LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh
Kelompok 4
Kelas/Off: B/A
Ilda Sartifa Sari (140341863057)
Irani Lailatu Badria (140341863067)
Ghaziah Kusumawati C. (140341863040)
B. Dasar Teori
Antagonis adalah peristiwa yang menyebabkan tertekannya aktivitas suatu
mikroorganisme jika dua mikroorganisme atau lebih berada pada tempat yang
berdekatan. Uji antagonis merupakan uji yang digunakan membuktikan bahwa
mikroorganisme yang bersifat antagonis dapat menghambat aktivitas
mikrooganisme lain yang berada ditempat yang berdekatan. Mikroorganisme yang
bersifat antagonis ini memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga dapat menutupi
mikroorganisme yang berdekatan dengannya (Tuju 2004).
Kapang adalah jamur yang membentuk bulu-bulu halus pada permukaan
substrat, seperti Rhizopus, Botrytis, dan Choanephora. Cendawan adalah jamur
yang banyak membentuk tubuh buah yang besar, misalnya Lycoperdon (jamur
kelentos), Volvariella (jamur merang) dan Auricularia (jamur kuping). Jamur
parasit mempunyai hifa yang ektofitik dan endofitik. Hifa yang ektofitik berada
pada permukaan tanaman inang, biasanya berwarna keputih-putihan, halus,
menyerupai sarang laba-laba, atau berwarna hitam atau coklat, membentuk jalinan
tidak teratur. Miselium yang endofitik berada di dalam jaringan tanaman inang
dan dapat tumbuh secara interseluler (di antara sel) atau intraseluler (masuk ke
dalam sel) (Alfizar, 2013).
Peran ekologi dari jamur yaitu dalam dinamika air/drainase, siklus hara dan
pengendalian penyakit. Bersama dengan bakteri, jamur berperan penting dalam
proses dekomposisi pada rantai makanan di tanah. Jamur dapat mengkonversi
bahan organik menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan oleh organisma lain. Hifa
jamur secara fisik berfungsi sebagai perekat pada agregat tanah sehingga dapat
memperbaiki stabilitas agregat tanah. Berdasarkan arti pentingnya di alam yang
telah disebut di atas maka jamur secara fungsional dikelompokan sebagai patogen
atau parasit, perombak (decomposer) dan mutualis (Darmono, 1997).
Salah satu bentuk interaksi antar mikroorganisme adalah antagonisme, yaitu
interaksi yang menimbulkan efek merugikan pada pertumbuhan salah satu
mikroorganisme, sedangkan mikroorganisme lain diuntungkan. Interaksi
antagoisme terjadi apabila beberapa jenis mikroorganisme menempati ruang yang
sama, sehingga mikroorganisme tersebut harus berkompetisi terhadap nutrien dan
ruang yang tersedia. Mikroorganisme yang memiliki kemampuan berkompetisi
dengan mikroorganisme lain dalam hal perolehan nutrien dan ruang dari
lingkungan akan bertahan hidup dan berkembang biak dengan sukses (Harman,
2006).
Interaksi antagonisme dapat terjadi antar sesama fungi, antar sesama bakteri,
ataupun antara fungi dengan bakteri. Mikroorganisme yang memiliki kemampuan
antagonisme disebut sebagai mikroorganisme antagonis. Khamir epifit merupakan
salah satu khamir yang tumbuh secara alami di permukaan bagian tumbuhan
seperti batang, daun, bunga, dan buah. Pada substrat tersebut terdapat keragaman
populasi mikroorganisme sehingga terjadi banyak interaksi antar populasi, salah
satunya adalah interaksi antagonism (Ekowati, 2000)
Mekanisme antagonisme yang dilakukan mikrorganisme antagonis antara
lain kompetisi ruang dan nutrien, antibiosis, parasitisme, dan predasi. Mekanisme
kompetisi ruang dan nutrien terjadi saat mikrorganisme antagonis ditumbuhkan
bersama mikroorganisme lain dalam kondisi ruang dan nutrien yang terbatas.
