BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini, tokoh-tokoh pejuang wanita akan dibagi menjadi tiga
kategori sebagai berikut.
Karena dikawasan itu dahulunya baik Yang Dipertuan Besar maupun Yang Dipertuan
Muda menetap bersama. Raja Hamidah masih mempunyai beberapa saudara yang
lain. Yang seibu seayah adalah Raja Siti. Seayah tapi berlainanan ibu antara nya Raja
Djafaar, Raja Idris, dan tentu saja Raja Ahmad sibungsu.
a. Bagian Pertama
Kamboja, cucu dari Daeng Perani. Sementara Tengku Muda Muhammad itu anak
Raja Maimunah dan Raja Maimunah itu adalah anak Daeng Perani. Jadi yang
berkelahi dan berebut kuasa itu adalah cucu- cucunya Upu Daeng Perani. Satu
mewakili dinasti Bugis Luwu. Yang satu mewakili dinasti Melayu Johor. Tapi kedua
kaum itu sudah bercampur baur. Konflik ini memang benar- benar konflik
kepentingan dan nafsu politik mereka, karena setelah gugur nya Raja Haji yang
Dipertuan Muda IV Riau Lingga tahun 1784 adalah : Tengku Muda Muhammad yang
Dipertuan Muda Riau Lingga V ( 1795-1803 ), Raja Ali yang Dipertuan Muda Riau
Lingga VI (1803-1805), Raja Djafaar yang Dipertuan Muda Riau Lingga VII (1805-
1832), dan Raja Abdurrahman yang Dipertuan Muda Riau Lingga VIII (1833-1844)
dan seterusnya).
akan menjadi Putera Mahkota ( Tengku Besar, begitu sebutan nya ) sebagai calon
Sultan yang gahara, dan di tubuh nya darah Melayu dan Bugis bersatu, dan akan
menjadi keturunan Bugis Melayu pertama di tahta kerajaan Riau Lingga ( karena
sebelumnya semua Sultan Johor, Riau Lingga, harus berdarah Melayu yang sangat
kuat, karena jabatan sultan itu memang menjadi hak nya orang- orang keturunan
Melayu). Itulah beban politik dan sejarah yang di letakkan di bahu Raja Hamidah,
perempuan bangsawan yang berusia 29 tahun itu.
b. Bagian Kedua
Sebagai putri bangsawan yang darah Bugis nya lebih besar, dapat
diperkirakan pihak pembesar Bugis, ingin Raja Hamidah sebagai permaisuri dapat
menjaga kepentingan pihak Bugis di puncak kekuasaan. Baik dalam mengatur
8
c. Bagian Ketiga
Raja Hamidah, dengan para saudara- saudara dan pihak Bugis lainnya, akan
memiliki pulau Penyengat dan kawasan sekitarnya ( sampai ke Batam, Natuna dan
sekitarnya )sebagai “ daerah permakanan “. Sumber ekonomi, pendapatan, dan biaya
hidup mereka, dan pihak Melayu tidak boleh menggangu gugat. Karena itulah kelak
di pulau Penyengat itu pula lah, misalnya Dipertuan Muda Riau Lingga, sebagai
sosok Bugis dan kuasanya, akan beristana dan mengendalikan pemerintahan, seperti
yang dilakukan Raja Djafaar, seperti urusan pertahanan, ekonomi, poitik dan
hubungan luar negeri. Sedangkan Lingga ( Daik dan sektarnya, termasuk singkep, dll
) menjadi kawasan “ permakanan “ pihak Melayu, melalui sosok Tengku
Abdurrahman ( tampaknya, memang sejak awal Sultan Mahmud telah menetapkan
penggantiannya, adalah Tengku Abdurrahman atau si komeng atau Tengku Jumat ),
putera kedua Sultan Mahmud, dan pihak Bugis tidak boleh menggangunya ( di
singkep ketika ia sudah di temukan dan di produksi timah ). Beberapa penulis sejarah
tentang jatuh bangun kerajaan Lingga, kemudian menganggap keputusan Sultan
Mahmud membagi wilayah permakanan ini sebagai keputusan politik yang luar biasa
dampak dan pengaruh nya di kemudiankan hari bagi kedua kaum itu dan kerajaan itu
11
sendiri. Dan sebagai salah satu strategi untuk mengakhiri konflik politik di kerajaan
Riau Lingga.
konflik kepentingan, kekuasaan,dan rasa tidak puasan lainnya yang rawan untuk di
tanggapi oleh tangan tanagan politik yang keji dan jahat.
