Anda di halaman 1dari 26

FLAVONOID

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Farmakognosi dan Fitokimia I

Disusun Oleh Kelompok 3


Kelas Farmasi 3 BD

Nadiah Khoirunnisa
Nadiyah Hilmi
Giyan Ramdhan
Elfhira Rosalia
Aziza Nurul Amanah (11151020000095)
Nurjannatun Tajri

Dosen Pengajar Musir, M.Sc, Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
   

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Farmakognosi dan Fitokimia I mengenai Flavonoid. Selain itu tujuan dari penyusunan
makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan Flavonoid secara
meluas.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Musir, M.Sc, Apt, selaku
dosen Farmakognosi dan Fitokimia I, yang telah membimbing kami agar dapat
menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Ciputat, 15 Desember 2016

Tim Penulis
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena


bermanfaat dan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman
ada banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak
orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya
membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih
mengutamakan bahan-bahan alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam yang
dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah penggunaan
ramuan obat berbahan herbal (Kardinan dan Kusuma, 2004).

Eksplorasi bahan alami yang mempunyai aktivitas biologis menjadi salah satu
target para peneliti, setelah senyawa-senyawa sintetik yang mempunyai aktivitas biologi
seperti senyawa antioksidan sintetik ( butylated hydroxytulen ), Butylated hydroxyanisole
(BHA). Beberapa penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang
mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid,
fenolat, dan alkaloid

Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan
sebagai zat warna kuning yang banyak ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoida
mempunyai kerangka dasar karbon yang terikat dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzen (C₆) terikat pada suatu rantai propana (C₃)sehingga membentuk susunan C₆-C₃-
C₆. Istilah flavonoid berasal dari kata flavon yang merupakan salah satu jenis flavonoid
yang terbanyak dan lazim ditemukan (selain flavonol, antosianidin).

Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi struktur sel, meningkatkan


efektifitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik
(Haris, 2011). Menurut penelitian Kurniasari (2006) menyatakan bahwa sejumlah
tanaman obat yang mengandung flavanoid telah di laporkan telah memiliki aktivitas
antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antielergi dan antikanker.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya
tersebar pada tumbuhan. Senyawa flavanoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol
yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna
merah, ungu, dan biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-
tumbuhan.

Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetative maupun
dalam bunga. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta
kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid
tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan
proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa
flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi,
interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul
sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas
jantan..

B. Klasifikasi Flavonoid

Jika dilihat dari struktur dasarnya flavonoid terdiri dari dua cincin benzen yang
terikat dengan 3 atom carbon (propana). Dari kerangka ini flavonoid dapat dibagi
menjadi 3 struktur dasar yaitu Flavonoid atau 1,3-diarilpropana, isoflavonoid atau 1,2-
diarilpropana, dan neoflafonoid atau 1,1-diarilpropana.
Istilah flavonoida berasal diberikan dari senyawa fenol yang berasal dari flavon.
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi
dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin
adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoida
utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi,
alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoida dan
neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku
leguminosae. Masing-masing senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar terntentu.
Flavonoida mempunyai struktur tertetu yaitu cincin A pada senyawa flavonoida
mempunyai cincin dengan pola oksigenasi berselang-seling pada posisi 2,4,6. Cincin B
flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau posisi dua pada
para dan meta atau posisi tiga pada orto meta dan para.

B.1 Secara rinci flavonoid dapat diklasifikasikan menjadi:

