Anda di halaman 1dari 26

Nama peserta : dr.

Bachrul Alam Arriza


Nama wahana: RSUD Muara Teweh
Topik: Apendicitis Kronis
Tanggal (kasus): 6 Maret 2018
Nama Pasien: An. S No. RM: 115606
Tanggal presentasi: April 2018 Nama pendamping/pembimbing:
dr. Fredericus Masalle, Sp.B
dr. Adhimas Brahmantyo
Tempat presentasi: RSUD Muara Teweh
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Seorang perempuan berusia 14 tahun mengeluh nyeri di perut kanan bawah
□ Tujuan: Penegakan diagnosis dan tatalaksana Apendicitis Kronis
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi □ Email □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: An. S, 14 tahun Nomor RM: -
Nama klinik: RSUD Muara Teweh Telp: - Terdaftar sejak: 6 Maret 2018
Data utama untuk bahan diskusi:

dr. Bachrul Alam Arriza Page 1


Anamnesis:
Pasien merupakan rujukan dr. Riahdo Juliarman Saragih, Sp.PD dengan diagnosis
susp appendicitis. Pasien mengeluhan nyeri perut sejak 14 hari sebelum masuk rumah
sakit dan nyeri memberat sejak 3 hari yll. Nyeri yang dirasakan di daerah perut kanan
bawah, nyeri muncul mendadak, bersifat hilang timbul dan tidak tahu seberapa lama
munculnya. Selain itu pasien juga mengeluhkan demam sejak 3 hari yang lalu mual (+)
dan muntah (+). BAB (-) BAK (-) Pasien ada minum obat maag dan anti demam yang
dibeli sendiri di apotek, tetapi keluhan masih tetap ada.
1. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat sakit ginjal : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
2. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : disangkal.
3. Pemeriksaan Fisik:
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 120/79 mmHg
b. Nadi : 86 x/menit reg
c. Pernapasan : 22 x/menit
d. Suhu : 37,2 °C
4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1. Bentuk kepala
dr. Bachrul Alam Arriza Page 2
Simetris
2. Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),
reflex pupil (+/+) isokor 3 mm
3. Telinga
Discharge (-), deformitas (-), nyeri tekan (-/-)
4. Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
5. Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-) di garis tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-)
pembesaran lymphonodi (-), nyeri (-), palpasi: JVP 5+2 cmH2O
c. Pemeriksaan thorax
Paru
1. Inspeksi
Gerak napas simetris, retraksi (-)
2. Palpasi
Vokal fremitus kanan - kiri
3. Perkusi
Perkusi sonor
4. Auskultasi
Suara napas vesikular, Rh -/- dan Wh -/-
Jantung
Bunyi S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
d. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
Datar, sikatrik (-), venektasi (-), caput medusa (-), striae (-)
2. Auskultasi
Bising usus (+) terdengar 8 kali/menit
3. Perkusi
dr. Bachrul Alam Arriza Page 3
Timpani diseluruh region abdomen
4. Palpasi
Nyeri tekan (+) di regio hipocondriacha dextra dan epigastrium, defans (-)
Hepar : pembesaran (-)
Lien : pembesaran (-)
e. Pemeriksaan lain- lain
- Rovsing’s sign : (+)
- Psoas sign: (+)
- Blumberg sign: (+)
f. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Akral hangat + + + +
4. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12,3 14,0-18,0 g/dl

Leukosit 8 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit - 4,5-6,0 Juta/ul

Hematokrit 37,6 35-52 Vol%

Trombosit 267 150-450 Ribu/ul

Hitung Jenis

Eosinofil 00 0-5 %

dr. Bachrul Alam Arriza Page 4


Basofil 00 0-1 %

Stab 00 0-5 %

Segmen 51 50-70 %

Limfosit 41 20-40 %

Monosit 8 0,5-1,5 %

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

ENDOKRIN METABOLIK

Gula Darah Sewaktu 70 <140 mg/dl

FUNGSI HATI

SGPT <42 U/L

Bilirubin Total <1,00 mg/dl

FUNGSI GINJAL

Kreatinin 0,6-1,3 mg/dl

B. Pemeriksaan Radiologi

dr. Bachrul Alam Arriza Page 5


USG Abdomen :
 Mac Burney : Tak tampak gambaran appendix yang edematous, nyeri tekan
probe (+), tampak intensitas echo cairan bebas lecoalized
 Kesimpulan:
- Curiga cairan bebas di mc burney
- Saat ini Hepar/Lien/Pancreas/Ginjal Kanan dan kiri/Buli/Uterus/
Adnexa kanan kiri tak tampak kelainan

