I. PENDAHULUAN
Maka dari itu koefisies perpindahan kalor yang merupakan aspek yang
penting dalam fluida kerja (refrigerant), karena pengaruh nya terhadap jumlah
panas yang di transfer. Oleh karena itu, cukup banyak penelitian yang dilakukan
untuk menciptakan alat – alat pendingin yang lebih efektif dan efisien.
I.1.2. RTU
Sistem refrigerasi merupakan salah satu sistem yang penting dan banyak
diaplikasikan dalam dunia saat ini seperti pada sistem pendingin / penghangat
ruangan, Air Conditioner, lemari es pada rumah tangga, mesin pembeku (freezer),
dan lainnya. Pada aplikasi tata udara untuk hunian manusia, mesin yang
digunakan dapat ditemui mulai dari skala kecil seperti AC window dan AC split,
sampai dengan skala menengah dan besar seperti packaget rooftop air conditioner,
water-cooled chiller, dan air-cooled chiller. Pada sistem pendingin ini terdapat
1
KELOMPOK 2
beberapa komponen yang berperan penting untuk menjalan kan siklus, yaitu
komponen evaporator, kondensor, kompresor dan katup ekspansi dengan
pertukaran panas antara fluida dengan ruangan maupun sekitar. Fluida yang
digunakan pada system refrigerasi disebut refrigerant.
I.1.3. Otto
Motor bakar adalah suatu mesin yang mengkonversi energi dari energi kimia
yang terkandung pada bahan bakar menjadi energi mekaik pada poros motor bakar.
Jadi daya yang berguna yang langsung dimanfaatkan sebagai penggerak adalah
daya pada poros. Proses perubahan energi dari mulai proses pembakaran sampai
menghasilkan daya pada poros motor bakar melewati beberapa tahapan dan tidak
mungkin perubahan energinya 100%.
Selalu ada kerugian yang dihasilkan selama proses perubahan, hal ini sesuai
dengan hukum termodinamika kedua yaitu "tidak mungkin membuat sebuah mesin
yang mengubah semua panas atau energi yang masuk memjadi kerja". Jadi selalu
ada "keterbatasan" dan "keefektifitasan" dalam proses perubahan, ukuran inilah
yang dinamakan efisiensi. Kemampuan mesin motor bakar untuk mengubah energi
yang masuk yaitu bahan bakar sehingga menghasilkan daya berguna disebut
kemampuan mesin atau prestasi mesin.
I.1.4. Diesel
2
KELOMPOK 2
berkembang pula dalam bidang otomotif, antara lain untuk angkutan berat,
traktor, bulldozer, pembangkit listrik di desa-desa, generator listrik darurat di
rumah-sakit, Hotel dsb.
I.1.5.2. RTU
I.1.6. Otto
3
KELOMPOK 2
Grafinya: Ihp, bhp, effisiensi, hmep, brake torque terhadap kecepatan putaran.
I.1.7. Diesel
4
KELOMPOK 2
I.2.3. Otto
I.2.4. Diesel
5
KELOMPOK 2
II.1.1 Koefisien Heat Transfer pada Pipa Aliran Dalam Dua Silinder
Persamaan umum untuk perhitungan perpindahan kalor sebagai berikut:
𝑞̇
ℎ=
𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 − 𝑇𝑠𝑎𝑡
Dimana:
𝑞̇ = fluks kalor (Watt/m2)
𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 = temperatur dinding dalam
𝑇𝑠𝑎𝑡 = temperatur saturasi
Dari persamaan di atas, koefisien pindah panas adalah koefisien
proporsionalitas antara fluks panas, Q/(A delta t), dan perbedaan temperatur, ,
yang menjadi penggerak utama perpindahan panas.Satuan SI dari koefisien
pindah panas adalah watt per meter persegi-kelvin , W/(m2K). Koefisien pindah
panas berkebalikan dengan insulasi termal.Terdapat beberapa metode untuk
mengkalkulasi koefisien pindah panas dalam berbagai jenis kondisi pindah panas
yang berbeda, fluida yang berlainan, jenis aliran, dan dalam kondisi
termohidraulik. Perhitungan koefisien pindah panas dapat diperkirakan dengan
hanya membagi konduktivitas termal dari fluida dengan satuan panjang, namun
untuk perhitungan yang lebih akurat seringkali digunakan bilangan Nusselt, yaitu
satuan tak berdimensi yang menunjukkan rasio pindah panas konvektif dan
konduktif normal terhadap bidang batas.