Kesuksesan berkompetisi ditunjukkan melalui pertumbuhan sel serta kolonisasi
dari mikroorganisme antagonis yang lebih cepat dibandingkan mikroorganisme
patogen. Mekanisme antibiosis melibatkan penggunaan senyawa metabolit
sekunder seperti enzim pelisis, senyawa volatile, siderophores atau senyawa
toksik lainnya. Mekanisme parasitisme terjadi saat mikroorganisme antagonis
menjadikan mikroorganisme lain sebagai inang yang menyediakan habitat dan
nutrien untuk pertumbuhan. Mekanisme predasi terjadi melalui kontak langsung
atau melalui struktur khusus dari mikroorgaisme antagonis, misalnya appresoria,
yang mampu menembus dinding sel hifa atau spora sehingga mengganggu
viabilitas sel (Fenina, 2012).
Jamur fusarium oxysporum merupakan penyebab penyakit layu dan busuk
batang pada berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Inang
dari patogen ini adalah sayuran, bawang, kentang, tomat, kubis, lobak, petsai,
sawi, temu-temuan, semangka, melon, pepaya, salak, krisan, anggrek, kacang
panjang, cabai, ketimun, jambu biji, dan jahe. Tanaman lain yang diketahui
menjadi inang patogen ini adalah kelapa sawit, kelapa, lada, vanili, dan kapas
(Semangun, 2004).
Salah satu spesies yang dapat digunakan sebagai mikroorgaisme antagonis
adalah Trichoderma spp.. Trichoderma spp. merupakan jamur asli tanah yang
bersifat menguntungkan karena mempunyai sifat antagonis yang tinggi terhadap
jamur-jamur patogen tanaman budidaya. Mekanisme pengendalian yang bersifat
spesifik target dan mampu meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi
keunggulan tersendiri bagi jamur Trichoderma spp. ini sebagai agen pengendali
hayati. Pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai agen pengendali hayati jamur
patogen Phytopthora infestans merupakan salah satu alternatif penting untuk
mengendalikan jamur patogen tersebut tanpa menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan.
Sebagai patogen sekunder bila jamur menginfeksi tanaman inang setelah ada
serangan jamur patogen lain, sehingga tingkat serangan menjadi sedemikian parah
[Joffe, (1973) dalam Isnaini, dkk. (2004)]. Jamur dapat menyebar melalui
pengangkutan bibit dan tanah yang terbawa angin atau air atau alat pertanian.
Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar-akar
tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman yang peka maka bila terdapat luka pada
akarnya, fusarium oxysporum akan segera menginfeksinya. Menurut Thomas
dalam Ekowati (2000), Trichoderma sp. mampu memproduksi protein
ekstraseluler yang mampu melisiskan dinding sel patogen yaitu melalui uji
aktivitas enzimatis. Menurut Darmono (1997), molekul antibiosis yang dihasilkan
oleh Trichoderma sp.yaitu 1,3 glukanase dan khitinase. Kedua enzim tersebut
menghancurkan glukan dan kitin yang merupakan komponen dinding hifa dari
beberapa cendawan patogen tanaman.
Diinkubasikan pada suhu 25˚C selama 3x24 jam. Tiap hari dilakukan pengamatan
terhadap pertumbuhan koloni kapang
Daya
R1 R2
Perlakuan Gambar Antagonisme
(cm) (cm)
(%)
TrichodermaA
harzianum
vs 2.8 cm 1.7 cm 39,2%
Fusarium
oxysporum
Trichoderma viride
vs
3,2 cm 2 cm 37,5%
Fusarium
oxysporum
Perhitungan
Rumus:
P= x 100% = 39,2%
P= x 100% = 37,5%
F. Analisis Data
Parktikum kali ini untuk melihat antagonis antar kapang yaitu kapang
patogen dan kapang antagonis. Kapang antagonis yang digunakan yaitu
Trichoderma harzianum dan Trichoderma viride sedangkan kapang patogen yang
digunakan yaitu Fusarium oxysporum. Kapang yang digunakan didapatkan dari
isolate yang sudah disediakan oleh Laboratorium. Berdasarkan hasil perhitungan
yang dilakukan setelah pengamatan bahwa kapang Trichoderma harzianum dan
Trichoderma viride yang digunakan memiliki daya antagonisme terhadap kapang
patogen Fusarium oxysporum. Kapang Trichoderma harzianum dapat
menghambat pertumbuhan kapang Fusarium oxysporum sebesar 39,2%
sedangkan Trichoderma viride memiliki daya antagonisme terhadap Fusarium
oxysporum sebesar 37,5%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kapang
Trichoderma harzianum memiliki daya antagonisme lebih tinggi dibandingkan
kapang Trichoderma viride dalam menghambat pertumbuhan kapang patogen
Fusarium oxysporum.
