Anda di halaman 1dari 6

Aktivitas Manjemen dan Komando

A. Manajemen Komunikasi Bencana


Manajemen komunikasi bencana melibatkan perencanaan, pengorganisasian
atau koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Keterlibatan dan koordinasi antar pihak
pemerintah, lembaga berwenang, masyarakat, LSM, donatur dan relawan dalam
manajemen komunikasi bencana sangat dibutuhkan guna membangun suatu
komunikasi bencana yang dapat dipahami makna pesannya sehingga menghasilkan
umpan balik yang diharapkan berdasarkan tujuan pesan yang disampaikan.

Gambar Manajemen Komunikasi Bencana


Dari gambar diatas manajemen komunikasi bencana tidak hanya sebatas
menyampaikan sebuah pesan atau informasi, tetapi berlangsung pula umpan balik
yang diharapkan dari pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikannya.

Proses Manajemen Komunikasi Bencana Saat Tanggap Darurat


Tahapan suatu manajemen komunikasi bencana bertujuan untuk mengelola
bencana dengan baik dan aman. Manajemen komunikasi bencana dibangun dengan
koordinasi berbagai pihak yang terlibat dalam penanganan bencana. Pelaksanaan
manajemen komunikasi bencana terdiri dari perencanaan, pengorganisasian atau
koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Perencanaan Manajemen Komunikasi Bencana
Perencanaan pada dasarnya dilakukan jauh sebelum suatu kegiatan berlangsung.
Perencanaan dibuat untuk dapat mengoptimalkan pencapaian tujuan yang
diharapkan. Perencanaan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan manajemen
komunikasi bencana. Perencanaan dibuat sebagai dasar atau pedoman dalam
melaksanakan manajemen komunikasi bencana.
2. Pengorganisasian Manajemen Komunikasi Bencana
Pengorganisasian dalam manajemen komunikasi bencana erat kaitannya dengan
pembentukan tim yang terdiri dari pihakpihak yang memiliki tugas dan fungsi
serta bertanggung jawab dalam pengelolaan bencana yang terjadi.
Pengorganisasian melibatkan berbagai pihak dengan pemilihan yang tepat.
3. Pelaksanaan Manajemen Komunikasi Bencana
Seluruh pelaksanaan dalam manajemen komunikasi bencana dilakukan
berdasarkan pembagian tugas, fungsi dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang
terlibat dalam tim penanggulangan bencana. Pelaksanaan yang berpedoman pada
peran fungsinya diharapkan dapat mempercepat proses pencapaian tujuan dan
menghindari resiko yang muncul.
4. Evaluasi Manajemen Komunikasi Bencana
Evaluasi yang dilakukan dalam hal ini adalah terhadap manajemen komunikasi
bencana dalam tanggap bencana. Evaluasi yang dilakukan hanya bersifat harian
dan tidak melakukan evaluasi secara menyeluruh berdasarkan kegiatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi sebaiknya dilakukan di akhir kegiatan dengan
melibatkan seluruh pihak yang ada dalam tim untuk mengetahui keberhasilan
atas kegiatan yang dilaksanakan dan mengetahui kekurangan sebagai bahan
untuk dapat bekerja lebih baik di waktu akan datang.

Gambar Model Alternatif Manajemen Komunikasi Bencana

Gambar diatas menunjukkan bahwa manajemen komunikasi bencana tidak


dapat terjadi begitu saja. Manajemen komunikasi bencana diawali dengan
perencanaan sistem manajemen di dalamnya. Identifi kasi yang dimaksud adalah
dengan menetapkan peta rawan bencana dan kemudian menyusun perencanaan yang
menggunakan strategi dalam menghadapi bencana yang datang. Kesiapan pihak yang
terlibat di dalamnya juga ikut mendorong keberhasilan manajemen komunikasi
bencana yang dilaksanakan. Kesiapan pihak pemerintah dan yang terlibat dalam
penanggulangan bencana, dapat dilakukan dengan membuat rencana kontijensi dan
mengarahkan agar masyarakat sadar bencana melalui SOP (standart operational
procedure). Saat bencana datang, pihak yang terlibat mengetahui tindakan yang harus
dilakukan. Saat bencana sudah terjadi maka melewati masa pra bencana, tanggap
darurat, dan pasca bencana. Saat bencana sudah berakhir diperlukan evaluasi untuk
membangun manajemen komunikasi bencana yang lebih efektif dalam waktu
mendatang (Lestari, 2013).