II.1.2 Fenomena Aliran Dua Fasa
Fenomena perpindahan kalor pada aliran dalam pipa silinder
dikelompokkan pada tiga daerah/regim yaitu:
Region A : perpindahan kalor pada aliran satu fase. Temperatur liquid rata-
rata berada dibawah temperatur saturasi dan temperature liquid ini semakin
meningkat dengan bertambahnya kalor yang diberikan. Pada regim ini temperatur
surface meningkat juga dengan kalor yang diterima. Temperatur surface awalnya
berada dibawah temperature saturasi, kemudian temperature surface meningkat
6
KELOMPOK 2
7
KELOMPOK 2
8
KELOMPOK 2
kondensor. Refrigerant dapat menyerap kalor saat menguap pada temperatur dan
tekanan rendah serta melepaskan kalor saat mengembun pada temperatur dan
tekanan tinggi. Sebuah refrigerant harus dapat melakukan proses ini secara
berulang-ulang tanpa mengalami perubahan pada karakteristiknya. Refrigeran
memiliki titik didih rendah dan panas laten yang tinggi dari penguapan. Saat
berpindah dari satu titik ke titik lainnya, zat pendingin mengekstrak panas dari
tubuh atau zat lain.
Pemilihan refrigerant harus memenuhi banyak persyaratan, beberapa di
antaranya tidak langsung berhubungan dengan kemampuannya untuk mentransfer
panas. Stabilitas kimia dalam kondisi penggunaan, kode keamanan untuk
refrigerant mudah terbakar dan beracun. Biaya, ketersediaan, efisiensi, kesesuaian
dengan pelumas kompresor dan material yang digunakan pada komponen sistem
juga harus diperhatikan.
Pelepasan refrigerant chlorofluorocarbons (CFC) dan
hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) seperti R-11, R-12, R-22, dan R-502 ke udara
berkontribusi pada penipisan lapisan ozon. Perhitungan kemampuan material
untuk dapat merusak ozon pada lapisan stratosfer dikenal dengan ozone depletion
potential (ODP), sebuah nilai yang mempunyai nilai relatif terhadap R-11, yaitu
1,0. Halocarbons (CFCs, HCFCs, dan HFCs) dan banyak nonhalocarbons (seperti
hidrokarbon, karbondioksida) juga merupakan gas yang menyebabkan efek rumah
kaca (green house). Global Warming Potential (GWP) dari gas – gas tersebut
merupakan sebuah indeks yang menyatakan kemampuan relatif untuk
memerangkap sinar matahari terhadap CO2 (R-744), yang mempunyai waktu
keberadaan pada atmosfer yang sangat panjang.
9
KELOMPOK 2
II.2.RTU
10
KELOMPOK 2
Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum
digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup
expansi. Kerja komponen-komponen tersebut digambarkan dalam buku
“Thermodynamics an Engineering Approach” edisi kedelapan oleh Yunus A.
Cengel.
Gambar Siklus refgerasi ideal, diagram P-H Ideal, dan diagram T-S Ideal
- Kompresor (1–2):
Saturated vapor memasuki kompressor, dimana akan terjadi proses
kompresi sehingga tekanan refrigerant menjadi naik. Selain itu, temperatur
refrigerant menalami peningkatan besar, karena proporsi input energi untuk
proses kompresi dipindahkan ke refrigerant.
