Anda di halaman 1dari 38

Case Report Sessions

SEPSIS NEONATORUM

Oleh :
Budi Junio Hermawan 1740312433

Preseptor :
dr. Rinang Mariko, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case

repport sessions ini yang berjudul Sepsis Neonatorum.

Case repport sessions ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan

dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Sepsis Neonatorum, selain itu juga

untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian

Ilmu Kesehatan Anak di RSUP dr. M. Djamil, Padang Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan referat ini, terutama kepada preseptor dr. Rinang Mariko,

Sp.A(K) yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, saran dan

perbaikan kepada penulis.

Dengan demikian, penulis berharap agar case repport sessions ini dapat

bermanfaat dalam menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Sepsis

Neonatorum.

Padang, Oktober 2018

Penulis

i2
Daftar Isi

Hal.
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penulisan 2

1.3 Metode Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 3

2.2 Epidemiologi 3

2.3 Klasifikasi 4

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko 4

2.5 Patogenesis 9

2.6 Manifestasi Klinis 12

2.7 Diagnosis 15

2.8 Diagnosis Banding 17

2.9 Tatalaksana 18

2.10 Komplikasi dan Prognosis 20

2.11 Pencegahan 21

BAB III LAPORAN KASUS 22

BAB IV DISKUSI 33

DAFTAR PUSTAKA 35

3ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi pada neonatus sering terjadi dan menjadi penyebab tersering

morbiditas dan mortalitas.1 Menurut Konference international pediatric sepsis

2005 , sepsis neonatal didefinisikan sebagai sindrom respon inflmasi sistemik

terhadap kecurigaan ataupun bukti fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa

disebabkan oleh bakteri, virus , jamur.Sepsis neonatus mencakup berbagai

variasi infeksi sistemik bayi baru lahir seperti septicemia, meningitis,

pneumonia, arthritis , osteomyelitis dan lain lain.2

Sepsis bertanggung jawab terhadap 30-50% kematian total neonatus di

negara berkembang. Insiden sepsis neonatorum bervariasi dari 9 kasus per

1000 kelahiran hidup tapi lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis

merupakan penyebab kematian penting pada mortalitas neonatum. WHO

memperkirakan hampir 5 juta neonatus meninngal pertahun dimnan 98%

terjadi pada negara berkembang. 3,4,5

Banyak agen penyebab yang menginfeksi bayi baru lahir di utero, intra

dan post-partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan

protozoa.2

1
1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami

tentang sepsis pada anak dari segi definisi, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis.

1.3 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi pada neonatus sering terjadi dan menjadi penyebab tersering

morbiditas dan mortalitas.1 Menurut Konference international pediatric sepsis

2005, sepsis neonatal didefinisikan sebagai sindrom respon inflmasi sistemik

terhadap kecurigaan ataupun bukti fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa

disebabkan oleh bakteri, virus , jamur. Sepsis neonatus mencakup berbagai

variasi infeksi sistemik bayi baru lahir seperti septicemia, meningitis,

pneumonia, arthritis, osteomyelitis dan lain lain.2

2.2 Epidemiologi

Sepsis bertanggung jawab terhadap 30-50% kematian total neonatus di

negara berkembang. Insiden sepsis neonatorum bervariasi dari 9 kasus per 1000

kelahiran hidup tapi lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis merupakan

penyebab kematian penting pada mortalitas neonatum. WHO memperkirakan

hampir 5 juta neonatus meninngal pertahun dimnan 98% terjadi pada negara

berkembang. 3,4,5

Insiden sepsis neonatus akibat bakteri adalah 1-4 per 1000 kelahiran

hidup di negara berkembang, dengan variasi dari waktu ke waktu dan geografis.

Studi menyatakan BBL laki-laki aterm memiliki insiden yang lebih tinggi

dibandingkan BBL perempuan. Kejadian sepsis neonatus meningkat secara

signifikan pada BBLR yang memiliki riwayat ibu korioamionitis, defek imunitas

kongenital, mutasi genetik sistim imun, asplenia, galaktosemia (E. Coli).1


3
Insiden meningitis adalah 0,2-0,4 per 1000 kelahiran hidup BBL dan

meningkat pada bayi prematur. Meningitis bakterial bisa terjadi akibat sepsis

neonatus atau akibat infeksi lokal.1

2.3 Klasifikasi

Awalnya klasivikasi ini dibagi berdasarkan waktu terjadinya infeksi

apakah sebelum atau sesudah 1 minggu kehidupan. Akan lebih berguna jika

pengklasifikasian berdasarkan patogensis peripartum. Early onset sepsis (EOS)

