Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEREKONOMIAN TERBUKA
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
(IPS)

KELOMPOK III
KELAS XI IPS 3
Di Susun Oleh:
- Candra Gunawan
- Deny Rachman
- Ika Sapitri

SMA NEGERI 1 PANGKALAN


KARAWANG
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Keseimbangan Perekonomian Terbuka”. Makalah ini disusun sebagai tugas
mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi dan bertujuan agar dapat menambah
wawasan mengenai sistem perekonomian terbuka serta studi kasus yang
berkenaan dengan sistem tersebut. Kami mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini:

1. Dosen pengajar mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi


2. Seluruh anggota kelompokyang ikut serta menyusun makalah ini, serta
3. Pihak-pihak yang mendukung tersusunnya makalah ini

Kami selaku penyusun makalah menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik-


Nya, oleh karena itu kami mohon maaf apabila terdapat kekurangan serta
mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan karya
tulis selanjutnya.

Penyusun

Kelompok IX IPS 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Analisis mengenai penentuan kegiatan ekonomi Negara, belum tentu


sesuai dengan realiti yang sebenarnya oleh karena kegiatan ekonomi yang
digambarkan belum sepenuhnya sesuai dengan keadaan dalam
perekonomian.

Ada dua kegiatan pengeluaran yang penting dalam setiap ekonomi, yaitu
ekspor dan impor. Oleh karena itu analisis mengenai keseimbangan
pendapatan nasional perlu disempurnakan dengan memperhatikan pula
efek kegiatan perdagangan luar negeri, yaitu ekspor dan impor terhadap
pengeluaran agregat, pendapatan nasional dan tingkat kegiatan suatu
perekonomian. Apabila kegiatan ekspor dan impor diperhitungkan dalam
penentuan keseimbangan pendapatan nasional, maka analisis mengenai
kegiatan ekonomi dalam suatu Negara telah sepenuhnya menggambarkan
keadaan yang sebenarnya wujud dalam realitas

Analisis penentuan pendapatan nasional dalam perekonomian seperti itu


dinamakan sebagai keseimbangan pendapatan nasional dalam ekonomi
empat sectoratau perekonomian terbuka. Yaitu perekonomian yang
menjalankan kegiatan ekspor dan impor. Maka analisis mengenai
penentuan keseimbangan tersebut boleh juga dinamakan sebagai
keseimbangan makroekonomi

Perekonomian terbuka adalah perekonomian yang melibatkan diri dalam


perdagangan internasional (ekspor dan impor) barang dan jasa serta
modal dengan negara-negara lain. Pada sistem ekonomi yang terbuka,
terdapat kemungkinan dari produsen untuk melakukan kegiatan ekspor
barang dan produk dagangan dengan tujuan pasar-pasar di negara lain
atau sebaliknya melakukan kegiatan impor atas bahan mentah dan bahan
penolong serta mesin atau barang jadi dari luar negara. Dalam model
terbuka ini jasa perbankan dan lembaga keuangan dapat juga berasal dari
luar negeri dan kita dihadapkan pada sistem perekonomian yang semakin
menyatu (the borderless economy) yang disebut dengan the global
economy.
1.2 Tujuan

Studi mengenai perekonomian terbuka memberikan beberapa pengetahuan


yaitu,

o Dapat mengetahui cara menganalisis perhitungan dalam


perekeonomian terbuka.
o Dapat menganalisa beberapa problem yang dapat menghambat
tercapainya keseimbangan perekonomian terbuka.
o Dapat mengetahui beberapa kebijakan perekonomian dalam negeri
mengenai perekonomian terbuka.

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan muncul permasalahan


yang perlu dikaji kembali dan terumuskan ke dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut :

“ Apakah kebijakan Trade Remedies yang diterapkan oleh Indonesia


dapat memproteksi pasar dalam negeri dari bahaya perdagangan bebas?”.