11
KELOMPOK 2
𝑊𝑛𝑒𝑡= 𝑚̇.(ℎ2−ℎ1)
Dengan:
𝑊𝑛𝑒𝑡 = daya kompressor [watt]
𝑚̇ = laju aliran refrigerant [𝑘𝑔/𝑠]
ℎ2 = enthalpi refrigerant keluar kompressor [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
ℎ1 = enthalpi refrigerant masuk kompressor [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
- Kondeser (2 – 3):
Gas superheated memasuki kondensor, dimana akan terjadi proses
kondensasi sehingga temperatur refrigerant turun pada tekanan konstan.
Kondenser berfungsi untuk mengembunkan atau mengkondensasikan
refrigeran bertekanan tinggi dari kompresor. Pemipaan yang menghubungkan
antara kompresor dengan kondenser dikenal dengan saluran buang (discharge
line). Dengan demikian, pada kondenser terjadi perubahan fasa uap ke cair ini
selalu disertai dengan penbuangan kalor ke lingkungan. Pada kondenser
berpendingin udara (air cooled condenser), pembuangan kalor dilakukan ke
udara. Pada kondenser berpendingin air (water cooled condenser),
pembuangan kalor dilakukan ke air. Jumlah kalor yang dibuang dapat
dipresentasikan dalam rumus:
𝑄H=𝑚̇.(ℎ2−ℎ3)
Dengan :
𝑄H = kalor yang dibuang kondenser [watt]
𝑚̇ = laju aliran refrigerant [𝑘𝑔/𝑠]
12
KELOMPOK 2
- Evaporator (4 – 1):
Refrigerant bertekanan rendah dalam evaporator menyerap kalor dari
udara air atau fluida lainnya. Evaporator adalah komponen yang digunakan
untuk mengambil kalor dari suatu ruangan atau suatu benda yang bersentuhan
dengannya. Pada evaporator terjadi pendidihan (boiling) atau penguapan
(evaporation), atau perubahan fasarefrigran dari cair menjadi uap. Refrigeran
pada umumnya memiliki titik didih yang rendah. Evaporator dapat berupa koil
telanjang tanpa sirip (bare pipe coil), koil bersirip (finned coil), pelat (plate
evaporator) shell and coil, atau shell and tube evaporator. Jenis evaporator
yang digunakan pada suatu sistem refrigerasi tergantung pada jenis
aplikasinya.
𝑄𝐿=𝑚̇ .(ℎ1−ℎ4)
Dengan :
𝑄𝐿 = kalor yang diserap evaporator [watt]
𝑚̇ = laju aliran refrigerant [𝑘𝑔/𝑠]
ℎ1 = enthalpi refrigerant keluar evaporator [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
ℎ4 = enthalpi refrigerant masuk evaporator [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
Pada sistem refrigerasi dan heat pump , besarnya peforma ditunjukan oleh
COP (Coefficient of Peformance) dimana merupakan perbandingan energy yang
dibutuhkan dengan besar kalor yang diserap. Nilai COP berbeda dengan nilai
13
KELOMPOK 2
effisiensi dimana nilai COP dapat diatas dari 100 persen karena membandingkan
komponen yang memiliki bentuk energi yang berbeda (energi panas dan energi
listrik). Nilai COP pada sistem refrigerasi dapat didapatkan dengan menggunakan
rumus :
14
KELOMPOK 2
zat murni tetapi campuran refrigerant dan minyak. Semua penyimpangan tersebut
menyebabkan irreversibelitas dalam sistem. Setiap irreversibelitas membutuhkan
daya tambahan ke dalam kompresor. Sehingga pada diagram p-h menunjukan
perbedaan siklus ideal dan aktual refrigerasi pada grafik P-h dalam kondisi
Temperatur udara dan T0 yang sama.
II.2.4 Refrigerant
Pada sistem refrigerasi , refrigerant menyerap panas dari suatu ruang dan
melepaskan kalor ke ruang lain lewat komponen penukar kalor evaporator dan
kondensor. Refrigerant dapat menyerap kalor saat menguap pada temperatur dan
tekanan rendah serta melepaskan kalor saat mengembun pada temperatur dan
tekanan tinggi. Sebuah refrigerant harus dapat melakukan proses ini secara
berulang-ulang tanpa mengalami perubahan pada karakteristiknya. Refrigeran
memiliki titik didih rendah dan panas laten yang tinggi dari penguapan. Saat
berpindah dari satu titik ke titik lainnya, zat pendingin mengekstrak panas dari
tubuh atau zat lain.
