Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA


“Sediaan Emulsi Oleum Cocos”

Disusun oleh:

Novia Andriani

P17335114024
Kelas IA
Kelompok 2
Dosen Pembimbing : Hanifa Rahma, M.Si., Apt.

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2015
SEDIAAN EMULSI OLEUM COCOS 2 g/ 5 ml

I. TUJUAN PERCOBAAN

Menentukan formula yang tepat dan mengevaluasi hasil sediaan emulsi dengan
bahan aktif Oleum cocos.

II. LATAR BELAKANG

Pada praktikum ini membuat sediaan emulsi dengan bahan aktif Oleum Cocos.
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi
dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam
air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak
atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air
dalam minyak (Kemenkes RI, 2014).
Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan ini yaitu oleum cocos yang
ditujukan untuk menurunkan berat badan untuk penderita obesitas. Seiring dengan
perkembangannya zaman, pengidap Obesitas saat ini meningkat. Obesitas secara
fisiologik didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak normal
atau berlebihan di jaringan adipose sampai kadar tertentu sehingga dapat
mengganggu kesehatan. Selain faktor genetik, penyebab utama obesitas adalah
peningkatan konsumsi makanan padat energi, terutama kandungan karbohidrat
sederhana, serta kurangnya aktifitas fisik. (Ni Nyoman Kristina, 2013)
Oleum cocos adalah minyak kelapa yang mengandung lemak jenuh yang
dikenal sebagai MCT (Medium Chain Triglycerid). MCT di metabolisme dalam
tubuh berbeda dengan lemak jenuh lainnya. MCT jarang disimpan sebagai lemak
dalam tubuh, namun lebih digunakan untuk sumber energi hampir sama seperti
Karbohidrat, namun tidak menaikkan gula darah seperti karbohidrat. Selain itu MCT
yang terkandung dapat meningkatkan pembakaran lemak dan pengeluaran kalori
pada pasien obesitas dan juga menyebabkan penyimpanan lemak berkurang.
Alasan bahan obat diformulasikan dalam bentuk sediaan Emulsi karena Oleum
cocos merupakan minyak, dapat diketahui bahwa minyak tidak dapat larut dengan
air oleh karena itu dibuat sediaan emulsi dengan tipe minyak dalam air ( m/a)
disamping jumlah minyak yang digunakan lebih sedikit daripada air, tipe minyak
dalam air ini lebih acceptable secara penggunaan oral karena rasa minyak (fase
internal) dapat tertutupi oleh air (fase eksternal). Penggunaan emulsi minyak dalam
air sebagai pembawa obat lipofilik dapat meningkatkan ketersediaan hayati secara
oral dan efikasi obat. Minyak dalam air dapat meningkatkan abrospsi obat di salur
cerna dibandingkan dengan bentuk sediaan suspensi, tablet atau kapsul
(Agoes,2009)
Sediaan berbentuk emulsi merupakan pendekatan yang efektif untuk
mengatasi banyak masalah dalam sistem penghantaran obat. Sediaan berbentuk
emulsi sering menunjukkan manfaat dan keuntungan yang berbeda dari bentuk
sediaan lain melalui peningkatan ketersediaan hayati dan/atau mengurangi efek
samping yang merugikan. Selain keuntungan dibuat sediaan emulsi, bentuk emulsi
tidak digunakan secara luas untuk sediaan oral atau parenteral karena masalah yang
sangat mendasar, yaitu ketidakstabilan emulsi yang dapat menimbulkan masalah
profil pelepasan obat dan masalah terkait toksisitas. Oleh karena itu kestabilan
sediaan emulsi ini perlu diperhatikan atau dipertimbangkan sampai diperoleh
sediaan yang stabil secara fisik dan kimia (Agoes,2009)
Emulsi distabilkan dengan penambahan bahan penstabil (pengemulsi) yang
mencegah penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu
fase tunggal yang memisah (Kemenkes RI, 2014). Untuk mencegah penggabungan
kembali globul –globul digunakan emulgator golongan surfaktan nonionik yaitu
Tween 80 dan Span 80, maka cara pembuatannya menggunakan metode emulgator
surfaktan ( fase minyak dan fase air, masing-masing dilebur, kemudian
dicampurkan). Minyak merupakan zat yang mudah teroksidasi oleh karena itu dalam
sediaan ini diperlukan Antioksidan karena jika oleum cocos teroksidasi akan
menjadi tengik (Rowe, 2009). Sediaan digunakan untuk multiple dose dan
mengandung sukrosa sebagai pemanis, sukrosa merupakan nutrisi bagi
mikroorganisme maka dari itu perlu ditambahkan bahan pengawet kombinasi yaitu
Metilparaben dan Propil paraben agar kerja pengawet dapat lebih efektif sehingga
sediaan dapat terjaga kestabilannya.
Manfaat untuk praktikan melakukan praktikum ini ialah agar praktikan dapat
mengetahui permasalahan berikut penyelesaiannya terhadap bahan aktif Oleum
cocos lalu dapat menentukan bahan-bahan tambahan yang cocok untuk sediaan dan
juga agar praktikan dapat mensimulasikan bagaimana membuat sediaan di dunia
industri walaupun dalam skala kecil.

III. TINJAUAN PUSTAKA

1. Bahan Aktif

Zat Aktif Oleum Cocos (HOPE 6th Ed 2009, p 184).


Struktur -
Rumus molekul -
Titik lebur -
Pemerian Massa putih kekuningan atau tidak berwarna, atau minyak
bening kekuningan, dengan karakteristik bau kelapa dan
sedikit berasa (HOPE 6th Ed 2009, p 184).
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dala dikloroetana
dan sedikit larut di petroleum, larut dalam eter, karbon
disulfide dan kloroform. Larut dalam suhu 600C dalam 2
bagian etanol 95%, namun tidak larut dalam temperature
yang rendah (HOPE 6th Ed 2009, p 184).
Stabilitas
 Panas : Pada temperatur <150C, oleum cocos membeku, menjadi
keras dan padatan yang rapuh (Japanese Pharmacope 15th
Ed, p 535)
Mudah terbakar pada suhu tinggi, secara spontan dapat
terbakar jika disimpan dalam kondisi panas (HOPE 6th Ed
2009, p 184).
Mudah teroksidasi dan menjadi tengik (HOPE 6th Ed 2009, p
184).
 Cahaya : Harus terlindung dari (Martindale 36th Ed, p 2029)
th
 Air dan pH : Tidak ditemukan di pustaka Martindale 36 Ed, FI IV, FI V,
USP 30th Ed, Japan Pharmacopeia 15th Ed.
Inkompatibilitas Inkompatibilitas dengan oksidator, asa dan basa. Mudah
ditembus oleh polietilen (HOPE 6th Ed 2009, p 184).
Keterangan lain Dihasilkan oleh Cocos nucifera
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik dan sejuk, terlindung dari
cahaya.
Kadar 40% dalam sediaan
penggunaan

2. Eksipien

 Tween 80
Zat Polyoxyethilen Sorbitan Fatty Acid Ester (HOPE 6th Ed
2009, p 550).
Sinonim Tween 80, polysorbate 80 (HOPE 6th Ed 2009, p 550).
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p 550).


Rumus molekul C64H124O26 (HOPE 6th Ed 2009, p 550).
Titik lebur 149°C (HOPE 6th Ed 2009, p 550).
Pemerian Cairan berminyak, warna kuning, bau khas dan hangat, rasa
agak pahit (HOPE 6th Ed 2009, p 550).
Kelarutan Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak (HOPE
6th Ed 2009, p 550).
Stabilitas Polisorbat stabil untuk elektrolit dan asam lemah dan basa
saponifikasi bertahap terjadi dengan asam kuat dan basa.
Ester asam oleat sensitive terhadap oksidasi. Polisorbat yang
higroskopis harus diperiksa untuk kadar air sebelum
digunakan dan dikeringkan jika diperlukan. Juga sama
dengan surfaktan polioksietilena lainnya, oenyimpanan lama
dapat menyebabkan pembentukkan peroksida (HOPE 6th Ed
2009, p 550).
Inkompatibilitas Perubahan warna dan atau penggelapan terjadi dengan
berbagai zat, khususnya fenol, tannin, ter dan bahan tarlike.
Aktivitas antimikroba paraben berkurang dengan kehadiran
polisorbat (HOPE 6th Ed 2009, p 550).
Keterangan lain Digunakan sebagai emulsifying agent/ emulgator (HOPE 6th
Ed 2009, p 550).
Penyimpanan Disimpan di wadah tertutup baik, pada suhu sejuk, tepat
kering, terlindung dari cahaya (HOPE 6th Ed 2009, p 550).
Kadar 1-15% sebagai emulgator tipe m/a (HOPE 6th Ed 2009, p
penggunaan 550).
1,728 % dalam sediaan.