5. ASSESMENT
Apendicitis Kronik
6. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
IVFD RL 500cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (Skin test)
Inj. Ranitidin 2x1 amp

Non Medikamentosa
Appendectomi
7. Follow-Up
08 Maret 2018
Dilakukan tindakan pembedahan Apendectomi

09 Maret 2018
S : Nyeri post op (-)
O : TD : 120/70 mmHg, HR 8- x/m, T 36,5’C, RR 20 x/m
Drain : minimal, Regio Femoral : Verban (+), rembesan (-)
A : Post Appendectomi a.i Apendicitis Kronis
P : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 1g/12 jam
Ketorolac 30 mg/12 jam
Diet lunak
dr. Bachrul Alam Arriza Page 6
10 Maret 2018
S : Nyeri post op (-)
O : TD : 118/68 mmHg, HR 84 x/m, T 37’C, RR 22 x/m
Drain : minimal, Regio Femoral : Verban (+), rembesan (-)
A : Post Appendectomi a.i Apendicitis Kronis
P : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 1g/12 jam
Ketorolac 30 mg/12 jam
Diet lunak

11 Maret 2018
S : Nyeri post op (-)
O : TD : 124/72 mmHg, HR 81 x/m, T 36,4’C, RR 22 x/m
Drain : minimal, Regio Femoral : Verban (+), rembesan (-)
A : Post Appendectomi a.i Apendicitis Kronis
P : Boleh pulang
Ciprofloxacin 2x500 mg
Paracetamol 3x500 mg

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Appendicitis adalah infeksi pada organ appendik yang diawali dengan penyumbatan
dr. Bachrul Alam Arriza Page 7
dari lumen appendik oleh mucus, fekalit, atau benda asing, yang diikuti oleh infeksi bakteri
dari proses peradangan. Penyakit ini merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang
paling sering ditemukan.
Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan
kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah. appendicitis akut
adalah appendicitis dengan onset gejala akut yang memerlukan intervensi bedah dan
biasanya dengan nyeri di kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan tekan dan
alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan dengan hiperestesia kulit. Sedangkan
appendicitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung terus menerus ) di
dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan bersifat continue atau intermittent,
nyeri ini terjadi karena lumen appendix mengalami partial obstruk. Appendicitis chronica
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi disebut appendicitis chronica dengtan eksaserbasi
akut. 1,2,3

2. Epidemiologi
Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang,
namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian
ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari.
Pria lebih banyak daripada wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2 tahun
terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi mulai
menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar pada umur 9 hingga 11
tahun. Di AS, insiden appendisitis berkisar ± 4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun.
Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insiden terjadi pada
umur belasan tahun dan dewasa muda.

3. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks dan cacing
dr. Bachrul Alam Arriza Page 8
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit sepeti E.histoliytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timnulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.2,9
Obstruksi lumen apendiks diikuti dengan kongesti vaskular, inflamasi dan edema,
penyebab obstruksi pada umumnya berupa:
1. Fekolit
Pada 30% hingga 35% kasus (paling banyak terjadi pada orang dewasa).
2. Benda asing
4% (misalnya biji bah-buahan, cacing kermi, cacing pita, cacing tambang, kakulus)
3. Inflamasi
Pada 50% hingga 60% kasus (hiperplasi jaringan limfoid submukosa merupakan
etilogi yang paling sering pada anak-anak dan remaja)
4. Neoplasma
1% (karsinoma, penyakit metastasis, karsinoma)

4. Patogenesis
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yanf secara salah dikenal dengan istilah
infiltrat apendiks. Didalammnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
apendikuler akan tenang untuk selanjutnya akan mengurangi diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini akan menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi
akut.

dr. Bachrul Alam Arriza Page 9


5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul
suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.

