Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

MAKALAH PIJAT OKSITOSIN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IV

DINA ARIA

INDRIANI

KURNIA HARIANI

ERWIN ARTHA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

MATARAM

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami

dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Komplementer dengan judul

“Pijat Oxitosin”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka

menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari

sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan

jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya

kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami

buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang

sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun

yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat

berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata

yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, September 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indikator kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara

menurut WHO bisa dilihat dari angka kematian ibu selama masa

perinatal, intranatal, dan postnatal. Hal ini sesuai dengan

visi yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

pemerintah Indonesia. Target MDG’s di tahun 2015 untuk angka

kematian Ibu nasional adalah 102/100rb kelahiran hidup,dan

data Statistik Indonesia (2012) menyebutkan bahwa Angka

Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio (MMR) di

Indonesia menurut data SDKI 2007 ialah sebesar 228/100.000

kelahiran hidup, namun target tersebut masih belum sepenuhnya

tercapai.

Angka kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa

faktor, diantaranya karena pendarahan. Pendarahan menjadi

penyebab utama kematian ibu di Indonesia yaitu 28%. Penyebab

kedua ialah eklamsia 24% lalu infeksi 11% di susul dengan

komplikasi masa peurperium 8%, abortus 5%, partus lama/macet

5%, emboli obstentri 3% dan faktor-faktor lain yang tidak di

ketahui sebanyak 11% (Depkes, 2011).

Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan

semenjak persalinan kala tiga dan empat dengan pemberian

oksitosin. Hormon oksitosin ini sangat berperan dalam proses


involusi uterus. Involusi uterus atau pengerutan uterus

merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi

sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses involusi

akan berjalan dengan bagus jika kontraksi uterus kuat

sehingga harus dilakukan tindakan untuk memperbaiki

kontraksi uterus (Cuningham, 2006). Faktor-faktor yang

menpengaruhi proses involusi uterus diantaranya adalah

mobilisasi dini, pengosongan kandung kemih, faktor laktasi,

faktor usia, senam nifas, menyusui dini, gizi, psikologis

dan paritas. Upaya untuk mengendalikan terjadinya perdarahan

dari tempat plasenta denga memperbaiki kontraksi dan retraksi

serat myometrium yang kuat dengan pijatan oksitosin. Oleh

karena itu, upaya mempertahankan kontraksi uterus melalui

pijatan untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin

merupakan bagian penting dari perawatan post partum atau pada

masa nifas (Bobak ., et all, 2005).

B. Rumusan masalah

Bagaimana konsep pijat oxsitosin pada dalam perawatan ibu

bersalin?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pijat oxsitosin

2. Untuk mengetahui bagaimana proses melakukan pijat

oxitosin
D. Manfaat

1. Mengetahui konsep pemberian pijat oxitosin pada ibu

bersalin

2. Mengetahui langkah-Langkah pemberian pijat oksitosin


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pijat oksitosin adalah pemijatan tulang belakang pada

costa ke 5-6 sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja

saraf parasimpatis merangsang hipofise posterior untuk

mengeluarkan oksitosin (Hamrarani, 2010).

B. Mekanisme Kerja Oksitosin Mekanisme Kerja Oksitosin

Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh

hipofisis posterior yangakan dilepas ke dalam pembulih darah

jika mendapatkan rangsangan yang tepat. Efek fisiologis dari

oksitosin adalah merangsang kontraksi otot polos uterus baik

pada proses saat persalinan maupun setelah persalinan

sehingga yang akan mempercepat proses involusi uterus. Di

samping itu oksitosin juga akan mempunyai efek pada payudara

yaitu akan meningkatkan pemancaran ASI dari kelenjar mammae

(Hamrarani. 2010).