1.2 Hipotesa

Di era globalisasi, perekonomian dalam negeri tidak bisa mengelak adanya


liberalisasi berupa perdagangan bebas. Kegiatan ini merupakan jembatan
dengan negara-negara lain bagi perkembangan perekonomian dalam negeri
sendiri. Namun tidak semua negara dapat menghadapi perdagangan bebas
karena kurangnya kualitas produksi yang memadai dalam negeri, salah
satunya Indonesia. Maka dari itu, Indonesia membuat kebijakan berupa
Trade Remedies yang bertujuan perlindungan usaha dalam negeri.
Kebijiakan ini efektif untuk membatasi impor produksi luar negeri karena
dalam kebijakan tersebut terdapat peraturan-peraturan yang ketat dan
terperinci mengenai syarat-syarat tertentu barang produksi yang boleh masuk
atau diperjual-belikan dalam negeri.
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Sirkulasi Aliran Pendapatan Perekonomian Terbuka (Ekspor, Impor dan


Pengeluaran Agregat

Perekonomian terbuka atau perekonomian empat sektor adalah suatu


sistem ekonomi yang melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan
Negara-negara lain di dunia ini, karena kegiatan ekspor dan impor
merupakan bagian yang pentingnya dalam kegiatan setiap perekonomian.
Dalam ekonomi yang melakukan perdagangan luar negeri, aliran
pendapatan dan pengeluaran dapat dijelaskan sebagai berikut : apabila
aliran aliran pendapatan dan pengeluaran diperhatikan maka akan
didapati bahwa aliran yang berlaku dalam perekonomian terbuka adalah
berbeda dengan perekonomian tiga sector sebagai akibar dari wujudnya
kegiatan ekspor dan impor.

Secara fisik, ekspor diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-


barang buatan dalam negeri ke luar Negara-negara lain. Pengiriman ini
akan menimbulkan aliran pengeluaran yang masuk ke sector perusahaan.
Dengan demikian pengeluaran agregat akan meningkat sebagai akibat
dari kegiatan mengekspor barang dan jasa dan pada akhirnya keadaan ini
akan menyebabkan peningkatan dalam pendapatan nasional.

Secara fisik, impor merupakan pembelian dan pemasukkan barang dari


luar negeri ke dalam negeri atau ke dalam suatu perekonomian. Aliran
barang ininakan menimbulkan aliran keluar dari aliran pengeluaran dari
sector rumah tangga ke sector perusahaan. Aliran keluar ini yang akan

Sebagaimana dari penjelasan sebelumnya, bahwa ekspor dan impor


mempengaruhi kegiatan dalam suatu perekonomian dan sirkulasi
pendapatan yang berlaku. Penggunaan faktor-faktor produksi oleh sector
perusahaan akan mewujudkan aliran pendapatan ke sector rumah tangga.
Aliran pendapatan ini meliputi gaji dan upah, sewa, bunga dan
keuntungan lainnya

Dapat disimpulkan bahwa dalam perekonomian terbuka pengeluaran


agregat meliputi lima jenis pengeluaran, yaitu
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ke atas barang barang yang
dihasilkan didalam negeri. (Cdn)
2. Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sector
perusahaan menghasilkan barang dan
3. Pengeluaran pemerintah ke atas barang dan jasa yang diperoleh
didalam negeri (G)
4. Ekspor, yaitu pembelian Negara lain ke atas barang buatan
perusahaan-perusahaan didalam negeri. (X)
5. Barang impor, yaitu barang yang dibeli dari luar negeri. (M)
Barang impor, yaitu barang yang dibeli dari luar negeri.(M)dengan
demikian komponen pengeluaran agregat dalam perekonomian
terbuka adalah pengeluaran rumah tangga ke atas barang buatan
dalam negeri, investasi, pengeluaran pemerintah,pengeluaran ke
atas barang buatan dalam negeri (ekspor).