 Span 80

Zat Sorbitan Fatty Acid Ester 80 (HOPE 6th Ed 2009, p 676).


Sinonim Sorbitan Monooleat, Span 80 (HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p 676).


Rumus molekul C24H44O6 (HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Titik lebur -
Pemerian Cairan kental, krim atau padatan berwarna kuning dengan
baud an rasa yang khas (HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Kelarutan Umunya larut atau terdispersi dalam minyak, larut dalma
sebagian besar pelarut organic, dalam air umumnya
terdispersi meskipun tidak larut (HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Stabilitas Pembentukkan sabun bertahap terjadi dengan asam kuat atau
basa. Sorbitan ester stabil dalam asam lemah atau basa
(HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Inkompatibilitas - (HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Keterangan lain Digunakan sebagai emulsifying agent/ emulgator (HOPE 6th
Ed 2009, p 676).
Penyimpanan Disimpan di wadah tertutup bail, pada suhu sejuk dan tempat
kering (HOPE 6th Ed 2009, p 676).
Kadar 1-10% sebagai emulgator tipe m/a (HOPE 6th Ed 2009, p
penggunaan 676).
Dalam sediaan digunakan 3,272%

 Metilparaben
Zat Metil paraben (HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Sinonim Aseptoform M; CoSept M; E218; metil 4-
hidroksibenzoikasam ester; metagin; Metil Chemosept;
metilis parahidroksibenzoat;metil p-hidroksibenzoat; Metil
Parasept; Nipagin M; SolbrolM; Tegosept M; Uniphen P-23.
(HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Struktur

(HOPE 6th Ed. 2009 p 441).


Rumus molekul C8H8O3 (HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Titik lebur 125–1280C (HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Pemerian Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih; tidak
berbau atau berbau khas lemah; sedikit rasa terbakar. (FI V
hal 856)
Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI
IV hal 856)
Stabilitas Larutan encer metil paraben pada pH3-6 disterilisasi dengan
autoklaf pada 1200C selama 20 menit, tanpa dekomposisi.
Larutan encer metil paraben pada pH 3-6 stabil (kurang dari
10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun di suhu kamar,
sedangkan larutan metil paraben pada pH 8 atau di atas
terjadi hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60
penyimpanan hari pada suhu kamar). (HOPE 6th Ed. 2009 p
441).
Inkompatibilitas Metil paraben telah dilaporkan tidak dapat bercampur
dengan bahan lain, seperti bentonit, magnesium trisilikat,
talk, tragakan, natrium alginat, minyak esensial, sorbitol, dan
atropin.Metilparaben juga bereaksi dengan berbagai gula dan
alkohol gula yang terkait Penyerapan Metilparaben oleh
plastic juga telah dilaporkan.; jumlah yang diserap
tergantung pada jenis plastik. Telah dinyatakan bahwa low-
density dan high-density polietilen botol tidak menyerap
metilparaben. Metilparaben berubah warna dengan adanya
besi dan tunduk pada hidrolisis oleh basa lemah dan asam
kuat. (HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Keterangan lain Kegunaan: Pengawet antimikroba dengan pH aktivitas 4-8.
(HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
ADI metilparaben : 10 mg/kg bb. (HOPE 6th Ed. 2009 p
441).
Penyimpanan Metil paraben harus disimpan dalam wadah yang tertutup di
tempat yang sejuk dan kering. (HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Kadar Untuk sediaan suspensi dan larutan oral 0,015% - 0,2%
penggunaan (HOPE 6th Ed. 2009 p 441).
Digunakan dalam sediaan 0,2%

 Propilparaben
Zat Propilparaben. (HOPE 6th Ed 2009, p 596)
Sinonim Aseptoform P; CoSept P; E216; propil 4-hidroksibenzoat
asam ester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propil
Aseptoform; propilbutex; Propil Chemosept;
propilparahidroksibenzoat; propil p hidroksibenzoat; Propil
Parasept; Solbrol P; Tegosept P; Uniphen P-23.(HOPE 6th
Ed 2009, p 596)
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p 596)


Rumus molekul C10H12O2 (HOPE 6th Ed 2009, p 596)
Titik lebur 95-99 ºC. (www.chemblink.com/products/94-13-3.htm)
Pemerian Serbuk atau hablur kecil, tidak berwarna. (FI V,hlm 1072)
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI V, hlm 1072)
Stabilitas Larutan encer propilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan
dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan
stabil (kurang dari 10% dekomposisi sampai sekitar 4 tahun
pada suhu kamar, sedangkan pada pH 8 atau diatas akan
terjadi hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah 60 hari pada
suhu kamar. (HOPE ed. 6thpg: 597)
Inkompatibilitas Aktivitas antimikroba dari propilparaben berkurang jauh
pada surfaktan nonionik sebagai akibat dari micellization.
Penyerapan propilparaben oleh plastik telah dilaporkan,
dengan jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastik.
Magnesium silikat alumunium, magnesium trisilikat, oksida
besi kuning, dan biru laut juga telah dilaporkan dapat
menyerap propilparaben sehingga mengurangi efektivitas
pengawet. Propilparaben berubah warna dengan adanya besi
dan terjadi hidrolisis cepat oleh basa lemah dan asam kuat.
(HOPE ed. 6thpg: 597)
Keterangan lain Pengawet antimikroba, dengan pH aktivitas 4-8 (HOPE 6th
Ed 2009, p 596)
ADI metilparaben : 10 mg/kg bb. (HOPE 6th Ed 2009, p
596)
Penyimpanan Propilparaben harus disimpan dalam wadah yang tertutup
dalam sejuk dan kering. (HOPE 6th Ed 2009, p 596)
Kadar Untuk sediaan suspensi dan larutan oral 0,01% - 0,02%
penggunaan (HOPE 6th Ed 2009, p 596)
Dalam sediaan mengandung 0,018%
 Na.CMC
Zat Carboxymethylcellulose Sodium (HOPE 6th Ed 2009, p.118 -
121)
Sinonim Akucell; Aqualon CMC; Aquasorb; Blanose; Carbose D;
carmellosum natricum; Cel-O-Brandt; cellulose gum;
Cethylose; CMC sodium; Carboxymethylcellulose Sodium
E466; Finnfix; Glykocellan; Nymcel ZSB; SCMC; sodium
carboxymethylcellulose; sodium cellulose glycolate;
Sunrose; Tylose CB; Tylose MGA; Walocel C; Xylo-
Mucine. (HOPE 6th Ed 2009, p.118)
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p.118 - 121)


Rumus molekul C8H16NaO8 (cas.chemnet.com)

Titik lebur 300℃ (cas.chemnet.com)