15
KELOMPOK 2
A. Dynamometer Reading
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Torque T Nm
Balance reading F N
Time t s
Revolutions n rpm
Dynamometer constant K1
B. Fuel Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
16
KELOMPOK 2
C. Engine Dimensions
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Cylinder diameter d mm
Piston stroke s mm
Number of cylinders N
Constant 2 – stroke K2 1
4 – stroke K2 2
Swept volume Vs l
Clearance volume Vc
Compression ratio r
D. Engine Performance
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Indikated power I Kw
Mechanical Losses M Kw
E. Air Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
17
KELOMPOK 2
Orifice coefficient K3
Temperature of air Ta K
F. Energy Balance
o
Exhaust temperature Te C
o
Cooling water inlet temperature T1 C
o
Cooling water outlet temperatur T2 C
18
KELOMPOK 2
Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai silinder
banyak (misalnya 4 silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan belaka dan
ketelitiannya agak menyangsikan, karena dalam metode ini diterapkan dua
anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebagai berikut:
𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2
𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3
𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4
Dimana:
19
KELOMPOK 2
- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
Rumus-rumus:
a. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 . 𝑈 2
𝑝=
2
20
KELOMPOK 2
Dimana:
U = velocity, m/s
𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0
2
Di mana:
b. Density udara
103 𝑝𝑎
= 𝑅𝑇𝑎
𝜌𝑎
Di mana:
Ta = air temperature, K
R = 287 J/kgK
ℎ .𝑇
𝑈 = 237,3√1003 𝑝𝑎
𝑎
Dimana:
21
KELOMPOK 2
D = orifice diameter, mm
Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat
disederhanakan sebagai berikut:
ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎
ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎
e. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠
Dimana:
𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2
Dimana:
22
KELOMPOK 2
𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
a. 𝐻1 = 3600
Dimana:
b. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana:
𝑓 𝜌 .𝑉
c. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒
Dimana:
23
KELOMPOK 2
mempunyai massa sama dengan jumlah massa udara dan bahan bakar yang diisap
ke dalam silinder adalah sama specific heat dari udara masuk.
d. 𝑄1 = 4187 𝑞𝑤 (𝑇2 − 𝑇1 )
Dimana:
24
KELOMPOK 2
II.4.Diesel
II.4.1. Notasi
G. Dynamometer Reading
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Torque T Nm
Balance reading F N
Time t s
Revolutions n rpm
Dynamometer constant K1
H. Fuel Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
I. Engine Dimensions
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Cylinder diameter d mm
Piston stroke s mm
Number of cylinders N
25
KELOMPOK 2
Constant 2 – stroke K2 1
4 – stroke K2 2
Swept volume Vs l