Nama flavonoid sendiri berasal dari kata Flavon yang merupakan senyawa fenol
yang banyak terdapat di alam. Senyawa flavon ini memiliki struktur yang mirip dengan
struktur dasar flavonoid tetapi pada jembatan propana terdapat oksigen yang membentuk
siklik sehingga memiliki 3 cincin heterosiklik.
Dalam makanan sehari-hari Flavonoid terkandung dalam beberapa macam dan
jenis, berikut ini table macam-macam kandungan jenis Flavonoid yang terdapat dalam
makanan.
Food Serving Flavonoid content Flavonoid type
size (mg/serving*)
Apple 200 g 4–24 Flavonol 4–8 mg/serv.
Catechins 4–24 mg/serv.
Apricot 200 g 20–50 Catechins
Aubergine 200 g 1500 Anthocyanins
Beans 200 g 70–110 Catechins
Black 100 g 13-400 Anthocyanins: 100-400
berry mg/serv.
Catechins: 13 mg/serv.
Black 100 g 130–400 Anthocyanins
currant
Black 200 g 3–1500 Anthocyanins: 60–1500
grape mg/serv.
Flavonol: 3–8 mg/serv.
Black tea 2 dl 6–100 Catechins: 12–100
infusion mg/serv.
Flavonol: 6–9 mg/serv.
Blueberry 100 g 3–500 Anthocyanins: 25–500
mg/serv.
Flavonols: 3–16 mg/serv.
Broccoli 200 g 8–20 Flavonol
Capsicum 100 g 0.5–1 Flavones
pepper
Celery 200 g 4–28 Flavones
Cherry 200 g 10–900 Anthocyanins: 70–900
mg/serv.
Catechins: 10–44
mg/serv.
Cherry 200 g 3–40 Flavonol
tomato
Chocolate 50 g 23–30 Catechins
Cider 2 dl 8 Catechins
Curly kale 200 g 60–120 Flavonol
Grape 200 g 6–35 Catechins
Grapefruit 2 dl 20–130 Flavanones
juice
Green tea 2 dl 4–160 Catechins: 20–160
infusion mg/serv.
Flavonol: 4–7 mg/serv.
Leek 200 g 6–45 Flavonol
Lemon 2 dl 10–60 Flavanones
juice
Orange 2 dl 40–140 Flavanones
juice
Parsley 5g 1.2–9.2 Flavones
Peach 200 g 10–28 Catechins
Plum 200 g 4–50 Anthocyanins
Red 200 g 50 Anthocyanins
cabbage
Red 100 g 2-48 Catechins
raspberry
Red wine 1 dl 8–35 Catechins: 8–30 mg/serv.
Anthocyanins: 20–35
mg/serv.
Rhubarb 100 g 200 Anthocyanins
Soy bean 200 g 120–290 Isoflavones
Soy 50 g 3.2–15.7 Isoflavones
cheeses
(different
types)
Soy flour 75 g 133 Isoflavones
(full fat)
Soy flour 75 g 99 Isoflavones
(low fat)
Strawberry 200 g 4–150 Anthocyanins: 30-150
mg/serv.
Catechins: 4-100
mg/serv.
Tofu, fresh 100 g 22.6–31.1 Isoflavones
(soft or
firm)
Tofu, fried 100 g 48.4 Isoflavones
Tomato 200 g 0.4–3 Flavonol
Yellow 100 g 35–120 Flavonol
onion

Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi


orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropana
dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru
(Cincin C).

Senyawa—senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat


oksidasi dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Berdasarkan tingkat
oksidasinya, flavan adalah yang terendah dan digunakan sebagai induk tatanama flavon.
a. Flavon.

Flavon lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam
berbagai bentuk terhidroksilasi. Senyawa flavonoid ini memiliki kerangka dasar :

Gambar: Flavon

Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7–tri-


hidroksiflavon, sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3’,4’,5’
heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B), dalam mana
C6(A) adalah turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-
dihidroksi. Beberapa contoh senyawa ini adalah apigenin, luteolin, dan tangeritin.
Semua senyawa ini memiliki peran hampir sama yaitu sebagai antioksidan atau
penangkap radikal bebas. Selain itu senyawa ini juga dapat digunakan sebagai
peningkat daya tahan tubuh karena memiliki sifat memperkuat diding sel sehingga
tubuh dapat lebih bertahan ari serangan agen penyebab penyakit.

b. Flavonol

Senyawa jenis ini paling banyak terdapat di alam daripada jenis flavonoid
yang lain. Senyawa-senyawa ini beragam sebagai akibat perbedaan pada posisi gugus
– OH pada phenolnya. Contoh senyawa adalah quarcetin yang terdapat di buah apel
sebagai antioksidan dan antiaging. Selain itu ada juga senyawa myricetin yang
terdapat di anggur dan sayuran senyawa ini juga sebagai antioksidan.

