Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BERESIKO TINGGI

By; Hermalinda
A. PREMATURITAS MURNI
1. Pengertian
Prematur adalah setiap bayi yang dilahirkan sebelum usia kehamilan mencapai
37 minggu (Browne, 2004; Goldenberg et al, 2008; Hockenberry, 2009).

2. Faktor resiko
Beberapa faktor resiko ibu dan janin yang berhubungan dengan kelahiran
preterm diantaranya adalah karakteristik demografi maternal, status nutrisi,
riwayat kehamilan sebelumnya, karakteristik kehamilan saat ini, karakteristik
psikologis, perilaku menyimpang saat hamil, infeksi intrauterin, kontraksi
uterus, panjang servik, dan perubahan biologis atau genetik (Goldenberg et al,
2008).
a. Karakteristik maternal
Ras atau suku bangsa, status sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah,
usia ibu yang terlalu muda atau tua, dan single parents merupakan faktor
resiko yang cukup berperan terhadap kelahiran prematur. Mekanisme
karakteristik demografi ibu terhadap kejadian prematur belum diketahui
secara tepat. Ibu yang bekerja dengan aktivitas fisik yang tinggi juga
beresiko melahirkan prematur.
b. Status nutrisi ibu hamil
Status nutrisi ibu selama hamil menggambarkan ukuran tubuh termasuk
BMI, intakte nutrisi, dan análisis nilai serum didalam tubuh. Ibu hamil
dengan BMI yang rendah, asupan besi dan zink yang tidak adekuat serta
tidak terjadi peningkatan berat badan selama hamil akan beresiko melahirkan
bayi prematur secara spontan. Kelahiran bayi prematur secara spontan
disebabkan karena berkurangnya volume darah dan menurunnya aliran darah
ke uterus. Kejadian infeksi juga berhubungan dengan kelahiran bayi
prematur spontan, hal ini disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi,
vitamin dan mineral pada waktu hamil. Selain itu, kelahiran bayi prematur
juga dapat terjadi ibu yang obesitas karena beresiko mengalami preeklampsi
dan diabetes.
c. Riwayat kehamilan sebelumnya
Resiko kelahiran prematur meningkat pada ibu yang pernah melahirkan bayi
prematur pada kehamilan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena uterus
membutuhkan waktu untuk kembali pada keadaan normal termasuk resolusi
status inflamasi yang berhubungan dengan kehamilan sebelumnya. Riwayat
ibu hamil dengan penyakit diabetes, hipertensi dan obesitas juga merupakan
faktor resiko untuk kelahiran prematur.
d. Karakteristik kehamilan saat ini
1) Kehamilan ganda, kontraksi uterus akibat distensi uterus yang
berlebihan, dan ketuban pecah dini, merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya kelahiran prematur secara spontan.
2) Perdarahan vagina akibat abrupsio placenta dan placenta previa juga
meningkatkan resiko kelahiran prematur.
3) Pohidramnion dan oligohidramnion meningkatkan kejadian kelahiran
prematur dan ketuban pecah dini.
4) Ibu yang menjalani operasi abdomen pada trimester satu dan dua
beresiko melahirkan prematur.
5) Penyakit yang diderita selama hamil seperti asma, tiroid, diabetes, dan
hipertensi meningkatkan resiko ibu melahirkaan bayi prematur.
e. Kondisi psikologis ibu.
Kondisi psikologis ibu hamil, memegang peranan yang cukup penting
terhadap kejadian prematur. Stres psikologis pada waktu hamil
menyebabkan pelepasan hormon kortikotropin dan peningkatan konsentrasi
serum (misal C-reaktive protein) yang dapat merangsang terjadinya reaksi
inflamasi sehingga meningkatkan resiko kelahiran prematur.

