Anda di halaman 1dari 27

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Plankton didefinisikan sebagai mikroorganisme yang hidup melayang-

layang dalam zona pelagic (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar.

Secara luas plankton dianggap salah satu organisme terpenting didunia, karena

menjadi bekal makanan untuk hewan akuatik terutama untuk fase larva.

Plankton tebagi dua jenis yaitu fitoplankton dan zooplankton.

Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan

untuk melawan arus, air pasang atau angin yang menghanyutkannya. Plankton

hidup di pesisir pantai di mana ia mendapatkan nutrien dan cahaya matahari

yang mencukupi.

Salah satu jenis zooplankton yang banyak digunakan dalam usaha

pembenihan ikan dan udang laut yaitu Brachionus plicatilis atau biasa disebut

dengan rotifer. Rotifer juga merupakan pakan pertama bagi larva kepiting

bakau (Scylla Serrata)yang dibudidayakan. Beberapa masalah pada pemberian

rotifer untuk larva kepiting bakau (S. Serrata). Diantaranya ketidakcocokan

kandungan nutrisi rotifer dan ketidak stabilan kultur rotifera. Masalah nutrisi

pada rotifer bisa diatasi dengan melakukan pengkayaan berupa vitamin C atau

HUFA. Asam N-3 higly unsaturated fatty acid ( HUFA; asam lemak sangat

tak jenuh ) yang mencakup eico sapentaenoic acid ( EPA ) dan

docosahexaenoic acid ( DHA ) adalah penting bagi kesehatan dan aktifitas

larva kepiting ( Kotani et al. 2009 ). Rotifer yang dikultur pada umumnya

diberi pakan Nannochloropsis sp.

1
1.2. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan Magang ini adalah :

a. Mampu membandingkan antara teori dengan praktek atau kenyataan

dilapangan

b. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di peroleh dan dapat bersosialisasi

dengan masyarakat serta mampu menerapkan kerja sama dalam bekerja

Kegunaan yang diharapkan dari pelaksanaan Magang adalah:

a. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kultur pakan alami

khususnya rotifer (zooplankton) dan Nannochloropsis sp

b. Memberikan keterampilan kepada mahasiswa untuk melakukan kegiatan

budidaya khususnya kultur pakan alami pada pembenihan kepiting bakau.

2
2. KEADAAN UMUM LOKASI

2.1. Sejarah Terbentuknya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya

Air Payau (BPPBAP) Maros

Indonesia pada umumnya merupakan negara kepulauan diwilayah tropis

yang memiliki daerah pesisir yang luas dan sangat potensial untuk dilakukan

usaha pengembangan perikanan sesuai dengan program pemerintah dalam

menggali devisa dari sektor non migas, khususnya di Propinsi Sulawesi Selatan,

pembangunan sektor perikanan bertumpu pada budidaya, penangkapan dan

pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan. Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) memiliki peran dalam melakukan

kegiatan penelitian untuk mendapatkan tekhnologi yang diperlukan dan

meningkatkan produktifitas perikanan pesisir terutama komoditas yang

mempunyai nilai ekologis dan ekonomi yang tinggi.

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP)

didirikan pada tahun 1985 yang berlokasi di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi

Selatan dan mengalami beberapa perubahan. Mulai dari tahun 1984-1994

namanya Balai Penelitian Budidaya Pantai (BALITDITA), pada tahun 1994-2002

Balai Penelitian Perikanan Pantai (BALITKANTA), tahun 2002-2010 Balai Riset

Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP). Pada awal tahun 2010 Menteri

mengeluarkan program yakni program Penelitian dan Pengembangan IPTEK

Kelautan dan Perikanan, maka Balai berganti nama lagi menjadi Balai Penelitian

dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) sampai sekarang. Instalasi

3
Tambak Percobaan (ITP) Marana adalah Instalasi yang berdiri pada tahun 1987

dan berada di bawah naungan BPPBAP Maros terletak di Dusun Manrimisi

Lompo, Desa Mattirotasi Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros.

2.2. Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.

