LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Oleh:
b. Bahan
Katak
Larutan Ringer
Larutan Ringer 5oC
Larutan Ringer 40oC
Asetilkolin (1/5000) 2%
Adrenalin 1%
KCl 0,9%
CaCl 1%
NaCl 0,7%
V. Prosedur Kerja
1. Sifat Otomatis dan Ritmis Jantung
2. Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Aktivitas Jantung
3. Pengaruh Ion terhadapAktivitasJantung
VI. Data Pengamatan
Jumlah Denyut
Keterangan
N Per menit Rata-
Perlakuan (Berirama
o Ulangan Ulangan Rata
/tidak)
ke-1 ke-2
Didalam Jantung di
59 60 59 Cepat
tubuh dalam tubuh
Jantung di
58 56 57 Cepat
luar tubuh
Sinus
40 38 39 Cepat
venosus
Sifat
1 setelah
Otomatis dan
. sinus
Ritmis Di luar
venosus 13 10 12 Lambat
Jantung tubuh
dipisah dari
jantung
Atrium 12 8 10 Lambat
Tidak
Ventrikel - - -
berirama
Sebelum
diberi factor
58 58 58
fisik dan
kimia
Ditetesi
larutan 62 62 62
ringer 5oC
Normal 56 56 56
Didalam
Ditetesi
Tubuh
larutan 46 50 48
ringer 40oC
Pengaruh Normal 52 52 52
Faktor Fisik Ditetesi
14 12 13
dan Kimia asetil kolin
Normal 20 12 16
2 Terhadap
Ditetesi
. Aktivitas 26 27 26,5
adrenalin
Jantung Normal 14 14 14
Ditetesi
larutan 50 50 50
ringer 5oC
Normal 48 48 48
Ditetesi
larutan 54 50 52
Di luar ringer 40oC
Normal 40 42 41
Tubuh
Ditetesi
16 12 14
asetil kolin
Normal 20 18 19
Ditetesi
22 20 21
adrenalin
Normal 18 18 18
3 Di dalam Jantung di
52 50 51 Cepat
. Tubuh dalam tubuh
Di luar Jantung di Cepat
Pengaruh Ion 60 66 63
Tubuh luar tubuh beraturan
Terhadap
CaCl 1% 70 66 68 Cepat
beraturan
Konstan
Normal 60 58 59
beraturan
Konstan
NaCl 0,7% 58 54 56
beraturan
Aktivitas Lambat
Normal 54 54 54
Jantung beraturan
KCl 0,9 54 48 51 Lambat
Normal 46 46 46 Lambat
suhu meningkat (dari 5°C menjadi 25°C). Kesalahan ini bisa disebabkan
ini dapat terjadi karena kurangnya akurat dalam mengamati denyut jantung
katak.
Pada percobaan keempat, jantung yang berada dalam tubuh katak
ditetesi dengan larutan asetilkolin, didapatkan hasil denyut jantung rata-
rata yaitu 13 kali permenit. Denyut jantung mengalami perlambatan yaitu
dari 52 kali permenit menjadi 13 kali permenit. Hal ini dapat terjadi sesuai
dengan teori yang disebutkan oleh Soewolo (2000), dimana asetilkolin
bersifat memperlambat pengatur irama bila dibebaskan oleh aktivitas saraf
vagus, yaitu dengan meningkatkan penyaluran kalium dari sel-sel pengatur
irama. Dengan peningkatan tersebut, maka menjaga potensial membran
dalam keadaan istirahat untuk waktu lama, dengan demikian akan terjadi
perlambatan depolarisasi pengatur irama dan menunda permulaan
“upstroke” berikutnya. Setelah itu jantung diistirahatkan dengan diberi
larutan ringer suhu normal dan dipatkan hasil denyut jantung rata-rata 16
kali permenit.