Gambar: Flavonol

c. Flavonon
Jenis flavonoid ini mirip dengan jenis flavonoid flavon tetapi pada flavanol
tidak memiliki ikatan rangkap pada cincin C. Beberapa senyawa yang termasuk
kedalam jenis ini adalah hespertin yang terdapat pada buah jeruk yang diperoleh
dalam bnetuk glikosidanya, senyawa ini merupakan suatu aglikon. Senyawa ini juga
memiliki efek sebagai antioksidan dan anti inflamantory pada tubuh manusia.
Struktur hespertin adalah sebagai berikut:

Gambar: Flavonon

d. Isoflavon

Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang jumlahnya sangat sedikit,


dan sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun.
Gambar: Isoflavon

Beberapa isoflavon berwarna biru muda bila dilihat dibawah sinar ultraviolet
setelah diberi uap ammonia. Senyawa isoflavon mempunyai aktivitas sebagai
antioksidan yang dapat mengurangi resiko penyakit kanker, jantung koroner, dan
osteoporosis.

Senyawa ini mempunyai aktifitas biologis sebagai penangkap radikal bebas


penyebab kanker karena berkaitan dengan struktur dan gugus-gugus yang berikatan
pada struktur molekulnya. Adanya gugus OH ganda, gugus OH pada atom C3
ataupun C5 yang berdekatan dengan gugus C=O pada struktumya berhubungan
terhadap aktifitas biologisnya

e. Antosianin

adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru yang terdapat pada seluruh
tumbuhan kecuali fungi. Struktur antosianin yaitu :

Gambar: Antosianin

Sebagian besar antosianin dalam bentuk glikosida, biasanya mengikat satu atau
dua unit gula seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan silosa. Jika monoglikosida,
maka bagian gula hanya terikat pada posisi 3, dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan
diglikosida dan bagian aglikionnya disebut antosianidin.

Berikut ini ditunjukkan kandungan Antosianin dari beberapa makanan yang ada :
Food Anthocyanins Anthocyanins
mg/serving mg/100g food
Aubergine 1500 750
Black berry 100-400 100-400
Black currant 130-400 130-400
Blueberry 25-500 25-500
Black grape 60-1500 30-750
Cherry 70-900 35-450
Rhubarb 200 200
Strawberry 30-150 15-75
Red wine 20-35 20-35
Red cabbage 50 25
Plum 4-50 2-25

f. Auron

Auron berupa pigmen kuning yang terdapat pada bunga tertentu dan Bryofita.
Auron ditandai dengan adanya struktur 2-benzilidenekumaranon. Khalkon tidak
mempunyai inti pusat heterosiklik tetapi ditandai oleh adanya 3 rantai karbon dengan
gugus keton dan a,p tidak jenuh.

Gambar: Auron

Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola hidroksilasinya serupa dengan pola
pada flavonoida lain begitu pula bentuk yang dijumpai adalah bentuk glikosida dan
eter metil.
g. Kalkon

Kalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar
UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya,
karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi
kertas dalam pengembang air.

Gambar: Kalkon

h. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.


Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dan ekstrak kental Ucaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.

Gambar: Katekin

Dari berbagai jenis flavonoid tersebut,flavon, flavanolol dan antosianidin adalah


jenis yang paling banyak diemukan di alam, sehingga seringkali dinyatakan sebagai
flavonoid utama. Sedangkan jenis-jenis flavonoid yang ditemukan dialam dan jumlahnya
terbatas adalah kalkon,auron, katekin, flavonon. Banyanya senyawa flavonoid ini
bukanlah disebabkan oleh banyaknya variasi struktur, melainkan oleh berbagai tingkat
hidroksilasi, alkosilasi atau glikosilasi dari sttruktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoid hanya ditemukan dalam
beberapa jenis tumbuhan, terutama suku eguminosae. Jenis-jenis senyawa yang termasuk
senyawa ini adalah isoflavon, rotenoid, pterokarpan dan kumestan. Sedangkan senyawa
neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergion.

C. Ciri Struktur Flavonoid


Masing-masing jenis Flavonoid mempunyai struktur dasar tertentu. Di samping
itu, Flavonoid mempunyai beberapa ciri struktur yang lain. Pada umumnya cincin A dari
struktur flavonoid mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling, yakni pada posisi
2’, 4’ dan 6’ dari struktur terbuka calkon. Cincin B flavonoid mempunyai 1 gugus fungsi
oksigen pada posisi para atau 2 pada posisi para dan meta atau 3 pada posisi 1 di para dan
2 di meta.