51/MEN/2002, Balai Penelitian dan PengembanganBudidaya Air Payau

(BPPBAP) merupakan unit pelaksana tekhnis Departemen Kelautan dan

Perikanan di Bidang Riset Perikanan Budidaya Air Payau yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Penelitian Perikanan Budidaya dan

dibina secara umum oleh Kepala Badan Penelitian Kelautan dan Perikanan.

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang telah di tugaskan oleh BPPBAP

telah menetapkan visi, misi dan tujuan sebagai berikut:

2.3. Visi dan Misi

a. Visi

Visi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau ialah

terwujudnya lembaga riset yang terkemuka dalam penyediaan data, informasi

dan teknologi perikanan budidaya air payau sebagai komponen di bidang

perikanan budidaya andalan pembangunan nasional.

b. Misi

- Menciptakan teknologi perikanan budidaya air payau unggulan yang

diakui dan bermanfaat bagi pengguna.

4
- Meningkatkan sumberdaya riset, pelayanan jasa riset dan

mengembangkan kerja sama riset perikanan budidaya air payau.

2.4. Tujuan

- Mendapatkan data dan informasi tentang kelayakan lahan dan komoditas

perikanan budidaya air payau.

- Mendapatkan teknologi perikanan budidaya air payau yang bertanggung

jawab dan berorientasi pada masyarakat dan industri perikanan.

- Meningkatkan sumber daya riset, pelayanan jasa riset dan kerja sama riset.

2.4.1. Program Riset

Adapun program dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air

Payau sebagai berikut :

- Riset potensi dan pemanfaatan sumberdaya perikanan budidaya air payau

- Peningkatan produktivitas dan efisiensi serta pengembangan budidaya

yang ramah lingkungan

- Riset kesehatan lingkungan pada budidaya air payau

- Diversifikasi komoditas perikanan budidaya air payau

2.4.2. Bidang Riset

Beberapa bidang riset diantaranya: Bioteknologi, Sumber daya, Patologi,

Nutrisi, Genetika dan pemuliabiakan, dan Rekayasa perikanan.

2.5. Letak Geografis

Tata letak suatu tambak sangat berpengaruh bagi keberhasilan tambak

tersebut. Demikian pula lokasi suatu tambak sangat menentukan potensi serta

5
modifikasi yang sangat tepat bagi areal pertambakan. Instalasi Tambak Percobaan,

Marana terletak di jalur sungai Marana yang berada di sebelah utara kota

Makassar dengan jarak kurang lebih 40 km atau 10 km dari pusat kota Kabupaten

Maros. Lokasi pertambakan ini berbatasan dangan sungai pada bagian utara

sedangkan pada bagian barat, timur dan selatan berbatasan dengan tambak

penduduk setempat. Di sekeliling tambak dibuat tanggul yang tingginya kurang

kebih 3 meter yang berfungsi untuk menjaga keamanan tambak.

Secara keseluruhan luas unit pertambakan Instalasi Tambak Percobaan,

Marana sekitar 35 Ha. Dari luas tersebut merupakan areal budidaya, pematang dan

saluran-salurannya dan selebihnya merupakan bangunan-bangunan perkantoran,

perumahan, bengkel dan ruangan genzet.

Sumber air tambak berasal dari air saluran yang masih mengandalkan sistem

pasang surut air laut. Petakan tambak yang digunakan memiliki saluran

pemasukan dan pengeluaran yang dibuat dari pipa paralon. Pada pintu pemasukan

air dipasang saringan melingkar yang terbuat dari hapa dan rangkaian bambu yang

berfungsi untuk mengurangi tekanan air serta mencegah masuknya ikan-ikan liar.

Model pipa pemasukan adalah pipa goyang, apabila air akan dimasukan, maka

pipa atas dicabut. Jika sudah mencapai ketinggian yang di inginkan, maka pipa

tersebut akan dipasang kembali. Pada ujung pipa pengeluaran juga dipasang

saringan untuk mencegah keluarnya nila pada saat pergantian air. Model pipa

pengeluaran adalah sistem pipa goyang yang direbahkan pada saat air akan

dibuang dan ditegakkan kembali pada saat air berada pada ketingian yang

diinginkan.