Pada percobaan kelima, jantung yang berada dalam tubuh katak
ditetesi dengan larutan adrenalin, didapatkan hasil denyut jantung rata-rata
yaitu 26 kali permenit. Denyut jantung mengalami percepatan yaitu dari 16
kali permenit menjadi 26 kali permenit. Hal ini dapat terjadi, sesuai
dengan teori yang disebutkan oleh Soewolo (2000), dimana adrenalin
meningkatkan gradient potensial pengatur irama, jadi meningkatkan laju
denyut jantung. Adrenalin meningkatkan pemindahan natrium dan
kalsium, tetapi ini buka mekanisme yang terlibat pada pemercepatan ritme
pengatur irama. Dalam hal ini mungkin adrenalin meningkatkan waktu
ketergantungan pengeluaran kalium selama diastole dan dengan demikian
meningkatkan kecepatan depolarisasi pengaturan irama. Setelah itu
jantung diistirahatkan dengan diberi larutan ringer suhu normal dan
dipatkan hasil denyut jantung rata-rata 14 kali permenit.
Hasil pengamatan pada aktivitas jantung yang diberi perlakuan dengan
menghitung frekuensi denyut jantung di luar tubuh memberikan hasil yang
berbeda, yaitu rata-rata denyut jantung didalam tubuh lebih besar daripada
rata-rata denyut jantung di luat tubuh. Hal ini tidak sesuai dengan teori,
dimana frekuensi denyut jantung di dalam tubuh atau di luar tubuh
seharusnya sama karena kontraksi otot jantung berasal dari pengaturan
pacemarker bukan dari signal yang diteruskan oleh saraf (Silvertone,
2015). Kesalahan ini dapat terjadi dimungkinkan karena pengaruh
asetilkolin yang diteteskan pada jantung masih bekerja atau larutan
tersebut masih bersisa walau pun sudah diistirahatkan dengan
menggunakan ringer, sehingga terjadi perlambatan denyut jantung.
3. Pengaruh Ion Terhadap Kontraksi Otot
Kontraksi otot jantung jantung disebabkan karena adanya aktivitas
potensial aksi yang diteruskan ke membrane sel otot jantung, sehingga
membuat jantung berdenyut dan berkontaksi secara ritmik (Berirama). Di
dalam sel myocardium (Sel otot jantung) terdapat banyak gerbang/kanal
ion yang merupakan jalur utama bagi ion-ion untuk berdifusi. Kanal pada
myocardium bersifat spesifik. Kanal tersebut bekerja dengan mekanisme
kanal, mekanisme ini dilakukan dengan membuka dan menutupnya
gerbang tergantung pada kondisi yang dibutuhkan pada transmembrane.
Keadaan jantung katak yang masih menyatu dengan tubuh setelah
dilakukan pembedahan, denyutan jantung terhitung sebanyak 51 kali/menit
dengan irama yang ritmik dan cenderung stabil. Hal itu dikarenakan
potensial aksi yang terjadi di sel membrane otot jantung bekerja dengan
normal sehingga denyut jantung berdenyut dengan normal dan kosntan.
Keadaan tersebut berbeda dengan jantung yang telah dipisahkan dari
tubuhnya dan dimasukkan kedalam larutan ringer, dengan denyut jantung
yang semakin cepat dan banyak denyut jantungnya sebanyak 63 kali/menit
dengan irama denyut yang cepat dan beraturan. Kontraksi denyut jantung
lebih cepat disebabkan karena larutan ringer merupakan campuran larutan
Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam air.
Campuran larutan tersebut dinamakan larutan fisiologis. Larutan tersebut
merupakan larutan hipertonis yang osmolaritasnya lebih tinggi yang
berdampak pada konsentrasi cairan didalam sel otot jantung meningkat
sehingga frekuensi denyut jantung semakin banyak dan cepat juga. Larutan
fisiologis ini berfungsi sebagai penambah elektrolit yang diperlukan oleh
sel, sehingga menyebabkan kontraksi otot jantung katak semakin cepat.