Oksitosin fetal dan maternal memainkan peranan

fasilitasi yang penting dalam proses melahirkan anak, sekresi

kedua hormon ini akan meningkat bertambah banyak lebih dari

100 kalinya selama kehamilan. Mekanisme kerja 0ositosin

adalah bahwa oksitosin merupakan hormon yang menyebabkan

kontraksi otot polos uterus sehingga dapat memperlancar


proses persalinan dan memperceat proses involusi uterus

(Jordan, 2004)

Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang

miometrium uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi

uterusmerupakan proses yang kompleks dan terjadi karena

adanya pertemuanantara aktin dan myosin. Dengan demikian

aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan

antara aktin dan myosin disebabkan karena adanya myocin light

chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase, proses ini

dapat dipercepat oleh banyaknya ion kalsium yang masuk

kedalam intrasel (Hamrarani, 2010). Sedangkan oksitosin

merupakan suatu hormon yang dapat memperbanyak masukan ion

kalsium ke dalam intra sel. Jadi jelas bahwa dengan dngan

dikeluarkannya hormon oksitosin akan memperkuat ikatan aktin

dan myosin sehingga kontraksi uterus akan menjadi kuat.

Berdasarkan faktor faktor lainnya, oksitosin memainkan

peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI.

Oksitosin bekerja pada rseptor oksitosik untuk menyebabkan :

1. Kontraksi uterus pada kehamilan aterem yang terjadi

lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat

peningkatan produksi prostagladin

2. Kontraksi pemuluh darah umbilicus

3. Kontraksi sel sel mioepitel (refleks ejeksi ASI)


Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH)

untuk menyebabkan :

1. Peningkatan atau penurunn yang mendadak pada tekanan

darah (khususnya diatolik) karena terjadi vasodilatasi

2. Retensi cairan

Oksitosin yang di hasilkan oleh hipofise posterior pada

nucleus para ventrikel dan nucleus supraoptik. Saraf ini

berjalan menuju neurohipofisemelalui tangkai hipofisis,

dimana bagian akhir dari tangkai ini merupakansuatu bulatan

yang banyak mengandung granula sekretrotikdan berada pada

permukaan hipofise posterior dan bila ada rangsangan akan

mensekresikan oksitosin, sementara oksitosin akan bekerja

menimbulkan kontraksi bila pada uterus telah ada reseptor

oksitosin (Hamrarani, 2010).

C. Cara Melakukan Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin merupakan upaya untuk meningkatkan

kontraksi uterus setelah melahirkan, sehingga tindakn untuk

merangsang keluarnya hormon oksitosin dilakukan sedini

mungkin disesuaikan dengan kemampuan pasien. Adapun kondisi

ibu pospartum yang mnyebabkan pijat oksitosin tidak dapat

dilakukan sedini mungkin adalah ibu post secio caesarae hari

ke -0, hal ini disebabkan pada hari tersebut ibu masih

terpengaruhi oleh efek anastesi. Kondisi lain yang

menyebabkan pijat oksitosin tidak dapat dilakukan adalah ibu


past artum dengan gngguan sistem pernfasan dan system

kardiovaskuler.

Bahan dan alat yang digunakan dalam pijat oksitosin

adalah :

1. Baby oil atau minyak kelapa agar tangan perawat lebih

mudah dalam melakukan massage.

2. Air hangat yang digunakan untuk membersihkan tulang

belakang setelah dilakukan massage dan handuk untuk

mengeringkan

Langkah langkah dalam melakukan pijatan oksitosin

adalah :

1. Memberitahukan kepada ibu tentang tindakan yang akan

dilakukan , tujuan maupun cara kerjanya untuk

menyiapkan kondisi psikologis ibu.

2. Menyiapkan peralatan dan ibu dianjurkan membuka pakian

atas, agar dalam melakukan tindakan lebih efesien.

3. Mengatur ibu dalam posisi duduk dengan kepala

bersandarkan tangan yang dilipat ke depan dan melelakan

tangan yang terlipat di meja yang ada didepannya ,

dengan kondisi tersebut diharapkan bagian tulang

belakang menjadi lebih mudah dilakukan pemijatan.

4. Dengan meletakan kedua ibu jari sisi kanan dan kiri

dengan jarak satu jari tulang belakan, gerakan tersebut

dapat merangsang keluarnya oksitosin yang dihasilkan

oleh hipofisis posterior.


