Koleksi Dan Identifikasi Oosit Ovarium
Koleksi Dan Identifikasi Oosit Ovarium
Tujuan
Frekuensi
Unsyiah.
Prinsip
Langkah Kerja
Alat yang digunakan adalah pinset, scaple, cawan petri, mikroskop dan
gunting. Bahan yang digunakan adalah sepasang ovarium dan NaCL.
Prosedur Kerja
Metode Slicing
Ovarium ditempatkan di dalam cawan petri yang mengandung larutan
NaCl fisiologis steril dicincang halus-halus dengan scalpel. Potongan-potongan
jaringan tersebut kemudian dikeluarkan. Larutan yang tertinggal di cawan petri
kemudian diperiksa di bawah mikroskop stereo untuk pengamatan dan identifikasi
oosit.
Hasil Kegiatan
Setelah dilakukan praktikum mahasiswa ko-asistensi dapat mengetahui
metode-metode yang digunakan untuk koleksi oosit pada ovarium.
Berdasarkan kegiatan koleksi oosit yang telah dilakukan diperoleh oosit
dengan metode aspirasi dan metode slicing namun memperoleh oosit yang
berbeda ukuran cumulusnya , sedangkan untuk metode puncture tidak didapatkan
hasil.
Gambar 1. Metode Aspirasi
Diskusi
Ovarium pada hewan berina merupakan tempat produksi oosit. Setiap
ovarium mengandung oosit dalam jumlah yang sangat banyak, tetapi hanya
sedikit sekali dari jumlah oosit tersebut yang dimatangkan dan diovulasikan
selama masa reproduktif (Austin dan Short, 1984). Perkembangan oosit pada
ovarium dipengaruhi oleh beberapa aktifitas sel lain yang berada disekitarnya
yakni sel folikel, sel granulose dan zona pelusida (Byskov dan Hoyer, 1988). Pada
ovarium mamalia, setiap satu siklus reproduktif normal akan mematangkan satu
oosit dominan dalam satu folikel yang mengakibatkan terjadi ovulasi tunggal
(hanya dilepaskan satu oosit).
Pematangan oosit in vitro adalah pematangan oosit pada medium di luar
tubuh dan dikultur secara in vitro. Adanya tehnik pematangan in vitro
dimungkinkan untuk memperoleh oosit matang dalam jumlah besar dengan cara
menanam telur yang belum diovulasikan dalam medium pematangan (Bavister
dkk., 1992). Pematangan oosit primer dapat berkembang menjadi oosit sekunder
yang akan melakukan proses pembelahan meiosis dengan normal dan sempurna
sehigga menghasilkan sel telur yang siap untuk dibuahi. Oosit yang matang in
vivo dan in vitro tidak ada perbedaan yang nyata dalam tingkat pematangan inti,
fertilisasi atau pembelahan, tetapi bagaimanapun tergantung dari perkembangan
kemampuan pada oosit itu sendiri (Greve dkk., 1993).
Prosedur koleksi oosit ovarium dari rumah potong hewan (RPH) telah
banyak dilakukan di Laboratorium penghasil embrio secara in vitro. Ada beberapa
metode koleksi oosit yang telah diterapkan, yaitu: metode aspirasi, metode
puncture dan metode slicing. Kriteria penilaian oosit:
- Complete: terdapat sel-sel cumulus oophorus, terdapat lebih dari 3 lapisan
tebal (5 lapisan tebal), oosit kelihatan kompak
- Partital: terdapat sel-sel cumulus oophorus, terdiri dari 3 lapisan tebal, oosit
kelihatan kompak, oosit kelihatan kompak
- Expanded: terdapat sel-sel cumulus oophorus, sel-sel cumulus meunjukan
ekspansi (meluas), sel-sel cumulus kelihatan dalam bentuk kumpulan hitam
terpencar-pencar
- Nude: tidak ada kumpulan sel-sel yang mengelilingi oosit, oosit hanya
dikelilingi zona pelucida secara merata. (Tim Laboratorium Reproduksi,
2009).
IVF merupakan teknologi produksi embrio pada media di luar tubuh
(Jaswandi dkk., 2001). Teknologi fertilisasi secara in vitro (IVF) pada ternak,
khususnya sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari
induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. Fertilisasi in vitro
(IVF) merupakan teknologi yang memproduksi embrio dalam jumlah banyak dan
relative murah. Perkembangan IVF telah semakin meluas dengan menggunakan
materi, baik dari sapi yang masih hidup maupun yang sudah dipotong. Ovarium
sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan merupakan sumber oosit yang
murah dan mampu menyediakan oosit dalam jumlah yang banyak. Namun
demikian belum semua potensi ovarium dapat dimanfaatkan karena daya hidup
oosit yang terbatas dan medium yang digunakan dalam pematangan oosit in vitro
masih belum dapat menghasilkan angka pematangan oosit yang optimal.
Teknologi fertilisasi in vitro dapat menjadi alternative untuk produksi embrio
dalam jumlah banyak. Produksi embrio in vitro telah banyak dilakukan pada sapi
(Trounson dkk., 1992).
Austin, C.R., and R.V. Short (1984). Reproduction and Mammals, 3 Hormonal
Control of Reproduction, 2nd . Cambridge University Press.
Bavister, L.R. and K. Niwa. 1992. Ability of in vitro maturating bovine oocytes to
transform sperm nuclei to metaphase chromosomes. J.Rep.Fert.96: 565-572.