Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KERACUNAN MAKANAN (BOTULISME)


Patologi Manusia

Dosen: Dr. dr. Nurbaiti, MKM

Kelompok 1:

Camelia Putri (P21341118009)


Djasmine Fadhilla (P21341118017)
Elisha Lorenza (P21341118019)
Inge Julianti (P21341118026)
Nadiena Khairunnisa H. (P21341118041)
Nurafifa Maswarani (P21341118045)
Sahila Rizkia (P21341118055)
Shabana So Sadya (P21341118059)
Zulfa Mumtaz (P21341118076)
D3 - 2A

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II


Jakarta Selatan
2019-2020
1.1 Pengertian Botulisme
Botulisme adalah kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun dari bakteri
Clostridium botulinum. Clostridium botulinum memproduksi tujuh jenis racun (para ahli
menamainya dari a hingga g)namun , hanya racun a, b, e dan f yang memiliki kemampuan
untuk menyebabkan penyakit pada manusia. Racun yang dihasilkan bakteri ini dikenal sebagai
salah satu racun paling kuat.
Racun yang dihasilkan bakteri ini menyerang sistem saraf otak, tulang belakang, dan saraf
lainnya, serta dapat menyebabkan paralisis atau kelumpuhan otot. Bila tidak segera ditangani,
kelumpuhan akan menyebar ke otot yang mengontrol pernapasan.

1.2 Jenis botulisme berdasarkan faktornya


 Foodborne botulism (factor keracunan makanan) :
Botulisme jenis ini terjadi akibat konsumsi makanan kalengan rendah asam yang
tidak dikemas dengan baik, baik itu sayuran, buah-buahan, maupun ikan dan daging.
Bakteri C botulinum yang ada di dalam makanan kemasan tersebut dapat mengganggu
fungsi saraf dan menyebabkan kelumpuhan.

 Wound botulism (factor luka) :


Botulisme ini terjadi ketika bakteri C botulinum masuk ke luka, yang sering terjadi
pada orang dengan penyalahunaan NAPZA. Bakteri pemicu botulisme dapat
mengontaminasi zat terlarang, seperti heroin. Ketika NAPZA masuk ke dalam tubuh,
bakteri di dalam zat tersebut akan berkembang biak dan menghasilkan racun Pada
beberapa kasus, wound botulism juga terjadi ketika bagian dalam hidung rusak akibat
menghirup kokain.

 Infant botulism (botulisme pada bayi) :


Infant botulisme terjadi ketika bayi mengonsumsi makanan yang mengandung
spora bakteri C. botulinum, atau bila bayi terpapar tanah yang terkontaminasi bakteri
tersebut. Spora bakteri yang tertelan oleh bayi akan berkembang biak dan melepaskan
racun pada saluran pencernaan. Meski demikian, spora bakteri ini tidak berbahaya bagi
bayi berusia lebih dari 1 tahun, karena tubuhnya sudah membangun kekebalan untuk
melawan bakteri.

1.3 Bakteri Clostridium pada Makanan

Bakteri Clostridium botulinum pada bahan makanan kaleng, botol atau kemasan tertutup
merupakan produk olahan yang sudah diawetkan sehingga dapat bertahan lama. Bakteri
clostridium botulinum mampu hidup dalam kondisi anaerob atau tanpa oksigen. Penurunan
mutu makanan kaleng menjadi penyebab hadirnya bakteri clostridium botulinum. Bakteri ini
mampu hidup pada pH diatas 4.6 (nilai keasaman relatif rendah).

