Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan vektor penyakit telah menimbulkan masalah yang tidak henti-


hentinya dihadapi oleh manusia, khususnya di negara tropis seperti Indonesia.
Berdasarkan laporan WHO (2004), angka kematian akibat penyakit tular vektor
di Indonesia berkisar antara 50-200 juta jiwa. Saat ini Indonesia menjadi daerah
endemis bagi beberapa wabah penyakit yang ditularkan oleh vektor seperti
Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah (filariasis), dan penyakit
dengan transmisi vector lainnya.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus akut
yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditandai dengan demam 2–7 hari
disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia),
adanya hemokonsentrasi yang ditandai dengan kebocoran plasma (peningkatan
hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia), dapat disertai dengan gejala
gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit atau nyeri
belakang bola mata 1
World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi 50 juta kasus
infeksi Dengue di seluruh dunia setiap tahun. Kasus pertama di Indonesia dengan
pemeriksaan serologis dibuktikan pada tahun 1968 di Surabaya. Angka kematian
karena infeksi virus Dengue menurun secara drastic dari 41,3% di tahun 1968
menjadi kurang dari 3% di tahun 1991, namun Sindroma Syok Dengue masih
merupakan kegawatan yang sulit diatasi. Morbiditas dan mortalitas karena
DHF/DSS yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa
faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran
virus Dengue, prevalensi serotipe virus Dengue dan keadaan meteorologist 2

1
Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat
mempengaruhi angka kematian bayi, anak balita, ibu hamil serta dapat
menurunkan produktivitas kerja. 300-500 juta penduduk dunia menderita
malaria setiap tahunnya, 23 juta diantaranya tinggal di daerah endemis tinggi di
benua afrika. Sebanyak 1,5-2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya terutama
terjadi pada anak-anak dan ibu hamil 3
Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman
masyarakat di daerah tropis dan sub tropis terutama pada bayi, anak balita dan
ibu melahirkan. Diseluruh dunia setiap tahun ditemukan 500 juta kasus malaria
yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal dunia. Di indonesia, menurut hasil
survai kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, 70 juta tinggal diendemik
malaria dan 56,3 juta penduduk diantaranya tinggal diendemi malaria sedang
sampai tinggi dengan 15 juta kasus malaria klinis 4
Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melernahkan
yang dikenal di dunia. Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab
kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan
mental. Di Indonesia, mereka yang terinfeksi filariasis bisa terbaring di tempat
tidur selama lebih dari lima mingggu per tahun, karena gejala klinis akut dari
filariasis yang mewakili 11% dari masa usia produktif. 5
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama
wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga
2009 di laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401
kabupaten/ kota. Hasil laporankasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/ lcota yang
ditindaklanjuti dengan survey endemisitas filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat
337 kabupaten/ kota endemis dan 135 kabupaten/kota nonendemis.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu Permasalahan
sebagai berikut :

1.2.1 Apa yang di maksud dengan penyakit DBD, Malaria, dan Filariasis ?
1.2.2 Bagaimana Manifestasi Klinik penyakit DBD, Malaria, dan Filariasis ?
1.2.3 Bagaimanakah Biomonik vector penyakit DBD, Malaria, Filariasis ?
1.2.4 Bagaimana Pengendalian Vektor Terpadu dari penyakit DBD, Malaria, dan
Filariasis ?

1.3 Tujuan

Tujuan di buatnya makalah ini agar pembaca mengetahui tentang penyakit


Demam Berdarah, Malaria, dan Filariasis mulai dari pengertian, Manifestasi
Klinik, Biomonik Vektor , sampai dengan pengendalian Vektor Terpadu nya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah

2.1.1 Pengertian

Penyakit itu disebabkan oleh virus dari famili Flaviridae yang ditularkan
oleh serangga (arthropod borne virus = arbovirus). Virus tersebut mempunyai 4
serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Seseorang yang pernah
terinfeksi oleh salah satu serotypes virus tersebut biasanya kebal terhadap serotype
yang sama dalam jangka waktu tertentu,namun tidak kebal terhadap serotypes
lainnya, bahkan menjadi sensitif terhadap serangan demam berdarah Dengue.

