Anda di halaman 1dari 11

TEORI AKUNTANSI

KEAGENAN DALAM SEKTOR PUBLIK

OLEH

1. Desy Krisanti A1C 013 021


2. Lina Nurhidayah A1C 013 071
3. M. Raihan Mubarraq A1C 013 075
4. Paradisa Sukma A1C 013 115

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MATARAM
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok kami panjatkan kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya dan tanpa halangan yang berarti

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi
dengan judul “Keagenan dalam Sektor Publik”

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kita
semua dan sekiranya dapat menambah ilmu pengetahuan bagi yang membacanya.
Bila dalam penulisan makalah ini ditemukan adanya kesalahan mohon untuk
dimaklumi.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahulan
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 2

Bab II Pembahasan
2.1 Konsep Teori Keagenan ................................................................... 3
2.2 Agency di Sektor Publik
.......................................................................................................... 4

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 7

Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa hubungan agensi
muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling,1976). Teori
agency merupakan teori yang terfokus pada dua individu yaitu principal dan agen.
Kedua individu tersebut, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang -
orang ekonomi yang rasional yang semata-mata termotivasi oleh kepentingan
pribadi, tapi mereka kesulitan membedakan penghargaan atas preferensi,
kepercayaan dan informasi.Hak dan kewajiban dari prinsipal dan agen dijelaskan
dalam sebuah perjanjian kerja yang saling menguntungkan. Teori keagenan akan
muncul ketika principal kesulitan untuk memastikan bahwa agent bertindak untuk
memaksimumkan kesejahteraan principal. Hal ini dikarenakan agent memiliki
informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan principal, sehingga
menimbulkan adanya ketidak seimbangan informasi. Semakin banyak informasi
yang dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan
yang sesuai keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan kegunaannya.
Dalam teori agensi, informasi akuntansi manajemen digunakan untuk dua tujuan.
Pertama, digunakan untuk pengambilan keputusan oleh prinsipal dan agen. Dan
kedua, digunakan untuk mengevaluasi dan membagi hasil sesuai dengan kontrak
kerja yang telah dibuat dan disetujui. Hal ini disebut dengan performance
evaluatian role yang dapat memotivasi agen untuk berusaha seoptimal mungkin.

Sementara di sektor publik, teori keagenan dipergunakan untuk


menganalisis hubungan prinsipal-agen dalam kaitannya dengan penganggaran
sektor publik (Latifah, 2010; Abdullah, 2012). Teori keagenan telah dipraktekkan
pada sektor publik khususnya pemerinntah pusat maupun daerah. Organisasi
sektor public merupakan organisasi yang non profit artinya tidak berorientasi pada
laba. Organisasi sektor publik bertujuan untuk memberikan pelayanan yang
maksimal kepada masyarakat atas sumber daya yang digunakan untuk memenuhi

1
hajat hidup orang banyak. Pemerintah tidak dapat melakukan pekerjaanya yaitu
pengelolaan dan pengalokasian sumber daya secara sendirian, sehingga
pemerintah memberikan wewenang kepada pihak lain untuk mengelola sumber
daya. Penyusunan anggaran merupakan mekanisme yang penting untuk alokasi
sumber daya karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah.

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil
adalah:
1. Bagaimana konsep Teori Keagenan?
2. Bagaimana teori keagenan dalam sector publik?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dibuat makalah yang membahas tentang sistem
informasi akuntansi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana konsep teori keagenan
2. Mengetahui bagaimana teori keagenan dalam setor publik

1.4 Manfaat Penelitian


 Penulis
Dapat menambah wawasan tentang Keagenan dalam Sektor Publik
agar lebih paham lagi dengan mata kuliah Teori Akuntansi.

 Pembaca
Dapat mengetahui bagaimana teori keagenan itu bekerja dalam sector
publik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori Agency