6. Gejala Klinis
Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau paling sulit.
Kasus klasik ditandai dengan :
a. Rasa tidak nyaman ringan didaerah periumbilikus
Variasi lokasi anatomi apendiks memberikan banyak variasi lokasi utama fase somatik

dr. Bachrul Alam Arriza Page 10


dari rasa sakit. Misalnya, apendiks yang panjang dengan inflamasi di ujung kuadran kiri
bawah menyebabkan nyeri pada daerah itu. Apendiks retrocecal dapat menyebabkan nyeri
pinggul atau sakit punggung, apendiks pelvis, terutama nyeri suprapubik, dan apendiks
retroileal, nyeri testis, mungkin karena iritasi arteri spermatika dan ureter. Malrotasi usus
juga bertanggung jawab pada pola nyeri pada apendisitis.
b. Anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare
Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Hal ini begitu konstan sehingga
diagnosis apendisitis perlu dipertanyakan jika pasien tidak anoreksia. Walaupun hampir
75% pasien mengalami muntah, tetapi ini tidak menonjol dan kebanyakan pasien hanya
muntah sekali atau dua kali. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan adanya ileus.
Kebanyakan pasien biasanya juga mengeluhkan kesuliatan buang air besar sebelum
timbul sakit perut, dan banyak yang merasa bahwa dengan buang air besar akan
menghilangkan rasa sakit perut mereka.
Diare terjadi pada beberapa pasien, terutama pada anak-anak, sehingga pola fungsi
usus memberikan sedikit nilai diagnosis. Urutan timbulnya gejala memberikan arti yang
besar untuk diagnosis banding. Pada 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia
merupakan gejala utama. Kemudian diikuti dengan nyeri perut lalu muntah-muntah. Jika
muntah timbul sebelum rasa sakit, diagnosis apendisits perlu dipertanyakan.
c. Nyeri tekan kuadran kanan bawah yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa
pegal dalam atau nyeri di kuadran kanan bawah.
d. Demam dan leukosistosis terjadi pada awal perjalanan penyakit.
Penyakit mungkin silent terutama pada usia lanjut, atau tidak memperlihatkan tanda
lokal di kuadran kanan bawah, seperti bila apendiks terletakdi retrosekal atau terdapat
malrotasi usus.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-
38,5 oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rektal sampai 1oC.
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bida dilihat pada
massa atau abses periapendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pasa regio
iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
dr. Bachrul Alam Arriza Page 11
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis.
Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
Rovsing sign.Pada apendisitis retrosekal atau retroileal.diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada
apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai pinggang
kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil
karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila
penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti
proses bukan berasal dari apendiks.Peristalsis usus sering normal: peristalsis dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjukm misalnya pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah
nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan psoas test dan obturator test
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui etak apendiks. Psoas test
dilakukan dengan rangsangan otot psoasdilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Obturator test digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakandinding
panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah: pada pemeriksaan dilakukan untuk melihat angka leukosit.
Pada kasus appendicitis akut, biasanya didapatkan angka leukosit yang neutrofil
yang tinggi.
b. Pemeriksaan urin: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya eritrosis,
leukosit dan bakteri didalam urin. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk
dr. Bachrul Alam Arriza Page 12
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih dan batu ginjal
yang memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Foto polos abdomen


Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. Kurang dari 5% pasien akan
terlihat adanya gambaran opak fecalith yang nampak di kuadran kanan bawah
abdomen, sehingga pemeriksaan ini jarang dilakukan.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan
pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%, dengan nilai sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada
appendicitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih
dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan
perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk
dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi.
4. CT-Scan
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skening
ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat,
mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-
Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon.
5. Apendikografi
Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus
appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis dan
curiga perforasi. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena appendiks
yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang normal. Keuntungan
dr. Bachrul Alam Arriza Page 13
dari pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis penyakit lain yang
menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah tingginya hasil
nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi, pemeriksaan ini tidak
cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan apendikografi sekarang jarang
dilakukan dalam kasus appendisitis pada era sonografi dan CT scan.
Temuan appendikografi pada appendisitis:
- Non filling appendiks
- Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema mukosa
yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.
- Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal.

Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis : (1) non filling apendiks

dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari apendiks dengan penekanan local pada sekum ;

(3) nonfilling apendiks dengan adanya massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan

perubahan letak usus halus akibat desakan); (4) pola mukosa apendiks irregular dengan

terhentinya pengisian.

dr. Bachrul Alam Arriza Page 14


Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema single kontras.
Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami osifikasi dan kontur yang ireguler
(tanda panah).
6. Laparoscopy
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan
di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.
7. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi
appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya
kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal dan tidak ada
gambaran histopatologi appendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Dari
hasil penelitian variasi diagnosis histopatologi appendisitis akut diperoleh kesimpulan
bahwa diperlukan adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi
dengan ahli bedahnya.
Definisi histopatologi appendisitis akut:
- Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
- Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
- Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.

dr. Bachrul Alam Arriza Page 15


- Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses apendikuler, dengan
atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa.
Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan
lapisan mukosa, bukan appendisitis akut tetapi periappendisitis.

8. Diagnosis
Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik
(inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos abdomen, USG ataupun CT-
Scan, dan sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : Pada appendisitis akut biasanya ditemukan distensi perut.
 Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa
nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri
lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis
dari appendisitis). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di
perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk appendisitis kronis tipe
Reccurent/Interval Appendisitisterdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada
defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular
Colicditemukannyeri tekan di appendiks.
 Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan
pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12. Maka
kemungkinan appendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendisitis
pelvika kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
appendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis
lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari
mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan
dr. Bachrul Alam Arriza Page 16
yang mirip appendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi,
menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis appendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi
penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang
dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi
diagnosis pada kasus yang meragukan.

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada


kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
Obraztsova’s sign ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan


rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri
pada hipogastrium atau vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan


batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan
bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)’s Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran


sign kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelson’s Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan


sign bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri
dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit


trianglekanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s
sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran
kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.


Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

dr. Bachrul Alam Arriza Page 17


The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati 1


ke perut kanan bawah

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan Lab Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to the 1


left

Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:


1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut

9. Penatalaksanaan
Meskipun telah ditemukan modalitas diagnostik yang lebih canggih, tetapi intervensi
operatif tidak boleh ditinggalkan. Setelah diagnosis apendisitis akut ditegakkan, pasien
perlu dipersiapkan untuk menjalani operasi. Hidrasi pasien harus dipastikan mencukupi
kebutuhan pasien, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi jantung, paru serta
ginjal harus diperhatikan. Sebuah meta-analisis menunjukkan manfaat pemberian
antibiotik praoperasi dalam menurunkan komplikasi dari apendisitis.
Kebanyakan ahli bedah secara rutin memberikan antibiotik pada semua pasienyang
dicurigai menderita apendisitis. Jika didapatkan apendisitis akut simpel, tidak ada
manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik di luar 24 jam. Jika apendisitis
mengalami perforasi atau ditemukan gangren, antibiotik diteruskan sampai pasien tidak
demam dan memiliki jumlah sel darah putih yang normal. Pada infeksi intraabdominal
dr. Bachrul Alam Arriza Page 18
dari traktus gastrointestinal yang ringan sampai berat, para ahli bedah
merekomendasikan satu agen terapi dengan cefoxitin, cefotetan, atau tikarsilin-asam
klavulanat. Pada infeksi yang lebih parah, satu agen terapi dengan carbapenem atau
terapi kombinasi dengan cephalosporin generasi ketiga, monobactam, aminoglycoside
ditambah antibiotik anaerob dengan klindamisin atau metronidazole. Rekomendasi
tersebut juga berlaku untuk anak-anak.
A. Apendektomi terbuka
Untuk apendektomi terbuka, sebagian ahli bedah menggunakan salah satu insisi,
McBurney (miring) atau Rocky-Davis (melintang) pada otot-otot di kuadran kanan
bawah pada pasien yang dicurigai menderita apendisitis. Sayatan harus pada kedua titik
nyeri maksimal atau teraba massa. Jika dicurigai abses, sayatan ditempatkan di lateral,
penting untuk memungkinkan drainase retroperitoneal dan untuk menghindari
kontaminasi dari rongga peritoneum. Jika diagnosis diragukan, dianjurkan insisi lebih
rendah pada garis tengah untuk memungkinkan pemeriksaan yang lebih luas dari
rongga peritoneal. Hal ini terutama berkaitan dengan usia tua atau dengan keganasaan
atau divertikulitis.
Beberapa teknik dapat digunakan untuk menemukan lokasi apendisitis. Karena
sekum biasanya terlihat pada sayatan tersebut, konvergensi taenia dapat dilihat sampai
ke dasar apendiks. Gerakan dari sebelah lateral ke medial dapat membantu
menunjukkan lokasi ujung apendiks ke dalam medan operasi. Sesekali, mobilisasi
terbatas diperlukan untuk visualisasi yang cukup. Apendiks dapat digerakkan oleh
mesoapendiks, dengan meligasi arteri apendikularis secara aman.
Pangkal apendiks dapat dikelola dengan ligasi sederhana atau dengan ligasi dan
inversi dengan baik atau jahitan Z. Selama pangkal apendiks jelas dan dasar sekum
tidak terlibat proses inflamasi, pangkal apendiks dapat diligasi dengan aman dan diikat
dengan jahitan nonabsorbable. Mukosa sekitar apendiks sering diambil untuk
mencegah pembentukan mucocele. Rongga peritoneum dirigasi dan luka ditutup lapis
demi lapis. Jika terjadi perforasi atau gangren pada orang dewasa, kulit dan jaringan
subkutan harus dibiarkan terbuka dan dibiarkan sembuh dengan penyembuhan sekunder
atau ditutup dalam sampai 5 hari sebagai penutupan primer yang tertunda. Pada anak-
anak, yang pada umumnya memiliki sedikit lemak subkutan, penyembuhan primer tidak
dr. Bachrul Alam Arriza Page 19
menyebabkan peningkatan insidensi infeksi pada luka.
Jika tidak ditemukan adanya apendisitis, pencarian secara metodis harus dilakukan
untuk diagnosis alternatif. Sekum da mesenterium harus diperiksa pertama kali.
Kemudian, usus kecil diperiksa secara retrograde dari awal pada katup ileocecal dan
meluas sekitar 2 kaki. Pada wanita, harus diberikan perhatian khusus pada organ
panggul. Isi perut bagian atas juga perlu diperiksa. Cairan peritoneal harus diperiksa
dengan pewarnaan gram dan kultur. Jika cairan purulen, sangat penting untuk
mengidentifikasi penyebabnya. Perpanjangan ke medial (Fowler-Weir), dengan
pembagian selaput rektus anterior dan posterior, dapat dilakukan untuk mengevaluasi
perut bagian bawah. Jika terdapat gangguan pada perut bagian atas, insisi kuadran
kanan bawah harus ditutup dan harus dibuat insisi tepat pada garis tengah.
B. Apendektomi Laparoskopi
Apendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Tabung nasogastrik dan
kateter urin ditempatkan sebelum terjadi pneumoperitoneum. Laparoskopi apendisitis
biasanya membutuhkan tiga port. Kadang-kadang empat port untuk memobilisasi
apendisitis retrocecal. Dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu asisten
diperlukan untuk mengoperasikan kamera. Satu trocar diletakkan di umbilikus (10mm),
dan trocar kedua diletakkan pada posisi suprapubik. Beberapa ahli bedah menempatkan
port kedua di kuadran kiri bawah. Trocar suprapubik yaitu 10 atau 12 mm, tergantung
