Anda di halaman 1dari 5

Bakteri Clostridium botulinum

Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk bacill (batang), anaerobik (tidak


dapat tumbuh di lingkungan yang mengandung oksigen bebas), Gram-positif, dapat membentuk
spora, dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan
hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar. Bakteri
Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng dengan pH lebih dari 4,6.
Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat
didalamnya. C. botulinum tumbuh pada suhu 3 – 500 C dan berbahaya pada makanan kaleng
berasam sedang dan rendah (pH>4.6). Bakteri ini juga dapat tumbuh pada makanan yang
dikemas. Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang
disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum. Toksin
yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah salah satu racun paling kuat dan jumlah sekecil 1
mikrogram dapat mematikan bagi manusia.

Berikut adalah Peran Clostridium Botulinum dalam Kehidupan Sehari-hari :

1. Keracunan makanan (Food botulism)


Jenis keracunan yang paling umum pada manusia adalah melalui makanan
terkontaminasi, terutama makanan kaleng. Pada umumnya, keberadaan bakteri ini dalam
makanan kaleng dapat teridentifikasi dari bentuk kaleng yang menggembung karena bakteri
menghasilkan gas CO2 dalam kondisi anaerobik.
Gejala keracunan dapat terlihat antara 18 hingga 36 jam setelah makanan terkontaminasi
dikonsumsi. Namun demikian pada beberapa orang, gejala terlihat hanya dalam waktu beberapa
jam saja ataupun baru terlihat setelah satu minggu lamanya.
Gejala umum yang nampak antara lain:

 Konstipasi
 Mulut kering dan kesulitan menelan
 Gangguan pernafasan
 Mual dan muntah
 Penglihatan yang mengganda atau kabur
 Kelopak mata yang turun dan mengendur
 Gangguan pada kemampuan bicara
 Kelemahan pada otot dan reaksi reflex

2. Keracunan akibat luka (Wound botulism)


Keracunan jenis ini terjadi apabila bakteri masuk melalui luka terbuka dan mengeluarkan
toksinnya di dalam tubuh kita. Pada umumnya, wound botulism terjadi pada para pengguna
narkotika jarum suntik yang tentu saja tidak terjaga kesterilitasannya.

Gejala keracunan pada botulism tipe ini antara lain:

 Kelemahan pada wajah baik sebagian maupun seluruhnya


 Kesulitan bernafas, menelan, dan berbicara
 Penglihatan menjadi kabur dan mengganda
 Kelopak mata turun
 Kelumpuhan (paralisis)

3. Keracunan pada bayi (Infant botulism)


Botulism jenis ini juga terjadi pada bayi yang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.
Bakteri akan menginfeksi jalur pencernaan, khususnya usus, pada bayi dan menyebabkan
beberapa gejala sebagai berikut :

 Diawali oleh konstipasi


 Gerakan otot dan kepala yang tidak terkendali
 Air liur yang terus keluar
 Menangis dengan lemah
 Kesulitan dalam makan dan menyusu
 Kelelahan dan kelumpuhan

Bakteri ini menyebabkan kondisi yang sangat fatal bagi manusia apabila ia menginfeksi.
Oleh karena itu penanganan yang segera ketika gejala muncul dapat menyelamatkan nyawa
orang yang terinfeksi. Dokter akan memberikan anti toksin dan antibiotik yang berguna untuk
melawan efek dari toksin botulinum dan membunuh bakteri di dalam tubuh. Beberapa makanan
yang harus diperhatikan karena mengandung potensi terkontaminasi C. botulinum adalah sebagai
berikut.

 Makanan kaleng, baik daging maupun sayuran


 Ikan mentah dan ikan asap
 Madu
 Sirup jagung dan sejenisnya

Manfaat Clostridium Botulinum bagi Manusia

Di lain pihak, toksin yang dihasilkan C. botulinum dapat dimaipulasi dan bahkan dapat
memberikan manfaat bagi manusia. Toksin yang digunakan adalah toksin botulinum yang telah
dipurifikasi dan diatur dalam dosis yang sangat kecil. Pada sekitar 1950an, toksin botulinum
mulai diteliti untuk digunakan dalam terapi medis hingga dewasa ini, toksin botulinum umum
digunakan dalam terapi medis dan terapi kecantikan.