Menurut Eisenhardt (1989) dalam Ahmad dan Septriani (2008) teori
keagenan merupakan teori yang menjelaskan mengenai bentuk hubungan antara
prinsipal dan agen. Dimana prinsipal merupakan pihak yang memberikan
kepercayaan kepada agen, sedangkan agen merupakan pihak yang mengerjakan
sesuai dengan perintah prinsipal. Sehingga agen disini berada sebagai pelaksana
sesuai prinsipalnya.
Menurut Eisenhard (1989) dalam Arifah (2012), terdapat 3 asumsi yang
melandasi teori keagenan, yaitu: (a) asumsi tentang sifat manusia, (b) asumsi
tentang keorganisasian, dan (c) asumsi tentang informasi. Asumsi tentang sifat
manusia lebih menekankan bahwa manusia pada dasarnya mementingkan diri
sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian maksudnya
konflik yang terajadi antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria
produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen.
Asymmetric Information (AI) maksudnya adanya ketidak seimbangan
informasi yang dimiliki antara agen dan principal. Hal ini terjadi akibat informasi
tidak terdistribusi secara sempurna. Sehingga seringkali agen memiliki informasi
yang lebih daripada principal yang dimana akan menyebabkan kinerja agen tidak
dapat diukur keberhasilannya secara sempurna oleh principal. Apabila hal ini terus
menerus terjadi, maka cenderung akan menibulkan masalah karena principal tidak
dapat mengawasi setiap pekerjaan agen.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Arifah (2012) menyatakan
permasalahan tersebut antara lain adalah :
1. Moral Hazard, yaitu: permasalahan yang terjadi akibat agen tidak
melakukan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan yang sebelumnya telah
disepakati oleh principal.

3
2. Adverse Selection, yaitu: keadaan dimana principal tidak mengetahui
apakah agen telah mengambil keputusan berdasarkan informasi yang
sesuai atau bahkan lalai dalam tugasnya.

2.2 Agency Theory di Sektor Publik


Menurut Lane (2003) dalam Halim dan Abdullah (2006) teori keagenan
daopat diterapkan dalam sector public. Hubungan keagenan dalam sector public
dapat tergambarkan pada hubungan Legislatif-Eksekutif dan Masyarakat-
Legislatif (Halim & Abdullah 2006). Hubungan ini jika diperhatikan memiliki
urutan Masyarakat-Legislatif-Eksekutif. Sehingga diharapkan apapun yang akan
dilaksanakan oleh eksekutif akan berdampak positif pada masyarakat sebagai
principal utama. Namun dalam setiap hubungan akan selalu ada masalah yang
timbul akibat berbagai macam factor yang mempengaruhi.

2.2.1 Hubungan Legislatif-Eksekutif


Hubungan keagenan di pemerintahan terlihat pada eksekutif dan
legislatif, yang dimana eksekutif merupakan agen dan legislatif merupakan
prinsipal (Halim & Abdullah 2006). Misalnya dalam pembuatan kebijakan
oleh legislatif, legislator merupakan prinsipal yang mendelegasikan
kewenangan kepada agen seperti pemerintah atau panitia di legislatif untuk
membuat kebijakan baru. Johnson (1994) dalam Halim dan Abdullah
(2006) menyebutkan bahwa hubungan antara eksekutif dan legislatif
merupakan self interest model. Dalam hal ini legislator ingin dipilih
kembali dan eksekutor ingin memaksimumkan anggaran sehingga
legislator mencari program yang dapat menambah utilitas bagi konstituen
dan eksekutor menyusun program-program demi kesuksesan agencynya.
Dengan melakukan ini dapat menimbulkan daya tarik legislator dimata
konstituen dan konstituen merasakan manfaat atas program bentukan
eksekutor sehingga berdampak pada munculnya kepercayaan terhadap
lesgislator tersebut.
Smith & Bertozzi 1998 dalam Halim & Abdullah 2006
menjelaskan salah satu hubungan keagenan antara legislatif dan eksekutif

4
dapat dilihat juga dalam konteks penyusunan anggaran yang dimana
usulan atas penyusunan anggaran yang dilakukan oleh eksekutif tentu akan
mengutamakan agencynya. Sehingga anggaran tersebut diharapkan dapat
memberikan dampak yang positif terhadap agency.

2.2.2 Hubungan Legislatif-Publik


Menurut Fozzart (2001) dalam Halim & Abdullah 2006 hubungan
keagenan juga terjadi antara legislative dan public, yang dimana legislative
sebagai agen dan public sebagai prinsipal. Sesuai dengan nama salah satu
legislative yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dimana tertera
jelas legislative merupakan wakil rakyat sehingga berbagai hal yang
dilakukan legislative kembali lagi demi kepentingan public.
Salah satu bentuk keagenan terlihat dalam konteks pembentukan
kebijakan yang dimana sesuai dengan pendapat Von Hagen (2003) dalam
Halim dan Abdullah (2006) bahwa public akan memilih legislative yang
dipercaya akan membuat keputusan belanja public untuk masyarakat
(public) dan mereka akan memberikan dana melalui pajak. Sehingga
dalam proses pembuatan keputusan, legislative memang mewakili
prinsipalnya.