Serangga yang diketahui menjadi vector utama adalah nyamuk Aedes


aegypti (Linn.) dan nyamuk kebun Aedes albopictus (Skuse.)(Diptera: Culicidae).
Kedua spesies nyamuk itu detemukan di seluruh wilayah Indonesia kecuali pada
ketinggian di atas 1000 di atas permukaan laut 6 . Penyakit demam yang ditularkan
oleh nyamuk Ae. aegypti selain demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah
(Break Bone Fever) di Indonesia

2.1.2 Manifestasi Klinik penyakit DBD


Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan
masa inkubasi antara 3-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut atau
suhu meningkat tiba-tiba, sering disertai menggigil, saat demam pasien compos
mentis. Gejala klinis lain yang sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada
saat demam dan tak jarang pula dijumpai pada saat penderita mulai bebas dari
demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa :

A. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.


B. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.

4
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran
klinis lain yang tidak khas dijumpai pada penderita DBD adalah :

A. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu
menelan.
B. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi.
C. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada seluruh
tubuh, kemerahan pada kulit, muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi
dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola
mata terasa pegal.

2.1.3 Biomonik vector penyakit DBD


Bionomik vektor adalah tata cara atau perilaku vektor. Vektor penyakit
DBD adalah nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini memiliki kemampuan jarak
terbang sejauh 40-100 meter dan tidak dapat hidup diatas ketinggian 1000 meter
diatas permukaan laut dan kurang dapat berkembang biak dengan baik didaerah
bersuhu rendah .
Pada dasarnya dalam kehidupan nyamuk terdapat 3 macam tempat yang
dibutuhkannya, yaitu tempat untuk beristirahat (resting places), tempat untuk
mendapatkan makanan (feeding places), dan tempat untuk berkembang biak
(breeding places). Tempat berkembang biak nyamuk aedes berupa genangan air
yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, jernih dan gelap baik yang berada
di dalam ruangan ataupun di luar ruangan. Dalam kehidupan di air, perkembangan
nyamuk aedes dari telur sampai mencapai nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-
14 hari, yaitu 2-3 hari untuk perkembangan dari telur menjadi jentik, 4-9 hari dari
jemtik menjadi pupa, 1-2 hari dari pupa menjadi nyamuk dewasa. Berdasarkan

5
kesenangan untuk mendapatkan darah, nyamuk aedes biasanya menggigit manusia
pada pukul 09.00-10.00 pagi dan antara pukul 16.00-17.00 petang,

2.1.4 Pengendalian Vektor Terpadu dari penyakit DBD

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan


cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif, ekonomis dan ekologis untuk
menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi. Konsep
pengendalian tersebut dapat diterapkan pada jenis serangga vector penyakit lain
selain Ae. aegyipti dan Ae. abopictus yang berhubungan dengan penyakit tular
vaktor pada manusia. Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim
digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di
seluruh dunia yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar
dalam penanggulangan hama dan penyakit pada waktu yang tepat.
Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun cara-cara
alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit
sasaran. Di Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya
tanaman sebagai landasan dasar penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di
Indonesia. Konsep tersebut lahir sebagai jalan keluar dari jebakan penggunaan
pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi terhadap ancaman
kesehatan manusia dan lingkungan hidup 7
Pengendalian fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan
kelambu terutama pada anak-anak sudah dilakukan. Walaupun cara tersebut
efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun tidak banyak yang
melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai
rumit. Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang)
nyamuk melalui gerakan serentak 3 M (menguras bak air. menutup tempat yang
potensial menjadi sarang berkembang biak, mengubur barang-barang bekas yang
dapat menampung air). Tempat penampungan air seperti bak mandi, kolam, pot

6
bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi. Secara konseptual gerakan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali cukup
memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut. Walaupun demikian
secara factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap
awal musim hujan ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD
pun mencuat. Fenomena itu terjadi karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum
dilakukan secara sistematis, serentak, berkelanjutan.