Kejadian depresi pada ibu hamil dilaporkan 16%, dimana hampir 35% dari
angka tersebut menujukkan gejala depresi. Depresi berhubungan dengan
perilaku merokok dan penggunaan alkohol pada ibu hamil. Kandungan
nikotin dan karbon monoksida pada rokok dapat menyebabkan terjadinya
kontriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan kerusakan pada placenta
dan penurunan aliran darah pada uteroplasenta. Kejadian ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin dan meningkatkan resiko kelahiran
prematur. Penggunaan alkohol berat, sedang ataupun ringan beresiko bagi
untuk melahirkan bayi prematur.
f. Infeksi intrauterin
Mekanisme kelahiran prematur akibat infeksi intrauterin dihubungkan
dengan adanya aktivasi sistem kekebalan tubuh bawaan. Mikroorganisme
akan merangsang pengeluaran receptor inflamasi kemokin dan sitokinin
seperti interleukein 8, interleukin 1β dan faktor nekrosis tumor α (TNF).
Endotoksin mikroba dan proinflamasi sitokinin merangsang produksi
prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya serta beberapa enzim.
Prostagladin akan mestimulasi kontraksi uterus yang meningkatkan resiko
kelahiran prematur.
g. Perubahan biologis dan genetik
Cairan biologik (seperti cairan amnion, urin sekret servik, sekresi dari
vagina, serum atau plasma, atau keduanya dan air liur) dapat menjadi pemicu
biologis untuk terjadinya kelahiran preterm. Selain perubahan biologis,
beberapa data memberikan bukti bahwa adanya hubungan antara faktor
genetik dengan kejadian kelahiran prematur.

3. Masalah utama bayi berat lahir rendah


a. Sistem respirasi
Pada bayi baru lahir, adaptasi kritis yang paling utama adalah memulai untuk
bernafas. Rangsangan nafas pertama dipengaruhi oleh faktor kimia dan suhu.
Perubahan kimiawi dalam darah seperti penurunan oksigen dan peningkatan
karbondioksida serta PH darah, akan merangsang pusat pernafasan di
medula. Adaptasi bayi karena perubahan suhu juga dapat merangsang impuls
sensorik dikulit yang kemudian disampaikan kepada pusat pernafasan.

Bayi preterm lahir sebelum paru-parunya benar-benar siap sebagai organ


efisien untuk pertukaran gas. Terdapat bukti aktivitas respirasi sebelum
kelahiran. Paru melakukan gerakan respirasi lemah, dan cairan dieksresikan
dari alveoli. Karena berakhirnya pembukaan septum alveolar, yang
meningkatkan luas permukaan paru dan terjadi selama trimester terakhir
kehamilan, maka bayi prematur lahir dengan sejumlah alveoli yang tidak
berkembang dan mudah kolaps. Aliran darah paru juga terhambat karena
kolapsnya paru-paru fetal, akibat perkembangan vaskuler yang buruk secara
umum dan jaringan kapiler yang imatur secara khusus. Karena tingginya
vaskuler paru, bagian terbesar darah fetal dipintaskan dari paru melalui
duktus arteriosus dan foramen ovale.

Pada saat kelahiran, bayi harus memulai bernafas dan membuat paru yang
sebelumnya terisi cairan digelembungkan dengan udara. Pada saat yang
sama, aliran darah kapiler harus ditingkatkan kurang lebih sepuluh kali untuk
memberikan perfusi paru yang adekuat dan untuk mengubah tekanan
intrakardial yang menutup struktur jantung fetal. Kebanyakan bayi cukup
bulan berhasil menyelesaikan penyesuaian ini, namun bayi preterm dengan
gawat nafas tidak mampu melakukannya.

Surfaktan adalah permukaan fosfolipid aktif yang disekresi oleh epitel


alveoli. Bekerja seperti deterjen, substansi ini mengurangi tegangan
permukaan cairan yang melapisi alveoli dan jalan nafas, mengakibatkan
pengembangan intraalveolar yang rendah. Perkembangan imatur fungsi ini
menimbulkan konsekuensi yang secara serius memperburuk efisiensi
respirasi. Kurangnya produksi surfaktan menyebabkan pengembangan tidak
sama alveoli saat inspirasi dan kolapsnya alveoli pada akhir ekspirasi. Tanpa
survaktan bayi tidak akan mampu menjaga parunya mengembang sehingga
memerlukan usaha keras untuk mengekspansi kembali alveoli pada setiap
tarikan nafas.

b. Sistem termoregulasi
Setelah tercapai respirasi, regulasi panas merupakan hal yang paling krisis
terhadap ketahanan hidup bayi. Meskipun kapasitas produksi panas bayi
cukup memadai, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya
kehilangan panas berlebihan:
a. Area permukaan kulit yang luas memudahkan terjadinya kehilangan
panas dari tubuh ke lingkungan, meskipun sebagian dapat dikompensasi
oleh posisi fleksi yang biasa dilakukan bayi untuk mengurangi luas
permukaan yang terpajan ke lingkungan.
b. Tipisnya lapisan subkutan bayi merupakan isolasi yang buruk untuk
mempertahankan suhu.
c. Mekanisme bayi untuk menghasilkan panas berbeda dengan orang
dewasa, yang dapat meningkatkan produksi panas dengan menggigil.
Neonatus yang kedinginan tidak dapat menggigil, tetapi menghasilkan
panas dengan nonshivering thermogenesis, yang mencakup peningkatan
metabolisme dan kebutuhan oksigen.

