Analisa Dan Cara Mengatasi Fraud Audit
Analisa Dan Cara Mengatasi Fraud Audit
AUDIT FRAUD
(AUDIT KECURANGAN)
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS EKONOMI
Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa
dikelompokkan menjadi dua jenis :
a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena
kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial
reporting).
b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan
aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).
2. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing
yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
3. PENYEBAB TERJADINYA AUDIT FRAUD
Penyebab terjadinya fraud adalah motivasi, sarana dan kesempatan sebagai
berikut:
1. Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan atau suaru
organisasi. Alasan pribadi seperti masalah keuangan dapat menjadi motivasi untuk
melakukan kecurangan. Untuk suatu organisasi, fraud pun dapat dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan atau untuk mendapatkan apresiasi yang positif walaupun
pekerjaan yang dilakukan tidak baik, misalnya kolusi antara kontraktor/konsultan
dengan panitia pengadaan barang atau jasa,
2. Sarana : mencakup seluruh media yang dapat digunakan untuk melakukan
kecurangan, misalnya dokumen kontrak/lelang yang diatur, transaksi keuangan
dilakukan secara tunai dan tidak menggunakan pencatatan yang baik, dan lain
sebagainya.
3. Kesempatan : karena kurangnya pengawasan internal dan pemahaman tentang
aturan dapat menjadi ruang terjadinya kecurangan.
Menurut Robert Cockerall (auditor Ernst & Young) dalam makalahnya
"Forensic Accounting fundamental : Introduction to the investigations" dinyatakan
bahwa lingkungan profil fraud mencakup beberapa hal yaitu motivasi, kesempatan,
tujuan/objek fraud, indikator, metode dan konsekuensi fraud. Motivasi dan
kesempatan memiliki pengertian yang sama dengan definisi sebelumnya.
Tujuan/objek fraud adalah sarana yang digunakan untuk mencapai motivasi
kecurangan di atas. Indikator fraud mengandung pengertian adanya gejala-gejala yang
merujuk kepada pembuktian kecurangan.
Metode fraud adalah cara-cara yang dilakukan untuk melakukan kecurangan.
Sedangkan konsekuensi fraud adalah dampak kecurangan yang terjadi pada organisasi
tersebut. Pada organisasi pemerintahan khususnya pada lingkup kegiatan pekerjaan
umum maka dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Seorang pengawas proyek memiliki motivasi kecurangan adalah karena kesulitan
keuangan keluarga. Pegawai tersebut menggunakan kesempatan sebagai seorang
pengawas proyek sesuai kewenangannya.
Objek yang sesuai dengan kewenangannya sebagai pengawas adalah laporan
pengawasan pekerjaan. Caranya adalah dengan melakukan manipulasi data yaitu
menyetujui progress pekerjaan walaupun tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan disertai permintaan dana kepada pihak kontraktor. Indikasi yang
didapatkan adalah perbedaan spesifikasi pekerjaan. Konsekuensi dari perbuatan
pegawai tersebut kepada organisasi proyek adalah ketidaksesuaian mutu pekerjaan.
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara
bersama, yaitu:
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan
Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban
perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
1. Faktor generic
2. Faktor individu
Mengendalikan suasana kerja yang baik dilingkungan kerja, antara lain dengan
menanamkan etika kerja dan peningkatan kesejahteraan pegawai atau pekerja.
Mengendalikan susasana kerja yang baik merupakan tanggung jawab pimpinan
disertai kerja sama dengan organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan
salah satu unsur yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan
kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui
beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi,
kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan
penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sember daya manusia, perwujudan
peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan kerja yang baik
dengan instansi pemerintah terkait. Hal tersebut tercantum dalam PP No. 60 tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Menghilangkan kesempatan untuk melakukan Fraud dengan cara sistem
pengawasan internal yang ketat. Pengawasan internal yang ketat diharapkan mampu
mengidentifkasikan dan meredam gejala Fraud. Bentuk pengawasan internal yang ketat
adalah dengan audit kinerja, audit investigatif dan audit laporan keuangan sesuai Standar
Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintan (PERMEN PAN No.