Faktor-faktor Penentu Ekspor dan Impor

A. Faktor-faktor yang Menentukan Ekspor

Suatu Negara dapat mengekspor barang produksinya ke Negara lain


apabila barang tersebut diperlukan Negara lain dan mereka tidak dapat
memproduksi barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi
keperluan dalam negeri.Ada faktor terpenting yang menentukan ekspor
suatu Negara yaitu kemampuan dari Negara tersebut untuk mengeluarkan
barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri, baik dalam
mutu, harga barang yang diekspor paling tidak sedikit sama baiknya
dengan yang diperjual-belikan dalam pasaran luar negeri, serta cita rasa
masyarakat luar negeri terhadap barang yang diekspor.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kemerosotan pada ekspor, yaitu


bias terjadinya perubahan cita rasa penduduk luar negeri, merosotnya
keupayaan bersaing di pasar luar negeri serta terjadi permasalahan
ekonomi yang sedang dialami diluar negeri.

B. Faktor-faktor yang Menentukan Impor

Suatu Negara dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Semakin


tinggi pendapatan, semakin .banyak impor yang akan dilakukan. Inflasi
juga dapat menyebabkan secara keseluruhan barang buatan dalam negeri
menjadi lebih mahal. Serta kemampuan suatu Negara menghasilkan
barang yang lebih baik mutunya merupakan salah satu faktor yang
menimbulkan perubahan impor terhadap tingkat pendapatan nasional.

2.2 Syarat Keseimbangan Perekonomian Terbuka


1. Efek perubahan ekspor dan impor terhadap keseimbangan
pendapatan.
2. Suatu contoh angka untuk menunjukan keseimbangan dalam
perekonomian terbuka dan perubahan keseimbangan tersebut.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Masalah Keseimbangan Intern dan Keseimbangan Ekstern

Setiap Negara menginginkan kedaulatannya dalam mengatur


perekonomian nasional masing – masing, dan tidak rela tunduk pada
mekanisme alamiah yang tidak memberi peluang bagi pemerintah
nasional untuk bertindak demi kepentingan nasionalnya.Dalam
perekonomian tertutup, masalah ekonomi makro yang utama adalah
bagaimana mencapai tingkat output employment tanpa inflasi. Sasaran
ini sering disebut dengan istilah keseimbangan intern atau internal
balance. Dalam perekonomian terbuka disamping sasaran tersebut ada
satu sasaran lain yang biasanya ingin pula dicapai, yaitu neraca
pembayaran yang seimbang. Sasaran yang kedua ini sering disebut
dengan istilah keseimbangan ekstern atau eksternal balance.

Ada dua masalah pokok dalam teori makro yang berkaitan dengan
sasaran keseimbangan intern dan keseimbangan ekstern ini. Yang
pertama adalah masalah kemungkinan ketidakserasian antara kedua
sasaran tersebut. Bila keseimbangan intern tercapai belum tentu
keseimbangan ekstern otomatis tercapai. Demikian pula sebaliknya
tercapainya keseimbangan ekstern tidak menjamin tercapainya
keseimbangan intern. Masalah pokok yang kedua, yang berkaitan erat
dengan masalah pertama, berkisar sekitar penentuan kebijaksanaan
atau kombinasi dari kebijaksanaan– kebijaksanaan yang tepat bagi
tercapainya kedua sasaran tersebut secara bersama – sama. Secara
teoritis bisa ditunjukkan bahwa kedua sasaran tersebut bisa dicapai
secara simultan asal saja bisa dirumuskan suatu kombinasi yang tepat
antara kebijaksanaan yang bersifat mempengaruhi tingkat pengeluaran
agregat, dengan kebijaksanaan yang mempengaruhi komposisi
pengeluaran tersebut, khususnya komposisi antara pengeluaran
tersebut, khususnya komposisi antara pengeluaran untuk barang yang
hanya di perdagangkan di dalam negeri dan pengeluaran untuk barang
yang di perdagangkan di luar negeri.