6
2.5.1. Keadaan Sumberdaya Manusia

Sumber daya manusia BPPBAP berjumlah 123 orang berstatus

pegawai negeri sipil (PNS) terdiri dari 52 peneliti, 1 pustakawan, 24 orang

teknisi litkayasa dan 46 orang tenaga penunjang. Berikut ini susunan sumber

daya manusia BRPBAP berdasarkan tingkat pendidikan :

- Doktor sebanyak 5 orang.

- Master sebanyak 30 orang

- Sarjana sebanyak 36 orang

- SLTA sebanyak 46 orang berstatus PNS dan 16 orang berstatus

magang

- SLTP sebanyak 4 orang berstatus PNS dan 3 orang berstatus magang

- SD sebanyak 9 orang berstatus PNS dan 2 orang berstatus magang.

2.5.2. Keadaan Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana yang terdapat pada Instalasi

Tambak Percobaan, Marana adalah sebagai berikut :

a. Sarana Utama

Sarana utama yang terdapat di Instalasi Tambak Percobaan Balai

Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros adalah tambak

percobaan seluas 35 ha yang aktif di gunakan setiap tahunnya, instalasi

pembenihan kepiting bakau, laboratorium kualitas air sebanyak 1 unit

sebagai tempat untuk mengukur kualitas air dan 1 unit laboratorium

basah.

7
b. Sarana Penunjang

Adapun sarana penunjang yang ada digunakan untuk mendukung

kegiatan budidaya adalah pompa air 8 inchi sebanyak 4 buah, pompa 4

inci sebanyak 14 buah dan pompa 6 inci sebanyak 4 buah. Pompa-pompa

ini di gunakan untuk memompa air ke dalam tandon atau penampungan

air dan juga untuk memompa air ke luar tambak pada saat panen dan

pengeringan tambak. Adapun sumber tenaga listrik selain berasal dari

pembangkit tenaga listrik atau PLN dengan kapasitas sebesar 65 KVA,

juga berasal dari Generator Set (genset) dengan kapasitas sebesar 60

KVA. Untuk aerasi tambak pada teknologi budidaya semi intensif

maupun intensif digunakan kincir yang digerakkan oleh tenaga listrik.

c. Sarana Pelengkap

Sarana pelengkap yang di gunakan sebagai pelengkap sarana-sarana

di atas adalah sebuah kantor dengan fasilitas-fasilitasnya, seperti: rumah

pompa sebanyak 11 buah, rumah genset, bengkel, gudang, bak

penampungan air tawar sebanyak 3 unit, satu unit lapangan sepak bola, 1

unit kendaraan roda 4, 1 unit kendaraan roda 2 untuk memudahkan

aktivitas para pegawai dan 1 unit alat komunikasi berupa telepon.

8
Gambar 1. Kantor Instalasi Tambak Percobaan BPPBAP Maros

2.5.3. Organisme yang Dibudidayakan

Adapun organisme yang dibudidayakan di Instalasi Tambak

Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air

Payau Maros ialah udang windu, udang vaname, rumput laut,

kepiting, ikan nila, dan bandeng.

2.5.4. Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi tata kerja di Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Air Payau Maros.

9
KEPALA BALAI

SUB BAGIAN

TATA USAHA

Urusan Keuangan Urusan Umum

SEKSI PROGRAM SEKSI


DAN KERJASAMA PELAYANA TEKNIK

Subseksi Program
Subseksi Sarana Penelitian

Subseksi Kerjasama

Subseksi Pelayanan Jasa


INSTALASI BALAI
dan Informasi
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BUDIDAYA AIR PAYAU

Kelompok Peneliti dan


Jabatan Fungsional Lainnya

Gambar 2. Stuktur organisasi BPPBAP Maros

10
3. METODE PELAKSANAAN MAGANG

3.1. Waktu dan Tempat

3.1.1. Waktu

Waktu pelaksanaan Magang ini pada tanggal 15 Juni 2015 Sampai 29

Agustus 2015.