Sumber termogenik utama adalah jantung, hati dan orak. Akan tetapi
terdapat sumber tambahan unik pada bayi baru lahir yang dikenal sebagai
brown adipose tissue (BAT), atau lemak coklat. Lemak coklat, yang
namanya sesuai dengan tinggi kandungan sitokron mitokondrial, mempunyai
kapasitas yang lebih besar dalam memproduksi panas melalui aktivitas
metabolik yang lebih intensif dibandingkan dengan jaringan adiposa biasa.
Panas yang dihasilkan dalam lemak coklat akan didistribusikan ke bagian
lain tubuh oleh darah, yang dihangatkan ketika melintasi lapisan jaringan ini.
Deposit superfisial lemak coklat terletak antara scapula, sekitar leher,
diaksila, dan dibelakang sternum.

Produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem


kardiovaskuler, neurologis, dan metabolism dan neonatus yang imatur
bermasalah dengan semua yang berhubungan dengan produksi panas. Bayi
BBLR memiliki masa otot yang jauh lebih kecil dan deposit lemak coklat
lebih sedikit untuk menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan lemak
subkutan, dan kontrol reflek yang buruk pada kapiler.
c. Keseimbangan volume cairan tubuh

Perubahan terjadi pada volume air tubuh total, volume ekstraseluler dan
volume cairan intraseluler selama transisi dari kehidupan fetal ke pascanatal.
Pada saat lahir, 73% dari berat badan total bayi adalah cairan, dibandingkan
dengan 58% pada dewasa. Bayi secara proporsional memiliki rasio cairan
ekstraseluler yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Konsekuensinya, kadar natrium dan klorida tubuh total lebih tinggi dan
kadar kalsium, magnesium dan fosfat lebih rendah.

Bayi resiko tinggi sering mendapatkan cairan parenteral untuk asupan


tambahan kalori, elektrolit, dan/ atau air. Hidrasi yang adekuat sangat
penting pada bayi preterm karena kandungan air ekstraselularnya lebih tinggi
(90% pada bayi preterm), permukaan tubuhnya lebih luas, dan kapasitas
osmotic dieresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang
sempurna. Oleh karena itu, bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan
cairan.

d. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, namun
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang,
semakin imatur seorang bayi, semakin besar masalahnya. Selain itu,
kebutuhan nutrisi untuk kelompok bayi ini tidak diketahui dengan pasti.
Diketahui bahwa semua bayi preterm beresiko karena buruknya cadangan
nutrisi dan berbagai karakter fisik dan perkembangannya.

Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus dipenuhi
dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomis dan fisiologis.
Meskipun beberapa aktivitas mengisap dan menelan sudah ada sejak
sebelum lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang
lebih 32 – 34 minggu usia gestasi dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36
sampai 37 minggu. Isapan awal tidak diikuti dengan penelanan, dan
kontraksi esophagus tidak terkoordinasi. Reflek muntah belum berkembang
sampai usia 36 minggu. Konsekuensinya, bayi sangat mudah mengalami
aspirasi dan bahaya yang menyertainya. Ketika bayi matur, pola mengisap
dan menelan sudah berkembang namun masih lambat dan belum efektif dan
reflek ini mudah mengalami kelelahan.

e. Pertahanan tubuh
Bayi lahir dengan pertahanan terhadap infeksi, pertahanan garis pertama
adalah kulit dan membrane mukosa, yang melindungi tubuh dari invasi
mikroorganisme. Pertahanan garis kedua adalah elemen seluler dari system
imunologis, yang menghasilkan beberapa tipe sel yang mampu menyerang
pathogen. Neutrofil dan monosit bersifat fagosit, artinya mampu menelan,
mencerna dan menghancurkan agen asing.