5. Menarik kedua jari yang berada di costa ke 5-6 menyusuri

tulang belakang dengan membentuk gerakan melingkar

kecil dengan kedua ibu jarinya

6. Gerakan meijatan dengan menyusuri garis tulang belakang

ke atas kemudian kembali lagi kebawah.

7. Melakukan pemijatan selama 2-3 menit.

8. Membersihkan punggung ibu dengan washlap air hangat dan

dingin secara bergantian,

9. Mempersilahkan dan membantu pasien untuk mengenakan

pakian kembali.

10. Memberi tahu pada pasien bahwa tindakan telah selesai

dan mengucapkan salam

11. Membersihkan alat alat dan mengembalikan ke tempat

semula.

12. Mencuci tangan

13. Melakukan pencatatan dan pelaporan (Depkes RI, 2007).


Gambar 1.1 Pijat Oksitosin

D. Sasaran Pijat Oksitosin

Ibu yang mempunyai bayi dan meberikan ASI secara eksklusif

(Marmi, 2012).

E. Efek pelaksanaan pijat oksitosin

Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian

belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin

berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan

kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat

merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut

membantu uterus kembali ke bentuk normal (Saleha, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Hamrani (2010)

menyatakan bahwa ada pengaruh pijat oksitosin terhadap

involusi uterus pada ibu post partum yang mengalami

persalinan lama. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan


oleh Khairani, Komariah, Mardiah (2012) menyatakan bahwa ada

pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus.

Bersama dengan faktor-faktor lainnya, oksitosin

memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan

ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk

menyebabkan:

1. Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat

kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan

produksi prostaglandin.

2. Konstriksi pembuluh darah umbilicus.

3. Kontraksi sel-sel mioepitel (refleks ejeksi ASI).

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan

relaksasi otot uterus sehingga akan mengkompresi pembuluh

darah yang akan menyebabkan berkurangnya suplai darah ke

uterus. Proses ini akan membantu mengurangi perdarahan. Luka

bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk

sembuh total.

Tinggi fundus uteri dicatat setiap hari dan dipalpasi

dua kali sehari untuk memastikan bahwa uterus mengalami

kontraksi dengan kuat serta terletak ditengah. Ibu harus

mengosongkan kandung kemihnya sebelum pemeriksaan fundus

dilakukan. Kandung kemih yang penuh akan mendorong uterus

keatas dan menghalangi kontraksi uterus yang kuat. Tinggi

fundus berkurang sebanyak kurang lebih 1cm perhari sampai


fundus uteri tidak teraba lagi lewat abdomen biasanya pada

hari 1-10 (Sulistyawati, 2009).

F. Dampak Pelayanan Oksitosin (menurunkan angka kesakitan,

kematian, kecacatan dan ketidaknyamanan)

1. Menjaga dan memperlancar ASI

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun

2008 masih relatif tinggi yaitu 35 kematian per 1000

kelahiran hidup, dan di Jawa Timur tahun 2010 sebesar 25,7

per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian bayi

dan balita tersebut adalah faktor gizi, dengan penyebab

antara lain karena buruknya pemberian ASI eksklusif. Hasil

riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

bahwa prevalensi gizi buruk secara nasional sebesar 4,9%

menurun 0,5% dibanding hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar

5,4%, sedangkan gizi kurang tetap 13%.

2. Mencegah terjadinya infeksi

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan

relaksasi otot uterus sehingga akan mengkompresi pembuluh

darah yang akan menyebabkan berkurangnya suplai darah ke

uterus. Proses ini akan membantu mengurangi perdarahan.

Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu

untuk sembuh total.


3. Pijat oksitosisn ini dilakukan untuk merangsang refleks

oksitosisn atau refleks let down.

