Anda di halaman 1dari 3

Matahari keluarga

Ryan Ramadani- squad

Tuan,

Aku ingin bicara padamu. Berikan aku sedikit waktu untuk


bertanya. Agar setiap keraguan tak lagi menghadirkan bimbang
dan tanya. Agar hati merasa lega atas kebekuan yang selama ini
ada di antara kita.

Tuan,

Sudah berapa lama kita berada di bawah atap yang sama?


Berbagi kehidupan di dalam rumah atas nama keluarga. Tapi
bagiku dirimu tetap menjadi rahasia. Sulit bagiku mengartikan
senyumanmu. Payah untukku menerjemahkan amarahmu.
Hidupmu penuh dengan teka-teki yang terus saja membuatku
tak henti mencari tahu.

Kata ibu, Tuan adalah matahari keluarga. Tuan memberikan


kehangatan untuk setiap ruang yang ada. Menerangi sisi tergelap
di setiap sudut yang tak bercahaya. Bagi Ibu, Tuan adalah
kekuatannya, tanpa Tuan dia tak mampu bercahaya. Tapi bagiku
Tuan terlihat biasa saja, tak ada yang istimewa.

Tuan,
Katanya kita ayah dan anak. Tapi kenapa aku merasa Tuan tak
peduli pada benih yang telah Tuan tanam. Sedikit pun tak pernah
Tuan tanyakan apa yang terjadi padaku. Apa yang telah aku lalui
dalam hidup ini. Kepedihan apa saja yang telah tertanam di
dalam hati ini. Matahari macam apa dirimu? Masih ada sudut
gelap yang tak mampu Tuan sinari.

Kita sedarah Tuan, tapi kenapa terasa seperti orang asing satu
sama lain. Kita berada di satu rumah, Tuan. Lalu, kenapa kita
terbungkus diam. Tolong beri aku jawaban, apa artinya aku
dalam hidupmu? Sejauh ini, Tuan tak pernah menunjukkan
bahwa Tuan peduli padaku.

Tuan, ada yang mendesak-desak dalam benak, yang memaksaku


untuk mendapatkan jawaban darimu. Tertahan di kerongkongan,
mengendap di dalam hati.

Waktu itu diam-diam aku mendengar Tuan menanyakan


semuanya tentangku kepada Ibu. Bahkan Tuan memarahi Ibu
jika aku salah. Ibu menceritakan semuanya pada Tuan, tapi
kenapa harus lewat Ibu? Tak bisakah Tuan bertanya langsung
pada anakmu ini?

Aku hanya ingin lebih dekat denganmu. Tidak ada jarak. Bebas
dan saling bercerita layaknya seorang ayah dan anak. Marahlah
padaku secara langsung. Aku ingin Tuan marah tanpa melalui
perantara. Aku ingin matahari itu langsung menyinariku.
Tuan,

Berikan aku sedikit waktumu, sesibuk apa pun itu sediakanlah


waktu sejenak untuk menanyakan kabar tentangku. Aku rindu
suara teguranmu.

Semoga kita tak lagi asing satu sama lain.

“Tidak terlihat bukan berarti tak ada. Begitulah cinta ayah pada
anaknya. Tak terbilangkan oleh kata-kata tapi dia nyata adanya”
(Riyan Rahmadani)

Riyan Rahmadani ( Lubuk Gambir 27-03-1992). Ada banyak


alasan bagi seseorang memutuskan untuk menulis, begitu pula
denganku. Bagiku menulis adalah teman berbagi yang
menyenangkan, dia menerima tanpa suara, mendengarkan dalam
hening, menyelesaikan tanpa bicara.
Mari bercengkrama dengannya lewat akun intagram
pribadi @ryan_ramadhan27, fb @ryan ramadhan dan blog
berbicara lewat aksara
www.ramadhankons.worpress.com.

Anda mungkin juga menyukai