Dalam dunia klasik, masalah ketidakserasian tidak timbul. Hal ini di


sebabkan karena baik secara intern maupun secara ekstern,
perekonomian klasik mengandung di dalamnya mekanisme
penyesuaian otomatis. Dan yang lebih penting lagi mekanisme
penyesuaian internnya konsisten dengan mekanisme penyesuaian
eksternnya. Kedua mekanisme tersebut bekerja saling membantu
untuk tercapainya sasaran keseimbangan ekstern dan keseimbangan
intern secara simultan. Dan yang palng menarik dari kedua
mekanisme ini adalah bahwa pemerintah tidak perlu bertindak apa –
apa, dan mekanisme tersebut secara otomatis akan membawa
perekonomian ke posisi idealnya.

3.2. Trade Remedies

Remedi perdagangan, baik berupa Anti Dumping, Anti Subsidi


maupun Tindakan Pengamanan (Safeguard), merupakan instrumen
kebijakan perdagangan internasional yang paling banyak digunakan
oleh negara-negara importir anggota World Trade Organization
(WTO) untuk melindungi industri dalam negerinya.

Bagi Indonesia, instrumen kebijakan remedi perdagangan ini pun


sangat penting untuk melindungi industri dalam negeri. Hal ini
didasarkan pada alasan mengingat di satu sisi produk ekspor Indonesia
seringkali dituduh merupakan produk dumping dan produk bersubsidi,
dan sering juga dilakukan inisiasi untuk dikenakan tindakan
pengamanan, tetapi di sisi lain Indonesia juga kebanjiran produk-
produk impor dengan harga dumping dan bersubsidi dan tidak jarang
mengalami lonjakan impor untuk produk-produk tertentu. Akibatnya
industri dalam negeri mengalami kerugian atau terancam mengalami
kerugian yang berdampak pada menurunnya perekonomian, dan pada
gilirannya berdampak pula terhadap menyempitnya lapangan kerja
atau bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ironisnya, di satu sisi Indonesia merupakan salah satu negara yang


paling banyak dituduh melakukan praktek dumping, tetapi di sisi lain
dikategorikan sebagai negara yang paling rendah dalam melakukan
tuduhan dan penyelidikan dumping. Tidak mengherankan

pula jika dalam penyelesaian sengketa di lembaga penyelesaian


sengketa WTO, yakni Dispute Settlement Body (DSB), yang
didominasi kasus-kasus remedi perdagangan, partisipasi Indonesia pun
sangat minimal. Melihat kondisi di atas, sudah merupakan keharusan
bagi Indonesia untuk lebih proaktif mendayagunakan instrumen
remedi perdagangan dalam rangka melindungi industri dalam negeri.
Paralel dengan itu, penguatan sistem hukum remedi perdagangan juga
harus dilakukan, karena sistem hukum yang kuat baik substansi,
struktur maupun kulturnya, akan mempunyai peran yang krusial
terhadap efektivitas perlindungan industri dalam negeri.

Secara umum pengertian remedi perdagangan mengacu kepada


tindakan atau kebijakan pemerintah untuk meminimalkan dampak
negatif dari impor terhadap industri dalam negeri. Remedi
perdagangan ini diperlukan mengingat impor, baik yang dilakukan
secara tidak jujur (unfair trade) maupun secara jujur (fair trade) tidak
jarang dapat merugikan industri dalam negeri. Impor yang dilakukan
secara tidak jujur dan merugikan industri dalam negeri adalah impor
produk-produk asing dengan harga dumping, yaitu harga di bawah
harga normal, dan impor produkproduk asing yang bersubsidi.
Sedangkan impor yang dilakukan secara jujur tetapi dapat merugikan
industri dalam negeri adalah impor yang jumlahnya melonjak secara
cepat dan tidak wajar.