Penurunan produksi dan pengeluaran ASI pada hari-hari

pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya

rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat

berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran

produksi dan pengeluaran ASI yaitu perawatan payudara

frekuensi penyusuan, paritas, stress, penyakit atau

kesehatan ibu, konsumsi rokok atau alkohol, pil

kontrasepsi, asupan nutrisi (Bobak, 2005). Perawatan

payudara sebaiknya dilakukan segera setelah persalinan (1-

2 hari), dan harus dilakukan ibu secara rutin. Dengan

pemberian rangsangan pada otot-otot payudara akan membantu

merangsang hormon prolaktin untuk membantu produksi air

susu (Bobak, 2005). Pijat oksitocin juga merupakan

stimulasi yang dapat diberikan untuk merangsang

pengeluaran ASI. Pijatan ini memberikan rasa nyaman pada

ibu setelah mengalami proses persalinan dapat dilakukan

selama 2-3 menit secara rutin 2 kali dalam sehari (Depkes,

2007)

4. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat nya untuk

memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak,

mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon


oksitosin sehingga dapat mempertahankan produksi ASI

(Marmi, 2012).

5. Pijat oksitosin berpengaruh terhadap percepatan penurunan

tinggi fundus uteri pada kelompok dengan diberi perlakuan

pijat oksitosin (Rumahastuti, 2014).

Indonesia telah menetapkan target penurunan angka

kematian ibu (AKI) menjadi 115/100.000 kelahiran hidup dan

angka kematian bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup

pada tahun 2015 (Depkes RI, 2004). Sedangkan menurut hasil

survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI, 2005) angka

kematian ibu sudah mengalami penurunan dari 450/100.000

per kelahiran hidup pada tahun 1995 menjadi 307/100.000

kelahiran hidup (Adriaansz, 2006; Hartono., et al 2008).

Penurunan AKI ini merupakan usaha Pemerintah untuk mencapai

tujuan dari MDG 2015.

Penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan

28.5% dan dapat terjadi dalam saat persalinan maupun

periode post partum. Kejadian perdarahan pada saat

persalinan menunjukkan manajemen proses persalinan tahap

ketiga kurang baik dan pelayanan emergensi obstertrik

serta perawatan neonatal tidak tepat waktu. Sedangkan

penyebab perdarahan pada periode post partum biasanya

disebabkan oleh retensio placenta dan atonia uteri.

Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat

dilakukan sejak pertolongan persalinan kala tiga yaitu


kala pengeluaran uri, pada tahap ini akan terjadi proses

pelepasan dan pengeluaran uri. Setelah terjadi pengeluaran

plasenta akan terjadi kontraksi dan retraksi uterus yang

kuat dan terus menerus untuk mencegah perdarahan post

partum. Pada fase kala tiga kadar oksitosin didalam plasma

meningkat dimana normon ini jelas sangat berperan dalam

proses involusi. Prose involusi akan berjalan dengan bagus

jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan

tindakan untuk memperbaiki kontraksi uterus (Cunningham,

2006).

Proses involusi yang tidak ada merupakan salah satu

jenis komplikasi persalinan yang mengancam jiwa ibu atau

janin, karena merupakan gangguan sebagai akibat langsung

dari kehamilan dan persalinan yang merupakan salah satu

penyebab terjadinya perdarahan post partum (Depkes RI,

2000). Perdarahan merupakan komplikasi dari persalinan dan

merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

maternal. Untuk mengatasi kejadian ini diperlukan langkah

yang tepat dalam upaya pencegahan, pengenalan secara dini

gejala perdarahan serta menangani perdarahan secara tepat

(Cameron., et al, 2007). Upaya untuk mengendalaikan

terjadinya perdarahan dari tempat plasenta dengan

memperbaiki kontraksi dan retraksi serta miometrium yang

kuat. Oleh karena itu upaya mempertahankan kontrkasi

uterus melalui massage manual ataupun merangsang keluarnya


hormon oksitoksin merupakan bagian penting perawatan post

partum (Bobak., et al, 2005).

