OLEH :
ABSTRAK
Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan kepada warga masyarakat
Wulunggunung tentang bahaya pernikahan dini dengan harapan dapaat
menurunkan angka pernikahan dini khususnya di Wulunggunung. Sasaran dalam
kegiatan sosialiasi ini adalah warga Desa Wulunggunung. Program kerja ini
terlaksana sebagai salah satu bentuk kepedulian mahasiswa KKN kepada desa
Wulunggunung yang memliki angka pernikahan dini dan angka perceraian cukup tinggi.
Hasil yang dicapai ialah dapat menginformasikan kepada masyarakat khususnya
Desa Wulunggunung tentang resiko pernikahan dini.
Kata kunci : pencegahan, pernikahan, dan risiko.
A. PENDAHULUAN
Menurut Undang Undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 tentang
Perkawinan, pernikahan dianggap sah bila perempuan telah lebih dari 16
tahun dan untuk laki-laki di atas 19 tahun. Dengan aturan yang dibuat oleh
pemerintah dalam mengatur batasan usia seseorang untuk legal melakukan
pernikahan, pasti didasari oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu misalnya
terkait kesehatan reproduksi yang sudah matang. Akan tetapi, fenomena yang
masih terjadi tidak hanya di Indonesia melainkan juga di duniaa, ialah terkait
pernikahan yang belum cukup usia untuk menikah. Untuk lebih mengetahui
terkait pernikahan dini ini, berikut ulasan singkat untuk dapat memberikan
gambaran mengenai pernikahan dini beserta dampak serta srategi untuk
mengatasinya.
Menurut UNICEF, sebuah pernikahan dikategorikan sebagai
pernikahan dni (early mareiage) atau juga disebut sebagai pernikahan anak-
anak (child marriage) apabila ada salah satu pihak yang masih di bawah 18
(delapan belas) tahun atau masih remaja. Pernikahan dini menjadi salah satu
persoalan yang terus diupayakan untuk mengatasinya karena pernikahan dini
menghasilkan banyak dampak negatif, tidak hanya bagi individu yang
melakukan pernikahan dini tersebut, melainkan juga bagi negara karena
dengan menikah dini, banyak anak-anak di Indonesia menjadi putus sekolah,
akibtanya angka pengangguran di Indonesia menjadi meningkat dan kualitas
SDM semakin rendah.
Pernikahan dini terjadi karena beberapa alasan, yang pertama karena
alasan kemiskinan. Menurut Williamson (2014), penghasilan yang rendah
dapat berkontribusi terhadap praktik pernikahan dini. Dalam penelitian yang
berbeda yang dilakukan oleh Schlect dkk (2013) juga mengatakan bahwa
karena faktor ekonomi yang rendah, individu maupun keluarga terdorong
untuk melakukan pernikahan dini. Selain itu Pearson, dkk (2015) juga
menyatakan bahwa semakin miskin negara, semakin besar peluang anak untuk
dinikahkan ketika dalam usia yang masih dini.
Kedua adalah karena alasan akses pendidikan yang terbatas. Tingkat
pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan
adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini (Alfiyah, 2010;
dalam Desiyanti, 2015).
Ketiga karena alasan budaya yang mengikat, kuatnya norma
tradisional dan tekanan masyarakat juga menambah kemungkinan bagi
keluarga yang berisiko terhadap pernikahan dini untuk mengambil sikap pro
terhadap pernikahan dini tanpa mempertimbangkan kemungkinan lannya
(Plan, 2003, dalam Wiliamson, 2014).
Keempat, perubahan tata nilai dalam masyarakat. Anak-anak sekarang
lebih permisif terhadap calon pasangannya (seks bebas dan kehamilan yang
tidak dikehendaki), misalnya berdasarkan Penelitian Pusat Studi Kebijakan
Kependudukan UGM (dalam, Anwar 2016) 70% perkawinan anak terjadi di
Wonogiri pada tahun 2011, akibat seks bebas dan kehamilan yang tidak
dikehendaki, begitu pula di Kabupaten Pasuruan.
Sama halnya yang terjadi di Dusun Glondong Duwur, Desa Wulung
Gunung, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Survei kelompok dilakukan melalui observasi dengan mengunjungi wilayah
untuk memperoleh informasi tentang keadaan masyarakat setempat. Survei
dilakukan langsung mendatangi rumah Kepala Desa Wulung Gunung, Kepala
Dusun Glondong Duwur, dan Ketua RT I hingga RT VI, serta menganalisis
langsung dari keadaan masyarakatnya. Dari keterangan dan data yang
terkumpul dapat disimpulkan bahwa situasi dan kondisi wilayah warga Dusun
Glondong Duwur memerlukan pengetahuan lebih tentang dampak pernikahan
dini.
