baju tersebut keesokan harinya.
6. Mungkin akan terasa gatal selama beberapa hari, tapi jangan ulangi
terapi.
7. Semua orang yang ada di rumah juga harus melakukan terapi tersebut
pada waktu yang sama.
8. Kontrol seminggu kemudian.
Obat antiscabies8:

Obat topikal:

1. Krim permethrin 5%
2. Lotion atau krim lindane (gamma benzene hexachloride) 1%
3. Lotion atau emulsi benzyl benzoat 10% dan 25%
4. Lotion malathion 0,5%
5. Lotion monosulfiram 25%
6. Krim crotamiton 10%
7. Salep sulfur 2%-20%
8. Aerosol esdepallethrine 0,63%
9. Lotion ivermectin 0,8%

Obat oral:
Ivermectin

Faktor yang mempengaruhi pemberian terapi8:

1. Umur pasien
2. Untuk wanita: status kehamilan dan laktasi.
3. Efektifitas obat
4. Keberadaan eksem
5. Toksisitas dari agen
6. Cost effectiveness

IX. PROGNOSIS

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta


syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis baik9.
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSKI, 2011. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DOKTER


SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN. Jakarta.
2. Wardhana, dkk. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini
dan Masa Datang. WARTAZOA Vol.6 No.1
3. Chosidow O. 2006) Skabies. The new england journal of medicine. 35,1-
16.
4. Setyaningrum, YI. 2013. Skabies Penyakit Kulit yang Terabaikan:
Prevalensi, Tantangan, dan Pendidikan sebagai Solusi Pencegahan
5. Cordoro K.M., & Iston D.M. 2012. Scabies. In: Hogan D et 1. al., eds.
eMedicine World Medical Library [online]. 2012
(http:www.emedicine.com/derm/topic 382.html, diakses 25 Pebruari 2014)
6. Ciftci IK, Karaca S, Dogru O, Cetinkaya Z, & Kulac K. 2006. Prevalence
of pediculosis and skabies in preschool nursery children of Afyon, Turkey.
Korean Journal of Parasitology 44, 95-98
7. McCarthy JS et al. 2004. Scabies: More than just an irritation. Postgrad
Med J 2004;80:382–387.
8. Karthikeyan K. 2005. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgrad
Med J 2005;81:7–11.
9. Handoko, RP. 2007. Skabies dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK
UI Press, Jakarta.
10. Hay RJ et al. 2012. Review: Scabies in the developing world—its
prevalence, complications, and management. Clin Microbiol Infect 2012;
18: 313–323
STATUS RESPONSI

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK

Nama : Aflifia Birruni Sabila

NIM : G99122009

A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama : An. R.I
Umur : 11 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Sragen
Tanggal periksa : Rabu, 19 Pebruari 2014
No rekam medik : 01197528

2. Keluhan utama
Gatal seluruh tubuh

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSDM diantar oleh ibunya
dengan keluhan gatal seluruh tubuh. Keluhan dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Selain
gatal, pasien juga merasakan perih (nyeri), demam (-). Keluhan gatal dirasakan
memberat saat malam hari dan saat berkeringat, termasuk pada saat cuaca panas.
Keluhan gatal dirasakan seluruh tubuh.

Pasien mengaku seluruh keluarganya yang tinggal serumah dengannya


mengalami keluhan yang sama. Keluhan pertama kali dialami oleh kakak pasien yang
tinggal di Semarang (tinggal di asrama) kemudian menular ke seluruh anggota
keluarga. Ibu pasien yang datang menemani pasien mengaku sudah mencoba
mengurangi gejala dengan mencuci semua pakaian, seprai, serta handuk yang ada di
rumah dengan air panas tapi keluhan tidak berkurang.

Selain itu, Ibu pasien juga sudah mencoba memberikan pengobatan pada
pasien dengan salep yang dibeli di apotek, keluhan sedikit berkurang dengan pemberian
salep tersebut tapi kambuh lagi.
4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit serupa : (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat kontak dengan penyakit sejenis : (+)

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

5. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit serupa : (+)

Riwayat alergi obat dan makanan : (+) kakak kandung alergi udang

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

6. RIWAYAT AKTIVITAS
Pasien merupakan siswa di salah satu sekolah dasar swasta di Sragen.
Kegiatan sehari-hari adalah sekolah. Pasien tinggal di rumah yang berisi 5 orang
dalam satu bangunan.
7. RIWAYAT KEBIASAAN
Penderita mandi 2 kali sehari, pagi dan sore. Pakaian kotor penderita biasa
dicuci oleh ibu pasien. Penderita tidur sering bersama-sama dengan saudara pasien
yang lain dalam satu kasur. Penderita biasa menggunakan satu handuk bersama-sama
dengan anggota keluarga yang lain.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : sakit sedang, compos mentis
Vital sign : TD= 110/70 mmHg, HR= 110x/menit,

RR= 24x/menit, t= 39,2oC, Pain score = 2,

BB= 26 kg, TB= 137 cm

Kepala : mesocephal, hidung pelana (-)

Mata : lagoftalmus (-), madarosis (-/-)

Mulut : dalam batas normal

Wajah : dalam batas normal

Thorax Anterior : dalam batas normal

Thorax Posterior : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas atas : lihat status dermatologi

Ekstremitas bawah : lihat status dermatologi

2. Status dermatovenerologi
Regio interdigitalis palmaris: Tampak papul dan nodul eritem diskret, sebagian
hiperpigmentasi, ulkus (-), nyeri tekan (-)
Regio Cruris: Tampak papul dan nodul eritem diskret, sebagian hiperpigmentasi,
ulkus (-), nyeri tekan (-)
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
2. Urtikaria
3. Dermatitis Kontak Alergi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan mikroskopis NaCl 0,9%
Sarcoptes scabiei (-), telur Sarcoptes scabiei (-)

E. DIAGNOSIS KERJA
Skabies

F. TERAPI
1. Non medikamentosa
 Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapinya
 Jangan menggaruk lesi
 Meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan
 Menganjurkan pemeriksaan dan pengobatan untuk seluruh anggota keluarga
pasien.
2. Medikamentosa
Topikal : permetrin krim 5% dioles pada lesi, jika keluhan berlanjut diulang 1
minggu kemudian

Sistemik : cetirizine tab mg 10 1 dd tab 1/2 a.n.

G. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Anda mungkin juga menyukai