didapat saat sebelum dan selama persalinan (transmisi ibu dan anak secara

vertikal). Late onset Sepsis berkembang setelah persalinan akibat organisme di

rumah sakit atau komunitas. Waktu onset bergantung pada jumlah eksposure dan

virulensi dari organisme yang menginfeksi. Very late onset sepsis (onset setelah

1 bulan kehidupan) bisa terjadi terutama pada bayi preterm BBLSR atau bayi

aterm yang membutuhkan perawatan intensive care.1

Tabel 2.1 Klasifikasi Sepsis Neonatorum.1

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Banyak agen penyebab infeksi BBL, baik yang terjadi di intrauterin,

intrapartum dan post-partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur

dan protozoa. Infeksi intrauterin melalui plasenta secara signifikan disebabkan


4
oleh sifilis, rubella, citomegalovirus (CMV), toksoplasmosis, parvovirus B19 dan

Varicella. Meskipun HSV, HIV, Hepatitis B virus, Hepatitis C virus dan

tuberkulosis bisa menginfeksi melalui plasenta namun jalur infeksi tersering

mereka adalah selama persalinan melewati jalan lahir yang terinfeksi, selama post

partum, atau kontak dengan ibu atau pengasuh yang terinfeksi atau ASI ibu yang

terinfeksi HIV. 1,3

Berbagai macam organ yang berada di saluran kencing maupun saluran

cerna bisa menyebabkan infeksi intrapartum dan postpartum. Penyebab bakteri

tersering adalah Grup B Streptococus (GBS), organisme enterococus, gonorrhea,

dan Clamidya. Virus tersering adalah CMV, HSV. Enterovirus, dan HIV. 1

Agen yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah

stafilokokus gram negati, Basil gram negatif (E.coli, Kleibseila pneumoniae,

Salmonella, Enterobacter, Citrobacter, Pseudomonas AerogEOSa, Serratia),

enterococi, S aureous, Candida.. 1

Kongenital pneumonia dapat disebabkan oleh CMV, virus Rubella,

T.Paliidum. Mikroorganisme penyebab pneumonia yang didapat selama

persalinan termasuk GBS, bakteri enterik gram negatif, listeria monocytogenes,

genital mycoplasma, clamydia trachomatis, CMV, HSV dan candida. Bakteri

yang bertanggung jawab terhadap pneumonia nosokomial adalah spesies

stapylococal dan lain-lain. 1,5

Bakteri terbanyak penyebab meningitis neonatus adalah GBS, E.coli dan

L. Monocytogenes, S. pneumoniae, other streptococci, non-typable Haemophilus

5
infl uenzae, Stafilokokus koagulase dan non-koagulase, Klebsiella,Enterobacter,

Pseudomonas, T. pallidum, and Mycobacterium tuberculosis .1

Tabel 2.2 Penyebab bakteri infeksi neonatus sitemik. 1


6
Tabel 2.3 Penyebab non-bakterial infeksi neonatus sitemik. 1

Diantara faktor resiko yang berhubungan dengan (EOS), durasi

kehamilan dan a infeksi saluran kemih ibu merupakan faktor resiko tersering.

Pada pasien EOS neonatal yang akibat bakteri paling banyak oleh infeksi berasal

dari ketuban pecah dini yang akan menginfeksi cairan amnion dan memicu

persalinan preterm. Infeksi intramanion bisa mempengaruhi jaringan ibu seperti

desidua dan miometrium dan juga jaringan fetus seperti amnion dan membran

7
korionik (chorioamnionitis), cairan amnion (amnionitis), tali pusat (funisistis) dan

plasenta (vilitis). Mikroorganisme bisa masuk ke ruang amnion melalui pembuluh

darah plasenta, saat prosedur invasif selama kehamilan dan melalui jalur

asending.3 Faktor resiko sepsis neonatus dapat dibagi menjadi faktor maternal,

faktor host neonatal,dan virulensi organisme (tabel 1.5).7

Tabel 2.4 Faktor Resiko Sepsis Neonatus. 6

8
2.5 Patogenesis

A. Patogenesis infeksi intrauterine


Infeksi intrauterine disebabkan oleh infeksi maternal oleh berbagai agen

(cytomegalovirus, treponemapallidum, toksoplasmagondii, rubella virus, virus

varicella, parvovirus B19) baik bergejala maupun tidak. Infeksi intrauterine juga