G. Ketidaknyamanan dan Kepuasan

Pada dasarnya ketidaknyamanan yang mungkin timbul

ketika seorang ibu mendapatkan pelayanan pemberian pijat

oksitosin bukanlah hal yang tidak dapat diatasi. Karena efek

samping dari pelayanan ini pun hampir tidak ada. Justru pada

pelayanan pijat oksitosin ini, mampu mengurangi rasa

ketidaknyamanan fisik pada ibu nifas. Akan terhitung sebagai

pijat relaksasi (Rumahastuti & Diana, 2014).

Selain itu tingkat kepuasan pelayanan pijat oksitosin

pada ibu nifas lebih tinggi dibandingkan yang tidak melakukan

pijat oksitosin karena, memang dari hasil pemberian pijatan

oksitoin terlihat memberikan efek pada involusi uterus ibu

dan berpengaruh terhadap pengeluaran ASI ibu sehingga tentu

dapat dikatakan angka kepuasan ada pada tingkat yang baik.

(Rumahastuti & Diana, 2014).


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran

produksi dan pengeluaran ASI yaitu perawatan payudara

frekuensi penyusuan, paritas, stress, penyakit atau kesehatan

ibu, konsumsi rokok atau alkohol, pil kontrasepsi, asupan

nutrisi. Berbagai resiko komplikasi dan kegawatdaruratan

dapat dialami oleh ibu nifas, yang selain hal diatas yaitu

perdarahan postpartum yang merupakan penyebab kematian

tertinggi pada ibu. Pelayanan pijat oksitosin ini dapat

membantu mengatasi masalah-masalah tersebut. Selain itu,

pelayanan ini memiliki berbagai manfaat antara lain yaitu

memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak,

mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon

oksitosin sehingga memperlancar produksi ASI, mencegah

terjadinya infeksi, membantu mencegah perdarahan pada ibu

nifas, dan mempercepat penurunan tinggi fundus uteri sehingga

dapat membantu ibu pasca melahirkan kembali seperti pada

kondisi sebelumnya. Manfaat-manfaat tersebut dapat menurunkan

angka kesakitan, kematian, kecacatan dan ketidaknyamanan pada

ibu nifas.
B. Saran

Pelayanan pijat oksitosin memiliki manfaat yang sangat

besar untuk ibu dan bayinya. Oleh karena itu, sebagai tenaga

kesehatan khususnya bidan hendaknya dapat memberikan dan

melakukan pelayanan pijat oksitosin dengan baik sehingga dapat

membantu mengurangi mortalitas dan mordibilitas Ibu. Selain

itu, informasi pelayanan pijat oksitosin belum menyebar luas

pada masyarakat. Disinilah peran bidan dalam memberikan

informasi dan edukasi diperlukan untuk memperkenalkan

pelayanan pijat oksitosin dan manfaatnya kepada masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Adriaansz. 2006. Periode kritis dalam rentang kehamilan,


persalinan dan nifas dan penyediaan berbagai jenjang
pelayanan bagi upaya penurunan kematian ibu, bayi dan
anak. (http://www.pkmi-online.com. Di peroleh tanggal
12 November 2015).
2. Bobak., et al. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas
(Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan
Peter Anugerah (penterjemah). Jakarta: EGC.

3. Bobak, 2005. Buku Ajar Keperwatan Maternitas,Jakarta: EGC.


4. Cameron., et al. 2007. Evidence based post partum
haemorrhage policy into practice. (Online).
(http://web.ebscohost.com/ehost. diperoleh tanggal 13
september 2018).
5. Departemen Kesehatan RI. 2007. Panduan Menejemen Laktasi
: Dit Gizi Masyarakat Jakarta : Depkes RI.
6. Depkes RI. 2007. Manajemen Laktasi, Jakarta: EGC.
7. Depkes RI. 2011. Rencana pembangunan jangka panjang bidang
kesehatan 2005- 2025. (Online).
(http://www.depkes.go.id/downloads/newdownloads
rancangan_RPJPK_2005-2025.pdf . diakses tanggal 29
September 2018).

Anda mungkin juga menyukai