4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada bayi dengan BBLR adalah pengukuran
BB, PB, LILA, Lingkar dada, masa gestasi kurang dari 37 minggu, adanya kulit
tipis dan transfaran, adanya kepala lebih besar dari pada badan, adanya lanugo
terutama pada dahi, pelipis, telingan dan lengan. Jumlah lemak subkutan kurang,
ubun-ubun dan sutura lebar, labia minora belum tertutup oleh labia mayora
(pada wanita) dan pada bayi laki-laki testis belum turun, tulang rawan dan daun
telinga imatur,pergerakkan kurang dan lemah, tangisan lemah, reflek menghisap
dan menelan serta batuk lemah, kulit pucat atau bernoda mekonium, bayi tanpak
gesit, aktif dan kuat, tali pusat berwarna kuning dan kehijauan.

b. Diagnosa dan Masalah Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang
imatur
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.

c. Rencana keperawatan
No Hipotesis Intervensi
1. Pola nafas tidak Tujuan : Mandiri:
efektif Setelah dilakukan 1. Posisikan untuk pertukaran udara
berhubungan intervensi diharapkan yang optimal, posisi telungkup bila
dengan bayi memperlihatkan mungkin.
imaturitas paru parameter oksigen yang 2. Hindari hiperkestensi leher
ditandai dengan: adekuat 3. Observasi adanya tanda gawat nafas,
DO: pernafasan cuping hidung, retraksi,
 Berat badan takipnea, apnea, grunting, sianosis
lahir < 2500 Kriteria hasil: dan saturasi oksigen rendah.
gram  Jalan nafas paten. 4. Hindari penggunaan posisi
 Pernafasan  Pernafasan trendelenburg.
tidak teratur memfasilitasi 5. Gunakan posisi semi telungkup atau
dan ada oksigenisasi dan berbaring miring
periode pembuangan CO2. 6. Pertahankan lingkungan thermal
apnea  Frekuensi dan pola netral.
respirasi dalam batas
normal. Kolaborasi:
 Oksigenisasi 1. Berikan terapi oksigen sesuai terapi
jaringan adekuat/
memadai .
2. Ketidakefektifan Tujuan: Mandiri:
termoregulasi Bayi akan 1. Letakkan bayi pada inkubator
berhubungan memperlihatkan suhu penghangat.
dengan kontrol tubuh yang stabil. 2. Pantau suhu aksila bayi.
suhu imatur dan 3. Atur unit servecontrol atau kontrol
berkembangnya Kriteria hasil: suhu udara sesuai kebutuhan.
lemak subkutan, Suhu aksil bayi dalam 4. Pantau tanda hipertermia.
ditandai dengan: batas normal (36,5 – 5. Terapkan perawatan bayi dengan
DO: 37,5°C). prinsip developmental care*,
 Kulit tipis termasuk perawatan metode
 Kulit kangguru.
transfaran 6. Hindari bayi dari terpajan dengan
dan berwarna udara dingin dan menyebabkan bayi
pink kehilangan panas seperti: udara
 Suhu unstabil dingin, kekeringan, mandi,
timbangan dingin dan kasur dingin.
7. Pantau kadar glukosa.
3. Kekurangan atau Tujuan: Mandiri:
kelebihan Bayi akan 1. Pantau cairan dan elektrolit dengan
volume cairan memperlihatkan status ketat pada terapi yang meningkatkan
yang hidrasi yang adekuat. kehilangan air tidak kasat mata
berhubungan (IWL) misal (fisoterapi dan
dengan Kriteria hasil: penghangat radiasi).
karakteristik  Tingkat kesadaran 2. Implementasikan strategi untuk
fisiologis imatur normal. meminimalkan IWL.
bayi preterm dan  TTV dalam batas 3. Yakinkan asupan cairan parenteral
atau imaturitas normal. atau oral adekuat.
atau sakit,  Masukan dan 4. Kaji status hidrasi misal turgor kulit,
ditandai dengan: keluaran seimbang. tekanan darah, edema, berat badan,
 Kulit tipis  Turgor kulit elastis, membrane mukosa, BJ urin, elektrolit
 Turgor kulit: membran mukosa dan fontanel.
cukup lembab, nadi perifer 5. Atur cairan parenteral dengan ketat
 Ada teraba, pengisian untuk menghindari dehidrasi,
perdarahan kapiler 3 detik. kelebihan hidrasi atau ekstravasasi.
(ptekie  Tidak ada muntah, 6. Hindari pemberian cairan hipertonis
bawah kulit) tidak ada contoh: obat tidak diencerkan, infuse
perdarahan, dan glukosa pekat .
akral hangat. 7. Pantau haluaran urin dan harga
 Hasil laboratorium laboratorium.
normal. 8. Minimalkan penggunaan perekat.
4. Resiko infeksi Tujuan: Mandiri:
berhubungan Setelah dilakukan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
dengan defek intervensi keperawatan menangani bayi.
pertahanan diharapkan bayi tidak 2. Pastikan alat yang digunakan untuk
imunologis memperlihatkan tanda kontak dengan bayi bersih atau steril.
ditandai dengan: infeksi nosokomial 3. Hindari bayi dari pengasuh atau
 Berat badan pengunjung yang mengalami infeksi
lahir < 2500 Kriteria hasil: menular.
gram  Hasil laboratorium 4. Isolasi bayi lain yang menderita
dalam batas normal. infeksi sesuai kebijakan institusi.
 Bayi bebas dari 5. Instruksikan tenaga kesehatan dan
tanda-tanda infeksi orangtua dalam hal prosedur kontrol
yang ditunjukkan infeksi.
dengan tanda vital 6. Berikan antibiotik yang sesuai
stabil. permintaan.
7. Yakinkan aseptik dan sterilitas pada
prosedur invasif.