terjadi akibat transmisi hematogen transplacental. Penyebaran secara

transplasental dapat terjadi diselama umur gestasi berapa saja. Tanda dan gejala

infeksi bisa muncul saat lahir atau terjadi sebulan atau setahun kemudian. Bentuk

infeksi pada neonatus dapat early spontaneous abortion, malformasi kongenital,

gangguan pertumbuhan intrauterin, kelahiran prematur, penyakit pada periode

neonatus baik segera maupun tertunda atau dapat berupa infeksi persistent yang

asimptomatik dengan sekuele pada akhir kehidupan. Pada beberapa kasus tidak

menimbulkan efek terhadap bayi baru lahir.1

Masa terjadi infeksi selama masa kehamilan mempengaruhi defek. Infeksi

pada tri-semester pertama bisa mengubah proses embriogenesis, yang

menghasilkan malformasi kongenital (congenital rubella). Infeksi pada

trisemester ke-tiga menghasilkan infeksi aktif pada saat persalinan

(toxoplasmosis, syphilis). Infeksi yang terjadi pada masa gestasi akhir

menyebabkan gejala klinis muncul terlambat (syphilis). Infeksi maternal

merupakan syarat yang penting untuk terjadinya infeksi transplacental.1

9
Gambar 2.1 Patogenesis infeksi hematogen transplacental. 1

B. Patogenesis infeksi bakteri asending

Pada kebanyakan kasus, fetus atau neonates tidak terpapar oleh bakteri

patogen dari luar sampai terjadi pecahnya ketuban atau neonatus melewati jalan

lahir dan atau memasuki lingkungan ekstrauterine. Jalan lahir manusia memiliki

bakteri aerobik dan anaerobik yang bisa naik ke amnion, menginfeksi dan ber-

kolonisasi pada neonatus.Transmisi vertikal agen bakterial terhadap cairan

amnion dan atau kanalis vaginalis bisa terjadi didalam uterus atau lebih sering

selama persalinan. 1
10
Gambar 2.2 Jalur asending infeksi intrapartum. 1

Korioamnionitis terjadi akibat rupturnya membran korionamniotik

secara lama. Infeksi amnion bisa terjadi pada membran amnion yang utuh dengan

robekan membran yang relatif singkat. Korioamnionitis diarahkan kepada suatu

sindrom klinis infeksi intrauterin, termasuk ibu yang demam dengan atau tidak

adanya tanda-tanda lokal atau sistemik dari korioamnionitis (nyeri uterin, cairan

vagina atau amnion yang bau busuk, leukositosis maternal, dan atau takikardi

fetus). Korioamnionitis juga bisa bersifat asimptomatis, diagnosa hanya dengan

analisis cairan amnion atau jaringan plasenta. Kejadian korioamnionitis

berbanding terbalik dengan umur gestasi saat lahir dan secara langsung

berhubungan dengan pecah ketuban. Pecah ketuban yang lebih dari 24 jam,

secara histologi terbukti ditemukanya proses inflmaasi pada amnion.1


11
C. Patogenesis Late Onset Sepsis

Setelah lahir neonatus terpapar oleh agen infeksius di bangsal atau di

komunitas. Infeksi post-natal bisa ditularkan secara langsung oleh petugas

kesehatan, orang tua, keluarga, dari air susu ibu (HIV,CMV) atau dari benda tak

hidup seperti peralatan yang terkontaminasi. Penyebab tersering dari infeksi post-

natal adalah kontaminasi tangan petugas.1

2.6 Manifestasi Klinis

Infeksi agen penyebab sepsis yang melewati plasenta (CMV, T.Palidum,

T. Gondi, rubella, parvovirus B19) bisa bersifat asimptomatik saat lahir atau bisa

menyebakan spektrum penyakit dari gelaja ringan sampai keterlibatan multiorgan

berat yang memiliki komplikasi yang mengancam nyawa. Pada beberapa agen

lainnya, inefksi bersifat kronik, berulang atau keduanya. Gejala klinis dan

pemeriksaan fisik tidak mampu mencati penyebab sepsis namun bisa

mengarahkan kemungkinan diagnosis, apakah terjadi selama intrauterin atau

selama persalinan.1 Tabel 1.6 tanda dan gejala yang timbul dari berbagai macam

agen.

