Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

HASIL KUNJUNGAN RUMAH


A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. Nyimas Purnamasari

Umur

: 19 tahun

Alamat

: BTN Beringin Blok A No. 10, Kelurahan Watubangga

Agama

: Islam

Suku

: Muna

Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah


Kedudukan
dlm
JK
Keluarga

No

Nama

1.

Dian Auliah
Kakak
Kalsum

2.

Farah Soraya

Kakak

Umur Pendidikan
(thn) terakhir

Pekerjaan

Ket.

22

SMA

Mahasiswa

Sehat

22

SMA

Mahasiswa

Sehat

A. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : gatal pada wajah
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien Nn. N datang kepuskesmas Lepo-lepo dengan keluhan wajah terasa gatal saat
bangun di pagi hari. Rasa gatal tersebut sangat mengganggu sehingga pasien selalu ingin
menggaruk wajahnya. Gatal pada wajah awalnya disertai dengan bintik-bintik putih pada
wajah yang timbul disekitar bibir pasien, kemudian mengeluh bintik-bintik pada
wajahnya tersebut semakin banyak dan menyebar keseluruh bagian wajah dan berubah
menjadi kemerahan setelah beberapa jam kemudian. Selain itu, pasien juga mengeluh
bibir atas dan bawah serta kelopak mata bagian bawah membengkak. Pasien juga
merasakan wajahnya tidak hanya gatal namun juga terasa perih. Hal ini baru pertama kali
dialami oleh pasien. pasien riwayat suka menggunakan kosmetik karena tuntutan
pekerjaan dimana pasien merupakan seorang penari tradisional. Pasien juga mengaku
bahwa kurang lebih sejak satu bulan yang lalu pasien menggunakan krim wajah merk

baru selain krim wajah yang biasa pasien gunakan sejak lama.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi terhadap makanan, obat-obatan ataupun menderita alergi lain. Pasien juga mengaku
tidak menderita asma
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang tinggal serumah yang pernah
mengalami hal yang sama seperti pasien. Riwayat atopi dalam keluarga tidak ada.
5. Riwayat pengobatan sebelumnya
Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
:
Tanda Vital
Tekanan darah
:
Frekwensi nadi
:
Frekwensi nafas
:
Suhu
:
Berat badan
:
Panjang badan
:
Status Gizi
:
Kepala
:

sakit sedang, composmentis


110/70 mmHg
72 x/mnt
18x/mnt
36,5 oC
51 Kg
156 Cm
100% gizi baik
normosefal
Wajah :
tampak
pada

Mata
Hidung
Bibir
Lidah
Mulut
Telinga
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

seluruh

wajah

ruam

eritematous

disertai

dengan

papulovesikel
konjungtiva anemis (-)
dalam batas normal
tampak udem pada bagian bibir atas
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan, ditulis dengan lengkap .


1. Laboratorium (darah rutin)
2. Tes Tempel

Alasan mengapa diperlukan pemeriksaan penunjang tersebut, ditulis dengan


2

lengkap
Pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergi.
F
G

H
I

Hasillaboratorium, atau prakiraan hasil laboratorium, ditulis dengan lengkap


(-)
Diagnosis kerja (cantumkan kode penyakit menurut ICPC 2)
Dermatitis Kontak Alergi
Diagnosis Banding (cantumkan kode penyakit menurut ICPC 2)
Dermatitis Kontak Iritan Kronik
Dermatitis Atopi
Penyelesaian masalah yang dihadapi pasien, ditulis dengan lengkap
Pada pasien ini penyelesaian masalah yang dilakukan adalah melakukan pengobatan
di puskesmas dan meminum obat sesuai anjuran dokter. Jika tiddak mengalami
perubahan yang berarti pasien harus kembali kepuskesmas dan dirujuk ke dokter ahli

Kapan menurut anda pasien ini perlu dirujuk, ditulis dengan lengkap
Pasien dirujuk apabila dengan pengobatan dari puskesmas gejala yang timbul pada
pasien tidak mengalami perbaikan yang berarti, dan keluhan semakin memberat