3.3. Implementasi Trade Remedies dalam Perspektif WTO

Teori-teori di atas tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari para


ahli, terutama para ekonom pro-liberalisasi. Hal ini karena pada
umumnya para ekonom menganggap remedi perdagangan sebagai
proteksi terhadap impor yang mengarah pada inefisiensi kesejahteraan
ekonomi dan tidak lebih hanya diposisikan sebagai kebijakan terbaik
kedua (second-best policy).

Meskipun demikian, para ekonom telah menyepakati dimasukkannya


remedi perdagangan ke dalam perjanjian perdagangan internasional,
dalam hal ini WTO, sebagai pengecualian dengan motivasi insurance
(jaminan) dan safety valve (katup pengaman).6 Pemerintah negara-
negara anggota WTO akan merasa enggan untuk menandatangani
perjanjian perdagangan internasional yang mengarah pada liberalisasi
secara substansial, jika tidak ada jaminan perlindungan terhadap
industri dalam negerinya. Selain itu pemerintah negara-negara anggota
WTO akan merasa tertekan dalam melakukan negosiasi yang
berkaitan dengan komitmen liberalisasi tertentu, jika tidak ada
pengecualian untuk pengamanan industri dalam negerinya. Oleh
karena itu, ketentuan tentang remedi perdagangan diperlukan untuk
menjaga keutuhan keseluruhan perjanjian perdagangan internasional.
Secara garis besar ketentuan-ketentuan WTO tentang remedi
perdagangan tersebut akan dijelaskan dalam bagian berikut.

Ketentuan-ketentuan Anti Dumping

Pengertian dan pengaturan dasar mengenai anti dumping dapat dilihat


dalam Article VI GATT 1994 (Anti-Dumping and Countervailing
Duties). Penjabaran lebih lanjut diatur dalam The Agreement on
Implementation of Article VI of GATT 1994 atau lebih dikenal sebagai
Anti Dumping Agreement (AD Agreement). Ketentuan-ketentuan
tersebut mengatur secara ketat dan detail mengenai bagaimana melakukan
kalkulasi apakah suatu produk merupakan produk dumping dan
memenuhi syarat untuk dikenakan BMAD atau ADD; bagaimana
menginisiasi kasus; bagaimana investigasi produk-produk yang diduga
merupakan produk dumping, dan lain-lain. Untuk mengenakan BMAD
terhadap produk dumping harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Adanya penentuan bahwa tindakan dumping telah terjadi, termasuk


estimasi margin dumping-nya.
2. Adanya kerugian material atau ancaman terjadinya kerugian
material terhadap industri dalam negeri.
3. Adanya hubungan kausal yang menunjukkan bahwa tindakan
dumping merupakan penyebab terjadinya kerugian atau ancaman
kerugian tersebut.

Oleh karena itu, pengujian tentang kerugian (injury test) merupakan hal
yang krusial. BMAD dapat dikenakan baik secara sementara maupun
tetap. Pengenaan BMAD hanya dapat dilakukan setelah dilakukan
investigasi oleh otoritas yang berwenang berdasarkan prosedur
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 AD
Agreement.
Ketentuan-ketentuan Anti Subsidi

Pengaturan tentang Anti Subsidi serupa dengan pengaturan Anti


Dumping, meskipun keduanya mempunyai sasaran yang berbeda; sasaran
Anti Dumping adalah praktek persaingan curang yang dilakukan oleh
perusahaan swasta, sedangkan sasaran Anti Subsidi adalah praktek
persaingan curang yang disebabkan oleh pemberian subsidi oleh
pemerintah

negara eksportir, baik subsidi domestik maupun subsidi ekspor.


Pengaturan tentang Anti Subsidi terdapat dalam Article VI dan XVI
GATT 1994 dan The Agreement on Subsidies and Countervailing
Measures (the SCM Agreement). Article VI GATT 1994
memperkenankan negara anggota WTO untuk menggunakan tindakan
Anti Subsidi untuk mengantisipasi subsidi pemerintah asing terhadap
perusahaan, produksi atau ekspor barang apa pun.