PER/05/M.PAN/03/2008) dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Audit kerja adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi terhadap
pengelolaan keuangan negara, dalam hal ini adalah penyusunan/pelaksanaan anggaran,
penerimaan, penyaluran dan penggunaan dana, serta pengelolaan aset dan kewajiban, dan
pelaksanaan tugas dan fungsi auditi yang terdiri atas aspek ekonomis, efisiensi dan
efektivitas.
Audit Investigasi digunakan untuk membuktikan kebenaran indikasi terjadinya
perbuatan kecurangan yang merugikan negara dan atau potensi negara. Dalam
pelaksanaan pemeriksaan khusus investigasi maka terungkaplah seluruh fakta dan proses
terhadap indikasi Fraud yang bertentangan dengan peraturan. Namun pengungkapan bukti
menjadi kendala terutama jika perbuatan kecurangan dilakukan secara melembaga,
sehingga dibutuhkan cara pengungkapan fakta disertai bukti yang cukup.
Berbagai cara investigasi dilakukan antara lain dengan wawancara langsung
dengan auditi, pemeriksaan dokumen, masukan/input dari whistle blower (saksi pemberi
informasi), dan teknik interogasi yang tepat.
Sedangkan audit atas pelaporan keuangan adalah audit yang bertujuan
memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi. Pemberian opini didasarkan hasil pengelolaan aset negara serta penggunaan
keuangan negara yang baik dan sesuai kenyataan. Audit atas laporan keuangan dapat
menjadi input bagi proses input bagi proses audit investigasi, terutama dalam hal
menidentifikasikan indikasi terjadinya Fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak dan
atau dilakukan secara melembaga.
Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan preventif, tindakan
deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan preventif merupakan tanggung jawab bersama
antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk menciptakan dan mengembangkan
budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang baik. Tindakan deteksi adalah cara
mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi atas
fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi. Metode
konvensional adalah dengan cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan
secara menyeluruh terlebih dahulu.
Salah satu cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan secara
lembaga, adalah dengan menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara
memeriksa transaksi yang mencurigakan pada laporan keuangan, baik nominal yang besar
maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi adalah dengan cara melakukan
perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi motivasi, kesempatan, objek
fraud, metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang diterima organisasi.
Tindakan investigasi adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian
yang cukup. Tindakan-tindakan pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi
kecurangan sehingga kehilangan keuangan negara dapat terus ditekan dan pada akhirnya
tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran dan kerugian negara.
Cara menemukan indikasi fraud dengan menggunakan audit laporan keuangan
disebut dengan sistem akuntansi forensik (forensic accounting). Sistem ini dapat
mengungkap fakta terjadinya kecurangan dengan mengungkap transaksi-transaksi
keuangan yang mencurigakan pada laporan keuangan dan mengembangkan hasil temuan
tersebut menjadi sebuah alat bukti.
Perkembangan terhadap sistem akuntansi forensik ini diharapkan mampu
mengatasi kerugian dan kebocoran keuangan negara. Sistem ini awalnya berkembang
semenjak kasus perusahaan-perusahaan swasta raksasa dunia yang ternyata melakukan
kecurangan laporan keuangan. Kasus perusahaan WorldCom dan Enron Corp.,
merupakan kasus kebangkrutan terbesar yang terkait dengan kecurangan manajemen
puncak dengan menggunakan laporan keuangan sebagai media/sarana fraud. WorldCom
mengalami kerugian akibat fraud sebesar USD 102 Milyar dan Enron Corp mengalami
kerugian sebesar USD 63 Milyar.
Setelah kasus tersebut, sisrtem akuntansi forensik pun dikembangkan, tidak hanya
oleh perusahaan swasta. Sistem ini pun dapat dikembangkan untuk mendeteksi adanya
kecurangan dan penyalahgunaan keuangan negara.
Kata forensik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cabang ilmu
kedokteran yg berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis pd masalah-masalah
hukum, atau ilmu bedah yg berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yg ada
kaitannya dng kehakiman dan peradilan. Istilah forensik sendiri pada Bahasa Indonesia
cenderung masih jarang digunakan dan hanya digunakan untuk ilmu medis dan
pembuktian hukum.
