Anda di halaman 1dari 3

Gambaran Kitab Kejadian tantang Manusia sebagai Citra Allah

Berdasarkan kitab Kej. 1:26-28; dan Kej. 2:7-8, 15-18, 21-25 tampak bahwa manusia
diciptakan oleh Allah Sang Pencipta pada hari ke-6 dengan bersabda dan bertindak. Dalam kisah
penciptaan itu, manusia diciptakan dalam proses yang terakhir setelah semua yang ada di alam
semesta diciptakan. Artinya, manusia diciptakan sebagai puncak ciptaan Allah. Manusia
diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, dengan karunia istimewa yaitu akal budi,
hati/perasaan, dan kehendak bebas. Adanya karunia akal- budi menjadikan manusia bisa atau
memiliki kemampuan untuk memilih, karunia hati/perasaan menjadikan manusia bisa
merasakan, dan karunia kehendak bebas menjadikan manusia mampu membangun niat-niat.
Karunia-karunia itu menjadikan manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki kesadaran dan
kebebasan.

Gambaran yang paling tepat mengenai siapakah manusia di hadapan Allah secara iman
Kristiani terdapat dalam Kitab Mazmur 8:1-10. Demikian juga gambaran siapakah manusia di
hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Yesus Bin Sirakh 17:1-11. Pandangan
dan ajaran resmi Gereja Katolik tentang manusia diuraikan dalam Gaudium et Spes artikel 12.
Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia diciptakan “menurut gambar Allah”; ia mampu
mengenal dan mengasihi Penciptanya; oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua
makhluk di dunia ini (Kej 1:26; Keb 2:23), untuk menguasainya dan menggunakannya sambil
meluhurkan Allah (Sir. 17:3-10).

Martabat manusia itu mulia karena hidupnya tergantung pada Allah. Asal mula dan
sumber kehidupan manusia adalah Allah, yang menjadi pemberi dan penopang kehidupan.
Karena martabat manusia sangat mulia dan luhur, kehidupan manusia harus dilindungi sejak
pembuahan dalam kandungan. “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun
aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur 13 kepada-Mu oleh karena kejadianku dasyat dan
ajaib; ajaib apa yang kamu buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mzm. 139; 13 – 14).
Martabat manusia sebagai citra Allah merupakan landasan penghargaan terhadap hak azasi
manusia. Semua hak azasi berakar dalam kodrat kemanusiaan yang lahir bersamaan dengan
manusia. Nilai-nilai kemanusiaan itu berasal dari Tuhan, pencipta alam semesta. Setiap manusia
memperkembangkan kepribadiannya dalam hubungannya dengan sesama atas dasar nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap diskriminasi, dan paksaan dalam hal agama,
misalnya, selalu bertentangan dengan kemanusiaan dan ke-Tuhan-an. Oleh karena itu, para
pemeluk agama harus menjadi pelopor dalam menegakkan hak-hak asasi manusia. Hak asasi
manusia merupakan syarat mutlak untuk perkembangan demokrasi yang sehat. Setiap penganut
agama harus menjunjung tinggi hak-hak asasi karena itu berasal dari Tuhan sendiri (Jacobus
Tarigan, 2013).

2. Manusia sebagai Amago Dei’Dalam Ajaran Gereja

Manusia adalah Imago Dei . Kodrat manusia disebabkan oleh percikan hidup Ilahi dalam
dirinya manusia memilki kemiripan kesrupaan dengan Allah. oleh karena itu sadar atau tidak
sadar implisit atau tidak imlisit selalu berorientasi pada persekutuan hidup dengan Allah.

Pujangga gereja pada abad pertengahan , Thomas Aquinas mengatakan bahwa percikan-percikan
hidup dalam hidup manusia itu seperti “materai” dalam diri manusia dengan daya magnet yang
selalu magnet, menarik , mengkonsentrasikan manusia menuju penyatuan dengan Allah. Materi
itu adalah materi abadi dan kodrati, ia tidak akan musnah , betapun manusia itu berdosaatau
menolaknya . dosa hanya memburukkan , melumpuhkan tetapi tidak menghancurknanya.
kalaupun orang melarikan diri dari padanya materi itu tetap melekat padanya. oleh penebus
Kristus menerima martabat rajawi sebagai anak Allah, yang senantiasa memantulkan cahaya
kebaikan dan kemulian Allah.

Plato dan Aristoteles

Plato badan dan jiwa memiliki asal-usul yang berbeda . jiwa berasal dari idea dan badan
berasal dari dunia maya/Jasmani. karena berasal dari dunia idea, jiwa bersifat abadi dan memiliki
kecenderungan ke hal yang baik dan luhur. sedangkan badan bersifat rapuh dan fana dan
kecenderungan ke hal yang buruk. ketika manusia hidup , jiwa manusia masuk ke dalam badan
dan menghidupi badan. namun karena kecenderungan yang berlawanan dengan kecenderungan
badan , maka jiwa mengalami keterbelengguan dalam badan. kematian manusia manusia
merupakan pemebasan jiwa dari penjara badan . jiwa kembali kedunia aslinya idea.

Asal usul jiwa Menurut Agustinus


Mengenai jiwa semua orang keturunan Adam , Agustinus menerangkan dengan sejumlah
kemungkinan . ada dua tesis utama yang paling meyakinkan. yang pertama, tradusiantis bahwa
pada waktu Allah menciptakan jiwa Adam , Ia juga menciptakan jiwa Adam , jiwa-jiwa sekluruh
keturunannya dalam rupa benih-bennih yang pada waktunya akan mendapat keutuhannya. Tesis
kedua, Kreasionsionitis bahwa Allah menciptakan setiap kali jiwa individual secara khusus bagi
setiap orang. Agustinus mengatakan bahwa jiwa adalah substansi yang berakal budi yang
dipersiapkan untuk megemudikan badan. manusia adalah mahluk berakal budi yang mempunyai
dan memaknai badan. karena itu, jiwa merupakan hakekat manusia yang sesungguhnya. jiwa
bersifat rohani, hadir pada dirinya sendiri dalam keintiman dan keinsyafan sendiri. karena asal-
usulnya dan kodrat sebagai wadah kebenaran abadi, maka jiwa juga bersifat abadi.

Thomas Aquinas

Terinspirasi dari filsafat Aristoteles yang memberikan penilaian positif dan inovatif
terhadap badan. ia mengatakan bahwa tidak hanya roh atau jiwa yang menjadi citra Allah, tetapi
semua pribadi manusia , jiwa dan badannya. Ia mengatakan bahwa jiwa bukan suatu substansi
yang berdiri sendiri ia terikat semacam intim dengan badan dan beriontasi pada badan jiwa
mempersatukan dan mengorganisasikan semua elemen badan menjadi sejati. seperti Roh Allah
yang menghadiri seluruh semesta alam, demikian juga jiwa hadir secara erat dan total dalam
badan dalam setiap bagiannya.

Anda mungkin juga menyukai