Perjanjian WTO mengatur secara ketat tentang bagaimana cara


melakukan kalkulasi subsidi, dan mengharuskan pengenaan tindakan Anti
Subsidi untuk dihentikan setelah lima tahun (the sunset provision).
Perpanjangan hanya bisa dilakukan jika subsidi asing tersebut masih ada
dan kerugian industri dalam negeri masih (akan) terjadi.

Tindakan Anti Subsidi yang berupa pengenaan Bea Masuk Imbalan


(BMI) atau Countervailing Duties (CVD) hanya dapat dilakukan jika
memenuhi persyaratan substantif sebagai berikut:

1. Adanya penentuan bahwa impor yang disubsidi telah terjadi.


2. Adanya kerugian terhadap industri dalam negeri.
3. Adanya hubungan kausal antara impor yang disubsidi dengan
kerugian.

Secara prosedural, pengenaan BMI harus didasarkan pada investigasi


yang dilakukan oleh otoritas, sebagaimana yang berlaku pada Anti
Dumping.
Ketentuan-ketentuan Safeguards

Dalam kerangka WTO, mekanisme Safeguards diatur dalam Article XIX


(Emergency Action on Imports of Particular Products) dan dijabarkan
lebih lanjut dalam The Agreement on Safeguards (SG Agreement).
Sebagaimana penerapan mekanisme Safeguards juga

harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.

1. Lonjakan impor, baik secara absolut maupun relatif.


2. Lonjakan impor tersebut merupakan akibat dari perkembangan
yang tidak terduga dan merupakan dampak dari pemenuhan
kewajiban berdasarkan perjanjian WTO.
3. Kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri
dalam negeri yang menghasilkan barang yang serupa atau barang
yang langsung tersaingi.
4. Hubungan kausalitas yang menunjukkan bahwa kerugian atau
ancaman kerugian tersebut benar-benar disebabkan adanya
lonjakan impor.

Tindakan Safeguards hanya dapat dilakukan setelah dilakukan investigasi


oleh otoritas yang kompeten berdasarkan prosedur yang telah ada
sebelumnya. Meskipun dalam beberapa hal ada persamaan dengan
mekanisme Anti Dumping dan Anti Subsidi, mekanisme Safeguards
berbeda dalam beberapa hal lain.

Pertama, mekanisme ini tidak mengharuskan adanya praktek bisnis


curang dari kompetitor asing sebagaimana dalam Anti Dumping dan Anti
Subsidi. Kedua, tindakan Safeguards dapat diambil secara cepat, jika
terjadi keadaan kritis. Hal ini tidak sebagaimana Anti Dumping dan Anti
Subsidi yang hanya dapat diterapkan setelah dalam investigasi
pendahuluan para pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk
memberikan tanggapan dan menunjukkan bukti-bukti. Ketiga, tindakan
Safeguards dapat dilakukan selain dengan cara pengenaan bea masuk
tambahan juga melalui pembatasan kuantitas impor, sedangkan tindakan
Anti Dumping dan Anti Subsidi hanya dapat dilakukan melalui bea
masuk tambahan. Keempat,tindakan Safeguards mengharuskan adanya
kompensasi terhadap competitor asing yang terkena dampak tindakan
tersebut. Jika tidak, maka competitor asing diberikan otoritas untuk
melakukan penangguhan konsesi atau kewajiban lain, misalnya retaliasi,
yang sepadan.