13
Begitu marah nya Engku Puteri kepada abang nya itu, membuat dia nyaris
tidak pernah lagi mengijakan kaki ke Lingga. Sementara Raja Djafaar pun begitu
kecewa pada adiknya sehingga tidak lagi mau beristana di Penyengat, dan tetap
memilih tinggal di Daik, Lingga. Perseteruan ini begitu melukakan ( meskipun
akhirnya Regelia itu berhasil diambil Sultan Abdurrahman dengan bantuan Belanda
secra paksa, 1821 ) dan terus berdarah. Hanya, ketika datang kabar Raja Djafaar
gering dan hampir naza, maka Engku Puteri akhirnya pergi juga ke Lingga. Dia
memaafkan abangnya, agar abangnya dapat menghadiri maut dengan tenang dan
tanpa beban. Raja Djafaar pun demikian seakaan hanya rela meniggalkan dunia fana
itu setelah berdamai dengan adiknya ( crita ini dengan bagusnya ditulis oleh Raja
Ahmad, adik bungsu mereka dalam syair: syair Engku Puteri pergi ke Lingga ).
Engku Puteri ingin membawa abang nya yang sedang sakit itu ke Penyengat, dan
merawat nya, tetapi abangnya menolak. Akhirnya, setelah sakt abangnya hampir
pulih, dia pun kembali ke Penyengat. Tetapi kesembuhan itu ternyata hanya
permainan perasaan, untuk menyenangkan hati mereka yang ditinggalakan. Tak lama
Raja Djafaar pun meniggal dengan tenang di Daik. Di kebumikan disana, dan baru
beberapa tahun kemudian, jenazahnya dibawake Penyengat dan di makamkan di sana.
Dan Engku Puteri, membawa luka itu yang secara tak terasa menggerogoti usianya.
Wanita Ranggi, peri sejarah ini, meninggal pada tanggal 5 Agustus 1844, di
istananya, di pulau Penyengat. Jika benar dia lahir sekitar tahun 1744, maka saat dia
14
2. Syarifah Latifah
Pada tanggal 27 Oktober 1912 Sultan Syarif Kasyim II menikahinya. Sultan Syarif
Kasyim II bergelar Sultan Assyidis Syarif Kasyim Sani Abdul Jalil Syaifuddin adalah
Sultan terakhir di Kerajaan Siak yang memerintah dari tahun 1915 hingga 1946.
Sultan Syarif kemudian menyerahkan kerajaannya kepada pemerintah Republik
Indonesia. Baru pada tanggal 6 November 1998, atas jasa-jasanya kepada
kemerdekaan RI, Sultan Syarif Kasyim II dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh
Presiden BJ. Habibie.
Syarifah Latifah tidak sekadar menjabat sebagai permaisuri Kerajaan Siak Sri
Indrapura, ia juga dikukuhkan sebagai seorang Sultanah. Jabatan Sultanah berarti ia
bisa menggantikan posisi Sultan, apabila sang pemimpin utama itu berhalangan.
Syarifah Latifah kemudian bergelar Tengku Agung Sultanah Latifah.
Selain cantik, Permaisuri Sultan juga menjadi ikon perempuan yang berjuang
mengangkat harkat martabat kaumnya, terutama di bidang pendidikan dan agama
Islam. Tengku Agung, begitu masyarakat memanggilnya, semasa hidup sangat giat
memotivasi kaum perempuan di kerajaan Siak Sri Indrapura kala itu agar melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia juga mengajarkan berbagai keterampilan
terutama di bidang kerajinan tenun Siak yang terkenal hingga kini.
dan pantai timur Sumatera dapat berhubungan dan membuka diri dengan dunia luar
serta bisa menerima ide-ide dari suku bangsa mana pun.
Aisyah Sulaiman diperkirakan lahir pada 1869 atau 1870 dan wafat pada 1924
atau 1925 dalam usia lebih kurang 55 tahun. Pada 1913 Kerajaan Riau-Lingga
dimansuhkan (ditiadakan) oleh pemerintah kolonial Belanda. Karena tak sudi hidup
di bawah pemerintahan kolonial aisyah Sulaiman dan keluarga hijrah ke Singapura.
17
Kemudian Aisyah pindah ke Johor dan bertempat tinggal di sana hingga akhir
hayatnya.
Aisyah menghasilkan empat karya terbaik dan karya-karya itu antara lain
“Hikayat Syamsul Anwar atau Hikayat Badrul Muin” hikayat ini dipercaya menjadi
karya awal si pengarang. “Syair Khadamuddin yang terbit pada 1345 H atau 1926 M,
menurut beberapa peneliti, syair ini ditulis saat Aisyah Sulaiman sudah hijrah ke
Singapura. ‘’Hikayat Syarif al-Akhtar” dan hikayat satu ini baru diterbitkan setelah
Aisyiah meninggal pada 1929 M. Sedangkan karyanya keempat, ‘’Syair Seligi Tajam
Bertimbal’’. Berbeda dengan karya-karya sebelumnya, dalam karya ini beliau tak
menggunakan nama asli, tetapi memakai nama samaran Cik Wok Aminah.