Kerusakan produk makanan kaleng yang perlu diwaspadai, dapat dikelompokkan sebagai
berikut :

 Flat Sour, permukaan kaleng tetap datar tapi produknya sudah bau asam yang
menusuk. Ini disebabkan aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan
selama proses sterilisasi.
 Flipper, permukaan kaleng kelihatan datar, namun bila salah satu ujung kaleng
ditekan, ujung lainnya akan cembung.
 Springer, salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, sedang ujung yang
lain sudah cembung. Jika ditekan akan cembung ke arah berlawanan.
 Soft Swell, kedua ujung kaleng sudah cembung, namun belum begitu keras sehingga
masih bisa ditekan sedikit ke dalam.
 Hard Swell, kedua ujung permukaan kaleng cembung dan begitu keras sehingga tidak
bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari.
Pada tahap pengolahan, botulisme dapat disebabkan oleh:

1. Makanan tidak dikemas dengan baik. Tidak terjadi proses vacuum sehingga makanan
terkontaminasi bakteri C. Botulinum. Selain itu pemilihan kemasan yang tidak sesuai juga
menjadi penyebabnya.
2. Individu yang mengelola tidak menjaga kebersihan. Tidak mengenakan sarung tangan atau
tutup kepala dan keperluan kebersihan lainnya dapat meningkatkan kemungkinan terjadi
kontaminasi.
3. Lingkungan atau tempat pengolahan kotor sehingga terjadi kontaminasi.

1.4 Cara Penularan Botulisme

Bakteri Clostridium botulinum penyebab botulisme bisa ditemukan di tanah, debu, sungai
serta dasar laut. Bakteri ini sebenarnya tidak berbahaya dalam kondisi lingkungan normal,
namun ketika kekurangan oksigen bakteri ini akan melepaskan racunnya. Bakteri Clostridium
botulinum akan kekurangan oksigen saat berada dalam kaleng tertutup, botol, lumpur dan
tanah yang tidak bergerak, atau di dalam tubuh manusia.

Penyebaran botulisme tidak seperti penyakit menular, botulisme tidak menyebar dari satu
orang ke orang lain. Penularan botulisme terjadi karena orang mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi spora botulinum, luka terinfeksi botulinum dan ketika bayi mengkonsumsi
spora botulinum.

Cara penularan yaitu dengan menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja
dimana makanan tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman
berkembang biak. Spora dapat bertahan hidup pada suhu memasak normal. Spora dapat
tumbuh dan berkembang biak pada saat proses pendinginan, atau pada saat penyimpanan
makanan pada suhu kamar dan atau pada saat pemanasan yang tidak sempurna. . Diperlukan
adanya Kontaminasi bakteri yang cukup berat (yaitu lebih dari 105 organisme per gram
makanan) untuk dapat menimbulkan gejala klinis. Penyebaran penyakit ini sangat luas dan
lebih sering terjadi di negara-negara dimana masyarakatnya mempunyai kebiasaan
menyiapkan makanan dengan cara-cara yang dapat meningkatkan perkembangbiakan
clostridia.

1.5 Gejala Botulisme

Waktu kemunculan gejala botulisme bervariasi pada tiap penderita, mulai dari hitungan
jam hingga beberapa hari setelah terpapar racun dari bakteri Clostridium botulinum. Gejala
awal botulisme umumnya meliputi kram perut, mual dan muntah, diare, serta kejang.

Gejala lain yang dirasakan penderita tergantung pada penyebab dan jenis botulisme, antara
lain:

a. Disfagia dan gangguan bicara f. Sesak nafas


b. Mulut kering g. Mual dan muntah
c. Otot wajah lemah h. Kram perut
d. Gangguan penglihatan i. Lumpuh
e. Kelopak mata terkulai

Pada foodborne botulism, gejala di atas umumnya muncul 12-36 jam setelah racun masuk
ke tubuh. Namun, bisa juga muncul beberapa hari setelahnya. Sedangkan pada penderita
wound botulism, gejala di atas baru muncul 10 hari setelah terpapar racun.
1.6 Diagnosis Botulisme

Pemeriksaan penunjang lain untuk menguatkan diagnosis botulisme adalah:


 Elektromiografi (EMG)
EMG dilakukan guna memeriksa aktivitas listrik otot. Prosedur ini dilakukan dalam
dua tahap. Tahap pertama adalah dengan menempelkan elektroda pada permukaan kulit,
untuk mengukur kemampuan motor neuron mengirim sinyal listrik. Tahap kedua adalah
memasukkan jarum elektroda ke jaringan otot, untuk mengukur sinyal listrik yang
dihasilkan.

 Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF test)


Pemeriksaan cairan serebrospinal akan membantu dokter menyimpulkan apakah
gejala disebabkan oleh infeksi, atau akibat cedera pada otak dan tulang belakang. Cairan
serebrospinal adalah cairan yang berfungsi melindungi dan mengantarkan nutrisi ke otak
dan tulang belakang, serta membuang limbah sisa metabolisme.

1.7 Pengobatan Botulisme

Sejumlah metode yang umumnya diterapkan untuk menangani penderita botulisme adalah:
 Pemberian antitoksin.
Suntik antitoksin diberikan pada penderita foodborne dan wound botulism untuk
mengurangi risiko komplikasi. Antitoksin akan mencegah racun berikatan dengan ujung
saraf. Ikatan racun dengan ujung saraf inilah yang membuat saraf menjadi lumpuh. Namun,
antitoksin tidak dapat melepaskan ikatan yang sudah terjadi antara saraf dengan racun.
Untuk pulih, perlu waktu beberapa bulan dengan dibantu fisioterapi. Antitoksin juga dapat
diberikan pada bayi, namun dengan jenis yang berbeda, yaitu imunoglobulin botulisme.

 Pemberian antibiotik.
Antibiotik hanya direkomendasikan untuk penderita wound botulism, karena
antibiotik justru dapat mempercepat pelepasan racun pada botulisme jenis lain.
 Pemberian alat bantu pernapasan.
Alat bantu napas atau ventilator akan dipasang pada pasien yang sulit bernapas.
Ventilator akan dipasang selama beberapa minggu, hingga efek racun berkurang secara
bertahap.
 Rehabilitasi.
Terapi rehabilitasi dilakukan pada penderita botulisme yang berhasil sembuh.
Terapi ini bertujuan untuk membantu proses pemulihan dalam berbicara, menelan, dan
memperbaiki fungsi tubuh yang terkena dampak botulisme.

1.8 Pencegahan Botulisme


Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah seseorang terkena botulisme,
yaitu:
 Jika ingin mengonsumsi makanan kalengan, masaklah makanan tersebut dengan cara
memasak pada suhu di atas 100 derajat Celsius, selama 20-100 menit, tergantung kepada
jenis makanannya.
 Hindari mengonsumi makanan dengan kemasan yang sudah rusak, makanan diawetkan
yang sudah berbau, makanan yang disimpan pada suhu yang tidak sesuai, serta makanan
kedaluwarsa.
 Jangan berikan madu pada bayi di bawah usia 1 tahun, meskipun dalam jumlah sedikit. Hal
ini karena madu diketahui mengandung spora bakteri C. botulinum.
 Jangan menggunakan NAPZA, terutama heroin, baik dengan cara dihirup maupun
disuntik. Perlu diketahui, penggunaan jarum suntik yang steril tidak dapat mencegah
botulisme. Hal ini karena kontaminasi bakteri penyebab botulisme bukan pada jarum
suntiknya, namun pada heroin itu sendiri.

1.9 Komplikasi Botulisme


Botulisme dapat memengaruhi seluruh otot di tubuh. Bila tidak segera ditangani, kondisi
ini dapat menimbulkan komplikasi berhenti bernapas, yang merupakan peyebab kematian
terbanyak akibat botulisme. Pasien yang selamat dari botulisme juga dapat mengalami
gangguan dalam bernapas atau merasa lelah untuk beberapa tahun dari terkena botulisme.
Daftar Pustaka

 https://www.halodoc.com/kesehatan/botulisme\
 https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/keracunan-makanan-oleh-
clostridium-botulinum-dan-pencegahannya/
 https://blog.ub.ac.id/achmadfathony/2012/06/23/c-botulinum/
 https://www.alodokter.com/botulisme
 https://hellosehat.com/penyakit/botulisme/
 Kamila, Dina Ilmi. 03 Febuari 2018. Waspadai Racun Clostridium
Botulinum Pada Makanan Kaleng. Sains Tekno Website.
https://warstek.com/2018/02/03/waspadai-racun-clostridum-botulinum-pada-
makanan-kaleng/

Anda mungkin juga menyukai