G. Pembahasan
Uji antagonisme kapang yaitu anatara kapang antagonis dan kapang patogen.
a. Trichoderma harzianum dan Fusarium oxysporum
Keberadaan kapang antagonis yang mudah ditemukan pada ekosistem
pertanian dapat dimanfaatkan sebagai APH. Kapang antagonis yang sangat umum
ditemukan adalah Trichoderma sp. (Rao, 2010; Padmaja et al., 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan Trichoderma harziarum mampu menghambat
pertumbuhan patogen Fusarium oxysporum, dengan daya antagonisme 39,2%.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningsih, (2016), persentase daya
antagonisme Trichoderma harziarum dan Fusarium oxysporum sebesar 60%.
Munir et al. (2013) mengatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan cendawan
kosmopolit yang dapat berkembang di akar, tanah, dan daun yang dapat
meningkatkan pertumbuhan, menginduksi ketahanan tanaman, dan bersifat
antagonis terhadap patogen penyebab penyakit tanaman. T. harzianum merupakan
cendawan yang paling umum dijumpai di tanah dan sering digunakan dalam
pengendalian hayati baik terhadap patogen tular tanah maupun patogen filosfer,
spesies dari cendawan ini telah banyak diformulasikan sebagai fungisida dengan
spekrtum inang yang luas (Soesanto 2008). T. harzianum mampu memperlambat
masa inkubasi, menurunkan intensitas penyakit, dan menurunkan tingkat virulensi
sembilan isolat Fusarium oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman
kencur (Prabowo et al. 2006).
T. harzianum (R2) memiliki diameter lebih besar dari pada diameter Fusarium
oxysporum yaitu sebesar 2,8 cm sedangkan diameter Fusarium oxysporum
sebesar 1,7 cm. Hal tersebut memungkinkan terjadinya mekanisme kompetisi
antara masing-masing cendawan uji. Kompetisi terjadi apabila terdapat persaingan
dalam mendapatkan faktor tumbuh seperti ruang dan nutrisi yang sama antara
dua mikroba atau lebih, dimana salah satu dari mikroba memanfatkan lebih
banyak faktor tumbuh ersebut. Kompetisi menyebabkan cendawan patogen tidak
mempunyai ruang tumbuh untuk hidupnya (Octaviani et al 2015). Mekanisme
antibiosis dapat dilihat dari adanya zona penghambatan pada hasil uji antagonisme
in vitro (Gambar pengamatan). Adanya zona penghambatan menunjukkan
terjadinya mekanisme antibiosis yang dilakukan kandidat cendawan antagonis
terhadap patogen uji. Mekanisme antibiosis terjadi apabila suatu agens hayati
mampu menghasilkan senyawa metabolit yang bersifat toksik terhadap organisme
lain sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan inangnya
(Kusdiana 2011).
Menurut Soesanto (2008), cendawan antagonis dapat membentuk alat
penetrasi yang terbentuk dari hifa yang meililit atau hifa yang kontak dengan hifa
patogen, alat penetrasi akan melubangi dinding sel patogen dengan bantuan
enzim. Mekanisme mikoparasit terjadi apabila suatu agens hayati mampu
memproduksi enzim ekstraseluler untuk melubangi dinding sel cendawan lain,
kemudian melakukan penetrasi dan mengabsorbsi isi sel cendawan tersebut
sebagai nutrisinya (Octaviani et al. 2015).
b. Trichoderma viridae dan Fusarium oxysporum
Berdasarkan hasil pengamatan persentase daya antagonisme Trichoderma
viridae dan Fusarium oxysporum adalah 37,5%, berbeda dengan perentase daya
antagonisme Trichoderma harziarum dan Fusarium oxysporum 39,2%, persentase
daya antagonisme Trichoderma viridae dan Fusarium oxysporum daripada
perentase daya antagonisme Trichoderma harziarum dan Fusarium oxysporum.