5. Gangguan nutrisi Tujuan: Mandiri:


berhubungan Setelah dilakukan 1. Mempertahankan cairan parenteral
dengan intervensi diharapkan atau terapi nutrisi parenteral sesuai
ketidakmampuan bayi mendaptkan nutrisi permintaan
ingesti nutrient adekuat dengan asupan 2. Pantau tanda intoleransi terhadap
karena imaturitas kalori untuk terapi parenteral oral terutama
atau sakit, mempertahankan protein dan glukosa
ditandai dengan: keseimbangan nitrogen 3. Kaji kesiapan untuk menyusu
DO: dan memperlihatkan terutama kemampuan untuk
 Bayi masih pertambahan berat mengkoordinasi penelanan dan
puasa badan. pernafasan
 Bayi kriteria hasil: 4. Beri Asi bila bayi kuat menghisap,
terpasang  Bayi mendapatkan menelan dan ada reflek muntah (usia
OGT kalori dan nutrient gestasi 34 – 35 mingggu)
 Berat badan esensial yang 5. Gunakan selang OGT bila bayi
menurun dari adekuat. mudah kelelahan atau reflek
sebelum  Bayi menunjukkan menghisap, menelan atau muntah
masuk BB yang konstan lemah
menjadi 1750 normal (20 – 30 gr 6. Bantu ibu memberikan ASI bila
gram. perhari) pasca fase mungkin
akut penyakit.
6 Perubahan proses Tujuan: Mandiri:
keluarga Keluarga menerima 1. Hargai hak-hak orangtua (penerapan
berhubungan dukungan yang adekuat. family center care).
dengan anak Kriteria hasil: 2. Tunjukkan sikap asuhan yang
yang menderita Keluarga menghormati baik pada anak maupun
sakit yang memperlihatkan perilaku orangtua.
mengancam jiwa dan perasaan 3. Dukung dan tekankan kekuatan dan
menghargai diri sendiri kemampuan keluarga.
Keluarga menggunakan 4. Berikan umpan balik dan pujian.
layanan pendukung. 5. Ajarkan keluarga tentang pemberian
obat, tanda dan gejala gagal jantung,
teknik pemberian susu, pengaturan
posisi, kebutuhan istirahat, masalah
tumbuh kembang.

Latihan berfikir kritis


Bayi perempuan, lahir pada tanggal 16 November 2011 pukul 21.15 WIB. Berat
badan lahir adalah 1850 gram, panjang badan lahir 42cm, lingkar kepala 26 cm,
lingkar badan 31cm, lingkar dada 26 cm, dan lingkar perut 24 cm. Bayi
dilahirkan dari ibu dengan status maternal G1P0A0H0. Bayi dilahirkan secara
spontan atas indikasi ketuban pecah dini (KPD). Apgar score pada waktu lahir
adalah 7/8. Keadaan umum bayi saat dilahirkan aktifdan menangis kuat.
Diagnosa bayi adalah neonatus kurang bulan (NKB), sesuai masa kehamilan
(SMK), dan berat badan lahir rendah (BBLR). Berdasarkan hasil pengkajian
pada tanggal 21 November 2011 didapatkan data tanda vital bayi adalah HR:
132 x/menit, RR: 40 x/menit, dan suhu: 37,4°C. Bagaimanakah rencana asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasien?

B. SINDROM GAWAT NAFAS


1) Pengertian
Sindrom gawat nafas adalah kumpulan gejala pernafasan pada bayi baru lahir
yang ditandai dengan gejala-gejala seperti: takipnea (frekuensi nafas > 60 – 80
x/menit), adanya retraksi dada, nafas cuping hidung, merintih atau grunting,
sianosis, apnea atau henti nafas (Kosim dalam Kosim dkk, 2008).
2) Penyebab
Penyebab sindrom gawat nafas (Mathai, Raju, & Kanitkar, 2007; Kosim dalam
Kosim dkk, 2008):
1. Penyakit membran hialin (HMD)
2. Sindrom aspirasi mekonium (MAS)
3. Transient tachipnea of the newborn (TTN)
4. Pneumonia
5. Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn (PPHN)
6. Kebocoran udara pada paru (pneumothorak)
7. Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, kelainan hematologis dan
kelainan neurologi yang meningkatkan hiperventilasi seperti kejang.