Sementara menurut Bologna and Linquist definisi akuntansi forensik adalah sbb :
"Forensic and investigative accounting is the application of financial skills and an
investigative mentality to unresolved issues, conducted within the context of the rules of
evidence. As a discipline, it encompasses financial expertise, fraud knowledge, and a
sound knowledge and understanding of business reality and the working of the legal
system. Its development has been primarily achieved through on-the-job training as well
as experience with investigating officers and legal counsel."
atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
"Akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi keahlian keuangan dan mentalitas
penyelidikan untuk menyelesaikan isu yang sesuai dengan konteks peraturan pembuktian.
Sebagai suatu disiplin ilmu, hal tersebut membutuhkan keahlian keuangan, pengetahuan
akan fraud, dan pengetahuan serta pengertian tentang bisnis (sistem) riil dan hukum. Hal
tersebut dapat berkembang melalui kerja praktek dan pengalaman dengan masalah
investigasi dan hukum."
Hal yang membedakan antara pemeriksaan laporan keuangan biasa dengan sistem
akuntansi forensik ini adalah pada besarnya material yang mempengaruhinya. Umumnya
untuk audit laporan keuangan biasa, material yang berpengaruh adalah jenis pendapatan
dan pengeluaran yang bernominnal besar, sedangkan yang kecil kadang diabaikan dalam
penentuan indikasi kecurangan. Pada akuntansi forensik, indikasi kecurangan tidak
berdasarkan pada nominal transaksi yang besar, namun melihat pada jenis pendapatan dan
pengeluaran yang mencurigakan. Pemeriksaan akuntansi forensik tidak dapat dipisahkan
dari proses investigasi. Karena untuk mengungkap hal yang kecil namun mencurigakan
menjadi suatu alat bukti dibutuhkan usaha yang tidak mudah, sehingga proses audit
laporan keuangan akan disertai pula oleh proses penyelidikan terhadap hal tersebut.
Selain menggunakan sistem audit yang ada, penggunaan sistem informasi juga
dapat dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud. Penggunaan sistem
informasi ini membutuhkan pengetahuan statistik dan pengelolaan data sehingga
kecenderungan terjadinya fraud dapat diatasi. Sistem informasi ini merupakan jembatan
penghubung antara pengalaman dan pengetahuan terhadap audit dan fraud. Kurangnya
pengalaman auditor dapat diatasi dengan sistem informasi atau data base yang baik, selain
peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dengan adanya data historis yang cukup mengenai fraud maka diharapkan dapat
diketahui motivasi, kesempatan, objek, indikasi, metode dan konsekuensi kecurangan,
atau dengan kata lain didapatkan profil fraud/kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi
kembali.
5. FRAUD DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Century Gate. Kedua kasus ini
memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan dana talangan yang diberikan
pemerintah yang seharusnya untuk menyelamatkan kondisi modal perbankan namun dana
tersebut oleh manajemen malah diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau bisnisnya
yang lain.
Penyediaan Barang dan Jasa Publik. Teorinya pubic goods disediakan untuk
masyarakat luas, tanpa diskriminasi. Namun, berbagai faktor memberi peluang bagi
pihak-pihak tertentu untuk menikmati public goods seolah-olah itu merupakan private
goods bagi mereka. Contohnya saja jasa keamanan yang merupakan public goods yang
disediakan TNI/Polri dapat dinikmati oleh orang atau perusahaan yang membayar harga
yang tepat. Demikian pula dengan kendaraan, rumah dinas, dll yang diakui sepihak
menjadi hak milik pejabat sebelumnya.
Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa
pihak yang terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal, atau
auditor forensik) dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab msaing-masing
pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan Fraud Deterrence
Cycle atau siklus pencegahan fraud seperti gambar dibawah ini.
Mengapa Pencegahan?
Keberhasilan kegiatan memerangi fraud, setelah korupsi terjadi adalah suatu ironi
tersendiri dalam upaya penanggualan fraud karena semakin banyak mendeteksi dan
menyelesaikan kasus berindikasi fraud, bukan merupakan kondisi umum yang
dikehendaki masyarakat, sebab pada dasarnya kejadian fraud bukanlah kejadian yang
dikehendaki masyarakat.
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah
dari pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada
kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita berhasil
mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan bila
fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya
daripada melakukan pencegahan sejak dini.
Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan
yaitu (1) membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah
benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract.