OH OH OH

HO O HO O
HO OH

OH

OH O OH O OH O

apigenin kaemferol
floretin

OH
OH
+
HO O HO
HO O O
OH C OH
H
OH
OH
OH O OH
OH
pelargonidin sulfuretin
epikatecin
D. Biogenetik-Biosintetik
Spekulasi mengenai biosintesa flavanoid bermula dari analisa berbagai struktur
senyawa yang termasuk golongan ini. Pada tahun 1936 Robinson mengajukan pendapat
bahwa kerangka C6-C3-C6 dari flavonoid berkaitan dengan kerangka C6-C3 dari
fenilpropanoid yang mempunyai gugus fungsi oksigen pada posisi para, para dan meta,
atau 2 meta dan 1 para dari cincin aromatic. Akan tetapi, senyawa-senyawa
fenilpropanoid, seperti asam-asam amino fenilalanin dan tirosin, bukannya dianggap
sebagai senyawa yang menurunkan flavonoid melainkan hanya sebagai senyawa yang
bertalian belaka.
Pola biosintesa flavonoid pertama kali disarankan oleh Birch. Menururut Birch,
pada tahap-tahap pertama dari biosintesa flavonoid suatu unit C6-C3 berkombinasi
dengan 3 unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2). kerangka C15 yang dihasilkan
dari kombinasi unit mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang
diperlukan.
Adapun cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yakni
kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon
dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikimat).

Jalur Poliketida
Jalur Fenilpropanoid (Jalur Sikimat)

Dengan demikian, kerangka dasar karbon dari flavonoid dihasilkan dari


kombinasi antara dua jalur biosintesa yang utama untuk cincin aromatik, yakni jalur
sikimat dan jalur asetat-malonat. Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai perubahan
yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propan dapat menghasilkan
berbagai gugus fungsi, seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil, dan
sebagainya.

Menurut biosintesa ini, pembentukan flavonoid dimulai dengan


memperpanjang unit fenilpropanoid (C6-C3) yang berasal dari turunan sinamat seperti
asam p-kumarat. Kadang-kadang asam kafeat, asam furalat, atau asam sinapat.
Percobaan-percobaan juga menunjukkan bahwa calkon dan isomer flavon yang
sebanding juga berperan sebagai senyawa antara dalam biosintesis berbagai jenis
flavonoid lainnya. Adapun hubungan biogenetik antara berbagai jenis flavonoid,
Kalkon sintase adalah enzim yang diteliti secara luas dalam penentu laju
biosintesis flavonoid. Enzim ini terkait dengan reticulum endoplasma dan bekerja sama
dengan reduktase membuat kalkon. Kalkon merupakan zat-antara langsung auron. Proses
saling ubah kalkon-flavanon dikatalisis oleh enzim chalcone isomerase (CHI). Karena
saling ubah atau irreversible kalkon dan flavanon mudah sekali, sukar untuk mengetahui
apakah senyawa-antara (prazat) antara kalkon dan golongan flavonoid lain selalu
flavanon. Isomerasi dari flavanon menghasilkan isoflavonoid dengan enzim isoflavon
sintase (IFS) dengan zat-antara 2-Hydroksiisoflavanonyang dikatalis menjadi
isoflavonoid dengan 2-hidroksiisoflavanon dehidratase (IFD). Flavanon merupakan point
penting dalam metabolism flavonoid karena menghasilkan flavon dan dihidroflavonol
atau sering disebut flavanonol. Percobaan secara enzimatik menunjukkan bahwa
dihidroflavonol (flavanonol) bertindak sebagai zat-antara beberapa golongan flavonoid.
Dehidrogenasi secara enzimatik flavanon menjadi flavon oleh enzim flavon sintase
(FNS) dan flavanonol menjadi flavonol oleh enzim flavonol sintase (FLS) telah
dibuktikan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa flavononol zat-antara untuk
antosianidin melalui leukoantosianidin dan juga katekin.