B. Komando Komunikasi Bencana


Sistem Komando Bencana adalah suatu standar penanganan darurat bencana
yang mengintegrasikan pengerahan fasilitas, peralatan, personil, prosedur dan
komunikasi dalam suatu struktur organisasi. Sebagai langkah awal upaya PB adalah
mengumpulkan informasi awal kejadian bencana. Pokok-pokok informasi awal ini
meliputi (1) Apa (jenis bencana), (2) Kapan (waktu kejadian bencana), (3) Dimana
(lokasi kejadian bencana), (4) Berapa (besaran dampak kejadian bencana), (Penyebab
(penyebab kejadian bencana), dan (5) Bagaimana (upaya penanganan). Sebagai
sumber informasi adalah pelaporan instansi/lembaga terkait, media massa,
masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat dipercaya. Di BNPB dan BPBD,
baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota mempunyai satu tim yang disebut
Tim Reaksi Cepat (TRC). Tugas TRC ini adalah melakukan pengkajian bencana dan
dampaknya secara cepat dan tepat, serta pendampingan dalam rangka penanganan
darurat bencana (Setio, 2012)
Pola Penyelenggaraan Komando Bencana meliputi :
1. Rencana operasi
2. Permintaan sumberdaya
3. Pengerahan sumberdaya
4. Pengakhiran
Pelaksanaan ini didukung dengan fasilitas komando posko (tanggap darurat dan
lapangan), personil, gudang, sarana dan prasarana, transportasi, peralatan, alat
komunikasi, serta informasi bencana dan dampaknya. Rencana operasi merupakan
perencanaan dengan rencana tindakan menjadi acuan bagi setiap unsur pelaksana
komando. Permintaan sumberdaya dilakukan oleh Komandan dengan mengajukan
permintaan sumberdaya kepada Kepala BPBD/BNPB. Selanjutnya Kepala
BPBD/BNPB meminta dukungan sumberdaya kepada instansi/lembaga terkait upaya
PB. Instansi/lembaga wajib segera memobilisasi sumberdaya ke lokasi bencana.
Pengerahan sumberdaya dilakukan melalui pengiriman didampingi personil
instansi/lembaga dan penyerahannya dilengkapi dengan administrasi sesuai dengan
ketentuan berlaku. Dalam hal ini BNPB/BPBD mendukung mobilisasi sumber daya.
Untuk pengakhiran dilakukan oleh Kepala BNPB/BPBD dengan membuat rencana
pengakhiran dengan Surat Perintah (SPRINT) Pengkahiran. Selanjutnya Komando
Tanggap Darurat Bencana dibubarkan sesuai waktu dengan SK Pembubaran.
Proses tanggap darurat dinyatakan selesai dengan adanya pernyataan resmi
Gubernur/Bupati/Walikota. Dengan selesainya tanggap darurat maka fungsi Pos
Komando Tanggap Darurat kembali ke Pusdalops, dan tugas Incident Commander
(IC) menjadi selesai, serta semua sumberdaya kembali ke posisi semula/sumbernya.
Tahap upaya PB selanjutnya adalah masuk ke dalam masa transisi ke proses
rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, serta kehidupan/kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat sudah mulai berjalan.
Dalam setiap kegiatan pasti ada evaluasi dan pelaporan. Komandan Tanggap Darurat
Bencana melakukan rapat evaluasi setiap hari dan membuat rencana kegiatan hari
selanjutnya. Hasil evaluasi menjadi bahan laporan harian kepada Kepala
BNPB/BPBD dengan tembusan kepada Pimpinan Instansi/Lembaga terkait.
Untuk pelaporan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Instansi/lembaga/organisasi terkait dalam penanganan darurat bencana wajib
melaporkan kepada Kepala BNPB/BPBD sesuai kewenangannya dengan
tembusan kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana
2. Pelaporan meliputi pelaksanaan Komando Tanggap Darurat Bencana,
jumlah/kekuatan sumberdaya manusia, jenis dan jumlah peralatan/logistik, serta
sumberdaya lainnya termasuk sistem distribusinya secara tertib dan akuntabel
3. Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat kewenangannya
mengirimkan laporan harian, laporan khusus, dan laporan insidentil pelaksanaan
operasi tanggap darurat bencana kepada Kepala BNPB/BPBD dengan tembusan
kepada instansi/ lembaga/organisasi terkait
4. Kepala BPBD melaporkan kepada Bupati/Walikota/Gubernur dan Kepala BNPB,
Kepala BNPB melaporkan kepada Presiden (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional


Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman
Komando Tanggap Darurat Bencana. Jakarta.

Lestari, Puji. 2013. Manajemen Komunikasi Bencana Gunung Sinabung 2010 Saat
Tanggap Darurat. Jurnal Ilmu Komunikasi. 10(2) : 139-158.

Setio, Budi. 2012. Komunikasi Bencana : Aspek Sistem (Koordinasi, Informasi dan
Kerjasama). Jurnal Ilmu Komunikasi. 1(4) : 363-372.

Anda mungkin juga menyukai