Penjelasan yang anda sampaikan pada pasien dan


penyakit yang di derita. Ditulis dengan lengkap.

keluarganya tentang

a. Menjelaskan tentang apa itu dermatitis kontak alergi, gejala, faktor risiko, dan
pencegahan yang dapat dilakukan
b. Menjelaskan bahwa stroke adalah dermatitis kontak karena sensitasi alergi
terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan
pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai
suatu akibat dari pajanan sebelumnya
c. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan
kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi
alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit
d. Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan

Penjelasan yang anda sampaikan tentang peranan pasien dan keluarganya


dalam proses penyembuhan penyakit yang diderita, ditulis dengan lengkap.
a. Menjelaskan bawa kesembuhan bergantung dari keinginan pasien untuk sembuh
dan dukungan dari keluarga.
b. Menjelaskan bahwa keluarga harus berperan aktif dalam proses kesembuhan
pasien, misalnya dengan selalu mengingatakan pasien untuk mengkonsumsi obat
yang telah diberikan, menjaga diri untuk tidak terpapar dahulu dengan bahanbahan yang dapat menimbulkan reaksi alergi kembali

Penyuluhan yang anda lakukan pada pasien dan keluarganya.


a. Menjelaskan bahwa salah satu penyebab dermatitis kontak alergi pada pasien
adalah karena paparan berbagai macam jenis kosmetik sejak lama.
b. Penjelasan tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
reaksi alergi kembali
c. Menjelaskan tentang apa itu penyakit dermatitis kontak alergi, faktor risiko, cara
pencegahannya
Menjelaskan tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek
yang ditimbulkan akibat reakasi alergi tersebut. misalnya dengan
menyampaikan ke pasien tentang bagaimana cara menjaga hygiene yang
baik pada wajah, menggunakan masker wajah untuk mengurangi paparan
bahan-bahan kimia lain saat beraktivitas diluar ruangan. Sehingga tidak
memperberat gejala yang suddah ada pada pasien.

Upaya pencegahan yang anda sampaikan pada keluarganya (pencegahan


primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier)
1. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
dermatitis kontak alergi pada pasien yaitu dengan menjelaskan kepada pasien
bahwa
- Upaya promotif, penyuluhan tentang dermatitis kontak aleri yaitu, perlunya
menjaga diri dari faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya reaksi alergi
kembali
- Upaya preventif, melakukan cuci tangan rutin (pakai sabun) sebelum
mencuci muka, menggunakan pelindung wajah seperti masker untuk
menghindari paparan bahan kimia dan rajin mencuci muka minimal 2 kali
sehari.
2. Pencegahan sekunder
Mengkonsumsi obat-obatan secara rutin
4

3. Pencegahan tersier
jika keluhan semakin memburuk maka pasien harus segera memeriksakan
kembali dirinya kedokter, dan jika perlu dokter harus segera dirujuk kedokter
yang lelbih ahli.

KEGIATAN YANG DILAKUKAN SAAT KUNJUNGAN RUMAH


Melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi pasien, melakukan
diagnosis holistik, melakukan pengobatan dan tindakan holistik :
A

Perjalanan penyakit saat ini :


Pasien Nn. N datang kepuskesmas Lepo-lepo dengan keluhan wajah terasa gatal
saat bangun di pagi hari. Rasa gatal tersebut sangat mengganggu sehingga pasien
selalu ingin menggaruk wajahnya. Gatal pada wajah awalnya disertai dengan
bintik-bintik putih pada wajah yang timbul disekitar bibir pasien, kemudian
mengeluh bintik-bintik pada wajahnya tersebut semakin banyak dan menyebar
keseluruh bagian wajah dan berubah menjadi kemerahan setelah beberapa jam
kemudian. Selain itu, pasien juga mengeluh bibir atas dan bawah serta kelopak
mata bagian bawah membengkak. Pasien juga merasakan wajahnya tidak hanya
gatal namun juga terasa perih. Hal ini baru pertama kali dialami oleh pasien. pasien
riwayat suka menggunakan kosmetik karena tuntutan pekerjaan dimana pasien
merupakan seorang penari tradisional. Pasien juga mengaku bahwa kurang lebih
sejak satu bulan yang lalu pasien menggunakan krim wajah merk baru selain krim
wajah yang biasa pasien gunakan sejak lama.
6. Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan ataupun menderita alergi lain. Pasien
juga mengaku tidak menderita asma
7. Riwayat pengobatan sebelumnya

Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya


Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang tinggal serumah yang pernah

mengalami hal yang sama seperti pasien. Riwayat atopi dalam keluarga tidak ada.
Diagnosis holistik
Diagnosis sosial, ekonomi,pencarian pelayanan kesehatan dan perilaku

G. SOSIAL
Adalah sikap dan perilaku keluarga
selama ini dalam mempersiapkan
anggota keluarga untuk terjun ke
tengah masyarakat termasuk di
dalamnya pendidikan formal dan Hubungan dengan keluarga dan
masyarakat sekitar sangat baik.
informal untuk dapat mandiri.

H. Ekonomi
Adalah sikap dan perilaku keluarga Ibu pasien bekerja sebagai
selama ini dalam usaha pemenuhan wiraswasta dan ayah pasien
kebutuhan primer, sekunder dan tertier. bekerja sebagai pegawai negeri
sipil dengan rata-rata penghasilan
keluarga minimal perbulan Rp
2.000.000,- sehingga kebutuhan
primer dan sekunder keluarga
dapat terpenuhi
I. Penggunaanpelayanankesehatan
Pasien dan keluarga apabila sakit
Perilaku keluarga apakah datang ke maka akan datang ke puskesmas
posyandu, puskesmas dsb untuk untuk mendapatkan pengobatan
preventif atau hanya kuratif, atau
kuratif ke pengobatan komplementer
dan alternatif, sebutkan jenisnya dan
keseringannya.

J. Perilaku yang tidak menunjang


kesehatan.
Merokok, alkohol, begadang, narkoba,
dll

(-)

K. Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungankehidupan keluarga


Tabel : Faktor pelayanan kesehatan
Faktor

Keterangan

Kesimpulan

tentang

faktor
kesehatan
Sarana
pelayanan Puskesmas dan Rumah Baik
kesehatan
yang Sakit
digunakan oleh keluarga
Cara mencapai sarana Menggunakan kendaraan Terjangkau
pelayanan kesehatan tsb
roda 4

Tarif
pelayanan (sangat
mahal,mahal, Terjangaku
kesehatan yang dirasakan terjangkau, murah, gratis)

Kualitas
pelayanan (sangat baik, baik, biasa,
kesehatan yang dirasakan kurang baik, buruk)

Baik

L. Lingkungan tempat tinggal.

Kepemilikan rumah :
(milik sendiri, kontrak, menumpang.)
Daerah perumahan :
(kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah,)

Milik sendiri

Bersih

Karakteristik rumah dan lingkungan

Luas rumah :

2010 m

Bertingkat / tidak

Tidak bertingkat

Jumlah penghuni rumah : ....

orang

Kondisi halaman : kumuh, sedang, bersih.

Bersih

Lantai
rumah
dari
tanah/semen/keramik/lain-lain

; Keramik

Dinding
rumah
tembok/papan/kombinasi

: Tembok

dari

pelayanan

Kondisi dalam rumah : kotor, sedang, bersih.