3.4. Keefektifan Kebijakan Trade Remedies sebagai Urgensi


Perllindungan Industri Dalam Negeri

Baik tindakan dumping maupun subsidi yang dilakukan eksportir asing


dan lonjakan impor yang signifikan di Indonesia, serta tuduhan dumping
dan subsidi dan investigasi untuk pengenaan Safeguards terhadap produk-
produk Indonesia di luar negeri mengakibatkan kerugian luas terhadap
industri dalam negeri, khususnya, dan masyarakat serta negara tuan
rumah pada umumnya. Kerugian tersebut berupa semakin sempitnya
pangsa pasar produsen Indonesia. Hal ini akan menimbulkan dampak
domino yang berupa kemerosotan pendapatan yang menyebabkan
penurunan kemampuan investasi. Lebih lanjut hal tersebut menimbulkan
penurunan daya produksi dan daya ekspor. Pada gilirannya pengangguran
bertambah dan daya hidup perusahaan menurun.

Hal ini mengimplikasikan bahwa penggunaan instrumen remedy


perdagangan secara proaktif akan sangat membantu melakukan upaya-
upaya perlindungan dan sekaligus remedi bagi industri dalam negeri.

Selama ini kecenderungan menuju ke arah sebaliknya, dengan fakta-fakta


sebagai berikut. Selama periode 2002-2006, inisiasi Anti Dumping, Anti
Subsidi dan tindakan Safeguard terhadap Indonesia sebanyak 69, terdiri
dari Anti Dumping asing hanya 32, terdiri dari Anti Dumping 29 dan
Safeguard 3. Dalam penyelesaian sengketa di DSB, dari 102 kasus dalam
periode 1995-2006, hampir setengahnya merupakan kasus remedi
perdagangan. Dalam kurun waktu 2005 dan 2006, kasus-kasus remedi
perdagangan

meningkat tajam; dua pertiga dari kasus-kasus yang diajukan di WTO


sejak awal 2005 (17 dari 27 kasus) merupakan kasus remedi 15
perdagangan.

Sejalan dengan itu, hampir dua pertiga kasus yang sedang 16 berjalan (12
dari 19 kasus) juga merupakan kasus remedi perdagangan. Demikian pula
5 dari 8 kasus aktif dalam tahap konsultasi formal yang berpotensi untuk
meminta dibentuk panel, juga kasus remedy 17 perdagangan. Sementara
itu, dalam sekian banyak kasus di WTO tersebut, Indonesia hanya terlibat
dalam 3 kasus saja, itu pun hanya dalam satu kasus Indonesia bertindak
sebagai pihak mandiri, sedangkan dalam dua kasus lainnya Indonesia
hanya bertindak sebagai pihak ketiga, atau turut menggugat bersama-
sama dengan negara lain.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa, mayoritas inisiasi anti dumping


dan anti subsidi saat ini banyak ditujukan terhadap produk-produk
Indonesia, sementara Indonesia masih kurang proaktif dalam mengajukan
inisiasi terhadap produk-produk asing. Hal ini menunjukkan pula bahwa
mengimplementasikan ketentuan-ketentuan remedy perdagangan
membutuhkan dana yang besar. Ketiga, mengingat detail dan
kompleksnya informasi yang harus dikumpulkan, pada umumnya negara
berkembang, termasuk Indonesia mengalami kesulitan untuk mengajukan
inisiasi untuk penyelidikan di negaranya sendiri dan

menindaklanjutinya sehingga berhasil, karena pengumpulan dan analisis


fakta-fakta yang mendukung sangat mahal. Selain itu staf yang
menangani kasus-kasus dumping, subsidi dan lonjakan impor yang
tersedia, juga pada umumnya sangat terbatas. Hal ini kontras dengan
negara-negara maju seperti AS dan Uni Eropa (UE), yang memiliki
personil dan sumber daya yang memadai untuk menangani kasus-kasus
remedi perdagangan.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Perekonomian terbuka merupakan suatu negara yang mempunyai


hubungan dengan negagar-negara lain. Dalam perekonomian terbuka
sebagian produksi dalam negeri diekspor atau dijual ke luar negeri dan di
samping itu terdapat pula barang di negara itu yang diimpor dari negara-
negara lain. Perekonomian terbuka dinamakan juga sebagai ekonomi
empat sector, yaitu suatu ekonomi yang dibedakan kepada empat
komponen berikut : rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan sektor
luar negeri.