Ststemic inflamatory response syndrome (SIRS) didefinisikan sebagai

proses infeksi unik dan timbulnya respon sistemik lebih lanjut. Kriteria diagnosis

untuk SIRS dan Sepsis di tabel 2.6

12
Gambar 2.5 Kriteria diagnosis untuk SIRS dan Sepsis

Gejala klinis neonatus yang memiliki EOS dan LOS tidak spesifik dan

biasanya ketidakteraturan suhu, gangguan pernafasan, apnue, susah menyusu

dan-lain lain. Secara umu diagnosa sepsis neonatus diambil dari pemeriksaan

darah, cairan serebrospinal, dan kultur urin. Hari ini metode diagnostik lainnya

seperti pemeriksaan darah kengkap, C-reaktif protein, procalcitonin, mannose

binding lectin, profil cytokine, dan antigen permukaan sel merupakan biomarker

non-spesifik dalam menidiagnosus neonatal sepsis. Lebih terbaru pemeriksaan

molekular dilakukan untuk mendiagnosa sepsis neonatus. Diagnosis sepsis

neonatus bisa susah ditegakkan akibat kultur yang negatif. Untuk alasan ini

istilah sepsis klinis ditegakkan melalui gejala yang ditemukan pada neonatus.5

Gejala klinis sepsis terangkum dalam tabel 2.7.

13
Tabel 2.6 Gejala awal sepsis neonatal

14
2.7 Diagnosis

Riwayat ibu terpapar infeksi, status imunisasi (alamiah atau didapat),

memiliki faktor resiko kehamilan (prematuritas, ketuban pecah dini lama,

korioamnionitis) merupakan informasi yang penting dalam menegakkan

diagnosis sepsis. Riwayat penyakit menular seksual juga perlu ditanyakan. 1

Pemeriksaan kultur darah merupakan gold standar untuk mendiagnosis

sepsis. Pengambilan 2 sampel kultur darah penting dilakukan, untuk mencegah

bias kontaminasi bakteri kulit normal. Darah diambil dari kateter umbilikal saat di

insersikan. Darah vena perifer juga bisa dijadikan sampel kultur dari kateter vena

sentral.3

Kultur darah yang positif merupakan kriteria diagnostik yang pertama

dipenuhi untuk menegakkan sepsis. Perlu diingat bahwa sepsis neontus dapat

terjadi pada kultur darah yang negatif, terutama pada ibu yang mendapatkan

antibiotik sebelum persalinan. Oleh karena itu terdapat pemeriksaan lain yang

dapat dilakukan untuk menegakkan sepsis neoantus. Evaluasi diagnostik kultur

darah diindikasikan pada BBL asimptomatik dengan ibu yang mengalami

koriamnionitis. 1

Pemeriksaan leukosit darah, diferensial count, rasio immatur to total

neutrofil juga bisa dilakukan, walaupun hanya memilki keterbatasan dalam

sensitifitas dan spesifikasi. Rasio immatur to total neutrofil (IT Ratio) ≥0,2

dicurigai adanya infeksi bakterial. Neutropenia lebih sering terjadi pada sepsis

neonatus dibandingkan neutrofilia, tapi neutropenia juga bisa terjadi pada kondisi

hipertensi maternal, preeklampsia, dan intrauterine growth restriction.1


15
Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dapat dilakukan antara lain C-

reaktif protein, prokalsitonin, haptoglobin, fibrinogen, proteomik markers pada

cairan amnion, citokinin inflamasi (IL-6, IL-8 dan TNFα) dan marker antigen

permukaan sel.Ketika anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan infeksi, namun

lokasi infeksi tidak jelas, pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan antara lain

kultur darah, lumbar punksi, pemeriksaan urin, dan rontgen toraks. 1 Tabel 1.9

menunjukan evaluasi infeksi atau sepsis BBL.

Gambar 2.3 Penuntun diagnosis dan pencegahan sekunder early onset of sepsis

16
2.8 Diagnosis Banding

Berbagai macam kondisi non-infeksi bisa terjadi bersamaan dengan sepsis

neonatus atau membuat diganosis sepsis lebih sulit. Respiraory distress syndrom

akibat defisensi surfaktsn bisa terjadi bersamaan dengan pneumonia bakterial. Karena

sepsis bakterail sangan cepat mengalami progresif, petuga kesehatan harus waspada

akan gejala dan tanda sepsis. Diferensial doagnosis untuk sepsis antara lain di tabel