(2) Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi,
standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition. (3) membangun
sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self sssessment, internal auditor
dan eksternal auditor
Pendeteksian fraud oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari kegiatan
internal auditing yang dijalankan dalam organisasi. Standards No. 1210.A2 menyatakan
sebagai berikut: “The internal auditor should have sufficient knowledge to identify the
indicators of fraud but is not expected to hace the expertise of a person whose primary
responsibility is detecting and investigating fraud”.
Auditor internal bertanggung jawab dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah
terjadi sedini mungkin, sebelum memebawa dampak yang lebih buruk pada organisasi.
Pendeteksian tersebut dapat dilakukan pada saatmenjalankan kegiatan internal auditing.
Pada saat melakukan audit, auditor internal dapat memfokuskan diri pada area-area yang
memeiliki risiko tinggi terjadinya fraud seperti transaski kas, rekonsiliasi bank, proses
pengadaan, penjualan, dll.
Jika auditor internal menemukan suatu indikasi terjadinya fraud dalam organisasi,
auditor internal harus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam organsiasi
tersebut, seperti audit committee. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi
dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidiki fraud tersebut.
Dalam sektor publik. Auditor internal dapat dilakukan oleh inspektorat di masing-
masing department dan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”)
berdasarkan permintaan dari pemerintah. Teknis dan proses auditnya tidak jauh berbeda
dengan yang dilakukan di sektor swasta.
Peran Eksternal Auditor
Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut
dalam SA seksi 316 – pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan.
Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji
material dalam laoran keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan
taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur
audit mungkin berubah apabila terjadi fraud.
Selanjutnya dalam SA Seksi 317 – Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien,
dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk fraud)
maka auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya
pelanggaran dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan
auditor dapat berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit
tambahan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang
terjadi. Terungkapanya fraud, yang berrdampak pada denda dan kerugian, harus
diungkapakan dalam catatan atas laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi
sangat material dan bisa mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak
dapat memberikan opini “wajar tanpa pengecualian”.
Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika
keuangan (“BPK”) berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan
pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan
tersebut terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu.
6. CONTOH KASUS FRAUD / KECURANGAN
Beberapa Perusahaan besar telah menyadari bahaya besar akibat fraud, mereka telah
melakukan perencanaan sedini mungkin terhadap pencegahan fraud ini. Tengok saja Telkom
Grup dan Astra Grup, kedua Perusahaan ini telah mengantisipasi fraud yang diwujudkan
dalam kebijakan anti fraud yang diterapkan di dalam peruashaan.
1. Telkom Group
Grup Astra memberikan perhatian yang demikian besar dalam pengembangan praktek
Good Corporate Governance (GCG) dengan standar tinggi. Beberapa paket kebijakan telah
dibuat untuk mendukung GCG diseluruh Astra Grup yang dimonitor oleh Komite Audit,
Komite Renumerasi dan Nominasi, Komite Eksekutif, kelompok Manajemen Resiko dan
Departemen Audit Internal.
Sebagai perusahan publik yang juga melantai di bursa internasional (NYSE dan LSE)
Telkom berupaya mewujudkan tata kelola perusahaan yang bersih sebagai mana tuntutan dari
aturan Sarbanes Oxley Act (SOA) yang dianut Telkom Grup. Telkom secara berkala terus
mengeluarkan berbagai program yang memastikan kesempatan berbuat curang (fraud) itu
tertutup. Didalam program anti fraud tersebut terdapat code of ethics, whistleblower policy,
organization structure dan Human Resource Policy.
Selain itu Telkom juga menerapkan Enterprise Risk Management (ERM) yang
disusun oleh COSO. Beberapa kebijakan yang dilakukan Telkom terkait penerapan ERM ini
antara lain: (1) peningkatan kebijakan melalui evaluasi, perbaikan, peningkatan, distribusi
dan kebijakan internal untuk mendukung pengelolaan resiko; (2) Peningkatan pemahaman
proses bisnis yang efektif melalui penyederhanaan atau penghapusan proses bisnis yang
kurang efektif; (3) pelaksanaan pengkajian risiko dan langkah mitigasi yang meliputi inisiatif
startegis, RKAP, dan evaluasi diri atas pengendalian risiko seluruh unit; (4) perlindungan
asset melalui penyediaan informasi yang memadai dan akurat hingga menciptakan efektifitas
dan efisiensi proses bisnis serta kepatuhan terhadap peraturan.