3) Patofisiologi
Pada saat kelahiran, bayi harus memulai bernafas dan membuat paru yang
sebelumnya terisi cairan digelembungkan dengan udara. Pada saat yang sama,
aliran darah kapiler harus ditingkatkan kurang lebih sepuluh kali untuk
memberikan perfusi paru yang adekuat dan untuk mengubah tekanan
intrakardial yang menutup struktur jantung fetal. Kebanyakan bayi cukup bulan
berhasil menyelesaikan penyesuaian ini, namun bayi preterm dengan gawat
nafas tidak mampu melakukannya.
Surfaktan adalah fosfolipid aktif permukaan yang disekresi oleh epitel alveoli.
Bekerja seperti deterjen, substansi ini mengurangi tegangan permukaan cairan
yang melapisi alveoli dan jalan nafas, mengakibatkan pengembangan
intraalveolar yang rendah. Perkembangan imatur fungsi ini menimbulkan
konsekuensi yang secara serius memperburuk efisiensi respirasi. kekurangan
produksi surfaktan menyebabkan pengembangan tidak sama alveoli saat
inspirasi dan kolapsnya alveoli pada akhir ekspirasi. Tanpa surfaktan bayi tidak
akan mampu menjaga parunya mengembang sehingga memerlukan usaha keras
untuk mengekspansi kembali alveoli pada setiap tarikan nafas.
Tanpa adanya stabilitas alveoli, tahanan vascular paru meningkat sehingga
menyebabkan terjadi hipoperfusi dan penurunan aliran darah ke jaringan paru.
Perfusi paru yang tidak adekuat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Hipoksemia dalam jangka waktu yang lama dapat mengaktifkan glikolisis
anaerobik yang menghasilkan sejumlah besar asma laktat. Peningkatan asam
laktat dapat menyebabkan asidosis metabolik (Hockenberry, 2009).

4) Klasfikasi gawat nafas


Gangguan nafas dapat diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat.
Downes’s score merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
menentukan klasifikasi gawat nafas.

Tabel 1: Downes’s score


Skor Frekuensi Sianosis Masuk udara Grunting Retraksi
nafas
0 < 60 Tidak ada Udara masuk Tidak merintih Tidak ada
kali/menit
1 60-80 Sianosis hilang Penurunan Dapat didengar Retraksi
kali/menit dengan O2 ringan udara dengan ringan
masuk stetoskop
2 > 80 Sianosis Tidak ada Dapat didengar Retraksi
kali/menit menetap walau udara masuk tanpa alat berat
diberi 02 bantu

Klasifikasi:
1–3 : gangguan nafas ringan
4–5 : gangguan nafas sedang
≥ : gangguan nafas berat

5) Penatalaksanaan
a. Teruskan pemberian oksigen dengan kecepatan aliran sedang
b. Tangani kemungkinan besar sepsis
c. Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral
naikan pemberian pemberian oksigen pada kecepatan aliran tinggi
d. Jika gangguan nafas masih menetap setelah dua jam, pasang pipa lambung
untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e. Nilai kondisi bayi setiap jam.
f. Jika bayi menunjukkan perbaikan (RR menurun, tarikan dinding dada
berkurang dan warna kulit membaik) kurangi oksigen secara bertahap, mulai
pemberian ASI.
g. Bila pemberian oksigen tidak diperlukan lagi, bayi dilatih untuk menyusu
atau jika tidak memungkinkan gunakan slang lambung untuk pemberian
makan.
h. Pantau dan catat keadaan bayi secara teratur setiap 3 jam mencakup:
frekuensi nafas, tarikan dinding dada, episode apnea
i. Periksa gula darah, apabila anak sudah mulai minum secara oral.
j. Observasi bayi selama 24 jam setelah penghentian pemberian antibiotik.

6) Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Kaji status kardiorespirasi anak
2. Kaji oksigenisasi
3. Kaji status hidrasi anak
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji tingkat pertumbuhan anak
6. Kaji interaksi bayi keluarga
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Pola nafas tidak efeksif
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Intervensi Keperawatan
1. Pertahankan stabilitas jantung
2. Optimalkan oksigenisasi
3. Pertahankan cairan, nutrisi dan asupan kalori yang seimbang
4. Tingkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
Latihan berfikir kritis

Bayi 2 hari (laki-laki), rujukan RS X dengan peningkatan respirasi. Bayi lahir pada
tanggal 12 November 2011 . Riwayat lahir caesar atas indikasi letak obliq dengan usia
kehamilan 39 minggu. Berat badan lahir adalah 4200 gram dan panjang badan lahir
51cm. Bayi langsung menangis pada waktu lahir dengan apgar score pada lima menit
kedua adalah 9/10. Keadaan umum bayi saat dibawa pertama kali kerumah sakit adalah
bayi merintih, gerak kurang aktif, terlihat nafas cuping hidung dan retraksi epigastrium.
Diagnosa bayi Ny. M adalah distress pernafasan e.c suspect sepsis. Bagaimanakah
asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien?

C. HIPERBILIRUBINEMIA

1) Pengertian
Ikterus neonatorum adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan warna
kuning pada kulit, konjunctiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam
serum (Sukadi dalam Kosim dkk, 2008; Wong, et. al, 2007). Hiperbilirubinemia
adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin total dalam serum melebihi 5 s/d 6
mg/dL (85 – 100 mmol/L) (Hansen, 2010).

2) Klasifikasi
Jaundice atau ikterus pada bayi baru lahir dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Jaundice fisiologis
Dapat dikatakan fisiologis apabila produksi bilirubin meningkat dan
kapasitas eksresi bilirubin menurun sebagai bagain dari proses normal pada
masa transisi bayi baru lahir (Hansen, 2010). Mekanisme jaundice fisiologis
adalah:
a) Katabolisme sel darah
 Dari penghancuran eritrosit fetal.
 Dari mioglobulin, citokrom, katalase.
b) Berkurangnya pengaturan dan eksresi dari sel hati
 Konsentrasi ligandin neonatal rendah, ikatan protein intraseluler.
 Aktivitas Uridine Difosfat Glikoronil Transferase (UDPGT) rendah.
b. Jaundice nonfisiologis
Terjadi apabila produksi bilirubin berlebihan atau ekresi bilirubin diturunkan
dari nilai normal pada periode baru lahir (Hansen, 2010).
a) Peningkatan katabolisme sel darah.
 Anemia hemolitik congenital (seperti defisiensi glukosa 6 fosfat
dehidroginase, sferositosis)
 Reaksi imunologis akibat hemolisis (rhesus, inkompatibel ABO)
 Ekstravasasi sel darah (luka, fraktur, perdarahan intracranial).
b) Menurunya konyugasi bilirubin dan eksresi
 Kelainan genetic pada UDGPT (Crigler-Najjar, Arias tipe 2,
Gilbert).
 Penyakit hapatik dan bilier (hepatitis neonatal, atresia bilier intra dan
esktrahaptik).
c) Peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin
 Penurunan pasase usus (atresia intestinal, necrotizing enterocolitis,
breast feeding jaundice).
 Meningkatnya dekonyugasi bilirubin di usus (breast milk jaundice).

Keadaan-keadaan dibawah ini dapat menjadi petunjuk terjadinya jaundice


non fisiologis:
a. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
b. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum serum yang memerlukan
fisioterapi.
c. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam
d. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea atau suhu yang tidak stabil.
e. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada
bayi kurang bulan.
3) Patofisiologi
Kuning pada neonatus disebabkan oleh penumpukan kadar bilirubin yang
dibentuk dari penghancuran sel darah manusia. Hiperbiliribunemia
menyebabkan warna kuning pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan hati untuk melakukan proses glukoronidase bilirubin
pada masa transisi setelah lahir (Wong et al, 2007).
a. Produksi bilirubin
Bentuk akhir dari proses reaksi oksidasi reduksi dari pemecahan katabolisme
heme adalah bilirubin yang berupa pigmen Kristal berwarna jingga ikterus.
Pemecahan heme pertama kali dengan bantuan enzim heme oksigenase akan
membentuk biliverdin. Biliverdin kemudian akan direduksi oleh enzim
biliverdin reduktase untuk membentuk bilirubin (Sukadi dalam Kosim dkk,
2008).
b. Transportasi bilirubin
Biliribun yang telah terbentuk dalam system retikuloendotelial akan
dilepaskan ke dalam sirkulasi yang kemudian akan berikatan dengan
albumin. Bilirubin yang terikat pada albumin selanjutnya ditransportasikan
ke sel hepar.
c. Asupan bilirubin dan bilirubin intake
Ketika ikatan bilirubin dan albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Bilirubin selanjutnya ditransfer
melalui membran sel dan berikatan dengan ligandin (protein Y).
keseimbangan antara jumlah bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin
oleh sel hati dan konyugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin
tak terkonyugasi dalam serum, baik dalam keadaan normal atau tidak
normal.
d. Konyugasi bilirubin
Bilirubin tak terkonyugasi kemudian akan dikonversi menjadi bilirubin
terkonyugasi dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronil
transferase (UDPG-T). Enzi mini akan memindahkan satu molekul asam
glukoronida dari satu molekul bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya
akan dikonyugasi menjadi bilirubin diglukuronida. Bilirubin ini kemudian
dieksresikan kedalam kanalikulus empedu, sedangkan satu molekul bilirubin
tak terkonyugasi akan kembali ke reticulum endolasmik untuk rekonygasi
berikutnya.
e. Eksresi bilirubin
Setelah melalui proses konyugasi, bilirubin akan dieksresikan kedalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan dieksresikan
melalui feses.