2.2.3 Masalah Keagenan di Legislatif


Melihat berbagai macam hubungan keagenan yang dimiliki oleh
legislative baik kepada eksekutif maupun public, terdapat berbagai
maslaah keagenan. Masalah keagenan ini kerap muncul karena perbedaan
kepentingan antara pihak legislative pihak principal yaitu public, dan agen
yaitu eksekutif.
Salah satu masalah legislative dengan agennya yaitu eksekutif
terjadi ketika legislative merealisasikan kepentingannya dengan membuat
kebijakan yang terlihat menguntungkan kedua belah pihak namun disisi
lain menguntungkan legislative dalam jangka panjang, baik secara
individual maupun institusional. Melalui kekuasaaan yang dilimiliki,
legislatif dapat dapat mengusulkan kebijakan yang sulit untuk ditolak oleh

5
eksekutif, meskipun usulan tersebut tidak berhubungan langsung dengan
pelayanan publik dan fungsi legislatif.
Legislatif seringkali menganggap public menjadi sebuah peluang
untuk meraih kekuasaan. Maksudnya disini adalah dalam proses pemilihan
yang dimana public akan memiliki pihak yang dapat dipercaya sebagai
legislative dengan harapan akan membuat keputusan yang berpihak
kepada masyarakat sehingga legislative memberikan janji-janji demi
terpilihnya sebagai legislative. Namun ketika proses penganggaran,
legislative justru membuat keputusan untuk yang menguntungkan bagi
dirinya. Ini merupakan salah satu masalah ketidaksesuaian kepentingan
antara legislative dan public.

2.2.4 Masalah Keagenan di Aksekutif


Eksekutif merupakan pihak pelaksana semua fungsi pemerintah
daerah dan berhubungan langsung dengan masyarakat. Sehingga eksekutif
memiliki keunggunlan dalam hal penguasaan informasi dibandingkan
legislative. Selain itu eksektif memiliki pemahaman yang baik dalam hal
birokrasi dan administrasi serta perundang-undangan. Hal ini dapat
berdampak pada alokasi pelayanan public yang didasarkan pada asumsi
eksekutif agar pelayanan dapat lebih mudah dilakukan. Selain itu juga
penganggaran belanja dan pendapatan akan disesuaikan untuk kemudahan
eksekutif sendiri. Misalnya pengalokasian belanja yang lebih tinggi dan
pendapatan yang lebih rendah. Dalam hal ini eksekutif menginginkan
posisi yang aman dan cenderung lebih mudah untuk dilakukan.
Masalah lainnya terjadi pada eksekutuif ketika proses penyusunan
belanja yang terkadang tidak kembali kepada kepentingan masyarakat.
Misalnya membuat program yang tidak menjadi prioritas sedangkan
belanja yang dianggarkan memiliki jumlah yang besar, sehingga akan
menguntungkan eksekutif secara pribadi.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Eisenhardt (1989) dalam Ahmad dan Septriani (2008) teori
keagenan merupakan teori yang menjelaskan mengenai bentuk hubungan antara
prinsipal dan agen. Dimana prinsipal merupakan pihak yang memberikan
kepercayaan kepada agen, sedangkan agen merupakan pihak yang mengerjakan
sesuai dengan perintah prinsipal.
Hubungan keagenan dalam sector public dapat tergambarkan pada
hubungan Legislatif-Eksekutif dan Masyarakat-Legislatif. Hubungan keagenan di
pemerintahan terlihat pada eksekutif dan legislatif, yang dimana eksekutif
merupakan agen dan legislatif merupakan principal. Hubungan keagenan juga
terjadi antara legislative dan public, yang dimana legislative sebagai agen dan
public sebagai prinsipal.
Salah satu masalah legislative dengan agennya yaitu eksekutif terjadi
ketika legislative merealisasikan kepentingannya dengan membuat kebijakan yang
terlihat menguntungkan kedua belah pihak namun disisi lain menguntungkan
legislative dalam jangka panjang, baik secara individual maupun institusional.
Masalah lainnya terjadi pada eksekutuif ketika proses penyusunan belanja yang
terkadang tidak kembali kepada kepentingan masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad WA, Septriani Y. (2008). Konflik Keagenan: Tinjauan Teoritis dan Cara
Menguranginya. Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 3 No.2 Desember
20081SSN 1858-3687 hal 47-55

Arifah DA. (2012). Praktek Teori Agensi Pada Entitas Publik Dan Non Publik.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012

Halim A, Abdullah S. (2006). Hubungan dan Masalah Keagenan di Paemerintah


Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi). Jurnal
Akuntansi Pemerintah Vol. 2, No. 1, Mei 2006 Hal 53-64

Anda mungkin juga menyukai