E. Sifat Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan filifenol sehingga memiliki sifat kimia senyawa
fenol, yaitu
1. Bersifat asam sehingga dapat larut dalam basa.
2. Merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil.
3. Sebagai antibakteri karena flavonoid sebagai derivat dari fenol dapat menyebabkan
rusaknya susunan dan perubahan mekanisme permeabilitas dari dinding sel
bakteri.
4. Sebagai antioksidan yaitu kemampuan flavonoid untuk menjalankan fungsi
antioksidan, bergantung pada struktur molekkulnya, posisi gugus hidroksil
memiliki peranan dalam fungsi antioksidan dan aktivitas menyingkirkan radikal
bebas.
F. Identifikasi Flavonoid (secara umum)
Senyawa –senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuahan tinggi,
seperti bunga, daun, ranting, bauh, kayu, kulit kayu, dan akar. Akan tetapi, senyawa
flavonoid tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu, misalnya
antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah, dan daun.
Sebagian besar dari flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana
unit flavonoid terkait pada suatu gula. Suatu glikosida adalah kombinasi antara suatu gula
dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida.
1. Kromatografi Lapis Tipis dan Uap Amonia
Biasanya jaringan tumbuhan dapat diuji adanya flavon dan flavonol denga diuapi
uap ammonia. Warna kuning menunjukkan adanya senyawa ini. Kalkon dan auron
berubah dari kuning menjadi merah pada uji ini. Jika ekstrak pigmen dalam air
dibasakan, berbagai perubahan warna dapat terlihat, meskipun perubahan pada pigmen
yang satu menutupi perubahan pada pigmen lain:
Antosianin : Lembayung biru
Flavon, flavonol, xanton : Kuning
Flavanon : Tak berwarna menjadi merah jingga (terutama jika
dipanaskan)
Kalkon dan auron : Segera lembayung-merah
Flavanonol : Coklat-jingga
Geissman memberikan garis besar tata kerja untuk memeriksa kromatogram kertas
flavonoid. Tata kerja ini berlaku juga untuk lapisan tipis:
a. Perhatikan bercak yang kelihatan (antosianin, kalkon, auron)
b. Periksa dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 365nm – beberapa
senyawa berfluoresensi (flavonol, kalkon) yang lain menyerap sinar dan tampak
sebagai bercak gelapdengan latar belakang berfluoresensi (glikosida flavono,
antosianin, flavon)
c. Uapi dengan uap ammonia sambil diperiksa di bawah sinar UV– glikosida flavon
dan flavonol berfluoresensi kuning, flavanon kelihatan kuning pucat, katekin biru
pucat.
d. Periksa lagi di bawah cahaya biasa sambil diuapi uap ammonia– flavon kelihatan
kuning, antosianin kelabu-biru, kalkon dan auron merah jingga.
2. Spektrofotometri UV-Vis
Sebagian besar peneliti mengidentifikasi dengan menggabungkan cara
spektrofotometri dengan kromatografi. Semua flavonoid mamiliki pita serapan yang
kurang lebih kuat pada sekitar 220-270 nm dan pita kuat lain pada panjang gelombang
lebih tinggi. Mungkin juga terdapat pita lebih lemah tambahan. Letak kira-kira pita
serapan maksimum pada panjang gelombang tinggi berbagai flavonoid sebagai berikut:
Antosianin : 500-530 nm
Flavon dan flavonol : 330-375 nm
Kalkon dan auron : 370-410 nm
Flavanon : 250-300 nm
Leukoantosianidin dan katekin : 280 nm
Isoflavon : 310-330 nm
(penyajian spectrum ini dapat dijumpai dalam beberapa buku acuan umum dan tinjauan
Geissman)

G. Ekstraksi Flavonoid
Ekstraksi adalah proses pemisahan yang diperoleh dengan mengekstrasi zat aktif
dari simplisia nabati dan hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian sama atau
hamper semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstraksi merupakan suatu cara untuk
menarik komponen kimia yang terdapat dalam bahan simplisia.
Contoh:
1. Daun Jamblang ( Syzygium cumini )

Ekstraksi Sebanyak 400 gram sampel berupa serbuk halus daun jamblang
(Syzygium cumini) dimaserasi dengan metanol selama 4×24 jam, setiap 24 jam pelarut
diganti dengan yang baru hingga filtrat tidak berwarna. Filtrat dipekatkan dengan
evaporator pada suhu 40 ºC sehingga menghasilkan ekstrak kental metanol. Ekstrak
kental metanol disuspensi dengan perbandingan metanol:air (2:1) dan dipartisi berturut-
turut dengan n-heksan, etil asetat sehingga diperoleh masing-masing partisi dari fraksi
tersebut. Hasil partisi dari fraksi- fraksi tersebut dievaporasi pada suhu 30-40 ºC sampai
diperoleh ekstrak dari n-heksan, etil asetat, dan ekstrak air. Kemudian selanjutnya
dilakukan uji fitokimia. Uji Flavonoid yakni Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 g
dilarutkan dalam 10 ml metanol kemudian dibagi ke dalam empat tabung reaksi. Tabung
pertama digunakan sebagai tabung kontrol, tabung kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut
ditambahkan NaOH, H2SO4 pekat, dan serbuk Mg-HCl pekat. Warna pada masing-masing
tabung dibandingkan dengan tabung kontrol, jika terjadi perubahan warna maka positif
mengandung flavonoid (Harborne, 2008 dalam Taher, 2011).