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT) tersebut adalah


surveilen epidemiologi dan entomologis, manajemen lingkungan sehat, kajian
bioekologi serangga vector, sosialisasi dan program aksi kesehatan lintas
instansi, partisipasi aktif masyarakat. Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra
hedron hubungan vector dengan inang, lingkungan dan manusia sebagai factor
utama yang patut menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector
penyakit tersebuT Terkait dengan vector tersebut, perlu diketahui spesiesnya,
sifat bioekologisnya, sifat penularan virusnya. Berkaitan dengan inang juga perlu
diketahui kepadatan, karakteristik social budayanya. Faktor lingkungan seperti
diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami, makanan,
inang, demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan
dengan dinamika populasi vector.

Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa lepas dari kegiatan
surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program
strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian, pengembangan teknologi,
advokasi, edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai
antisipasi bila terjadi keadaan luar biasa (KLB). Berdasarkan hasil surveilen
tersebut, indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat dekietahui peta penyebaran,
status Aedes hubungannya dengan kasus DBD. Apakah daerah tersebut endemis
atau bukan. Berdasaran indicator tersebut juga, strategi dan teknologi
pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya. Bila keadaan

7
serangan DBD luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti
yang bekerja cepat seperti insektisida.

2.2 Malaria

2.2.1 Pengertian

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium


yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina 8

2.2.2 Manifestasi Klinik

Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung apakah


pasien tinggal di daerah dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus
menerus) atau penularan stabil (kadang-kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan
penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang dewasa dengan cara
yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang
mengakibatkan anemia berat dan sering kematian. Yang tahan hidup infeksi
berulang ini dapat sebagian kekebalan pada usia lima tahun dan kekebalan ini tetap
tertahan pada masa dewasa. Orang dewasa mengalami infeksi tanpa gejala 9

Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan interval


tertentu (disebut peroksisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya
bebas sama sekali dari demam (di sebut periode laten). Gejala yang khas tersebut
biasanya ditemukan pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam,
biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan,
merasa mual di ulu hati, atau muntah (semua gejala awal disebut gejala
prodolmal). Beberapa pasien kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nteri perut, nyeri
sendi dan diare. Sakit biasanya berkembang menjadi panas dingin berat
dihubungkan dengan panas hebat disertai takikardi, mual, pusing, orthostatis dan
lemas berat. Dalam beberapa jam mereda, pasien berkeringat dan sangat lelah 9

8
2.2.3 Bionomik Vektor Malaria

Dalam bionomik nyamuk akan dipelajari mengenai perilaku nyamuk dan


ekologinya. Informasi penting yang perlu diketahui adalah habitat vektor,
perilaku mencari darah, perilaku istirahat, kejadian penularan yang berkaitan
dengan kepadatan populasi dan longivitas (umur nyamuk). Dari hasil penelitian,
maka bionomik Anopheles Barbirostris adalah sebagai berikut:

2.2.3.1 Eksistensi dan Penyebaran

Anopheles barbirostris sudah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di


Sulawesi, Irian Jaya, NTT. karena ditemukannya sporozoit pada nyamuk–
nyamuk yang dibedah dan diduga sebagi vektor sekunder di Nusa Tenggara
Barat (NTB), dan Irian Jaya 10

2.2.3.2 Stadium Larva

A. Tempat Perindukan

Pada umumnya tempat perindukan larva Anopheles barbirostris adalah


sawah dan saluran irigasi, kolam, rawa, mata air, sumur. Habitat yang disukai
adalah air segar di daerah kolam, terkena sinar matahari langsung atau tidak
langsung, dan adanya vegetasi di daerah kolam, yaitu tanaman air seperti Pistia
stratiotes, Eichornia crassipes, Spyrogyra, Lemna dan Ceratophyllum. 11