Syarat keseimbangan dalam perekonomian terbuka :

1. Efek perubahan ekspor dan impor terhadap keseimbangan


pendapatan.
2. Suatu contoh angka untuk menunjukkan keseimbangan dalam
perekonomian terbuka dan perubahan keseimbangan tersebut.

Ada dua masalah pokok dalam teori makro yang berkaitan dengan
sasaran keseimbangan intern dan keseimbangan ekstern ini. Yang
pertama adalah masalah kemungkinan ketidakserasian antara kedua
sasaran tersebut. Bila keseimbangan intern tercapai belum tentu
keseimbangan ekstern otomatis tercapai. Untuk menyeimbangkan
perekonomian intern dan ekstern Indonesia membuat kebijakan Trade
Remedies untuk menyeleksi secara ketat produk-produk yang akan masuk
ke Indonesia. Kebijakan ini selain berfungsi untuk memproteksi usaha-
usaha industri dalam negeri, juga bertujuan untuk menunda dengan
maksud memberi kesempatan pada industri dalam negeri untuk berbenah
dan mengembangkan kualitas produksinya lebih baik lagi sampai para
pengusaha tersebut siap berkompetisi di perdagangan global.

Remedi perdagangan yang digunakan berupa Anti Dumping, Anti Subsidi


maupun Tindakan Pengamanan (Safeguard), merupakan instrumen
kebijakan perdagangan internasional yang paling banyak digunakan oleh
negara-negara importir anggota World Trade Organization (WTO) untuk
melindungi industri dalam negerinya.

4.2. Saran

Agar kebijakan ini dapat efektif maka perlu diperketatnya sistem dan
implementasi hukum Remedi Perdagangan Indonesia. Kebijakan ini
memang mengatur masalah Anti Dumping dan Anti Subsidi, namun tidak
mengatur masalah Safeguards secara rinci, hanya menyebutkan
kewenangan pemerintah untuk memungut Bea Masuk Anti Dumping dan
Bea Masuk Imbalan, sedangkan bagaimana pengaturannya lebih lanjut
tidak diatur.

Hal ini juga menunjukkan adanya kelemahan dalam landasan hukum.


Oleh karena itu, sebaiknya landasan hukum ini diperkuat dengan
mengatur keseluruhan remedi perdagangan tersebut dalam bentuk UU.
Pertama, harmonisasi hukum dapat dilakukan melalui legislasi, regulasi,
putusan pengadilan dan prosedur-prosedur administrasi. Kedua, ada
kewajiban untuk mempublikasikan dengan segera instrument harmonisasi
agar segera diketahui oleh pemerintah negara-negara anggota WTO dan
para pelaku perdagangan. Ketiga, sebelum dipublikasikan, instrumen
tersebut tidak boleh diterapkan. Keempat, dalam mengadministrasikan
instrumen-instrumen harmonisasi harus dilakukan secara wajar, seragam,
dan tidak diskriminatif.
DAFTAR PUSTAKA

Chad P. Bown, “Trade Remedies and World Trade Organization Dispute


Settlement: Why are So Few Challenged?” (2005) 34 Journal of Legal Studies
515, 527

R. Sharma, Safeguard Measures, Module 6, Commodities and Trade Division,


hlm 8

Sutrisno, Nandang. Memperkuat Sistem Hukum Remedi Perdagangan,


Melindungi Industri Dalam Negeri. Jurnal Hukum no. 2 VOL. 14 APRIL
2007: 230 - 246

http://ekonomacconting.blogspot.com/2011/05/perekonomian-terbuka.html

http://verahadiyati.blogspot.com/2012/04/ekonomi-makro-keseimbangan-
ekonomi.html

http://tugas/ekonomi-makro-keseimbangan-ekonomi.html

Malangnya Komoditas Ekspor Indonesia,http://www.seputar-Indonesia.com

Anda mungkin juga menyukai