3.1.2. Tempat

Instalasi Tambak Percobaan Marana, Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Air Payau Maros, Propinsi Sulawesi Selatan yang

terletak di dusun Manrimisi Lompo, Desa Mattirotasi, Kecamatan Maros

Baru, Kabupaten Maros.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam Kultur pakan alami Nannocholoropsis sp

dan Rotifer (Brachionus Plicatilis)

No Nama Alat Spesifikasi Fungsi

1 Selang 2,5 inch Untuk roses pemanenan


2 Selang 10 inch Untuk proes kultur rotifer

3 Ember 10 Liter Tempat rotifer setelah panen

4 Planton Net 300 micron Menyaring rotifer

5 Gelas ukur 100 – 1000 ml Melihat tingkat kepadatan rotifer

6 Gayung Plastik (+ 1000 ml) Menyiram sisa rotifer yang


tertinggal di planton net

11
7 Timbangan 0.01 gr Menimbang pupuk
Elektrik
8 Kotak Gabus 1m x 50cm Tempat menaruh planton net saat
panen

9 Selang Aerasi Menyalurkan oksigen

10 Bak Fiber Bundar 3 buah @ 4 ton Sebagai media kultur


Nannochloropsis Sp
11 Bak Beton dan Bak beton : 4 buah Sebagai media kultur rotifer
Bak Fiber (2 bak @ 6 ton,
ukuran P 3m, L 2m,
T 1m, 2 bak @5 ton
ukuran L 2m, L 1m,
T 1m.
Bak Fiber : 5 buah
(2 bak bundar @ 4
ton,3 bak persegi @
3 ton)
12 Aerator - Menyuplai oksigen dan
pemerataan pakan

13 Aquarium 4 buah Tempat untuk bibit


Nannochlopris sp
14 Refractometer Untuk Mengukur Salinitas
15 DO Meter Untuk Mengetahui DO dan Suhu

3.2.2. Bahan

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam Kultur pakan alami Nannocholoropsis sp

dan Rotifer (Brachionus Plicatilis)

No Nama Bahan Keterangan Fungsi

1 Air Tawar dan Air Sumur 34 ppt Sebagai


Bor media
tumbuh
pakan alami
2 Bibit Rotifer (Brachionus Sebagai pakan larva kepiting Sebagai
Plicatilis) bakau pakan untuk
larva
kepiting

12
3 Nannochloropsis Sp Pakan Rotifer (Brachionus Sebagai
Plicatilis) pakan rotifer
4 Pupuk UREA = 75 gr/ton, TSP= 35 Untuk
UREA,TSP,Za,EDTA,FeC gr/ton, Za=15 menumbuhka
l gr/ton,EDTA=5 gr/ton, n pakan
FeCL3=2,5 gr/ton Nannochlor
opsis Sp
5 Clorin/kaporit 20 ppm Untuk
desinfektan
air laut
6 Thiosulfat 10 ppm Untuk
menetralkan
kaporit

3.3. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan yang digunakan pada Magang adalah konsultasi dengan

pembimbing lapangan ,staf peneliti,teknisi tambak, dan staf laboratorium kualitas

air mengenai hal-hal yang akan dilaksanakan selama mengikuti Magang.

Terlibat langsung pada kegiatan budidaya polikultur mulai dari persiapan

tambak sampai tahap pemeliharaan. Pengumpulan data primer dan data sekunder.

Untuk mengetahui keadaan umum BPPBAP Maros dan sebagai bahan pembuatan

laporan Magang. Konsultasi pembuatan laporan Magang dengan pembimbing

lapangan.

3.4. Uraian Kegiatan

Adapun kegiatan yan dilakukan pada saat Magang meliputi:

1. Kultur Nannocholoropsis sp

2. Kultur Rotifer (Brachionus plicatilis sp)

13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada kegiatan pembenihan kepiting bakau, pakan alami yang perlu

dipersiapkan pada fase awal setelah penetasan yaitu rotifer. Rotifer dapat

dihasilkan melalui kultur massal yang diberi pakan berupa mikroalgae, misalnya

Nannochloropsis sp.