B. Asosiasi Spesies Lain


Anopheles lain yang biasanya ditemukan berasosiasi dengan An.
Barbirostris adalah An.aitkenii, An. sinensis, An. philippinensis, dan An.
Annularis Di Sikka Flores, An. Barbirostris ditemukan bersama-sama dengan

9
An. Sundaicus di laguna. Di lokasi transmigrasi Manggala, Lampung Utara,
ditemukan Anopheles vagus, Anopheles barbirostris dan Annopheles annularis di
persawahan dengan tanaman air. 12

2.2.3.3 Nyamuk Dewasa


A. Pilihan Hospes

Nyamuk ini cenderung bersifat zoofilik atau lebih menyukai darah


hewan. Di Sulawesi dan NTT nyamuk ini cenderung bersifat antropofilik.Di
daerah Jawa dan Sumatra lebih menyukai hospes hewan dari pada manusia. 13

B. Waktu Menghisap Darah

Waktu menghisap darah nyamuk ini terhadap hospes mempunyai pola-


pola tertentu. Aktivitas tersebut biasanya dimulai pukul 20.00 sampai 04.00,
dengan puncaknya antara pukul 23.00–02.40 yang terjadi di dalam rumah
(endofagik), sedangkan aktivitas di luar rumah (eksofilik) dimulai pukul 18.00–
04.40 dengan puncak gigitan pukul 23.00–03.40. Nyamuk ini
mulai aktif menggigit pukul 21.00–03.00 dengan puncak gigitan pukul 24.00 13

C. Tempat Istirahat

Dalam memilih tempat istirahat baik sebelum menghisap darah maupun


sesudah menghisap darah hospesnya, biasanya tidak terlalu jauh dari tempat
hospes yang menjadi sasaran gigitannya, yaitu di luar rumah (eksofilik) baik
pada tanaman semak, rumpun bambu atau di sekitar kandang hewan atau istirahat
sementara pada dinding rumah 11

10
D. Jarak Terbang

Anopheles barbirostris ini mempunyai jarak terbang yang tidak terlalu


jauh, biasanya jarak yang dapat ditempuh hanya berkisar antara 200–300 m dari
tempat perindukan dan paling jauh nyamuk ini hanya dapat menempuh
jarakantara 1.0 – 1.2 km.11

E. Kepadatan Musiman

Kepadatan populasi An. Barbirostris hampir terjadi sepanjang tahun, hal


ini berkaitan dengan selalu tersedianya habitat, terutama pada musim hujan
populasi akan lebih meningkat dan mencapai puncaknya pada bulan Desember–
Maret. Populasi akan menurun sampai pada titik terendah yaitu pada bulan Juli–
Oktober 11

2.2.4 Pengendalian Terpadu Vektor Malaria

Pencegahan malaria salah satunya dilakukan melalui upaya Spraycan.


Spraycan atau Hand Sprayer merupakan alat semprot larutan insektisida
pengendali vektor nyamuk Anophles penyebab penyakit Malaria. Alat semprot
ini banyak digunakan dilingkungan Dinas Kesehatan sebagai alat penyemprot
pestisida untuk program penanggulangan penyakit Malaria yang disebabkan oleh
serangga nyamuk Anopheles sp.
Alat ini sangat cocok diaplikasikan pada lingkungan pemukiman
masyarakat, rumah sakit, hotel, restoran, apartemen, ruang perkantoran, kandang
peternakan, dan sebagainya. Pengaplikasian Spraycan digunakan pada
permukaan dinding, baik dinding yang terbuat dari bata, anyaman bambu,
kayu/triplek, maupun bahan dasar lainnya.