Dampak yang terjadi akibat pernikahan dini yitu selain terenggutnya
hak-hak anak seperti hak atas pendidikan dan hak dilindungi dari eksploitasi,
menurut data BPS, anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima
kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan.
Secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab
utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun. 85% anak perempuan di
Indonesia mengakhiri pendidikan mereka setelah mereka menikah, namun
keputusan untuk menikah dan mengakhiri pendidikan juga dapat diakibatkan
kurangnya kesempatan kerja. Perempuan dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah lebih tidak siap untuk memasuki masa dewasa dan memberikan
konrtibusi, baik terhadap keluarga mereka maupun masyarakat. Perkawinan
pada usia muda membebani anak perempuan dengan tanggung jawab menjadi
seorang istri, pasangan seks, dan ibu, peran-peran yang seharusnya dilakukan
oleh orang dewasa, yang belum siap dilakukan oleh anak perempuan.
Dampak lainnnya yaitu, pernikahan dini memiliki kaitan yang erat
dengan adanya tindak kekerasan dengan pasangan intim (intimate partner
violence) dibeberapa negara, seperti India (Pearson& Speizer, 2011) dan
Vietnam (Fisher dkk, 2014). Pernikhan dini berisiko tertular infeksi, kanker
serviks, kehamilan yang tidak diinginkan, keguguran, kematian ketika
melahirkan, dan malnutrisi pada anak (Strat, Dubertret, & Foll, 2017).
Pernikahan atau yang sering disebut perkawinan adalah salah satu
bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik
suami maupun istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan
dan persiapan fisik dan mental karena menikah adalah sesuatu yang sakral dan
dapat menentukan jalan hidup seseorang. Telah kita ketahui secara luas bahwa
pernikahan anak berkaitan dengan tradisi dan budaya, sehingga terasa sulit
untuk mengubahnya. Karena alasan ekonomi, harapan mencapai keamanan
sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak orang tua
mendorong anaknya untuk menikah di usia muda. Stigma sosial mengenai
pernikahan setelah melewati masa pubertas yang dianggap aib pada kalangan
tertentu.
Di desa Wulung Gunung pernikahan dini masih merupakan hal yang
wajar di masyarakat. Hal ini dikarenakan kepercayaan masyarakat bahwa
menikah di atas dua puluh tahun bukanlah usia yang ideal untuk menikah.
Selain itu, penyebab dari pernikahan dini karena pendidikan rendah dan
menyebabkan anak perempuan menjadi putus sekolah dan terisolasi terhadap
anak perempuan, hilangnya kesempatan meraih pendidikan formal
menghambat perkembangan kualitas perempuan yang mendorong
ketidaksetaraan dan terhambatnya proses pemberdayaan perempuan dan akibat
dari permasalahan ekonomi.
Oleh karena itu, untuk mengubah pola pikir dan pemahaman
masyarakat desa Wulung Gunung, kami Mahasiswa KKN UNY 286
berinisiatif mengadakan “Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Dini” dengan
mendatangkan dua pembicara dari KUA dan bidan puskesmas. Harapan kami
dengan didatangkannya pembicara yang ahli dibidangnya, masyarakat dapat
lebih mengetahui betapa pentingnya menikah di usia yang ideal. Seperti dapat
mengetahui peraturan pemerintah untuk menikah dan dapat mengetahui
dampak penyakit yang ditimbulkan dari pernikahan dini.
Dengan demikian, harapan kami kepada masyarakat adalah dapat lebih
peduli tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan. Manfaat diadakannya
“Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Dini” yaitu agar terciptanya keluarga
yang lebih siap secara jasmani dan rohani.
B. METODE
Acara utama dimulai sekitar pukul 13.00 waktu setempat, dibuka oleh
Muhammad Rozzaaq Ardiansyah dan Indri Lestari sebagai MC acara yang
kemudian mempersilakan Niko Peprianto selaku ketua pelaksana, dan juga
bapak Munawar S.E. selaku Kepala Desa untuk memberi sambutan.
Dilanjutkan dengan acara utama yaitu Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Dini
yang dipandu oleh Sarah Ulfa selaku moderator acara. Acara ini berlangsung
kondusif, menghadirkan Bapak Atok Rahman Hakim M.S.I sebagai pembicara
dari KUA Sawangan dan bu Suji Yuniati sebaga pembicara dari Puskesmas
Sawangan. Acara utama ditutup dengan tanya jawab antara audience dan
kedua narasumber yang cukup interaktif dan mengena.