Hal ini karena Mikroba antagonis memiliki mekanisme penghambatan yang
berbeda-beda dan dapat memiliki lebih dari satu mekanisme penghambatan,
masing-masing mekanisme tersebut berpengaruh terhadap penghambatan
pertumbuhan patogen maupun terhadap pertumbuhan tanaman (Soesanto 2008).
Efisiensi daya antagonis kapang Trichoderma spp. yang berbeda terhadap
kapang patogen tertentu dapat disebabkan oleh kecepatan tumbuh, kadar dan
macam senyawa kimia, serta enzim yang dihasilkan oleh masing-masing spesies
(Matroudi et al., 2009; Octriana, 2011; Amaria dkk., 2013). Kecepatan
pertumbuhan yang tinggi dapat menentukan aktivitas kapang antagonis terhadap
kapang patogen. Diameter kapang Trichoderma viridae lebih tinggi dari pada
diameter kapang Fusarium oxysporum. Hal ini karena kapang Trichoderma
viridae memiliki kecepatan tumbuhan yang mengungguli kapang Fusarium
oxysporum, sehingga dapat menguasai kompetisi ruang dan nutrisi. Trichoderma
sp. menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler β-1.3-glukanase dan kitinase yang
dapat melarutkan dinding sel patogen (Lewis dan Papavizas 1984).
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini, dapat disimpulkan:
1. Uji antagonisme kapang antagonis dan patogen, menggunakan dua kapang
antagonis yaitu Trichoderma harzianum dan Trichoderma viridae terhadap
kapang patogen Fusarium oxysporum. Memiliki tingkat pertumbuhan kapang
antagonis lebih cepat dari pada kapang patogen Fusarium oxysporum.
2. Pesentase daya anatagonisme antara kapang antagonis Trichoderma
harzianum dan Fusarium oxysporum (39,2%) lebih besar daripada pesentase
daya anatagonisme antara kapang antagonis Trichoderma viridae dan
Fusarium oxysporum (37,5%).
I. Diskusi
1. Berapa daya antagonisme Trichoderma harzianum terhadap Fusarium
oxysporum?
Jawab: daya antagonisme Trichoderma harzianum yaitu 39,2%
2. Berapa daya antagonisme Trichoderma viridae terhadap Fusarium
oxysporum?
Jawab: daya antagonisme Trichoderma harzianum yaitu 37,5%
3. Kapang antagonis manakah yang lebih efektif mengendalikan pertumbuhan
Fusarium oxysporum berdasarkan daya antagonisnya?
Jawab: Kapang antagonis yang lebih efektif dala mengendalikan kapang
pathogen yaitu Trichoderma harzianum karena dilihat dari nilai
presentasenya jika kapang Trichoderma harzianum lebih besar dari kapang
antagonis Trichoderma viridae yaitu dengan nilai 39,2%.
DAFTAR RUJUKAN
Alfizar., Marlina., Susanti, Fitri. 2013. Kemampuan Antagonis Trichoderma Sp.
Terhadap Beberapa Jamur Patogen In Vitro. Jurnal Bioteknologi. Vol. 8
(45):46- 53. Unsyiah Kuala Press.
Howell, C. R., DeVay, J. E., Garber, R. H. dan Batson, W. E. 2011. Field Control
of cotton seedling deseases with Trichoderna virens in combination with
fungicide seed treatments. Journal of Cotton Science 1 : 15-20.
Isnaini, M. Rohyadi, dan Murdan, 2004. Identifikasi dan Uji Patogenitas Jamur-
jamur Penyebab Penyakit Busuk Batang Tanaman Vanili di Lombok Timur.
Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Munir S, Jamal Q., Bano K., Sherwani S. K., Bokhari T.Z., Khan T.A., Khan R.A.,
Jabbar A., Anees M. 2013. Biocontrol ability of Trichoderma. Intl J Agri
Crop Sci. 6(18):1246-1252.