Keadaan jantung setelah ditetesi oleh larutan CaCL 1% berdenyut
sebanyak 68 kali/menit dengan irama cepat. Keadaan jantung setelah
ditetesi oleh larutan CaCL 1% berdenyut lebih cepat dibanding denyut
jantung dalam keadaan normal yang berdenyut sebanyak 59 kali/menit.
Denyutan jantung disebabkan karena kelebihan ion kalsium menyebabkan
rangsangan kontraksi pada otot jantung (Tenzer, 2011). Kelebihan ion
kalsium menyebabkan otot jantung berkontaksi secara spatik. Peran
kalsium berikatan dengan kompleks troponin dan tropomyosin
mengakibatkan terjadinya siklus jembatan dan kontraksi.
Keadaan berbeda terjadi disaat jantung ditetesi larutan NaCl 1%
berdenyut lebih lambat daripada keadaan jantung yang tidak ditetesi
larutan NaCl 1% (normal). Keadaan jantung setelah ditetesi larutan NaCl
1% berdenyut sebanyak 30 kali/menit, sedangkan denyut jantung normal
sebanyak 49 kali/menit, hal tersebut dikarenakan kelebihan ion natrium
menekan fungsi jantung. Larutan NaCl memiliki sifat yang hipotonis yang
mempengaruhi regulasi osmotic pada sel otot jantung, sehingga
menyebabkan kontraksi otot jantung melemah. Ion Na akan masuk melalui
kanal kalsium sehingga mengakibatkan kalsium tidak bisa masuk kedalam
sel. Oleh sebab itu kekuatan kontraksi dapat berkurang seirinng
berkurangnya kalsium intraseluler dan ekstraseluler (Silverstone, 2015).
Keadaan serupa juga terlihat jelas pada jantung setelah ditetesi larutan
KCl 0,9% berdenyut lebih lambat daripada keadaan jantung yang tidak
ditetesi larutan KCl 0,9% (normal). Keadaan jantung setelah ditetesi
larutan KCl 0,9% berdenyut sebanyak 35 kali/menit, sedangkan denyut
jantung normal sebanyak 46 kali/menit, hal itu dikarenakan kelebihan
dalam cairan ekstasel menyebabkan jantung menjadi sangat dilatasi dan
lemas serta frekuensi jantung menjadi lambat (Soewolo, 2000). Potensial
membrane menurun, intensitas potensial aksi akan ikut menurun yang
membuat denyut jantung melemah.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam berkontraksi otot jantung tidak memrlukan stimulus sebab otot
jantung memiliki sifat otomatis. Pada sel otot jantung dapat terjadi
peristiwa depolarisasi secara spontan tanpa adanya stimulus. Selain itu
jantung juga memiliki sifat ritmis, peristiwa depolarisasi dan repolarisasi
berjalan menurut irama tertentu.
2. Pada jantung vertebrata, pengaturan irama denyut jantung dilakukan oleh
sinus venosus. Sinus venosus pada katak pengaturan depolarisasi iramanya
dimulai tepat setelah potensial aksi sebelumnya berakhir, yaitu pada
konduktan kalium membrane sangat tinggi.
3. Faktor fisik dan kimia pada jantung berpengaruh pada aktivitas jantung
diantaranya ssetilkolin bersifat memperlambat pengatur irama bila
dibebaskan oleh aktivitas saraf vagus, yaitu dengan meningkatkan
penyaluran kalium dari sel-sel pengatur irama. Kalium dalam cairan
ekstrasel menyebabkan jantung menjadi sangat dilatasi dan lemas serta
frekuensi jantung lambat. Kalsium menyebabkan efek yang hampir
berlawanan dengan efek ion kalium, menyebabkan jantung berkontraksi
spatik. Natrium menekan fungsi jantung, ion natrium dalam cairan
ekstrasel menyebabkan kontraksi bila terdapat potensial aksi.
DAFTAR RUJUKAN
Campbell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi
ke 5 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Silvertone, D.U., Ober, W.C., Ober, C.E., & Silvertone, A.C. 2015. Human
Physiology an Integrated Approach. Seventh Edition. Harbow: Pearson.