Pemerian Berwarna putih atau hampir putih, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, granul sebuk. Higroskopik setelah
pengeringan. (HOPE 6th Ed 2009, p.118 - 121)
Kelarutan Praktis larut dalam aseton, etanol (95%), eter dan toluena.
(HOPE 6th Ed 2009, p.118 - 121)
Stabilitas Carboxymethylcellulose Sodium stabil meskipun material
higroskopik. Dibawah kondisi kelmbapan yang tinggi dapat
menyerap air dalam jumlah besar (>50%). Larutan stabil
pada pH 2-10, endapan dapat terjadi pada pH dibawah 2 dan
kekentalan larutan menurun dengan cepat di atas pH 10.
Umumnya, larutan menunjukan kekentalan maksimum dan
stabil pada pH 7-9. (HOPE 6th Ed 2009, p.118 - 121)
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan garam
besi dan beberapa metal lainnya, seperti alumunium,
merkuri, dan zink. Inkompatibel juga dengan xanthan gum.
Endapan dapat terjadi pada pH <2, dan juga ketika diaduk
dengan etanol (95%0. CMC sodium membentuk
coacervative kompleks dengan gelatin dan pectin. Juga
membentuk kompleks dengan kolagen dan mampu
mengendapkan protein tertentu yang bermuatan positif.
(HOPE 6th Ed 2009, p.118 - 121)
Kegunaan Kegunaan sebagai coating agent, stabilizing agent,
pensuspensi, disintegran tablet dan kapsul, bahan pengikat
tablet, pengental, menyerap air (HOPE 6th Ed 2009, p.118 -
121)
Penyimpanan Bahan berjumlah banyak harus disimpan dalam wadah
tertutup, ditempat yang sejuk dankering. (HOPE 6th Ed 2009,
p.118 - 121)
Kadar Emulsifying agent 0.25–1.0 (HOPE 6th Ed 2009, p.118 -
penggunaan 121)
Dalam sediaan digunakan 1%

 Sukrosa
Zat Sukrosa (HOPE 6 th ed. 2009 , p. 703-706)
Sinonim Beet sugar; cane sugar; refined sugar; saccharose;
saccharum; sugar. (HOPE 6th Ed. 2009, p. 703-706)
Struktur

(HOPE 6 th ed. 2009 , p. 703-706)


Rumus molekul C12H22O11 (HOPE 6th Ed. 2009, p.703-706)

Titik lebur 160-1860C (HOPE 6 th Ed. 2009, p. 703-706)


Pemerian Gula yang bersal dari Saccharum oficinarum Linne, Beta
vulgaris Linne. Berbentuk kristal tak berwarna, massa
kristal atau blok, bubuk kristal putih, tidak berbau, dan
memiliki rasa manis (HOPE 6 th Ed. 2009, p. 703-706).
Kelarutan Kelarutan dalam air 1 : 0,2 pada suhu 1000C, 1 : 400
dalam etanol pada suhu 200C, 1 : 170 dalam etanol 95%
pada suhu 200C, 1 : 400 dalam propan-2-ol, tidak larut dalam
kloroform (HOPE 6 th Ed. 2009, p. 703-706).
Stabilitas Stabilitas baik pada suhu kamar dan pada kelembaban yang
rendah. Sukrosa akan menyerap 1% kelembaban yang akan
melepaskan panas pada 90oC. Sukrosa akan menjadi karamel
pada suhu di atas 160oC. Sukrosa yang encer dapat
terdekomposisi dengan keberadaan mikroba
(HOPE 6 th Ed. 2009, p. 703 – 706).
Inkompatibilitas Bubuk sukrosa dapat terkontaminasi dengan adanya logam
berat yang akan berpengaruh terhadap zat aktif seperti asam
askorbat. Sukrosa dapat terkontaminasi sulfit dari hasil
penyulingan. Dengan jumlah sulfit yang tinggi, dapat terjadi
perubahan warna pada tablet yang tersalut gula. Selain itu,
sukrosa dapat bereaksi dengan tutup aluminium (HOPE 6 th
Ed. 2009, p. 703-706).
Kegunaan Pemanis, coating agent, granulating agent, suspending
agent, tablet binder, sugar coating adjust, peningkat
viskositas (HOPE 6 th Ed. 2009, p. 703-706).
Penyimpanan Stabil di suhu kamar dan relatif lembab (HOPE 6th Ed.
2009, p.703-706).
Kadar Untuk pembuatan sirup digunakan 60-67% (HOPE 6th Ed.
penggunaan 2009, p.703-706).
Dalam sediaan digunakan 25%
 Na. Sakarin
Zat Natrium sakarin
Sinonim Garam sakarin, natrium garam; gluside larut; sakarin larut;
natrium sucaryl (HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p 608)


Rumus molekul C7H4NNaO3S (HOPE 6th Ed 2009, p 608)
TeruraiTitik
padalebur
pemanasan Terurai pada pemanasan (HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Pemerian Sakarin natrium adalah serbuk putih, tidak berbau atau
sedikit aromatik, efflorescent, bubuk kristal. Memiliki rasa
yang sangat manis, dengan logam atau rasa pahit bahwa
pada tingkat normal penggunaan dapat terdeteksi sekitar
25% dari populasi. Rasa pahit bisa ditutupi dengan
memadukan sakarin natrium dengan pemanis lainnya.
Sakarin natrium dapat mengandung jumlah variabel air
(HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Kelarutan 1 : 1,2 dalam air, 1 : 102 dalam etanol, 1 : 50 dalam etanol
(95%) (HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Stabilitas Sakarin natrium stabil di bawah kisaran normal kondisi
digunakan dalam formulasi. Hanya bila terkena suhu
(125oC) pada pH rendah (pH 2) selama lebih dari 1 jam tidak
terjadi dekomposisi yang signifikan. Konsentrasi
84%adalah yang paling stabilbentuk sakarin natrium
sedangkan bentuk 76% akan kering di bawahkondisi kamar.
Larutan untuk injeksi dapat disterilkan denganautoklaf
(HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Inkompatibilitas Sakarin natrium tidak mengalami Maillard browning (HOPE
6th Ed 2009, p 608)
Keterangan lain Kegunaan : Pemanis (HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Penyimpanan Sakarin natrium harus disimpan dalam wadah yang tertutup
dalam tempat yang kering (HOPE 6th Ed 2009, p 608)
Kadar Dalam sediaan larutan oral digunakan 0,04-0,25% (HOPE
penggunaan 6th Ed 2009, p 608)
Di dalam sediaan digunakan 0,1%

 Propilenglikol
Zat Propilenglikol (HOPE 6th Ed 2009, p 592)
Sinonim Propilenglycol (HOPE 6th Ed 2009, p 592)
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p 592)


Rumus molekul C3H8O2 (HOPE 6th Ed 2009, p 592)

-59°Ckknk
Titik lebur -59°C (HOPE 6th Ed 2009, p 592)
Pemerian Bening, tidak berwarna, kental-praktis tidak encer tidak
berbau, manis, mempunyai rasa yang agak tajam mirip
dengan gliserin (HOPE 6th Ed 2009, p 592).
Kelarutan Dapat tercampur dengan aseton, kloroform, etanol 95%,
gliserin dan air. Kelarutan di 1 dari 6 bagian eter, tidak
tercampur dengan sedikit minyak, tetapi akan larut dengan
beberapa minyak yang diperlukan (HOPE 6th Ed 2009, p
592).
Stabilitas Pada suhu dingin stabil di tempat tertutup rapat, tetapi di
suhu panas, terbuka, menjadi mudah teroksidasi,
memberikan produk baru seperti propoionaldehid, asam
laktat, asam piruvat dan asam asetat. Secara kimiawi stabil
bila bercampur dengan etanol 95%, gliserin atau air. Larutan
dalam air dapat disterilisasi dengan autoklaf (HOPE 6th Ed
2009, p 592).
Inkompatibilitas Dengan reaksi oksidasi seperti kalium permanganate (HOPE
6th Ed 2009, p 592).
Keterangan lain Dapat digunakan sebagai antimikroba, desinfektan,
humektan, pelarut, penstabil, kosolven air (HOPE 6th Ed
2009, p 592).
Penyimpanan Disimpan di wadah tertutup rapat (HOPE 6th Ed 2009, p
592).
Kadar Digunakan dalam sediaan sebanyak 1,522%
penggunaan

 BHT (Butylated Hydroxytoluene)


Zat Butylated Hidroxytoluen (HOPE 6th Ed 2009, p 75)
Sinonim Butil Hidroksi Toluen, BHT (HOPE 6th Ed 2009, p 75)
Struktur

(HOPE 6th Ed 2009, p 75)


Rumus molekul C15H24O (HOPE 6th Ed 2009, p 75)
70°C Titik lebur 70°C (HOPE 6th Ed 2009, p 75)
Pemerian Kristal padat atau bubuk, warna kuning keputihan pucat, bau
fenolik/ karakteristik fenol samar (HOPE 6th Ed 2009, p 75).

Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, sangat


musah larut dalam aseton, benzen, etanol 95%, metanol,
toluena, minyak mineral (HOPE 6th Ed 2009, p 75).
Stabilitas Paparan cahaya, kelembaban dan panas menyebabkan
perubahan warna dan kerugian aktivitas (HOPE 6th Ed 2009,
p 75).
Inkompatibilitas Mengalami reaksi karakteristk fenol. Kontak dengan
oksidator dapat menyebabkan pembakaran spontan garam
besi yang menyebabkan perubahan warna dengan hilangnya
aktivitas. Pemanasan dengan katalitik dengan jumlah akan
menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan nilai
isobutena gas yang mudah terbakar (HOPE 6th Ed 2009, p
75).
Keterangan lain Dapat digunakan sebagai antimikroba, desinfektan,
humektan, pelarut, penstabil, kosolven air (HOPE 6th Ed
2009, p 592).
Penyimpanan Disimpan di wadah tertutup, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk dan kering (HOPE 6th Ed 2009, p 75).
Kadar Untuk vegetable oil digunakan 0,01% (HOPE 6th Ed 2009, p
penggunaan 75).
Dalam sediaan digunakan 0,01%

 Aqua
Zat Aqua (HOPE 6thEd 2009, p 766 - 770).
Sinonim Air(HOPE 6th Ed 2009, p 766 - 770).
Struktur H-O-H
Rumus molekul H2O (HOPE 6th Ed 2009, p 766 - 770).
Titik lebur 1000C (HOPE 6th Ed 2009, p 766 - 770).
Pemerian Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
(HOPE 6th Ed 2009, p 766 - 770).
Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya (HOPE 6th Ed
2009, p 766 - 770).
Stabilitas Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas) (HOPE 6th Ed
2009, p 766 - 770).
Inkompatibilitas Air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang
rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air
atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi
secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan
logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan
magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam
anhidrat menjadi bentuk hidrat (HOPE 6th Ed 2009, p 766 -
770).
Keterangan lain Digunakan sebagaipelarut (HOPE 6th Ed 2009, p 766 - 770).
Penyimpanan Wadah tertutup (HOPE 6th Ed 2009, p 766 - 770).
Kadar ad 100%
penggunaan
3. Tinjauan Pustaka

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase
terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi
minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase
terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa,
sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan
penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes
kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang
memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati
antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas
fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi
tegangan antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran.
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat digunakan
bersama surfaktan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada
antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga
mengurangi kecepatan pembentukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti
dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran
dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah dari
pada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,
terbentuk krim. Makin besar kecepatan agregasi, makin besar ukuran tetesan dan
makin besar pula kecepatan pembentukan krim. Tetesan air dalam emulsi air
dalam minyak biasanya membentuk sedimen disebabkan oleh kerapatan yang
lebih besar.
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu
tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan
menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak
diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal
yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim asam stearat
atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya 15%. Sifat
setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal
setengah padat.
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat penting
dalam emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi.
Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebihdiperlukan
yang bersifat fungistatik dan bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan
bahan pengemulsi nonionik dan anionik, gliserin, dan sejumlah bahan penstabil
alam seperti tragakan dan gom guar. Kesulitan muncul pada pengawetan sistem
emulsi, sebagai akibat memisahnya bahan antimikroba dari fase air yang sangat
memerlukannya, atau terjadinya kompleksasi dengan bahan pengemulsi yang
akan mengurangi efektivitas. Karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus
selalu diuji pada sediaan akhir. Pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi
adalah metil-, etil-, propil-, dan butil-paraben, asam benzoat,dan senyawa
amonium kuaterner. (FI V,2014)

A. Teori terbentuknya emulsi (Syamsuni, 2002)


1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut dengan daya kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik
menarik antarmolekul yang tidak sejenis yang disebut daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat
cair akan terjadi peredaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya
kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan
“tegangan permukaan”
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjdinya perbedaan tegangan
bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur (immicible liquid).
Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan “tegangan
bidang batas”
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi di bidang batas,
semakin sulit kedua zat cair tersebut untuk bercampur. tegangan yang
terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam
anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan
penambahan senyawa anorganik tertentu, antara lain sabun (sapo). Dalam
teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan atau
menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara
kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan
adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator; ada bagian yang
bersifat suka air atau mudah larut dalam air, dan ada bagian yang suka
minyak atau mudah larut dalam minyak.
Jadi, setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yaitu
- Kelompok Hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
- Kelompok Lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya, kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofilik ke
dalam minyak. Antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu
keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya
tidak sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah “HLB” (Hidrofil
Lipofil Balance), yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara
kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar harga HLB,
berarti semakin banyak kelompok yang suka air dan demikian sebaliknya.
Ada dua cara dalam perhitungan HLB yaitu Subtitusi dan Aligasi.
3. Teori Film Plastik ( Interficial Film)
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara
air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus
partikel fase dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel
tersebut, usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi
terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan
stabilitas maksmimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah
dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi tetap lunak, jumlahnya
cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dipers, dapat
membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel
dengan segera.
4. Teori Lapisan Lirtrik Rangkap (Electric Double Layer)
Jika minyak terdispersi ke dalam air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan
berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan
depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi
oleh dua banteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Banteng tersebut
akan menolak setiap usaha partikel minyak yang akan mengadakan
penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik
yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai susunan yang sama.
Dengan demikian antara sesame partikel akan tolak menolak, dan stabilitas
emulsi akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara
dibawah ini :
1) Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
2) Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
3) Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.

B. Bahan –Bahan Pengemulsi (Syamsuni, 2002)


1. Emulgator Alam
a. Emulgator berasal dari tumbuh-tumbuhan (Gom arab, Tragakan, Agar-
agar, Chondrus, emulgator lain (Pektin, metil selulosa, CMC))
b. Emulgator Hewani (Kuning telur, Adeps lanae)
c. Emulgator Mineral (Veegum, Bentonit)
2. Emulgator Buatan
a. Sabun
b. Tween 20;40;60;80
c. Span 20;40;80
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :
1. Anionik : sabun alkali, Na-lauril sulfat
2. Kationik : senyawa ammonium kuarterner
3. Nonionik : Tween dan Span
4. Amfoter : protein, lesitin
C. Cara Pembuatan Emulsi (Syamsuni, 2002)
1. Metode Gom kering atau Metode Kontinental
Dalam metode ini, zat pengemulsi (biasanya Gom arab) dicampur dengan
minyak terkebih dahulu, kemudian ditambah air untuk membentuk korpus
emulsi, baru diencerkan dengan sisa air yang tersedia
2. Metode Gom Basah atau Metode Inggris
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut
dalam air) agar membentuk suatu mucilage, kemudian perlahan-lahan
minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi, kemudian diemcerkan
dengan sisa air.
3. Metode Botol atau Metode forbes
Digunakan untuk kinyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan
mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk Gom dimasukkan ke
dalam botol kering, ditambahkan dua bagian air, botol ditutup, kemudain
campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi
sedikit sambil dikocok.