18
1. Cik Puan
. Pada masa
pemerintahan Sultan Siak V,
yaitu Sultan Assyaidis Syarif
Ali Abdul Jalil Syaifuddin
(1784– 1810), Kerajaan Siak
terkenal mempunyai dua belas
daerah jajahan, bahkan masih
mengadakan penyerangan ke
Kerajaan Sambas di
Kalimantan Barat. Dalam
penyerangan ini, peran
Srikandi Siak yang bernama
Cik Puan juga besar (Lutfi,
Bukti Keberadaan Cik Puan terdapat dalam buku ini. 1977: 253).
20
2. Tengku Agung.
perempuan bernama Madrasatun Nisak yang terdiri dari dua tingkat, yaitu
tingkat Ibtidaiyah, selama 5 tahun dan tingkat Tsanawiyah, selama 2
tahun.
1. Tengku Maharatu
22
Surat Pernikahan untuk menantunya Raja Kweek School Nieuwe Stijl (Gaya
Khadijah sebagai tradisi Daik
Baru) di Tanjungpinang tahun
1950. Sejak tahun 1937, dia menjabat sebagai pemimpin Aisyiyah,
kemudian pada zaman Jepang ikut aktif dalam organisasi wanita
(Fujinkai).
Pada masa Agresi Belanda kedua, dia aktif dalam organisasi BKIR (Badan
Kebangsaan Indonesia Riau) dan KRIR (Kaimoyapan Rakyat Indonesia
Riau). Tahun 1951, ia mulai ikut berpolitik dan memasuki Partai Islam.
Tahun 1985, ia menjadi anggota DPRD Tk. II mewakili Partai Persatuan
Pembangunan. Dari pendidikan dan kegiatan atau pengabdiannya, dia
telah mempunyai keinginan besar untuk memajukan perempuan seperti
perempuan lainnya.
24
3. Syahawa H. B.
Syahawa H. B. adalah
seorang perempuan yang telah
ikut berjuang untuk memajukan
kaumnya di Riau. Pendidikannya
adalah HIS di Siak Sri Indrapura
dan Kweek School di Bukit Tinggi
(Sekolah Pendidikan Guru). Pada
zaman Jepang, dia dikirim ke
Padang untuk mengikuti kursus
pertenunan.
4. Khadijah Ali
Kegiatan Palang Merah Indonesia yang diikuti oleh Fatimah binti Suhil pada tahun 1945
Ria pun mendirikan kantor pengacara dan konsultan hukum Ria Latifa dan Partner
pada tahun 1992.
Penghargaan yang di terima oleh Dwi Ria dari Ketua Umum PDI P karena
keaktifannya sebagai anggota TPDI. Pada tahun 2010 Dwi Ria mendaftar sebagai
calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
1. Masojo
Masajo ialah sosok sederhana yang kreatif. Dengan pengetahuan yang sangat
minim, ia mampu menghasilkan karya monumental yang tak pernah terlintas di
benaknya. Kini, tenun Masajo telah menjadi hautecoutoure (tradisi pakaian kelas
tinggi), yang dipakai oleh dara, bujang, bahkan petinggi Siak dan Riau, dalam helat-
helat majelis tinggi.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beberapa peristiwa konflik yang terjadi pada masa kini,harus kita lihat
sebagai potensi disintegrasi bangsa yang dapat merusak persatuan negeri. Maka ada
baiknya bila kita belajar dari perjalanan sejarah nasional kita, yang juga pernah
diwarnai dengan aneka proses konflik dengan segala akibat yang merugikan,baik
jiwa,fisik,materi,psikis dan penderitaan rakyat. Bagaimanapun, salah satu guna
sejarah adalah dapat memberi hikmah atau pelajaran bagi kehidupan.
Selain dari peristiwa sejarah, kita dapat juga mengambil hikmah dari teladan
para tokoh pejuang wanita. Diantara mereka adalah para pahlawan nasional yang
berjuang untuk persatuan bangsa dengan tidak hanya menggunakan senjata, tetapi
juga melalui karya berupa seni,lukisan,musik,sastra atau ilmu pengetahuan.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini, kami berharap pembaca dapat terinspirasi
untuk terus mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para tokoh pejuang
wanita Kepulauan Riau dengan hal hal yang membawa manfaat. Hal yang terpenting
yakni senantiasa menjaga kesatuan negara Republik Indonesia dengan saling
menghormati dan menghargai, tidak membeda bedakan suku, agama ataupun ras dan
menjaga sikap toleransi satu sama lain.
32
DAFTAR PUSTAKA
http://krishadiawan.blogspot.com/2010/04/srikandi-bumi-lancang-kuning-
puan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Dwi_Ria_Latifa
https://wikidpr.org/anggota/5403631742b53eac2f8ef718