1.10. 1

Tabel 1.7 Diagnosis banding untuk sepsis. 1


17
2.9 Tatalaksana
Terapi terhadap kecurigaan sepsis ditentukan oleh pola penyakit dan

organisme sesua dengan umur neonatus dan flora yang ada di bangsal. Ketika

hasil kultur sudah diperoleh pemberian terapi antibiotik harus segera dilakukan

baik secara intravena maupun intramuskular (jarang). Terapi empirik awal untuk

early onset of sepsis adalah ampisilin dan aminoglikosida (biasanya

gentamisin),dimana efektif melawan patogen seperti GBS, bakteri gram negatif

dan listeria.1,5

Infeksi nosokomial yang didapat di NICU lebih sering disebabkan oleh

stafilokokus, berbagai macam enterokokus, spesies pseudomonas, spesies

kandida. Oleh karena itu obat antistafilokokus (oxacillin atau nafcillin untuk S.

Aureus atau lebih sering vankomisisn untuk stafilokokus koagulase negatif atau

metisilin resistent S aureous) harus menggantikan ampisilim. 1

Beberapa ahli menyatakan bahwa pemberian terapi antifungal profilaksis

dengan flukonazol untuk BBL resiko tinggi yaitu BBLSR (<1000gram) atau

umur kehamilan kurang bulan (<27 minggu). 1

Ketika hasil kultur sudah dan sensitifity test sudah didapatkan, terapi

antbiotik disesuaikan. Untuk hampir bakteri enterik gram negatif ampisilin dan

aminoglikosida atau sephalosporin generasi ke tiga (cefotaxime atau ceftazidime)

harus digunakan. Enterokokus harus diterapi dengan penisilin (ampisilin atau

piperasilin) dan aminoglikosida. Klindamisin atau metrodinazole unuk antibiotik

anaerob. 1

18
Terapi dilanjutkan sampai hari ke 7 atau ke 10 atau paling sedikit 5

sampai 7 hari setelah didapatkan respon klinis. Kemudian kultur darah 24-48 jam

setelah terapi inisial harus dilakukan. Biasanya hasilnya akan negatif, jika hasil

kultur darah tetap positif kemungkinan kateter yang terinfeksi, endokarditis,

adanya trombus infeksi, abses yang tersumbat, level antibiotik subterapioutik,

atau terjadinya resistent. 1

Tabel 1.8 Terapi antibiotik untuk sepsi neonatal. 8

19
2.10 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi sepsis neonatorum akbiat bakteri anatar lain endokarditis,

emboli septik, pembentukan abses, septik join dengan disabiility residual dan

osteomielitis serta penghancuran tulang. Kandidinemia bisa memicu vaskulitis ,

endokarditis, endoftalmitis dan abses pada ginjal, hepar, paru, dan otak. Sekuele

dari sepsis dihasilkan dari syok septik, DIC, organ failure 1,5

Mortality rate untuk keseluruhan sepsis adalah 10%. Untuk masing-

masing penyebab bakteri ada di tabel 1.12.

Tabel 1.9 Mortality rate untuk sepsis neonatal menurut bakteri penyebab. 1

20
2.11 Pencegahan
GBS sudah dinyatakan sebagai penyebab utama early neonatal sepsis

pada negara berkembang. Untuk pencegahan dapat dilakukan skrening wanita

hamil pada pemeriksaan antenatal dan pemberian atibiotik bila ditemukan kuman

pada pemeriksaan vagina. 1

Imunisasi maternal melalui pemberian vaksin untuk virus rubella,

hepatitis B, VZV, tetanus. Toksoplasmosis dapat dicegah dengan diet yang cukuo

dan menghindari paparan terhadap feses kucing. Managemen progresif terhadap

kecurigaan korioamnionitis adalah dengan memberikan antibiotik selama

persalinan.1 Tabel 1.13 prinsip pencegahan nosokomial neonatal di NICU. 1

Tabel 1.10 Prinsip Pencegahan Nosokomial Neonatal di NICU. 1


21
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. IYT

Umur / tanggal lahir : 26 hari / 09-08-2018

Jenis Kelamin : Perempuan

No. MR : 01.02.64.10

Nama Ibu Kandung : IYT

Alamat : Mandailing Natal

ANAMNESIS : Alloanamnesis dari ayah dan ibu kandung

Keluhan Utama :