4.1. Kultur Nannocholoropsis sp

Kultur Nannochloropsis sp di Instalasi Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros, dilakukan dalam skala stok (indoor) dan

skala massal pada bak fiber plankton yang berada di ruangan terbuka (outdoor).

Kultur Nannochloropsis sp selama kegiatan meliputi persiapan wadah, penebaran

bibit, pemeliharaan dan pemanenan. Pada tahap persiapan wadah, dilakukan

pembersihan bak, sterilisasi alat dan dilanjutkan dengan pengsian air dan

penebaran bibit.

4.1.1. Kultur Skala Lab

Kultur Nannochloropsis sp dilakukan di dalam ruangan terkontrol

(kultur stok). Pada kultur stok atau skala lab wadah digunakan adalah

erlemeyer volume 100 ml sebanyak 2 buah dan toples volume 3 liter

sebanyak 4 buah. Wadah tersebut dilengkapi dengan alat aerasi dan

ditempakan dibawah paparan cahaya lampu neon.

4.1.2. Kultur Skala Massal

Pada budidaya yang dilakukan di luar ruangan, wadah yang digunakan

ialah akuarium volume 50 liter sebanyak 2 buah dan dilanjutkan pada wadah

14
yang lebih besar berupa bak fiber atau beton dengan volume + 1-4 ton.

Wadah tersebut ditempatkan di ruangan terbuka masing-masing wadah di

lengkapi dengan aerasi yang berkekuatan sama. Sebelum penebaran

dilakukan sterilisasi terhadap wadah budidaya dengan cara dibersihkan

dengan sabun dan menggunakan larutan formalin.

Gambar 3. Kultur Nannocholoropsis sp Skala Lab

Gambar 4. Kultur Nannocholoropsis sp Skala Massal

15
Gambar 5. Penimbangan Pupuk

Adapun jenis dan dosis pemberian pupuk yang digunakan dalam

pemeliharaan skala yaitu pupuk UREA = 75 gr/ton, TSP= 35 gr/ton, Za=15 gr/ton,

EDTA=5 gr/ton, FeCL3=2,5 gr/ton. Pemberian pupuk bertujuan mempercepat

pertumbuhan dan meningkatkan nutrisi yang terkandung dalam Nannochloropsis

sp. Selama pemeliharaan dilakukan pengontrolan aerasi, suhu dan salinitas sampai

masuk masa pemanenan. Lama pemeliharaan berkisar 4 hari atau sesuai

kebutuhan kemudian dipanen untuk pakan rotifer.

Setelah pemberian pupuk, dimasukkan bibit Nannochloropsis sp sebanyak

20% dari volume air media. Selang waktu 4 atau sesuai kebutuhan hari

Nannochloropsis sp dapat dikultur dari aquarium ke bak 1 ton. Phytopalankton

mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup

lengkap. Namun pertumbuhan phytopalankton dengan kultur dapat mencapai

optimun dengan mencampurkan air laut dengan nutriun yang tidak terkandung

dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan

mikronutrien. Makronutrien meliputi nitrat dan fosfat. Adapun mikronutrien

merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda beda. Vitamin tersebut

16
antara lain B12, B1 dan biotin. mikronutrien tersebut digunakan phytopalankton

untuk berfotosintesis (Taw,1990).

Gambar 6. Pemberian Pupuk

4.1.3. Panen Nannocholoropsis sp

Panen Nannocholoropsis sp. Di bagi menjadi dua yaitu panen

sebagian dan panen total. Panen sebagian yaitu panen hanya 70% dari

volume total dan 30% sisanya digunakan untuk kultur lanjutan. Panen

sebagian dilakukan pada populasi puncak (hari ke 4) yang bertujuan untuk

mengurangi kepadatan di wadah dan sudah dapat diberikan pada kultur

rotifer. Panen total merupakan pemanenan yang dilakukan setelah kultur

selama 4 priode. Selain panen total Nannocholoropsis sp. juga dilakukan

pengantian bak kultur untuk kegiatan kultur selanjutnya. Panen total

bertujuan agar kualitas media lebih steril dan kualitas Nannocholoropsis sp

tidak terlalu tua.