2. Daun Beluntas (Pluchea indica L.)

Sebanyak 50 gram serbuk simplisia daun beluntas dimasukkan ke dalam


Erlenmeyer (500 ml) kemudian direndam dengan 250 ml pelarut etanol 96% p.a, ditutup
dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 7 hari, sambil sesekali dikocok. Ekstrak
yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu
70⁰C sehingga diperoleh ekstrak pekat daunbeluntas. Ekstrak pekat daun beluntas
dicampurkan dengan etanol 96% p,a kemudian dipartisi dengan n-heksana. Ekstrak yang
diperoleh dilakukan uji fitokimia flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid
dilanjutkan untuk di isolasi dan pemurnian.

3. Herba Meniran ( Phyllanthus niruri L. )

Ekstraksi Bagian batang, daun, dan bunga herba meniran dibersihkan lalu
dianginanginkan sampai kering, dengan kadar air 5%. Herba meniran yang telah kering
dipotong-potong dan digiling sampai terbentuk serbuk. Sebanyak 300 g serbuk dalam
labu ukur 2000 ml dimaserasi dalam etanol 96% sampai seluruh serbuk terendam (1500
ml). Maserasi dilakukan selama 6 jam sambil digoyang menggunakan shaker dengan
kecepatan 40 rpm. Rendaman serbuk meniran direfluks selama 3 jam dan disaring
menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Ampas penyaringan direfluks kembali
dengan etanol 96%, diulang sebanyak 2 kali. Etanol yang terdapat pada filtrat
dihilangkan dengan cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator)
pada suhu 40˚C, sehingga diperoleh ekstrak kental (crude extract) etanol 96%.

Ampas etanol diekstrak kembali menggunakan etil asetat, dengan cara direfluks
sebanyak 2 kali dan disaring menggunakan kertas saring Whatman No.42. Filtrat yang
dihasilkan dihilangkan pelarutnya melalui penguapan menggunakan evaporator vakum
suhu 40oC hingga diperoleh ekstrak kental etil asetat. Ampas etil asetat diekstraksi
kembali menggunakan n-heksan dengan cara maserasi selama 24 jam, kemudian disaring
dan filtrat yang dihasilkan dihilangkan pelarutnya melalui penguapan menggunakan
evaporator vakum suhu 40˚C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Rendemen
yang diperoleh ditimbang dan dicatat(8, 13). Ekstrak etanol 96% selanjutnya diuji kadar
air, kadar abu, dan kadar abu tidak larut asam(14, 15). Identifikasi flavonoid. Sebanyak 1
g ekstrak dilarutkan dalam 50 ml air, dipanaskan dan disaring. Sebanyak 5 ml filtrat
dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 500 mg serbuk seng serta 2 ml asam
klorida 2 N, didiamkan 1 menit, ditambahkan 10 ml asam klorida pekat. Terjadinya
warna merah dalam 2−5 menit menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Sebanyak 5 ml
filtrat dalam tabung yang berbeda ditambahkan 100 mg serbuk magnesium dan 5 ml
asam klorida pekat. Terjadinya warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan
adanya flavonoid

H. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid


Isolasi dan identifikasi flavonoid didasarkan pada jurnal “ISOLASI DAN
IDENTIFIKASI FLAVONOID PADA DAUN KATU (Sauropus androgynus (L.) Merr)
oleh Sri Harsodjo Wijono S.” Dalam jurnal ini, isolasi flavonoid dapat dilakukan dengan
metode Charaux-Paris. Berikut adalah tahapannya:
1. Maserasi
Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut
mula-mula n-heksana kemudian etanol 95%. Sejumlah 1 kg serbuk kering daun katu
pertama-tama diekstrasi dengan n-heksana berkali-kali sampai filtrat jernih. Ampas
dikeringkan kemudian diekstraksi dengan etanol 95% berkali-kali hingga filtrat jernih.
Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh
ekstrak kental. Pada penelitian ini yang digunakan adalah ekstrak etanol.
2. Metode Charaux-Paris
Ekstrak pekat etanol dilarutkan dalam air panas, disaring kemudian diekstraksi
dengan n-heksana, fraksi n-heksana dikumpulkan dan di pekatkan, diperoleh fraksi n-
heksana pekat. Fraksi air diekstraksi dengan kloroform, fraksi kloroform dikumpulkan
dan dipekatkan diperoleh fraksi kloroform pekat. Fraksi air diekstrasi lagi dengan etil
asetat, fraksi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan, diperoleh fraksi etil asetat pekat.
Kemudian fraksi air diekstraksi dengan n-butanol, fraksi n-butanol dikumpulkan dan
dipekatkan, sehingga diperoleh fraksi n-butanol pekat. Ekstraksi dengan n-butanol
dilakukan 3 kali, setiap kali dengan pelarut n-butanol yang baru, sehingga diperoleh
fraksi n-butanol I, fraksi n-butanol II dan fraksi n-butanol III.
Identifikasinya dilakukan dengan cara:
1. Kromatografi
Untuk melihat profil kromatografi dari setiap fraksi. digunakan cara kromatografi
kertas. Masing-masing fraksi ditotolkan pada kertas Wathman no. 1, dielusi
menggunakan cairan pengembang n-butanol - asam asetat – air (60 : 22: 1,2 ). Setelah
diketahui bahwa fraksi yang mengandung jenis flavonoid terbanyak adalah fraksi n-
butanol I, maka dilakukan isolasi senyawa flavonoid dengan cara kromatografi kertas
preparatif.
- Cairan pengembang yang digunakan : n-butanol–asam asetat–air (4:1:5)
- Jarak rambat : 40 cm
- Teknik pengembangan : Menurun.
- Penotolan : Bentuk pita.
- Pendeteksi : Sinar UV 254/ 366
Masing-masing pita kromatogram dipisahkan, dipotong kecil-kecil dan
diekstraksi dengan metanol. Untuk pemurnian isolat dilakukan pengembangan kedua
secara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang : Asam asetat 2 % dalam air
- Jarak rambat : 20 cm
- Teknik pengembangan : Menurun
- Penotolan : Bentuk pita
- Pendeteksi : Sinar UV 254/366
Setiap pita kromatogram yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan metanol,
sehingga diperoleh beberapa isolat dari senyawa flavonoid.
2. Spektrofotometri UV-Vis
Kemudian dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet dilihat geseran
batokromik setelah setiap isolat dalam larutan metanol diberikan pereaksi geser natrium
hidroksida, aluminium klorida, asam klorida, natrium asetat, dan asam borat secara
bergantian. Dengan melihat geseran batokromik tersebut dapat diidentifikasi jenis
flavonoid.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon.
2. Flavonoid dapat dibagi menjadi 3 struktur dasar yaitu Flavonoid, isoflavonoid,
dan neoflafonoid.
3. Flavonoid merupakan golongan filifenol sehingga memiliki sifat kimia senyawa
fenol.
4. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida sedangkan cincin B
berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikimat).
5. Identifikasi flavonoid dapat dilakukan dengan kromatografi dan spektrofotometri
UV-Vis.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sjamsul Arifin. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Penerbit Karunika.

Anonim, 1989. Materia medika Indonesia, edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.


Direktorat jendral pengawasan obat dan makanan, Jakarta.

Dwi Arif Sulistiono. Flavonoid. Universitas Mataram

Markham, R.K. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB : Bandung..

Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB.

Rodney Croteau, Toni M. Kutchan, dan Norman G. Lewis. 2000. Biochemistry &
Molecular Biology of Plants,
Sovia Lenny. 2006. SENYAWA FLAVONOIDA, FENILPROPANOIDA DAN
ALKALOIDA. Medan.
Badan POM. Monografi ekstrak tumbuhan obat Indonesia. Vol 1. Jakarta: Badan POM;
2004. p. 67-70.

Sri Harsodjo Wijono S. 2003. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID


PADA DAUN KATU (Sauropus androgynus (L.) Merr). Jakarta, Makara, sains, Vol 7, No
2, h.2-6

Anda mungkin juga menyukai