Sesak napas sejak 1 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

- NBBLR 2200 gram, PBL 42 cm, lahir SC a.i. ibu dengan tumor intra

abdomen, aterm, A/S langsung menangis kuat (partus luar), ketuban jernih

- Demam sejak 1 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak menggigil, kejang

tidak ada

- Muntah sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 2x, jumlah 3 sdm – ¼ gelas /kali,

berisi sisa susu, muntah tidak menyemprot

- BAB encer sejak 1 hari yll, frek 8x sehari, jumlah 3-5 sdm/kali, ampas ada,

warna kuning, lendir dan darah tidak ada


22
- Sesak napas sejak 1 hari yll, riwayat tersedak disangkal

- BAK sedikit sejak 12 jam yll, warna agak pekat

- Anak mendapat SF biasa, 4 kali/hari dibuat dengan mencampur 2 sendok

takar SF ditambah air hingga 30 cc

- Anak sebelumnya dibawa berobat ke RSUD Lubuk Basung, telah dilakukan

pemeriksaan darah, dengan hasil Hb 12 gr/dL, Leukosit 23.600/mm3,

Thrombo 833.000/mm3, Ht 36%, GDR 93 mg/dL, mendapat terapi O2 0,5

L/menit, OGT dekompresi, Inj Cefotaxim 2 x 100 mg IV, Paracetamol 3 x 0,3

cc (drip). Anak kemudian dirujuk dengan keterangan sepsis neonatorum,

pneumonia neonatal, gastroenteritis akut, dehidrasi ringan-sedang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien

Riwayat Persalinan :

Lama hamil : cukup bulan Di tolong oleh : dokter

Cara lahir : sectio cesaria Berat lahir : 2200 gr

Indikasi : ibu dengan tumor intra abdomen Panjang lahir : 42 cm

Saat lahir langsung menangis : kuat , tidak biru

Kesan : anak lahir SC a.i. ibu dengan tumor intra abdomen cukup bulan

ditolong dokter dengan berat badan lahir rendah.

23
Riwayat Makanan dan Minuman :

Bayi : ASI : umur : 0 - sekarang bulan

Susu Formula : umur : 0-sekarang bulan

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Imunisasi : Belum pernah di imunisasi

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Belum dapat dinilai

Riwayat Keluarga :

Ayah Ibu

Nama : Lakek Indah Yani T.

Umur : 24 tahun 21 tahun

Pendidikan : SD SD

Pekerjaan : Nelayan IRT

Penghasilan : Rp.1.500.000,- -

Perkawinan : pertama pertama

Penyakit yang pernah diderita : tidak ada tidak ada

Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang

1. Perempuan 26 hari Pasien

Riwayat Perumahan dan Lingkungan :

Rumah tempat tinggal : Rumah semi permanen

Sumber air minum : Air sumur

Buang Air Besar : Toilet di dalam rumah


24
Pekarangan : Sempit

Sampah : dibakar

Kesan : Higiene dan sanitasi kurang

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : sedang Berat Badan : 2000 gram

Kesadaran :cukup aktif Panjang Badan : 43 cm

Tekanan darah : 68/45 mmHg Frekuensi nadi : 182 kali / menit

Frekuensi nafas : 72 kali/ menit Suhu : 400C

Edema : tidak ada Anemia :+/+

Ikterus : tidak ada Sianosis : tidak ada

Kulit : turgor kembali lambat, tampak pucat

Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : bulat, simetris, ubun-ubun cekung

Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata cekung, air mata ada

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Napas cuping hidung ada

Tenggorok : Tonsil dan faring tidak hiperemis

Leher : Tidak teraba pembesaran kgb leher

25
Thorax :

Paru : Inspeksi : Normochest, retraksi epigastrium dan intercosta ada

Palpasi : Fremitus sulit dinilai

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki ada diseluruh

lapangan paru, wheezing tidak ada

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba LMCS RIC V

Perkusi :Tidak dilakukan

Auskultasi : Irama jantung regular, bising tidak terdengar

Abdomen : Inspeksi : Distensi tidak ada

Palpasi : Hepar teraba ¼ - ¼ dengan tepi tajam, permukaan

rata, Lien teraba S3-S4. Turgor kembali lambat

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)

Genitalia :

Tidak ditemukan kelainan

Anggota gerak :

akral hangat, CRT < 3 detik, turgor kembali lambat

26
Pemeriksaan Laboratorium (04-09-2018)

Darah :

Hb : 11,1 gr/dL Natrium : 156 mmol/L

Leukosit : 26.870 / mm3 Kalium : 6,1 mmol/L

Trombosit : 843.000/ mm3 Calsium : 9,0 mg/dL

Hematokrit : 34% Klorida : 148 mmol/L

Hitung jenis : 0/0/15/55/24/5 Retikulosit : 0.9 %

Gambaran darah tepi:

Eritrosit : anisositosis normokrom,

Leukosit : jumlah meningkat dengan neutrofilia shift to the left

limfosit atipik (+)

Trombosit: jumlah meningkat, morfologi normal

Kesan : Anemia normositik normokrom

Leukositosis dengan neutrofilia shift to the left

Thrombositosis

DAFTAR MASALAH

- Dehidrasi

- Demam tinggi

- Sesak napas

DIAGNOSIS KERJA

Respiratory Distress ec sepsis

Dehidrasi sedang ec low intake

Susp late onset sepsis


27
DIAGNOSIS BANDING

Penumonia

PENATALAKSANAAN

IVFD NS 200cc/kgBB/hari : 16,7cc/jam

Amphisilin 3x100 mg IV

Gentamisin 1 x 10 mg IV

Paracetamol 3 x 20 mg IV

Pemasangan ventilator

28
FOLLOW UP PASIEN

4 September 2018

S/ Bayi terpasang ventilator, RR 40 x/menit

Demam mulai turun

Kejang tidak ada

OGT mengalir warna putih kekuningan

O/ Kurang aktif

HR : 173 kali / menit RR: ventilator T=37,40C SpO2=94%

Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), cekung

Thorax : Retraksi dinding dada (+)

Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.

Irama jantung regular, bising tidak ada

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal, turgor kembali lambat

Ekstremitas: CRT < 3 detik

A/ Respiratory Distress ec susp sepsis

Susp late onset sepsis

Dehidrasi sedang ec low intake

P/ IVFD 200 cc/kgBB/hari : 400 cc/hari

Ampicilin 3 x 100 mg IV

Gentamisin 1 x 10 mg IV

Paracetamol 3 x 20 mg IV

Ventilator
29
FOLLOW UP PASIEN

5 September 2018

S/ Bayi terpasang ventilator, RR 40 x/menit

Demam ada, naik turun

Kejang tidak ada

OGT mengalir warna putih kekuningan

O/ Kurang aktif

HR : 150 kali / menit RR: ventilator T=38,40C SpO2=93%

Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), cekung

Thorax : Retraksi dinding dada minimal

Suara nafas vesikuler, rhonki +/+ hampir seluruh lap paru, wheezing tidak ada.

Irama jantung regular, bising tidak ada

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal, turgor kembali lambat

Ekstremitas: CRT < 3 detik

A/ Respiratory Distress ec susp sepsis

Susp late onset sepsis

Dehidrasi hipernatremia ec low intake

P/ IVFD D5 ¼ NS 16 cc/jam

Ampicilin 3 x 100 mg IV

Gentamisin 1 x 10 mg IV

Ventilator

30
FOLLOW UP PASIEN

6-19 September 2018

S/ Bayi terpasang ventilator hingga tgl 10 September selanjutnya tidak dipasang

alat bantu napas

Demam ada naik turun hingga 10 September kemudian demam tidak ada

Kejang tidak ada

OGT mengalir warna putih kekuningan, tanggal 9 September intake masuk

per OGT, toleransi baik

O/ Kurang aktif

HR : 135-160 kali / menit RR: 41-53 x/mnt TD : 63/40 – 76/50 mmHg

T=36,5-37,70C SpO2=93-97%

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Retraksi dinding dada (-)

Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.

Irama jantung regular, bising tidak ada

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas: CRT < 3 detik

A/ Late onset sepsis

Aspirasi pneumonia

Riwayat syok sepsis

P/ IVFD D5 ¼ NS - ASI

Ampicilin 3 x 100 mg IV

Gentamisin 1 x 10 mg IV
31
FOLLOW UP PASIEN

20 September 2018

S/ Bayi tidak terpasang alat bantu napas

Demam tidak ada, kejang tidak ada

Intake masuk, toleransi baik

O/ Kurang aktif

HR : 120 kali / menit RR: 44 x/mnt T=370C

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Retraksi dinding dada (-)

Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.

Irama jantung regular, bising tidak ada

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas: CRT < 3 detik

A/ Late onset sepsis

Aspirasi pneumonia

Riwayat syok sepsis (8 September)

P/ IVFD D5 ¼ NS - ASI

Ampicilin 3 x 100 mg IV

Gentamisin 1 x 10 mg IV

32
BAB IV

DISKUSI

Seorang bayi perempuan, usia 26 hari, datang ke IGD RSUP dr. M. Djamil

Padang pada tanggal 4 September 2018 dengan keluhan utama sesak napas sejak 1

hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien partus luar dengan berat badan lahir 2200

gram dan panjang badan 42 cm, lahir sectio cesaria atas indikasi ibu dengan tumor

intra abdomen, langsung menangis dan ketuban jernih.