17
4.2. Kultur Brachionus plicatilis

Ada beberapa tahapan dalam kegiatan kultur rotifer yaitu persiapan dan

sterilisasi alat dan bahan, penyiapan air media, penebaran bibit, pemberian pakan

untuk rotifer, pengamatan, pemeliharaan dan pemanenan.

Gambar 7. Kultur Massal Brachionus plicatilis sp

4.2.1. Sterilisasi alat dan bahan

Alat dan bahan merupakan sarana yang terpenting dalam kegiatan

kultur. Oleh karena itu, persiapan yang optimal akan menghasilkan kultur

yang maksimal. Sterilisasi alat dan bahanpada kultur semi massal sama

halnya dengan sterilisasi pada kultur murni yang berfungsi untuk

meminimalisir munculnya mikroorganisme pengganggu di dalam bak

seperti protozoa, bakteri, dan jentik nyamuk.

4.2.2. Pengisian air media

Wadah yang sudah disterilkan diisi air dari bak penampungan yang

dilewatkan melalui saringan membran filter sesuai dengan kapasitasnya.

18
Brachionus plicatilis dikultur dalam media air laut bersalinitas 25-30 ppt

dan dilengkapi dengan aerasi sebagai suplai oksigen.

4.2.3. Penebaran Bibit

Brachionus plicatilis dapat ditebar dengan kepadatan 10-20 ind/ml

yang diperoleh dari kultur semi massal. Yang dilakukan pada bak Bak beton

: 4 buah (2 bak @ 6 ton, ukuran P 3m, L 2m, T 1m, 2 bak @2 ton ukuran L

2m, L 1m, T 1m.

Bak Fiber : 5 buah (2 viberglass bundar @ 4 ton, 3 viberglass persegi

@ 3 ton) yang telah di persiapkan untuk kultur rotifer dan di beri aerasi.

Pengisian media alga dilakukan dengan metode transfer atau menggunakan

pompa celup dari bak kultur Nannochloropsis sp. Pengisian pakan alami

sebanyak 25-50%, dari volume bak kultur dan di panen setelah mencapai

kepadatan 100-150 ind/ml.

4.2.4. Pemeliharaan dan Pemberian pakan

Selama pemeliharaan dilakukan pengontrolan mulai dari aerasi,

kebutuhan pakan alaminya, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan

Brachionus plicatilis. Kondisi air media seperti salinitas dan suhu

diupayakan pada kisaran optimal untuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Pertambahan populasi Brachionus plicatilis dapat

dihitung di bawah microskop dengan alat bantu SRC (sedgwich rafter cell)

dan hand counter.

Kondisi air media pemeliharaan juga sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan Brachionus plicatilis khususnya suhu dan salinitas. Selain itu,

19
Brachionus plicatilis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika

dipelihara di tempat yang mendapat sinar matahari karena sifatnya yang

euthermal (Mudjiman, 1984). Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran,

tujuannya untuk mengetahui kondisi air dalam media pemeliharaan

sehingga dengan itu kita dapat mengatur dan menyesuaikan kualitas air yang

layak dan sesuai kebutuhan hewan budidaya untuk dapat hidup normal.

Selama pemeliharaan, suhu air media berkisar 29 – 30 oC. Menurut

Isnansetyo & Kurniaty (1995), pada kisaran suhu 22-30 oC merupakan

kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi. Sementara pada

suhu 15 oC masih dapat tumbuh namun tidak dapat bereproduksi, sedangkan

pada suhu 10 oC akan berbentuk telur istirahat.