Berikut adalah penjelasan tentang penggunaan toksin botulinum.

a. Terapi medis – Kemampuan botox dalam mengendurkan syaraf dapat digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit yang berhubungan dengan syaraf dan metabolisme tubuh.
b. Penyakit syaraf mata – Toksin botulinum yang diinjeksikan pada pasien yang mengalami
strabismus (juling) dan blefarospasmi (mengedip yang tidak terkontrol) diketahui dapat
mengurangi keparahan kondisi mata.
c. Migrain – Penderita migrain diketahui mengalami hilangnya perasaan sakit kepala apabila
diterapi dengan toksin botulinum.
d. Sindrom motorik atas – Penderita sindrom motorik atas akan mengalami kesulitan dalam
menggerakan tangan dan persendian yang diakibatkan oleh kuatnya kontaksi otot. Penggunaan
toksin botulinum akan melemahkan tungkai dengan cara membuat otot yang terkontraksi
menjadi terelaksasi.
e. Keringat berlebihan – Pengeluaran keringat yang berlebiha dapat diatasi dengan
penginjeksian toksin botulinum. Toksin akan memanipulasi kelaenjar keringat dan menghambat
produksi keringat itu sendiri. Penggunaan toksin dalam menghambat keringat merupakan satu-
satunya manfaat botox di luar terapi syaraf dan otot.
f. Kanker – Baru-baru ini peneliti di Amerika tengah melakukan investigasi terhadap C.
botulinum dalam menghasilkan anti kanker langsung terhadap sel tumor.
Sponsors Link
g. Terapi kecantikan – Toksin botulinum dalam dunia kecantikan lebih dikenal dengan nama
Botox dan digunakan secara luas di berbagai tempat. Kemampuan Botox yang melemahkan
kontraksi otot digunakan untuk menghilangkan kerutan pada wajah dan digemari oleh orang-
orang yang meginginkan wajah yang tampak lebih muda. Botox biasanya diinjeksikan tapat di
bawah keriput dan garis-garis halus. Namun demikian, penggunaan Botox dalam kecantikan
harus dilakukan oleh dokter terspesialisasi mengingat kemungkinan Botox dapat menyebar ke
bagian tubuh lainnya dan menyebabkan keracunan.
Selain beberapa bahaya dan manfaat C. botulinum yang berhubungan dengan kesehatan
manusia, akhir-akhir ini penggunaan C. botulinum sebagai agen bioweapon dan bioterrorism
tengah hangat diperbincangkan dan perlu diwaspadai. Penggunaan bakteri dengan tujuan yang
tidak baik tentu saja akan menimbulkan korban yang sangat banyak mengingat betapa
mematikannya racun yang dihasilkan. Oleh karena itu, penggunaan C. botulinum harus diawasi
oleh badan yang bertanggung jawab di berbagai negara. Semoga penjelasan ini bisa bermanfaat.

Mengobati Botulisme

Antitoksin untuk mengobati botulisme harus disuntikkan langsung ke dalam aliran darah.
Antitoksin akan menempel pada toksin di dalam darah dan mencegahnya mengakibatkan
kerusakan. Jika makanan penyebab botulisme teridentifikasi, isi perut mungkin dibersihkan
untuk menghilangkan makanan yang tidak tercerna. Selanjutnya, obat-obatan dapat diberikan
untuk menginduksi gerakan usus. Sementara dalam kasus botulisme luka, jaringan di sekitar luka
mungkin harus diangkat melalui pembedahan. Dalam kasus botulisme pada bayi, antitoksin tidak
dianjurkan karena tidak mempengaruhi bakteri yang hadir dalam sistem pencernaan bayi. Sebuah
bentuk alternatif pengobatan yang dikenal sebagai globulin botulisme tersedia untuk mengobati
bayi. Selanjutnya, jika pasien mengalami kesulitan bernafas, dokter mungkin menggunakan
ventilator untuk membantu pernapasan pasien botulisme.

PENCEGAHAN
Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa jam pada proses
perebusan.Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan pada
suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne botulism. Memasak makanan
sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya foodborne botulism. Tetapi
makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme jika disimpan
setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu
lemari pendingin). Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan
kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor,
harus segera dibuang. Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena
mungkin ada spora di dalamnya. Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui
saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa
menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar,
sebaiknya segera dibuang. Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan
segera setelah mengolah makanan (medicastore)

Anda mungkin juga menyukai