Dari pemeriksaan fisik saat ini didapatkan keadaan umum kurang aktif,

pernafasan 72 kali per menit, frekuensi nadi 182 kali per menit, suhu 400C,

konjuntiva anemis, retraksi dinding dada ada, distensi abdomen tidak ada, CRT < 3

detik.

Pada pemeriksaan penunjang tanggal 4 September 2018, didapatkan Hb 11,1

gr/dL, Leukosit 26.870 / mm3, Trombosit 843.000/ mm3, Hematokrit 34 %,

Retikulosit 0,9 %. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan Natrium 156 Mmol/L,

Kalium 6,1 Mmol/L, Klorida 148 Mmol/L, Kalsium 9,0 mg/dL.

Berdasarkan hasil anamnesis ditemukan diketahui pasien partus luar dengan

NBBLR 2200 gram dan PB 42 cm. Hal ini sesuai dengan salah satu faktor risiko

sepsis yaitu gizi buruk yang nantinya berhubungan erat dengan sistem imun dari bayi.

Pada saat pasien di IGD didapatkan TD 68/45 mmHg, HR 182 x/i, RR 72 x/i, suhu 40

derajat celcius dengan ditemukannya tanda-tanda dehidrasi. Hal ini merupakan tanda

bahaya terhadap bayi yang jika tidak ditangani segera akan jatuh ke keadaan syok.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi pasien

yang buruk terjadi akibat multiplikasi mikroorganisme patogen yang tidak terkendali
33
yang telah mencapai puncaknya dan menyebabkan induksi yang hebat dari sistem

imunitas tubuh sehingga terjadi kaskade inflamasi. Akibat dari kaskade inflamasi

banyak antara lain demam, produksi asam laktat, serta syok. Demam terjadi karena

adanya pirogen baik yang eksogen maupun yang endogen. Pirogen endogen akan

merangsang pusat pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus sehingga terjadi

peningkatan thermostat suhu tubuh. Akibatnya terjadi kontraksi otot tubuh, aktivitas

metabolisme yang meningkat, serta vasokonstriksi perifer. Ketiga hal ini akan

mengkonservasi panas dalam tubuh sehingga terjadi demam.

Tatalaksana darurat pada pasien telah dilakukan yaitu IVFD NS 200

cc/kgBB/hari, didapatkan hasil pemberian NS sebanyak 16,7 cc/jam. Selain itu

diberikan ampicillin 3 x 100 mg IV dan gentamicin 1 x 10 mg IV sebagai antibiotik

awal untuk mengatasi penyebab infeksi dari bayi. Ditambah dengan paracetamol 1 x

20 mg IV untuk mengatasi demam pada bayi. Karena kondisi respiratory distress,

dilakukan pemasangan ventilator untuk memperbaiki keadaan nafas dan saturasi

oksigen pada bayi.

34
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson

Textbook of pediatrics 19th.2011. Elsavier

2. Gebremedin D, Berhe H., Gebrekirston. Risk Factors for Neonatal Sepsis in

Public Hospitals of Mekelle City, North Ethiopia 2015: Unmatched Case

Control Study. 2015. PLOS ONE | DOI:10.1371/journal.pone.0154798 May

10, 2016

3. .Shah B,A., Padbury J. Neonatal sepsis An old problem with new insights.

2014. Virulence 5:1, 170–178; January 1, 2014; c 2014 Landes Bioscience

4. Verma et al. Neonatal sepsis: epidemiology, clinical spectrum, recent

antimicrobial agents and their antibiotic susceptibility pattern. 2015. Verma

P et al. Int J Contemp Pediatr. 2015 Aug;2(3):176-180

5. Lopez E.S., Guiral E.,Soto S. Neonatal Sepsis by Bacteria: A Big Problem for

Children. 2013. Saez-Lopez et al., Clin Microbial 2013, 2:6

6. Gonzales A,C., Spearman p,w., Stoll B. Neonatal Infectious Diseases:

Evaluation of Neonatal Sepsis. 2013. Pediatr Clin North Am. 2013 April ;

60(2): 367–389. doi:10.1016/j.pcl.2012.12.003

7. Shiftan T,A, Mendelshon A,J. The circulating “atypical lympocite”. NCBI

8. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson

Textbook of pediatrics 20th.2016. Elsavier

35

Anda mungkin juga menyukai