D. Cara untuk mengidentifikasi tipe emulsi (Agoes, 2009)


1. Cara pengenceran
Prinsip pengujian adalah emulsi hanya terca,pur dan dapat diencerkan
dengan fasa luar tercampur. Pengukuran konduktivitas disasarkan pada
konduktivitas minyak yang buruk dibandingkan dengan air, dan
memberikan nilai rendah dalam emulsi A/M adalah fasa luar.
2. Uji pewarnaan
Zat warna larut air yang ditaburkan pada permukaan emulsi akan
mengindikasikan sifat dari fasa kontinu. Pada emulsi M/A akan
berlangsung inkorporasi warna larutan secara cepat ke dalam sistem,
sedangkan pada emuli A/M warna akan berupa kelompok vesikel yang
tampak. Peristiwa sebaliknya aka terlihat jika digunakan zat warna larut
minyak. Pengujian inii, secara esensial, adalah untuk mengidentifikasifasa
kontinu dan tidak mengindikasikan terbentuknya emulsi multiple. Untuk
selanjutnya dapat dilihat secara mikroskopik.
3. Kertas kobal klorida (CoCl2)
Kertas saring diimpregnasi dengan kobal klorida dan dikeringkan. Warna
biru akan berubah menjadi merah muda jika diteteskan atau ditambahkan
emulsi M/A. dapat mengalami kegagalan jika emulsi tidak stabul atau
pecah dengan keberadaan elektorlit.
4. Flouresensi
Flouresensi dibawah cahaya ultraviolet. Emulsi M/A menunjukan pola
bintik, sedangkan pada emulsi A/M, flouresensi terlihat secara
menyeluruh. Cara ini adakalanya memberikan hasil yang tidak selalu
memuaskan.

E. Fenomena ketidakstabilan emulsi (RPS 18th, 1990)


1. Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat terdispersi ke
fase kontinu,sedangkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu
gerakan ke bawah dari partikel. Dalam beberapa emulsi, suatu proses atau
lebih tergantung pada censitas dari fase terdispersi atau fase kontinu.
Kecepatan sedimentasi tetesan atau partikel dalam cairan dihubungkan
dengan hukum stokes. Sementara persamaan hukum stokes untuk sistem
bermassa telah dikembangkan,hukum ini sangat berguna untuk
menunjukkan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan sedimentasi atau
creaming antara lain diameter tetesan yang terdispersi, viskositas medium
pendispersi, dan perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium
pendispersi. Pengurangan ukuran partikel yang terkonstribusi
meningkatkan atau mengurangi creaming.
2. Agregasi dan koalesensi
Lebih jauh, tetesan dapat diredispersikan kembali dengan pengocokan.
Stabilitas dari emulsi dapat ditentukan dengan proses agregasi dan
koalesensi. Dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang terdispersi datang
bersama namun tidak bercampur. Koalaesensi komplit penyatuan tetesan,
diarahkan untuk mengurangi jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang
tidak saling bercampur. Agregasi mendahului koalesensi dalam emulsi.
Namun demikian, koalesensi tidak perlu mengikuti agregasi. Agregasi
dalam beberapa jumlah bersifat reversible. Walaupun tidak seserius
koalesensi, ini akan mempercepat creaming atau sedimentasi ketika
agregat bertindak sebagai tetesan tunggal.
Sementara agregasi dihubungkan dengan potensial elektrikal. Tetesan,
koalesensi tergantung pada sifat struktur lapisan interfase. Emulsi
distabilkan dengan emulgator. Tipe surfaktan membbentuk lapisan
monomolekuler. Koalesensi dilawan dengan elastisitas dan juga gaya
kohesif lapisan film antara dua tetesan.
3. Inversi
Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke A/M
atau sebaliknya. Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan
elektrolit atau dengan mengubah rasio fase volume. Sebagai contoh emulsi
M/A yang mengandung natrium stearat sebagai pengemulsi dapat
ditambahkan kalsium klorida karena kalsium stearat dibentuk sebagai
bahan pengemulsi lipofilik dan mengubah pembentukan produk A/M.
Inversi dapat dilihat ketika emulsi disiapkan dengan pemanasan dan
pencampuran dua fase kemudian didinginkan. Hal ini terjadi kira-kira
karena adanya daya larut bahan pengemulsi tergantung pada perubahan
temperatur. Temperatur pada fase inversi. Telah ditunjukkan bahwa nilai
dipengaruhi oleh nilai HLB dari surfaktan. Semakin tinggi nilai ALT,
semakin besar tahanan untuk berubah (inversi).

F. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Emulsi (Lachman, 1994)


1. Keuntungan
a. Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang tidak
menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila
diformulasikan menjadi emulsi.
b. Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut
diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.
c. Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah discuci bila
diinginkan.
d. Formulator dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan kekasaran
(greasiness) dari emulsi kosmetik maupun emulsi dermal.
e. Emulsi telah digunakan untuk pemberian makanan berlemak secara
intravena akan lebih mudah jika dibuat dalam bentuk emulsi.
f. Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar
daripada jika dibandingkan dengan sediaan lain.
g. Emulsi juga memiliki keuntungan biaya yang penting daripada preparat
fase tunggal, sebagian besar lemak dan pelarut-pelarut untuk lemak yang
dimaksudkan untuk pemakaian ke dalam tubuh manusia relatif memakan
biaya, akibatnya pengenceran dengan suatu pengencer yang aman dan
tidak mahal seperti air sangat diinginkan dari segi ekonomis selama
kemanjuran dan penampilan tidak dirusak.
2. Kerugian
Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik
pemprosesan khusus. Untuk menjamin sediaan tipe ini dan untuk
membuatnya sebagai sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki sifat
yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalah-masalah yang
berhubungan.

IV. PENDEKATAN FORMULA

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan


1 Oleum cocos 40% b/v Zat aktif
2 Tween 80 & Span 80 5% b/v Emulgator
3 BHT 0,01% b/v Antioksidan
4 Sirupus simpleks 15% b/v Pemanis
5 Na. Sakarin 0,1% Pemanis
6 Propilenglikol 1,522% b/v Penstabil bahan pengawet
7. Metilparaben 0,18% b/v Pengawet
8. Propilparaben 0.02% b/v Pengawet
9. Na.CMC 1% b/v Pengental
10. Aquadest Ad 100 % b/v pelarut
 Spesifikasi sediaan
Bentuk Emulsi
Warna Putih
Rasa Manis
pH 4,0 – 6,0 ( 5,0)
Kadar 40% Oleum cocos, 2 g /5 ml
Volume 100 ml/ botol
Viskositas Sediaan 400 cP – 800 cP

 Perhitungan dosis
7,7 g – 15 g / hari untuk dewasa sehari 1 x minum digunakan untuk menurunkan
berat badan.
Tiap 5 ml mengandung 2 g oleum cocos
7,7 g x 5 ml
7,7 g : Dalam sediaan = = 19,25 ml ≈ 20 ml
2𝑔
15g x 5 ml
15 g : Dalam sediaan = = 37,5 ml
2𝑔

Dalam sehari x minum 20 ml – 37,5 ml

V. PENIMBANGAN

Dibuat sediaan 4 botol (@ 100ml)


Volume tiap botol = 100 ml + ( 3% x 100 ml ) = 103 ml
Untuk 4 botol = 103 ml x 4 = 412 ml
412 ml + 10% (412 ml) = 412 ml + 41.2 ml = 453,2 ml ~ 460 ml

Perhitungan Emulgator
5g
Emulgator = 100 ml x 460 ml = 23 g

HLB Campuran = 8

3,7
Tween 80 (15,0) 3,7  10,7 x 23 g = 7,95 g
8
7
Span 80 ( 4,3 ) 7  10,7 x 10 g = 15,05 g

10,7
No. Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1 Oleum cocos 40 g / 100 ml x 460 ml = 184 g
2 Tween 80 7,95 g
3 Span 80 15,05
4 BHT 0,01 g / 100 ml x 460 ml = 0,046 g
5 Metilparaben 0,18 g / 100 ml x 460 ml = 0,828 g
6 Propilparaben 0,02 g / 100 ml x 460 ml = 0,092 g
7 Propilenglikol 1,522 g /100 ml x 460 ml = 7 g
8 Na.Sakarin 0,1 g / 100 ml x 460 ml = 0,46 g
9 Sirupus simpleks 15 g / 100 ml x 460 ml = 69 g
10. Aquadest Ad 460 ml

Perhitungan ADI (Acceptable Daily Intake)

 Natrium Sakarin
10 mg / kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 609)
Dewasa : 70 kg x 10 mg / kg = 350 mg
0,1 g
Dalam sediaan = 100 ml x 460 ml = 0,46 g

Pemakaian Sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g


20 ml
7,7 g = 460 ml x 0,46 g = 0,02 g = 20 mg
37,5 ml
15 g = x 0,46 g = 0,0375 g = 37,5 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml

 Tween 80
25 mg / kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 553)
Dewasa : 70 kg x 25 mg / kg = 1750 mg
Dalam sediaan = 7, 95 g
Pemakaian sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g
20 ml
7,7 g = 460 ml x 7,95 g = 0,346 g = 346 mg
37,5 ml
15 g = x 7,95 g = 0,648 g = 648 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml
 Span 80
25 mg / kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 553)
Dewasa : 70 kg x 25 mg / kg = 1750 mg
Dalam sediaan = 15,05 g
Pemakaian sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g
20 ml
7,7 g = 460 ml x 15,05 g = 0,654 g = 654 mg
37,5 ml
15 g = x 15,05 g = 1,226 g = 1226 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml

 Propilenglikol
25 mg / kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 593)
Dewasa : 70 kg x 25 mg / kg = 1750 mg
1,522 g
Dalam sediaan = 100 ml x 460 ml = 7 g

Pemakaian sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g


20 ml
7,7 g = 460 ml x 7 g = 0,3043 g = 304,3 mg
37,5 ml
15 g = x 7 g = 0,57065 g = 570,65 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml

 Metilparaben
10 mg / kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 442)
Dewasa : 70 kg x 10 mg / kg = 700 mg
0,18 g
Dalam sediaan = 100 ml x 460 ml = 828 mg

Pemakaian sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g


20 ml
7,7 g = 460 ml x 828 mg = 36 mg
37,5 ml
15 g = x 828 mg = 67,5 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml

 Propilparaben
10 mg / kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 596)
Dewasa : 70 kg x 10 mg / kg = 700 mg
0,02 g
Dalam sediaan = 100 ml x 460 ml = 92 mg
Pemakaian sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g
20 ml
7,7 g = 460 ml x 92mg = 4 mg
37,5 ml
15 g = x 92mg = 7,5 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml

 BHT (Butylated Hydrpxytoluene)


125 𝜇g/kgBB / hari (HOPE 6th Ed 2009, p 598)
Dewasa : 70 kg x 125 𝜇g / kg = 8750 𝜇g = 8,75 mg
0,01 g
Dalam sediaan = 100 ml x 460 ml = 0.046 mg

Pemakaian sehari 1 x minum 7,7 g – 15 g


20 ml
7,7 g = 460 ml x 0.046 mg = 2 mg
37,5 ml
15 g = x 0.046 mg = 3,75 mg ( Tidak melebihi ADI)
460 ml

VI. PROSEDUR PEMBUATAN

A. Pembuatan Aqua bebas CO2


1. 500 ml air dipanaskan hingga mendidih
2. Lalu diamkan selama 30 menit, kemudian ditutup dan didinginkan

B. Pengkalibrasian botol dan beaker glass utama


 Kalibrasi botol 100 ml
1. Air keran sebanyak 103 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 ml.
2. Air di dalam gelas ukur dituangkan ke dalam botol cokelat 100 ml.
3. Batas kalibrasi ditandai dan dibuang airnya.
4. Botol dibilas dengan aquadest sebanyak 2 ml, lalu dikeringkan dan botol
siap dipakai.
 Kalibrasi beaker glass utama
1. Air keran sebanyak 460 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml.
2. Air di dalam gelas ukur dituangkan ke dalam beaker glass 500 ml.
3. Batas kalibrasi ditandai dan dibuang airnya.
4. Beaker glass dibilas dengan aquadest secukupnya, lalu dikeringkan dan
Beaker glass dipakai.
C. Penimbangan Bahan
1. Oleum cocos ditimbang sebanyak 184 gram dengan menggunakan beaker
glass 250 ml secara penimbangan tidak langsung, diatas timbangan analitik.
2. Tween 80 ditimbang sebanyak 7,95 gram dengan menggunakan beaker
glass 50 ml secara penimbangan tidak langsung, diatas timbangan analitik.
3. Span 80 ditimbang sebanyak 15,05 gram dengan menggunakan beaker glass
50 ml secara penimbangan tidak langsung, diatas timbangan analitik.
4. Propilenglikol ditimbang sebanyak 7 gram dengan menggunakan beaker
glass 50 ml secara penimbangan tidak langsung, diatas timbangan analitik.
5. BHT ditimbang sebanyak 0,46 gram dengan menggunakan kertas perkamen
diatas timbangan analitik.
6. Metilparaben ditimbang sebanyak 0.828 gram dengan menggunakan kertas
perkamen diatas timbangan analitik.
7. Propilparaben ditimbang sebanyak 0.092 gram dengan menggunakan kertas
perkamen diatas timbangan analitik.
8. Na.Sakarin ditimbang sebanyak 0.46 gram dengan menggunakan kertas
perkamen diatas timbangan analitik.
9. Sukrosa ditimbang sebanyak 65 gram dengan menggunakan beaker glass
250 ml secara penimbangan tidak langsung, diatas timbangan analitik.
10. Aquadest diukur sebanyak 35 ml dengan gelas ukur 100 ml.

D. Pembuatan sirupus simpleks


1. Sukrosa yang telah ditimbang sebanyak 65 gram ditambahkan 35 ml
aquadest yang telah diukur dengan gelas ukur 100 ml. Kemudian dipanaskan
diatas hotplate sampai sukrosa melarut dengan sempurna sambil aduk
sesekali.
2. Larutan kemudian di serkai dengan menggunakan kain batis selagi panas.
3. Lalu ditambahkan aquadest ad 100 gram.
4. Diambil filtrate sebanyak 69 gram.
E. Pembuatan sediaan
1. Mortir dipanaskan dengan cara dimasukkan air panas secukupnya hingga
terendam, air dibuang dan keringkan.
2. Tween 80 dilarutkan dengan 80 ml aquadest di dalam beaker glass 100 ml,
diaduk ad larut dengan batang pengaduk (campuan 1)
3. Span 80 dimasukkan kedalam oleum cocos, diaduk ad homogeny dengan batang
pengaduk (campuran 2)
4. Campuran satu (1) dan dua (2) dipanaskan diatas hotplate hingga suhunya 60⁰C
5. Campuran satu (1) dan dua (2) yang telah dipanaskan, dimasukkan ke dalam
mortir yang telah dipanaskan digerus ad terbentuk korpus emulsi.
6. BHT dimasukkan kedalam mortir, digerus ad homogen.
7. Metilparaben dilarutkan dalam 5 gram propilenglikol di dalam beaker glass 50
ml, aduk ad larut dengan batang pengaduk. Beaker glass dibilas dengan sedikit
aquadest sebanyak dua kali. Hasil bilasan dimasukkan ke dalam mortir, digerus
ad homogen.
8. Propilparaben dilarutkan dalam 2 gram propilenglikol di dalam beaker glass 50
ml, aduk ad larut dengan batang pengaduk. Beaker glass dibilas dengan sedikit
aquadest sebanyak dua kali. Hasil bilasan dimasukkan ke dalam mortir, digerus
ad homogen.
9. Sirupus simpleks diencerkan dengan 5 ml aquadest,diaduk ad homogen dengan
batang pengaduk dalam beaker glass 100 m. Beaker glass dibilas dengan sedikit
aquadest sebanyak dua kali, hasil bilasan dimasukkan kedalam mortir, digerus
ad homogen.
10. Na.Sakarin dilarutkan dalam 2 ml aquadest, diaduk d larut dengan batang
pengaduk dalam beaker glass 50 ml, dimasukkan kedalam mortir, digerus ad
homogen. Beaker glass dibilas dengan sedikit aquadest sebanyak 2 kali, hasil
bilasan dimasukkan kedalam beaker glass, digerus ad homogen.
11. Sediaan dimasukkan kedalam beaker glass utama, ditambahkan aquadest ad 80
% volume total, aduk ad homogen dengan batang pengaduk.
12. Volume digenapkam hingga 460 ml, dengan ditambahkan aquadest, diaduk ad
homogen dengan batang pengaduk.
13. Dimasukkan pewarna merah, diaduk ad homogeny dengan batang pengaduk
14. Sediaan yang telah homogen, dimasukkan ke dalam botol yang telah dikalibrasi,
lalu botol ditutup dan diberi etiket.