pada apakah ada atau tidak stapler linier yang digunakan. Penempatan trocar ketiga (5
mm) bervariasi dan biasanya di kuadran kiri bawah, epigatrium atau kuadran kanan
atas. Penempatan ini berdasarkan lokasi dari laporan dan pilihan ahli bedah. Awalnya,
perut dieksplorasi sepenuhnya untuk menghilangkan penyakit lainnya.
Apendiks dapat diidentifikasi dengan mengikuti taenia anterior. Diseksi di dasar
apendiks memungkinkan ahi bedah untuk membuat jendela antara mesentrium sampai
pada pangkal apendiks. Mesentrium dan basis apendik kemudian diamankan dan dibagi
secara terpisah. Saat mesoapendiks terlibat pada proses inflamasi, hal ini baik untuk
membagi apendiks pertama dengan linier staplerdan kemudian membagi mesoapendiks
yang berdekatan dengan apendiks dengan klip, elektrokauter, harmonic scalpel, atau
staples. Basis apendiks tidak terbalik. Apendiks akan diangkat dari cavum abdomen
melalui situs trocar. Basis apendiks dan mesoapendik perlu dievaluasi mengenai
dr. Bachrul Alam Arriza Page 20
hemostasisnya. Kuadran kanan bawah harus diirigasi juga. Trocar kemudian diangkat
secara langsung.
C. Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery
Natural orifice transluminal endoscopic surgery (NOTES) merupakan prosedur
bedah baru dengan menggunakan endoskopi dalam rongga abdomen. Pada prosedur ini,
akses diperoleh dengan cara mencapai organ secara alami, yang sudah ada pada
orificium eksterna. Cara ini diharapkan memberikan keuntungan termasuk pengurangan
nyeri pada luka bekas operasi, pemulihan pasca operasi yang lebih cepat, menghindari
infeksi luka dan hernia pada dinding perut, dan mencegah adanya luka bekas operasi.
D. Terapi Antibiotik
Antibiotik digunakan sebagai terapi definitif. Manajemen tradisional apendisitis
akut telah menekan manajemen bedah. Pendekatan ini didasarkan pada teori bahwa,
apendisitis sederhana akan berkembang menjadi perforasi, dengan mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Akibatnya, tingkat apendektomi negatif relatif
lebih tinggi untuk menghindari kemungkinanan terjadinya perforasi.
Sebuah studi menganalisis waktu untuk operasi dan terjadinya perforasi,
menunjukkan bahwa risiko waktu pecah apendisitis minimal adalah 36 jam dari onset
gejala. Di luar titik ini, risiko sekitar 5% dari pecah dalam setiap periode 12 jam
berikutnya. Namun, pada banyak pasien penyakit ini memiliki onset yang lambat.
Banyak kondisi akut abdomen seperti diverticulitis dan kolesistitis akut dikelola
dengan cepat tetapi tidak dengan operasi. Meskipun demikian, operasi masih menjadi
gold standart untuk penanganan apendisitis akut.
E. Interval Apendektomi
Pendekatan terapi untuk apendisitis yang berhubungan dengan massa yang teraba
atau yang terlihat secara radiografi (abses atau phlegmon) adalah terapi konservatif
dengan interval apendektomi 6 sampai 10 minggu kemudian. Teknik ini cukup berhasil
untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan apendektomi segera.
Tetapi, biaya untuk pengobatan seperti ini lebih besar dan waktu rawat inap pasien lebih
lama ( 8 sampai 13 hari dibanding 3 sampai 5 hari).
Pengobatan awal terdiri dari antibiotik IV dan mengistirahatkan usus. Meskipun
terapi ini pada awalnya efektif, ada tingkat kegagalan sebesar 9 sampai 15%, dengan
dr. Bachrul Alam Arriza Page 21
intervensi operasi dibutuhkan dalam 3 sampai 5 hari berikutnya. Operasi perkutan atau
operasi drainase abses tidak dianggap sebagai kegagalan terapi konservatif.
10. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, yaitu:
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringandan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik ering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
2. Demam dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan
hasil tes positif untuk Rumpl Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.
3. Limfadenitis mesenterika
Limfadeniris mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai
dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar,
terutama kanan
4. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih
dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin
dapat menganggu selama dua hari.
5. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada
wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri
hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu.
6. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri pada penonjolan rongga Douglas dan pada
dr. Bachrul Alam Arriza Page 22
kuldosintesis didapatkan darah.
7. Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam.
Pemeriksaan ultrasonograafi dapat menentukan diagnosis.
8. Endometriosis eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
9. Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosuria sering ditemukan.
Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai dengan demam tinggi, mengigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan
piuria.