Clearance volume Vc
Compression ratio r
J. Engine Performance
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Indikated power I Kw
Mechanical Losses M Kw
K. Air Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Orifice coefficient K3
Temperature of air Ta K
26
KELOMPOK 2
L. Energy Balance
o
Exhaust temperature Te C
o
Cooling water inlet temperature T1 C
o
Cooling water outlet temperatur T2 C
27
KELOMPOK 2
a) Electrical Dynamometer
𝐹,𝐿
Torque: 𝑇 1000 (𝑁𝑚)
diamana:
𝐹.𝑛
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
𝐾𝑙
6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿
b) Hydraulic Dynamometers
28
KELOMPOK 2
𝑇.𝑛
Maka: 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1
Rumus:
c) Fuel Consumption
29
KELOMPOK 2
Dimana:
n (60.N)/t (rpm)
Dimana:
Performance suatu motor disebut sebagai brake mean effective atau bmep. Ini
menyatakan tekanan rata-rata yang diperlukan untuk menggerakkan piston selama
langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada mechanical
losses. Power output dari motor dalam hubungannya dengan bmep:
𝑝. 𝑛. 𝑉𝑠
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
6.104 . 𝐾2
Dimana:
p= bmep (kN/m2)
30
KELOMPOK 2
Dimana:
N= jumlah silinder
Maka:
Electrical Dynamometers:
6.104 . 𝐾2 . 𝐹
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠
Hydraulic dynamometer:
6.104 . 𝐾2 . 𝑇 𝑘𝑁
𝑃̅ ( 2)
𝐾1 . 𝑉𝑠 𝑚
Dimana:
31
KELOMPOK 2
32
KELOMPOK 2
Caranya:
Rumus:
Mechanical losses
𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M = (Kw)
𝐾1 𝐾1
Mechanical efficiency:
IMEP
6.104 . 𝐾2 . 𝐼
𝐼𝑀𝐸𝑃 = (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝑛. 𝑉𝑠
FMEP
33
KELOMPOK 2
𝐼𝑀𝐸𝑃 𝑘𝑁
𝐹𝑀𝐸𝑃 = ( ⁄𝑚2 )
𝜂𝑚𝑒𝑘
Hasilnya: 𝐼𝑀𝐸𝑃 = 𝑖̅
𝐵𝑀𝐸𝑃 = 𝑝̅
Jadi:
𝑃̅
𝜂𝑚𝑒𝑘 = 𝑖̅
34
KELOMPOK 2
35
KELOMPOK 2
Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai silinder
banyak (misalnya 4 silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan belaka dan
ketelitiannya agak menyangsikan, karena dalam metode ini diterapkan dua
anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebagai berikut:
36
KELOMPOK 2
𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2
𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3
𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4
Dimana:
- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )
37
KELOMPOK 2
Rumus-rumus:
f. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 . 𝑈 2
𝑝=
2
Dimana:
U = velocity, m/s
𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0
2
Di mana:
g. Density udara
38
KELOMPOK 2
103 𝑝𝑎
= 𝑅𝑇𝑎
𝜌𝑎
Di mana:
Ta = air temperature, K
R = 287 J/kgK
ℎ .𝑇
𝑈 = 237,3√1003 𝑝𝑎
𝑎
Dimana:
D = orifice diameter, mm
Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat
disederhanakan sebagai berikut:
ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎
ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎
39
KELOMPOK 2
j. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠
Dimana:
𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2