VII. EVALUASI

No Jenis evaluasi Jumlah


Hasil pengamatan Syarat
dan Prinsip evaluasi sampel
Warna : putih
Fisika
kekuningan Warna : putih
Organoleptik
1. Bau : kelapa Bau : kelapa
Pemeriksaan visual meliputi 1 botol
Rasa : manis & Rasa : manis
pengamatan warna, bau dan
pahit
rasa.

Fisika
Tipe Emulsi
Teteskan sedikit emulsi pada Zat warna terlarut
kaca arloji, tambahkan Sediaan berwarna dan terdifusi
1 botol
2. pewarna metilen blue amati tipe (m/a) homogeny pada
perubahan yang terjadi. fase ekternal m/a.
(Martin, Farmasi fisika , hlm
1144-1145)
Fisika
Ukuran globul
Penentuan ukuranglobul rata-
Ukuran globul
3. rata dan distribusinya dalam
1 botol berkisar 0,5 nm –
selang wktu tertentu dengan
10000 nm
menggunakan mikroskop
(Martin, Farmasi fisika , hlm
1144)
Fisika
4. Pemisahan Fasa Tidak terjadi
Emulsi dimasukkan ke dalam pemisahan fasa
gelas ukur 100 ml dan
disimpan pada suhu kamar
dan terlindung dari cahaya
langsung.
Fisika

Volume terpindahkan
tuangkan isi perlahan-lahan
dari tiap wadah kedalam Volume rata-rata
gelas ukur yang telah tidak boleh kurang
5. 1 botol 99 ml
dibersihkan secara hati-hati dari 95% - 100%
untuk menghindari (97,5 ml – 103 ml )
pembentukkan gelembung
udara pada saat penuangan
diamkan selama 30 menit.
(FI V, hlm 1614)
Fisika
Uji pH
6.
Menentukan pH sediaan 1 botol 5,0 4,0 – 6,0
dengan Indikator universal
(FI V, hlm 1563)
Fisika
Homogenitas Tersebar dan Tersebar dan
Mengamati keseragaman terdistribusi terdistribusi merata,
7. 1 botol
distribusi dan ukuran partikel merata, ukuran ukuran partikel
di kaca arloji partikel sama sama

Fisika
Penentuan bobot jenis BJ hasil yang
Dengan menggunakan diperoleh membagi
1.056 g / ml
8. piknometer bersih dan kering 1 botol bobot zat dengan
timbang piknometer kosong bobot air dalam
(W1) piknometer diisi piknometer
aquadest yang telah
dididihkan dan didinginkan
kemudian timbang (W2).
Piknometer diisi sediaan,
kemudian timbang
𝑤3−𝑤1
BJ = 𝑤2−𝑤1

Fisika
Viskositas
9 170 ml 700 cP 400 – 800 cP
Dengan menggunakan
viscometer stormer
Kimia
Kadar sediaan / zat aktif
10
Kromatografi lapis tipis,
densitor metri, HPLC
Kimia
11.
Identifikasi sediaan
Biologi
Uji Efektifitas pengawet Tidak terjadi
Pilih mikroba uji, pilih media peningkatan lebih
12. yang sesuai untuk tinggi dari log 0,5
pertumbuhan mikroba uji, unit terhadap nilai
pembuatan inokula log mikroba awal
(FI V, hlm 1356)

HASIL PENGAMATAN
No Jenis evaluasi Syarat Hasil pengamatan

Warna : putih Warna : putih kekuningan


1. Organoleptik
Bau : kelapa Bau : kelapa
Rasa : manis Rasa : agak manis & pahit

2. pH 4,0 – 6,0 5,0


Tidak kurang dari
3.
Volume terpindahkan 95%-100 % 99 ml
(97,5 ml – 103 ml)
Hari 1 : Tidak terjadi
pemisahan fasa
4. Hari 6 : Tidak terjadi Tidak terjdi pemisahan
Pemisahan fasa
pemisahan fasa fasa
Hari 7 :

Tersebar dan terdistribusi Tersebar dan terdistribusi


5. Homogenitas merata, ukuran partikel merata, ukuran partikel
sama sama
Tipe emulsi Warna metilen blue larut Sediaan berwarna biru
6.
dalam sediaan tipe (m/a) tipe (m/a)

Viskositas Dengan menggunakan


7. 700 cP
viskometer stormer

BJ hasilyang diperoleh
dengan membagi bobot zat 1.056 g / ml
Bobot Jenis
8. dengan bobot air dalam
pikno meter