10. Komplikasi
Komplikasi appendicitis chronicakarena obliterasi rongga appendix dapat terjadi
penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika penyumbatan isinya berupa cairan
sekret, terutama jika penyumbatan terjadi di baian proksimal. Appendix akan membessar
dan berdilatasi menjadi suatu kista yang disebut mucocele benigna.

11. Prognosis
Mortalitas dari apendisitis di Amerika Serikat terus menurun dari 9,9 per 100.000 pada
tahun 1929 menjadi 0,2 per 100.000 saat ini. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain
kemajuan dalam bidang anestesi, antibiotik, cairan intravena, serta produk darah. Faktor
utama yang mempengaruhi kematian adalah apakah terjadi ruptur sebelum operasi dan usia
pasien. Secara keseluruhan, mortalitas apendisitis akut dengan ruptur sekitar 1%. Mortalitas
apendisitis yang ruptur pada usia tua sekitar 5%, meningkat lima kali lipat dari tingkat
keseluruhan.Kematian biasanya disebabkan tidak terkendali sepsis, peritonitis, abses
intraabdomen, atau septikemiagram negatif. Emboli parumenjelaskan beberapa kematian.
Tingkat morbiditas sebanding dengan mortalitas, dan secara signifikan meningkat
dr. Bachrul Alam Arriza Page 23
karena pecahnya apendisitis dan, pada tingkat lebih rendah, dengan
tua usia. Dalam satu laporan, komplikasi terjadi pada 3% pasien dengan apendisitis tanpa
perforasi dan 47% pasien dengan perforasi. Sebagian besar komplikasi awal adalah septik
dan termasuk abses dan infeksi luka. Infeksi luka sering terjaadi tetapi hampir selalu
terbatas pada jaringan subkutan dan merespon segera saat drainase luka, yang dilakukan
dengan membuka kembali sayatan kulit.
Insideni abses intra abdominal sekunder terhadap kontaminasi peritoneal dari gangren
apendisitis atau perforasi telah menurun tajam sejak diperkenalkannya antibiotik.
Kecenderungan untuk abses adalah apendisitis fosa, cavum Douglas, ruang subhepatic, dan
antara bagian dari usus. Pada abses yang terakhir itu biasanya ganda. Drainase transrektal
lebih disukai untuk abses yang menonjol ke dalam rektum.
Fistula fecalmerupakan komplikasi yang mengganggu, tetapi tidak terlalu berbahaya,
komplikasi dari apendektomi yang mungkin disebabkan oleh peluruhan bagian sekum saat
kontriksi jahitan.
Obstruksi usus, awalnya terjadi paralisis tapi kadang-kadang berkembang menjadi
obstruksi mekanik, mungkin terjadi dengan perlahan sampai terjadi peritonitis dengan abses
loculated dan pembentukan adhesi. Komplikasi akhir yang cukup jarang. Adhesi obstruksi
usus setelah apendektomi, tetapi jauh lebih jarang daripada setelah bedah pelvis. Insiden
hernia inguinalis adalah tiga kali lebih tinggi pada pasien yang pernah menjalani
apendektomi.
Daftar Pustaka

1. Incesu, L. 2011. Appendicitis Imaging. Diakses pada tanggal 24 Januari 2014


2. Brunicardi, F.C., Anderson, D.K., Billiar, T.R., Dum, D.L., Hunter, J.G., Mathews, J.B.,
Podlock, R.E., 2010. The Appendix dalam Schwartz's Principles of Surgery9th Ed.
USA:The McGraw Hill Companies. p: 2043-74.
3. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2004. Usus Halus, Apendiks, Kolom, dan Anorektum
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. h: 639-45.
4. Cunha, J.P. 2012.Appendicitis. Diakses pada tanggal 28 Januari 2014
5. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”,

dr. Bachrul Alam Arriza Page 24


dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media
Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
6. Grace, P.A., Borley, N.R. Apendisitis Akut dalam At A Glance. Jakarta: Erlangga; 2006.
p:106.
7. Moore, K.L., Anne, M.R. 2002. Abdomen dalam Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:
Hipokrates. h:109.
8. Saputra, L. 2002. Mulut dan Gastrointestinal dalam Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Binarupa Aksara. h:380.
9. Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, A.L., 2007. Rongga Perut dan Saluran Gastrointestinal
dalam Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC. h:660-61.
10. Tjandra, J.J., 2006. The Appendix and Meckel’s Diverticulum dalam Textbook of Surgery
3rd Ed. UK: Blackwell Publishing Ltd. p:179.
11. Morris, J.A., Sawyer. J.L. 1995.Abdomen Akuta dalam Buku Ajar Bedah (Sabiston’s
Essential Surgery). Jakarta:EGC. h:497.
12. Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.

Muara Teweh, 6 Maret 2018


Peserta, DPJP

dr. Bachrul alam arriza dr. Fredericus Masalle, Sp.B

Pembimbing,

dr. Bachrul Alam Arriza Page 25


dr. Adhimas Brahmantyo

dr. Bachrul Alam Arriza Page 26

Anda mungkin juga menyukai