Bersih

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit)
yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi
B. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling
sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000
Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami
sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya
poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung
urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl
cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam),
potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),
formaldehid,

etilendiamin
8

(cat

rambut,

obat-obatan),

mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin


(cat rambut, bahan kimia fotografi) .
2. Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.
Misalnya antara lain:
a. Faktor eksternal :
1) Potensi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan
5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu :
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena
alergi nickel :
4) Status higinie dan gizi
Seluruh faktor faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain
yang masing masing dapat memperberat penyakit atau memperingan.
Sebagai contoh,

saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun

apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka
potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya.
Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan
perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi
individu yang rendah. Selain hal hal diatas, faktor predisposisi lain yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.
C. Patofisiologi

Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara


berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia
yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat
sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus
lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan
membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang
terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening
yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali
konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.
Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang
sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya
sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh
limfokin .
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan
melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNF, leukotrien,
IFN, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai
kulit tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan
manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya.
DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa
waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa tahun.
Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus,
kemerahan dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya
vesikel-vesikel yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang
mula-mula tampak nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau
ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel
lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan dermis yang
berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki
rambut terutama kelopak mata.

10

Skema Patogenesis DKA

Kontak Dengan
Alergen secara
Berulang

Alergen kecil dan


larut dalam lemak
disebut hapten

Menembus lapisan
corneum

Sel langerhans
keluarkan sitokin

IL-1, ICAM-1, LFA3,B-7, MHC I dan II

Sitokin akan
memproliferasi sel
T dan menjadi
lebih banyak dan
memiliki sel T
memori

Difagosit oleh sel


Langerhans
dengan pinositosis

Hapten + HLA-DR
Sitokin akan keluar
dari getah bening
Membentuk
antigen
Beredar ke seluruh
tubuh
Dikenalkan ke
limfosit T melalui
CD4

Individu
tersensitisasi
Fase Sensitisasi
(I)
11

Fase Elitisasi (II)


24-48 jam

Pajanan ulang

Sel T memori

Aktivasi sitokin
inflamasi lebih
kompleks
Respons klinis DKA
Proliferasi dan
ekspansi sel T di
kulit

Faktor kemotaktik,

PGE2 dan OGD2, dan


leukotrien B4 (LTB4) dan
eiksanoid menarik
neutrofil, monosit ke
dermis

IFN keratinosit
LFA -1, IL-1, TNF-

Eikosanoid (dari sel


mast dan keratinosit

Dilatasi vaskuler
dan peningkatan
permeabilitas
vaskuler

Molekul larut
(komplemen dan klinin)
ke epidermis dan
dermis

12

D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat
dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh
gatal.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu
ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang
pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,
riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.
Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada beberapa data seperti
yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA.
Demografi dan riwayat

Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status

pekerjaan

pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,


paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam

Faktor genetik, predisposisi

keluarga
Riwayat penyakit

Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-

sebelumnya

obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang

Onset, lokasi, pengobatan

spesifik

13

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel
2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam
tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya
dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA.
Lokasi
Tangan

Kemungkinan Penyebab
Pekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida)

Lengan

dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.


Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu

Ketiak

semen, dan tanaman.


Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada

Wajah

di pakaian.
Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai

Bibir
Kelopak mata

kacamata).
Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep

Telinga

mata.
Anting

Leher

kacamata, obat topikal, gagang telepon.


Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat

Badan

warna pakaian.
Tekstil, zat warna, kancing logam, karet

yang

terbuat

dari

nikel,

tangkai

(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut


Genitalia

atau pewangi pakaian.


Antiseptik, obat topikal,

nilon,

kondom,

pembalut wanita, alergen yang berada di


Paha dan tungkai bawah

tangan, parfum, kontrasepsi.


Tekstil, kaus kaki nilon,
sepatu/sandal.

14

obat

topikal,

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum


dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada
beberapa gambar berikut :
a

Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan


karena alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang
timbul pada lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa
dan terkadang popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul,
vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.

Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.
Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada
bibir

Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab


dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal,
tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon.
15

Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta


bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis
pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada
emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada
dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak
kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian
leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan
plastik

Badan. Dermatitis kontak di badandapatdisebabkanolehtekstil,


zatwarnakancinglogam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen,
bahanpelembutataupewangipakaian. Dermatitis
kontakpadaperutkarenapasienalergipadakaretdari celananya.
Terlihatadanyaeritema yang berbatastegassesuaidengandaerah yang
terkenaalergen.

Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom,


pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum,
kontrasepsi, deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah
16

vulva karena alergi pada cream yang mengandung neomisin, terlihat


eritema

Paha dantungkaibawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan


oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal,
semen, sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang
terjadi karena Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki
mengalami skuama, krusta

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis
banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan
untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.

17

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.


Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta
gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut
dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak
mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen,
hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila
pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,
maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut
yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan
pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn
chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat
bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5
sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena
iritasi.

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien


Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji
tempel.
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam
keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back atau

18

excited skin reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan


penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun
dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian
prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen
kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif
palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah
aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji
tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi
5)

sekurang-kurangnya
dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering
setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir

selesai.
6) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan
(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria
generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam
ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel
dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,
agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.
Hasilnya dicatat seperti berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin

19

8 = tidak dites (NT=non tested)

T.R.U.E. Test
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.

A. Hasil uji positif


terhadap picaridin
(KBR) 2,5%.
Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu
setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.
Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara
respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak
lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah
96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk
melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.
Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik
biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua,
berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe
crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi
tipe decrescendo).
b. Pemeriksaan Histopalogi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara:
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang
didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi,
kulit normal tidak perlu diikutsertakan.

20

3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi


adalah lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi
sekunder.
4) Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/
banyak, lebih baik biopsi lebih dari satu.
6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan
jaringan subkutis.
7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan
fiksasi, misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya
menjadi keras dan sel-selnya mati.
8) Lalu dikirim ke laboratorium
9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah HematoksilinEosin(HE). Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein
dan Giemsa.
10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume
jaringan
11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan
hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal
dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,
menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema
dermis atau spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara
histologi tidak spesifik.
1) Epidermis:
a) Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum
korneum.
b) Hiperplastik, akantosis yang luas.
c) Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini
ditandai dengan penonjol dari jembatan antar sel di lapisan
spinosus.
d) Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul
normal.
2) Dermis :
a) Limfosit perivesikuler
b) Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi
c) Edema
21

Histopatologik dermatitis kontak alergi


Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,
spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis
yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan
beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis.
4. Gold Standard Diagnosis
Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu
dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di
punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar
buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test.
Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal
dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada
sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau
walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh
karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan
bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel
dengan bahan yang tidak diketahui.
E. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa

22

a. Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan
pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan
infeksi.
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan allergen.
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan
penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09
mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan
rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizin tablet 1x10mg/hari
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin

atau

eritromisin)

dengan

dosis

3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari


c. Topikal
1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika
tidak ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan
pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang berisiko terhadap paparan alergen
23

F. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila

bersamaan

dengan

dermatitis

yang

disebabkan

oleh

faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia).


Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen
yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh
bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya
herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku
menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga
menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu
dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan
kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen
simplex chronicus).

24

BAB III
KESIMPULAN
1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.
2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya tidak
jelas.
4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji
tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil
positif.
5. Penatalaksanaan

dari

DKA

dapat

secara

medikamentosa

serta

nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk


mengurangi reaktivitas sistim imun dengan terapi kortikosteroid,
mencegah infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk
mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan untuk
nonmedikamentosa adalah dengan menghindari alergen.

25

DAFTAR PUSTAKA
Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis: an
update.

Tersedia

dalam

http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical
%20guidelines/contact%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may
%202009.pdf. Diakses pada tanggal 22 November 2012
Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.
Jakarta: FK UI
Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik
Edisi 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke 5. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta : FKUI.
Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi UGM
Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact
Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy
Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,
University of Copenhagen .
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Tersedia dalam :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372

diakses pada tanggal 11 November 2012.

26

27

Anda mungkin juga menyukai