Dimana:
𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
e. 𝐻1 = 3600
Dimana:
40
KELOMPOK 2
f. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana:
𝑓 𝜌 .𝑉
g. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒
Dimana:
h. 𝑄1 = 4187 𝑞𝑤 (𝑇2 − 𝑇1 )
Dimana:
41
KELOMPOK 2
42
KELOMPOK 2
III.1. Data
Twall
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9
𝑥 − 𝑍𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑎𝑡 = 𝑃𝑖𝑛 + [( ) × (𝑃𝑜𝑢𝑡 − 𝑃𝑖𝑛 )]
𝐿 − 𝑍𝑠𝑐
No Data Qty
1 Tin (°C) 4.145
2 Tout (°C) 5.362
3 Pin (bar) 5.623
4 Pout (bar) 5.568
5 Q (kW) 0.255
6 Q dot (kW/m²) 5623.974452
7 M dot (kg/s) 0.015718
8 M flux (kg/m².s) 346.6573742
9 hf in (kJ/kg) 406.070
10 hf out (kJ/kg) 406.400
11 Zsc (m) 0.022
43
KELOMPOK 2
No Data Qty
1 Diameter (m) 0.0076
2 Luas (m²) 4.53416E-
05
3 Panjang (m) 1.07
III.1.2. RTU
No. t T1 T2 T3 T4 P1 P2
0 0 29.5 29.5 29.5 29.5 6 6
1 25 30 35 27.5 20 5.5 8
2 50 29.6 42.1 37 13 5 12
3 75 28 45.5 38 15 4 14
4 100 25.5 48.1 37.9 12 4 15
5 125 21.5 50.5 38 12.5 3.8 16
6 150 19.6 51.6 38.6 12.7 3.6 16
7 175 19.2 52 38 12.9 3.6 16
8 200 18.9 52.9 37.2 8.6 3.6 16
9 225 19.1 53.6 37.6 9.7 3.6 16
10 250 19.6 54 37.5 11.7 3.6 16
11 275 20.5 54.4 35 12.3 3.6 16
12 300 21.3 54.8 36.5 12.2 3.6 16
13 325 21.8 55.2 36.6 11.2 3.6 17
14 350 22 55.4 36.6 12.6 3.6 17
15 375 22.3 55.6 36.5 9 3.6 17
16 400 22.6 55.9 36.7 13.9 3.6 17
17 425 22.8 56 35.7 14.6 3.6 17
18 450 23.1 56.7 36.1 11 3.6 17.5
19 475 23.3 56.9 35.9 14.3 3.5 17.5
20 500 23.5 57.5 35.5 11.5 3.5 18
21 525 23.7 58 35.1 9 3.5 18
22 550 23.9 58.8 34.8 7.7 3.5 18
23 575 24.1 59.8 34 8.1 3.5 18
24 600 24.2 60.9 34.1 8.4 3.5 18
44
KELOMPOK 2
III.1.3. Otto
Ta ho T
N W T T deliver Q
No (Celciu (mmH2O t (sec) supply
(rpm) (kgf) exhaust coolant (L/s)
s) ) coolant
1 1000 17.5 30 0 37.25 420 50 53 1000
2 1100 17 29.7 0 35.5 425 50 57 1000
3 1200 16.5 30 0 30.33 420 55 43 1000
4 1300 15.5 30 0 31 420 52 42 1000
III.1.4. Diesel
T
N W Ta ho T T coolant Q
No t (sec) coolant
(rpm) (kgf) (Celcius) (mmH2O) exhaust deliver (L/s)
supply
45
KELOMPOK 2
Titik X (m) Psat (bar) Twall (°C) Tsat (°C) haktual (kJ/kg)
1 0.1 5.619 2.833 3.784 -5912.164
2 0.2 5.614 4.167 3.753 13578.405
3 0.3 5.609 6.224 3.723 2248.302
4 0.4 5.603 4.632 3.692 5985.170
5 0.5 5.598 6.968 3.661 1700.881
6 0.6 5.593 5.243 3.631 3487.838
7 0.7 5.588 13.430 3.600 572.133
8 0.8 5.582 810.870 3.570 6.966
9 0.9 5.577 5.299 3.539 3195.500
Rata-rata 5.598 95.518 3.661 2762.559
3.2.1.2 Properties Fluida Kerja
- Shah Correlation
46
KELOMPOK 2
No Data Qty
1 Delta Tsat (°C) 0.245
2 Re (liquid) 99712.72568
3 Pr (liquid) 2.804507778
4 hsp,l (kJ/kg) 4.104874493
5 Bo 0.039980872
6 Enhancement factor 45.98899988
7 hTP (kJ/kg) 188.7790726
47
KELOMPOK 2
No Data Qty
1 hf (kJ/kg) 4.104874493
2 Pr (bar) 0.042
3 M (kg/mol) 0.08647
4 hnbc (kJ/kg) 33877.48757
5 X 359.2224504
6 F 45.85131266
7 S 0.662906572
8 hTP (kJ/kg) 22458.39784
No Data Qty
1 Visk. Dinamik @ 92.7°C 0.00005581
2 h TP (kJ/kg) 5160.070777