Perhitungan Bobot Jenis


- Bobot piknometer kosong (W1) = 13,495 g
- Bobot piknometer + aquadest (W2) = 23,423 g
- Bobot piknometer + sediaan (botol 1,2 dan 3 ) (W3) =
24,005 g + 23.998g + 23.956 g = 71.959 g
Bobot rata-rata = 71.959 g / 3 = 23.986 g
Bobot jenis = (W3-W1) / (W2-W1)
= (23.986 -13,495) / (23,423 - 13,495)
= 1,056 g/ml
VIII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membuat sediaan emulsi. Emulsi adalah sistem
(sediaan) heterogen yang terdiri atas dua cairan tidak tercampur (secara konvensi
dinyatakan sebagai minyak dan air), salah satunya terdispersi sebagai tetesan halus
secara uniform pada fasa lainnya. Emulsi yang secara termodinaika tidak stabil akan
kembali memisah menjadi fasa air dan fasa minyak bila dipanaskan atau mengalami
koalesensi tetesan, kecuali jika secara kinetika distabilkan dengan komponen ketiga,
yaitu pengemulsi. Fasa yang berada dalam bentuk tetesan halus dinamakan fasa
terdispersi atau fasa internal, dan cairan di sekitar dikenal sebagai fasa kontinu atau
fasa luar (Agoes,2009)
Seiring dengan perkembangannya zaman, pengidap Obesitas saat ini
meningkat. Obesitas secara fisiologik didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi
lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sampai kadar tertentu
sehingga dapat mengganggu kesehatan. Selain faktor genetik, penyebab utama
obesitas adalah peningkatan konsumsi makanan padat energi, terutama kandungan
karbohidrat sederhana, serta kurangnya aktifitas fisik. Obesitas dapat menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit baru misalnya Diabetes tipe 2 (timbul pada masa
dewasa) ,Tekanan darah tinggi (hipertensi) Stroke , dll (Ni Nyoman Kristina, 2013)
Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan ini yaitu oleum cocos yang
ditujukan untuk menurunkan berat badan untuk pasien dewasa penderita obesitas.
Diminum sehari 1x 20 ml – 37,5 ml (examine.com). Pasien hipersensitif, dan pasien
yang kekurangan berat badan tidak dianjurkan menkonsumsi obat ini.
Oleum cocos adalah minyak kelapa yang mengandung lemak jenuh yang
dikenal sebagai MCT (Medium Chain Triglycerid). MCT memiliki Manfaat
terhadap Energi, Kekebalan tubuh, Atherosclerosis, Malnutrisi dan Kontrol Berat
badan. MCT adalah jenis Lemak Makan dalam bentuk khas/unik, yang diketahui
memberi manfaaat positif dan luas bagi kesehatan. MCT di metabolisme dalam
tubuh berbeda dengan lemak jenuh lainnya. MCT jarang disimpan sebagai lemak
dalam tubuh, namun lebih digunakan untuk sumber energi hampir sama seperti
Karbohidrat, namun tidak menaikkan gula darah seperti karbohidrat. Selain itu MCT
yang terkandung dapat meningkatkan pembakaran lemak dan pengeluaran kalori
pada pasien obesitas dan juga menyebabkan penyimpanan lemak berkurang.
(Jonnybowden.com)
Oleum cocos praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam diklorometana
dan sedikit larut di petroleum, larut dalam eter, karbondisulfid dan kloroform. Larut
dalam 2 bagian etanol (95%) pada suhu 60⁰C tetapi tidak larut dalam suhu rendah.
(Rowe,2009). Dilihat dari data kelarutan tersebut maka sediaan di buat emulsi
dengan tipe m/a agar lebih acceptable secara penggunaan oral karena rasa minyak
dapat tertutupi oleh air (fase eksternal).
Tegangan permukaan antara oleum cocos dan air berbeda sehingga sulit untuk
bercampur. Maka dibutuhkan zat penstabil/emulgator untuk menurunkan tegangan
permukaaan masing-masing zat, digunakan emulgator buatan/sintetis golongan
surfaktan nonionik Tween 80 dan Span 80 karena jika digunakan emulgator berasal
dari bahan alam, bahan alam cenderung tidak stabil sedangkan sediaan emulsi ini
harus terjaga kestabilannya. Fungsi emulgator yaitu untuk mencegah penggabungan
kembali globul-globul maka di perlukan suatu zat yang dapat membentuk lapisan
film antara globul-globul sehingga proses penggabungan menjadi terhalang. Untuk
membuat sediaan emulsi yang baik, kita perlu mengetahui nilai HLB yang cocok.
HLB yang diujikan sebesar 8 & 10 sebagai emulgator untuk melihat mana yang
lebih bagus maka dilakukan optimasi sebanyak dua kali.
Penyebab perubahan atau kerusakan minyak terutama minyak nabati, baik
secara fisik atau kimia, salah satunya karena proses oksidasi. Minyak dengan
kandungan asam lemak tak jenuh ini dapat teroksidasi secara spontan oleh udara
dalam suhu kamar. Oksidasi spontan ini secara langsung akan menurunkan tingkat
kejenuhan minyak, dan menyebabkan minyak menjadi tengik. Peristiwa ketengikan
(rancidity) lebih dipercepat apabila ada logam (tembaga, seng, timah) dan terdapat
panas (cahaya penerangan) (Nurma, 2013). Maka ditambahkan antioksidan agar
proses oksidasi dapat terhindari. Dalam pemilhan antioksidan yang tepat harus
dilihat kelarutannya yang dapat larut dalam minyak, didapatkan BHT (Butylated
Hydroxytoluene) dapat larut dalam minyak (Rowe,2009) . Digunakan sebanyak 0,01
% agar tidak melebihi ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu 125 𝜇𝑔 / KgBB/hari
(Rowe,2009).
Dalam upaya meningkatkan akseptabilitas pasien dalam sediaan ini
ditambahkan sukrosa dan Na. Sakarin sebagai pemanis, seharusnya digunakan
pemanis sucralose karena memiliki tingkat kemanisan 300–1000 kali dari sukrosa
dan tidak memiliki nilai gizi (Rowe,2009) karena sediaan ini digunakan untuk
menurunkan berat badan.
Sediaan digunakan untuk Multiple dose, rentan ditumbuhi mikroba dan dalam
sediaan ini mengandung sukrosa yaitu sebagai nutrisi bagi mikroba. Agar terjaga
kestabilannya, ditambahkan bahan pengawet yaitu Metilparaben dan Propilparaben
karena mempunyai rentang pH efektivitas nya lebih luas yaitu 4-8. pH stabilitas dari
Oleum cocos tidak ditemukan maka mengacu pada pH sediaan emulsi oral yaitu 4,0
– 6,0. Metilparaben dan Propilparaben aktivitas anti mikrobanya sangat berkurang
dengan adanya surfaktan nonionik, seperti Tween 80. Namun Propilenglikol (10%)
dapat mempotensiasi aktivitas antimikroba dari paraben, tetapi kadar yang
digunakan hanya 1,522% berdasarkan penjumlahan dari Metilparaben dan
Propilparaben karena sediaan ini digunakan secara oral perlu diperhatikan ADInya.
Tween 80 memiliki nilai HLB 15,0 semakin tinggi nilai HLB berarti semakin
suka air maka Tween 80 di panaskan bersama aquadest (fasae air) dan sebaliknya
Span 80 memiliki HLB yang rendah (4,3) maka Span 80 di lebur dengan zat aktif
yaitu Oleum cocos (fase minyak). Emulgator yang digunakan merupakan surfaktan
nonionik dan oleum cocos tahan pemanasan maka pada sediaan emulsi ini
menggunakan metode emulgator surfaktan, Fase minyak dan Fase air masing-
masing di lebur kemudian di campurkan. Dalam pencampuran kedua fase ini harus
digerus secara konstan agar korpus emulsi dapat terbentuk dan tidak terjadi
pemisahan.
Setelah dilakukan optimasi dengan nilai HLB 8 dan HLB 10, didapatkan
bahwa HLB 8 lebih baik daripada HLB 10. Tetapi viskositas yang dihasilkan pada
HLB 8 kurang, maka ditambahkan pengental yaitu Na.CMC sebesar 1% agar
viskositasnya meningkat dan dapat memudahkan pasien untuk menuangkan obat ini
kedalam sendok takar.
Setelah dilakukan Evaluasi, Emulsi yang dihasilkan merupakan sediaan yang
baik dan memenuhi syarat spesifikasi baik pH, uji organoleptik yaitu bau khas
kelapa tetapi rasanya manis lalu pahit mungkin karena efek dari bahan eksipien
lainnya, partikel-partikel tersebar secara merata, sediaan yang dihasilkan Homogen ,
Volume terpindahkan memenuhi syarat , Tipe emulsi m/a (diuji menggunakan
metilen blue), Viskositas yang dihasilkan memenuhi spesifikasi, Bobot jenis dan
setelah pengujian selama 7 hari uji pemisahan fasa, hasilnya tidak terjadi pemisahan
fasa dalam sediaan emulsi yang telah dibuat ini.
IX. KESIMPULAN

Formula yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut.:

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan


1 Oleum cocos 40% b/v Zat aktif
2 Tween 80 & Span 80 5% b/v Emulgator
3 BHT 0,01% b/v Antioksidan
4 Sirupus simpleks 15% b/v Pemanis
5 Na. Sakarin 0,1% Pemanis
6 Propilenglikol 1,522% b/v Penstabil bahan pengawet
7. Metilparaben 0,18% b/v Pengawet
8. Propilparaben 0.02% b/v Pengawet
9. Na.CMC 1% b/v Pengental
10. Aquadest Ad 100 % b/v pelarut

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, sediaan yang dibuat memenuhi
syarat dan spesifikasi yang diinginkan, tetapi perlu dilakukan perbaikan formula
karena rasa dari sediaan ini masih terasa pahit.
X. DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likudia-Semisolida. Bandung : Penerbit


ITB
Anonim, “COCONUT OILS” http://examine.com/supplements/Coconut+Oil/
Diakses : 11 mei 2015.
Bowden, Jonny “Coconut Oil for Weight Loss??” tersedia di
http://jonnybowden.com/coconut-oil-for-weight-loss/ Diakses : 11 Mei 2015.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Kristina, Ni Nyoman. 2013. Tersedia di http://www.indosiar.com/ragam/obesitas--
penyakit-kelebihan-berat-badan_21451.html Diakses : 18 Mei 2015
Lachman, L. Lieberman, H. A dan Kanig. 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri edisi III, Jakarta : Universitas Indonesia.
Martindale, 2009, The Complete Drug Reference, 36th Edition, London :
Pharmaceutical Press.
Martin, A. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta : Universitas IndonesiaPress
Rowe, Raymond C.2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed., London :
Pharmaceutical Press.
R.gerard , alfonso. 1990. Remington Pharmaceutical Science, 18th edition. Mack
Publishing company. Easton, Peanyslavania
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Subangkit, Nurma , 2013. Tersedia di http://kesehatan.kompasiana.com/makanan
/2013/05/03/catatan-kecil-tentang-minyak-goreng-556676.html Diakses : 18
Mei 2015
XI. LAMPIRAN

Desan Kemasan
Desain Etiket
Lampiran Pembuatan sediaan dan Evaluasi

Pengujian pH Proses membuat emulsi Pengujian tipe Emulsi

Hasil sediaan emulsi Pengujian Viskositas Hasil Viskositas

Pengujian sediaan
Emulsi

Anda mungkin juga menyukai