Salinitas yang diperoleh selama pemeliharaan antara 20 – 25 ppt,

keadaan ini termasuk dalam kondisi optimal untuk pertumbuhan dan

perkembangan rotifer tersebut.Kembali menurut Isnansetyo & Kurniaty

(1995), salinitas optimalnya berkisar 10-35 ppt. dikarenakan rotifer jenis ini

termasuk euryhalin

Pemeliharaan Brachionus plicatilis tidak lepas dari ketersediaan

fitoplankton sebagai pakan alami (Isnansetyo & Kurniaty, 1995). Jenis

fitoplankton yang digunakan selama kegiatan ialah Nannochloropsis sp.

Pakan Rotifer (Brachionus plicatilis) adalah Nannochloropsis sp.

Pemberian pakan dilakukan dengan cara air media kultur rotifer dikurangi

25 hingga 50 % tergantung kepadatan. Produksi Brachionus plicatilis dapat

lebih melimpah lagi dengan cara makanan yang diberikan berupa pakan

20
alami hasil produksi massal pula. Pakan alami berupa Nannochloropsis sp

ini di produksi tersendiri dan di berikan setiap hari.

Proses pemberian pakan yang dilakukan dapat dilihat pada gambar

dibawah ini :

Pemberian pakan alami


Nannochloropsis sp hingga 50%
I pada kultur awal rotifer

volume air dari tandon yang


mengandung rotifer dengan padat
tebar 10 ind/ml

Air diganti sebesar 25% kemudian


ditambahkan Nannochloropsis sp
II Volume air yang mengandung rotifer
dengan kepadatan 59 ind/ml

Air diganti sebesar 25% kemudian


ditambahkan Nannochloropsis sp
III Volume air yang mengandung rotifer
dengan kepadatan 98 ind/ml
Air diganti sebesar 25% kemudian
ditambahkan Nannochloropsis sp
IV Volume air yang mengandung rotifer
dengan kepadatan 101 ind/ml
Gambar 8. Proses pemberian pakan pada rotifer (Brachionus plicatilis)

21
4.2.5. Pemanenan

Pada saat panen, Rotifer, air pada bak kultur tidak dihabiskan namun

di sisakan sebagian atau minimal 50% dari total volume sebagai bibit pada

kultur selanjutnya. Kemudian bak kultur di isi kembali dengan

Nannochloropsis sp hingga volume semula. Pemanenan dapat dilakukan

pada hari ke 4 atau sesuai kebutuhan. Pemanenan tersebut dilakukan

menggunakan selang 2,5 inci dan plankton net (50-60 µm) dengan sitem

grafitasi. Waktu pemanenan di lakukan pada pagi hari di saat matahari

terbit, pada waktu tersebut Rotifer banyak mengumpul di bagian permukaan

Hasil panen Rotifer terlebih dahulu diperkaya dengan vit C atau HUFA

sebelum di masukkan ke bak pemeliharaan larva.

Gambar 9. Proses Pemanenan Brachionus plicatilis sp

Rotifer dikultur dengan kepadatan awal 10 ind/ml, pada hari ke 2

terjadi peningkatan kepadatan hingga 59 ind/ml. Kemudian pada hari ke 3

kepadatannya bertambah 98 ind/ml. Pada fase ini terjadi perkembangan yang

cukup tinggi atau dikenal dengan fase log dimana fase dengan perkembangan

22
secara logaritmik, misalnya dari 2 individu menjadi 4,8,16,32 dan seterusnya

oleh karena itu pemberian pakan alami yang cukup perlu diperhatikan untuk

mendukung kelangsungan hidupnya. Pada hari ke 4 diperoleh kepadatan 101

ind/ml. Fase ini mulai memasuki fase stasioner karena terjadi penurunan

bahkan tidak menunjukan perkembangan Brachionus plicatilis (fase puncak).

Selanjutnya pada hari ke 5 terjadi penurunan kepadatan hingga 28 ind/ml

Laju Perkembangan
150 Rotifer
98 101
Kepadatan (Ind/mL)

100
59
50 28 Kepadatan…
10

0
I II III IV V
Hari Ke

(fase kematian).