III.2.2 RTU
No H1 h2 H3 H4
0 417.3486 417.3486 240.7407 240.7407
1 419.0706 418.1733 237.8644 227.2346
2 419.8507 415.6146 251.6971 217.5408
3 420.5945 413.9182 253.1794 220.2967
4 418.1994 414.308 253.031 216.1687
5 414.8617 414.4389 253.1794 216.8543
6 413.5567 416.128 254.0714 217.1288
7 413.1791 416.7342 253.1794 217.4034
8 412.8958 418.0833 251.9931 211.5324
9 413.0846 419.1196 252.5859 213.0276
10 413.5567 419.707 252.4376 215.7579
11 414.4066 420.291 248.7481 216.5799
12 415.162 420.8717 250.9579 216.4428
13 415.6342 418.2505 251.1057 215.0738
14 415.8231 418.5606 251.1057 216.9915
15 416.1065 418.8696 250.9579 212.0756
16 416.3898 419.331 251.2534 218.779
48
KELOMPOK 2
III.2.3Otto
BSFC
N BHP BFC Vs BMEP Va ma
Torsi (L/Kw- ηth ηvol
(rpm) (Kw) (L/hour) (L) (kN/m2) (L/s) (kg/s)
h)
1000 61.4 0.6431 2.8993 4.508658 1.567 49.26 0 0 2.51% 0
1100 59.7 0.6872 3.0423 4.427328 1.567 47.853 0 0 2.56% 0
1200 57.9 0.7276 3.2727 4.498135 1.567 46.446 0 0 2.52% 0
1300 54.4 0.7404 3.4839 4.705166 1.567 43.631 0 0 2.41% 0
BHP BFC
No x^2 y^2 xy a b FHP IHP η mek IMEP FMEP
(Kw) (L/s)
1 0.64 2.9 0.4135 8.4061 1.864437 87.115 87.7584 0.0073 6722.6 917437
2 0.69 3.04 0.4722 9.2553 2.090495 87.115 87.8025 0.0078 6114.5 781297
3 0.73 3.27 0.5294 10.711 2.381152 4.53 0.052 87.115 87.843 0.0083 5607.6 677024
4 0.74 3.48 0.5482 12.137 2.579581 87.115 87.8558 0.0084 5177 614270
Σ 2.8 12.7 1.9633 40.51 8.915665
N
H1 H2 H3 Q1 Q2
(rpm)
1000 25.6115 0.43058 0 12561 -12536.46
1100 26.8741 0.45506 0 29309 -29283.27
1200 28.91 0.48603 0 -50244 50271.696
1300 30.7752 0.51739 0 -41870 41899.517
49
KELOMPOK 2
III.2.4 Diesel
3.2.4.1 Mencari Harga BHP, BFC, BSFC, BMEP, Va, ma, ηth, dan ηvol
BSFC
N BHP BFC Vs BMEP Va ma
No (L/Kw- ηth ηvol
(rpm) (Kw) (L/s) (L) (kN/m2) (L/s) (kg/s)
h)
1 1000 0.0375 2.4545 65.50579 1.567 2.8704 5.012 0.006 0.01462 0.384
2 1100 0.0412 2.7 65.50579 1.567 2.8704 5.607 0.007 0.01462 0.3905
3 1200 0.045 2.9189 64.91564 1.567 2.8704 5.608 0.007 0.01475 0.358
Contoh Perhitungan
2𝜋 × 𝑛 × 𝑇 2𝜋 × 1200 × 0,358 × 19
𝐵𝐻𝑃 = = = 0.8543 𝑘𝑊
60 × 1000 60 × 1000
𝐵𝐹𝐶 2.9189 𝐿. ℎ
𝐵𝑆𝐹𝐶 = = = 64.91564 ( )
𝐵𝐻𝑃 0.045 𝑘𝑊
ℎ0 ×𝑇𝑎 0.5×303.5 𝐿
𝑉𝑎 = 0,003536 × 𝐷2 × √ = 0,003536 × (36)2 × √ = 5.608 (𝑠 )
𝑃𝑎 101.325
ℎ0 ×𝑃𝑎 0.5×101.325
𝑚𝑎 = 0,00001232 × 𝐷2 × √ = 0,00001232 × (36)2 × √ =
𝑇𝑎 303.5
0.007 𝑘𝑔/𝑠
50
KELOMPOK 2
60 × 𝐾2 × 𝑉𝑎 60 × 2 × 5.608
𝜂𝑣𝑜𝑙 = = = 0.358
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 1.567
BHP BFC
No x^2 y^2 xy b a
(Kw) (L/s)
1 0.0375 2.4545 0.001404 6.025 0.092 78.825 78.862 0.00048 6041.1 12714367
2 0.0412 2.7 0.001699 7.29 0.1113 78.825 78.866 0.00052 5492.2 10508736
3 0.045 2.9189 0.002022 8.52 0.1312 0.63 49.624 78.825 78.87 0.00057 5034.7 8831096.3
51
KELOMPOK 2
Contoh Perhitungan:
𝑏 49.624
𝐹𝐻𝑃 = = = 78.825
𝑎 0.63
𝐵𝐻𝑃 0.045
𝜂𝑚𝑒𝑘 = = = 0.00057
𝐼𝐻𝑃 78.87
𝐼𝑀𝐸𝑃 5034.7
𝐹𝑀𝐸𝑃 = = = 8831096
𝜂𝑚𝑒𝑘 0.00057
III.2.6 Mencari Harga ‘Haet Losses’ H1, H2, H3, Q1, dan Q2
N
No H1 H2 H3 Q1 Q2
(rpm)