4) Penanganan
Menurut pedoman dari American Academy of Pediatric (AAP) tahun 2004, pada
setiap bayi direkomendasikan untuk:
a. Meningkatkan dan mendukung program menyusui serta pemberian ASI
ekslusif.
b. Lakukan pemeriksaan secara sitematis pada setiap bayi yang akan
dipulangkan untuk adanya resiko hiperbilirubinemia.
a) Faktor resiko mayor:
 Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin
transkutaneus berada pada daerah resiko tinggi.
 Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan.
 Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobolin direk yang
positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6DP,
peningkatan ETCO).
 Umur kehamilan 35-36 minggu.
 Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi.
 Sefalhematom atau memar yang bermakna.
 ASI ekslusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat
badan yang berlebihan.
 Ras Asia Timur.
b) Faktor resiko minor
 Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin
transkutaneus berada pada daerah resiko sedang.
 Umur kehamilan 37-38 minggu.
 Sebelum pulang bayi tanpak kuning.
 Riwayat anak sebelumnya kuning.
 Bayi makrosemia dari ibu DM.
 Umur ibu ≥ 25 tahun.
 Laki-laki.
c) Faktor resiko kurang
 Kadar bilirubin serum total atau biliruni transkutaneus terletak pada
daerah resiko rendah.
 Umur kehamilan ≥ 41 minggu.
 Bayi mendapat susu formula penuh.
 Kulit hitam.
 Bayi dipulangkan setelah 72 jam.
c. Berikan penanganan yang tepat dan follow up berdasarkan hasil pemeriksaan
resiko.
d. Apabila terindikasi, obati dengan fototerapi dan transfuse tukar untuk
mencegah hiperbilirubinemia menjadi berat dan untuk mencegah terjadinya
kernikterus.

5) Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada pengkajian hiperbilirubinemia dapat ditemukan Adanya ikterus terjadi
pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau
lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg pada neonatus
cukupbulan dan 12,5 mg pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai
dnegan prosesn hemolisis kemudian ikterus disertai dengan keadaan berat
badan kurang 200 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom pernafasan dan lain-lain
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko injuri
2. Resiko kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Perubahan peran orang tua
c. Intervensi
1. Berikan makan awal
2. Kaji kulit akan adanya tanda-tanda ikterik
3. Periksa kadar bilirubin
4. Perhatikan waktu ikterik awal
5. Kaji status umum bayi terutama tanda-tanda hipoksia, hipotermi, dan
asidosis metabolik

Latihan berfikir kritis


Bayi Ny. D, atau by K umur 8 hari (perempuan), datang ke rumah sakit dengan keluhan
badan kuning setelah perawatan. Bayi lahir spontan dari ibu G1P1A0H1 dengan
bantuan bidan. Ibu dengan riwayat hepatitis A. bayi terdiagnosa hiperbilirubinemia ec
inkompatibilitas ABO. Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 16 November 2011
didapatkan data BB bayi 2100 gram, usia pada waktu pengkajian 8 hari. Bayi terlihat
kuning (Kramer 3 – 4) dengan hasil pemeriksaan bilirubin total 17,5 mg/dL.
Pemeriksaan tanda vital (nadi: 132 x/menit, nafas: 40 x/menit, suhu: 36,7°C). Bayi aktif
dan menangis kuat, minum NHA persendok mau dan tidak muntah. Saat ini bayi
dilakukan fototerapi 2 lampu. Bagaimanakan asuhan keperawatan yang tepat pada
pasien?

Anda mungkin juga menyukai