Gambar 10. Laju Perkembangan Brachionus plicatilis sp

Dosis pakan untuk larva stadium zoea-1 hingga stadium megalopa kepiting bakau

Tabel 3. Dosisi pemberian pakan pada Larva Kepiting Bakau

Stadium Frekuensi
Kepadatan Rotifer di Kepadatan Nauplius artemia
perkaya dengan HUFA di perkaya dengan HUFA
(ind/mL) (ind./mL)
Zoea -1 2 20 -
Zoea -2 2 20 -
Zoea -3 2 20 1
Zoea -4 2 20 1
Zoea -5 2 20 1
Megalopa 2 10 2
Sumber : Gunarto et al. (2014)

23
5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang saya simpulkan:

Pemberian Nannochlropsis sebagai pakan alami untuk rotifer memberikan

kepadatan populasi yang maksimum dan laju pertumbuhan yang paling baik. Kultur

multispesies dengan adanya Nannochloropsis memberikan kepadatan populasi yang

lebih tinggi dibanding ketiga jenis algae yang lain.

Pengamatan kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, kekuatan cahaya, suplai

oksigen (aerasi) dan pemupukan, sangat mempengaruhi keberhasilan pada kultur

Brachionus masih mendukung pertumbuhannya. Selain itu, ketersediaan bibit pakan

alami, wadah, peralatan yang digunakan selama kultur perlu untuk dipersiapkan.

Ketersediaan pakan alami Nannochloropsis sp juga perlu diperhatikan karena

merupakan pakan dan penunjang perkembangan Rotifer.

5.2. Saran

a. Dalam kegiatan kultur massal, sebaiknya sterilisasi media dan alat-alat

harus selalu di jaga agar kultur tidak terkontaminasi.

b. Kultur Brachionus plicatilis perlu dilakukan secara intensif untuk

menyediakan makanan alami dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan

berkesinambungan. Mengingat pentingnya pakan alami tersebut sebagai

salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan kepiting bakau.

c. Dalam pemeliharaan atau pengkulturan massal baik Nannochloropsis sp

maupun Brachionus plicatilis sebaiknya dilakukan pengontrolan mulai

24
dari kualitas air media hingga memperhatikan tingkat kepadatannya agar

ketersediaannya dapat berkesinambungan secara terus-menerus.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1990. Klasifikasi pakan alami rotifer. (online).http://www. Klasifikasi-


pakan-alami. blogspot.com. Diakses 25 Maret 2015
Artana, P., 2012. Rotifer (Branchionus Plicatilis) dan peranannya dalam dunia
perikanan. (online). http://www.artana.blogspot.com. Diakses 26 Maret
2015
Fuskusho, k. 1983.Masalah Rotifera (Branchionus Plicatilis) untuk produksi
benih, kelautan Fishensi jepang.Kemajuan dan Perpectives di
aquakultur. Coquimbo, Chili Universita Utara. 361-374.
Fulk W. And K.L. Main (Eds). 1991 Rotifera dan system mikroalga kultur
proceedings. Di lembaga kelautan, Honolulu, Hawai 364 pp.
Isnansetyo, A. & Kurniaty. 1995 teknik kultur phytoplankton san zooplankton.
Kanisus. Yogyakarta. 116 p.
Efrizal, Nurman, & Novriansyah. 2001. Luas ruang gerak yang berbeda terhadap
pertumuhan dan kelangsungan hidup bakau, Scylla serrata Forskal, pada
kerambah bambu sistem sekat. J. Pen. Mangrove dan Pesisir, V(1): 13-
21.
Gunarto, Daud, R., & Usman. 1999 Kecendrungan penurunan populasi kepiting
bakau di perairan muara Sungai Cenranae, Sulawesi Selatan di tinjau
dari parameter sumberdaya. J. Pen. Per. Pantai, V(3): 30-37.
Gunarto, Herlina, & Parenrengi Andi.2014 Petunjuk Teknis Pembenihan Kepiting
Bakau Scylla sp.
Taw, Nyan. 1990. Petunjuk pemeliharaan kultur murni dan Massal Mikroalga
Proyek Pengembangan Udang,United nations delellopment Programme
Food and Agriculture Organizations of the United Nations.

26
L

27

Anda mungkin juga menyukai