11
2.3 Filariasis

2.3.1 Pengertian

Penyakit Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria, yang
hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe) serta mengakibatkan gejala akut,
kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.Gejala akut berupa peradangan
kelenjar dan saluran getah bening (adenomalimfangitis) terutama di daerah pangkal
paha dan ketiak tetapi dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang
timbul berulang kali, dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan
meninggalkan parut Dapat terjadi limfedema dan hidrokel yang berlanjut menjadi
stadium kronis yang berupa elefantiasis yang menetap dan sukar disembuhkan berupa
pembesaran pada kaki (seperti kaki gajah) lengan, payudara, buah zakar (scrotum)
dan kelamin wanita.14

2.3.2 Manifestasi Klinik

Gejala klinis sangat bervariasi, mulai dari yang asimtomatis sampai yang
berat. Hal ini tergantung pada daerah geografi, spesies parasit, respons imun
penderita dan intensitas infeksi. Gejala biasanya tampak setelah 3 bulan infeksi,
tapi umumnya masa tunasnya antara 8-12 bulan. Pada fase akut terjadi gejala
radang saluran getah bening,m sedang pada fase kronis terjadi obstruksi. Fase
akut ditandai dengan demam atau serangkaian serangan demam selama beberapa
minggu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi meskipunkadang - kadang tinggi
sampai 40,6°C, disertai menggigil dan berkeringat, nyerikepala,mual,muntah,dan
nyeri otot. Jika yang terkena saluran getah bening abdominal yang terkena terjadi
gejala"acute abdomen"

12
2.3.3 Bionomik Vektor Filarisasis

Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perkembangbiakan, perilaku,


umur, populasi, penyebaran, fluktuasi kepadatan musiman, serta faktorfaktor
lingkungan yang mempengaruhinya, berupa lingkungan fisik (kelembaban, musim,
matahari, arus air), lingkungan kimiawi (kadar garam, pH), dan lingkungan biologik
(tumbuhan, ganggang, vegetasi di sekitar perindukan). Distribusi dan kepadatan
nyamuk sangat ditentukan oleh vaktor alami setempat, 27 seperti cuaca, kondisi fisik,
dan kimiawai medium

Setiap nyamuk memiliki waktu menggigit, kesukaan menggigit, tempat


beristirahat, dan berkembang biak yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Nyamuk
15
betina melakukan aktivitas menghisap darah untuk proses pematangan telur .
Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah namun cukup menghisap sari bunga.
Nyamuk membutuhkan 3 macam tempat dalam kehidupannya, yaitu tempat untuk
memperoleh umpan/darah, tempat untuk melakukan istirahat dan tempat untuk
melangsungkan perkembangbiakan 16

2.3.3.1 Tempat Istirahat (Resting Places)

Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), tempat beristirahat yang


disenangi nyamuk Culex adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang
seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah, nyamuk ini beristirahat
di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Di luar rumah nyamuk ini
beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah

2.3.3.2 Perilaku Menggigit (Feeding Habit)

Nyamuk Culex sp disebut nocturnal atau memiliki kebiasaan menggigit


manusia dan hewan utamanya pada malam hari. Waktu yang biasanya digunakan
oleh nyamuk Culex sp untuk menghisap darah adalah beberapa jam sesudah

13
terbenamnya matahari hingga sebelum matahari terbit. Pada pukul 01.00-02.00
merupakan puncak dari aktivitas menggigit nyamuk Culex sp 17

2.3.3.3 Tempat Perkembangbiakan (Breeding Places)

Tempat yang biasanya digunakan oleh nyamuk Culex sp untuk berkembang biak adalah di
sembarang tempat seperti di air bersih dan air yang kotor yaitu genangan air, selokan
terbuka, dan empang ikan. Dalam air yang mengandung pencemaran organik tinggi dan
letaknya tidak jauh dari tempat tinggal manusia biasanya dapat ditemukan larva. Nyamuk
cenderung memilih tempat perkembangbiakan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar
matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih, dan tenang 18

2.3.4 Penendalian Terpadu Vektor Filariasis

14

Anda mungkin juga menyukai