Contoh Perhitungan:
52
KELOMPOK 2
(𝜌𝑓 × 𝐵𝐹𝐶)
𝐻2 = [𝑚𝑎 + ] × 𝐶𝑝 × 𝑇𝑒
3600
(0,83 × 2.9189)
= [0,00652 + ] × 1001,7 × 533.15
3600
𝐽
= 3843.6 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠
𝐽
𝐻3 = 𝑚𝑎 × 𝐶𝑝 × 𝑇𝑎 = 0,00652 × 1001,7 × 303.45 = 1983.08 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠
𝐽
𝑄1 = 4187 × 𝑄(𝑇𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑖𝑛 ) = 4187 × 1000(336 − 334) = 29309000 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠
III.3 Grafik
10000.000
5000.000
0.000
0 2 4 6 8 10
-5000.000
-10000.000
53
KELOMPOK 2
III.3.2 RTU
35
30
25
20
T1
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12n13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Grafik T2 (Discharge)Terhadap n
70
60
50
40
T2
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
54
KELOMPOK 2
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
n
15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
55
KELOMPOK 2
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
Grafik P2 terhadap n
20
15
P2
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
Grafik H1 Terhadap n
422
420
418
416
H1
414
412
410
408
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
56
KELOMPOK 2
Grafik H2 Terhadap n
426
424
422
420
418
H2
416
414
412
410
408
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
Grafik H3 Terhadap n
260
255
250
245
H3
240
235
230
225
n 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Grafik H4 Terhadap n
250
240
230
H4
220
210
200
190
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n
Grafik H4 Terhadap n
57
KELOMPOK 2
DIAGRAM P-H
a) Data tengah, n= 12
b) Data akhir , n = 24
Keterangan :
58
KELOMPOK 2
9 33.14955583 -200
10 32.16124931
-300
11 33.6188601
12 34.80381173 -400
13 76.65847895
14 72.632633 -500
15 73.84037713 -600 n
16 67.18709793
17 67.74406104
18 99.26040936
19 102.8455329
20 208.5944384
21 129.5049692
22 77.61290974
23 51.12998785
24 36.6172979
59
KELOMPOK 2
III.3.3 Otto
a) N VS BHP
N VS BHP
0.8
0.6
HP
0.4
0.2
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bhp
87.8
87.6
HP
87.4
87.2
87
86.8
86.6
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
fhp ihp
60
KELOMPOK 2
FC
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bfc bsfc
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
h1 h2 h3 q1 q2
61
KELOMPOK 2
e) N VS BMEP
N VS BMEP
60
50
40
30
20
10
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bmep
f) N VS FMEP
N VS FMEP
2000000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
fmep
62
KELOMPOK 2
g) N VS IMEP
N VS IMEP
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
imep
2.50%
2.00%
1.50%
η
1.00%
0.50%
0.00%
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
th vol mek
63
KELOMPOK 2
III.3.4 Diesel
a) BHP vs RPM
BHP vs N
0.06
0.05
0.04
HP
0.03
0.02
0.01
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bhp
FHP, IHP vs N
78.88
78.87
78.86
HP
78.85
78.84
78.83
78.82
78.81
78.8
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
fhp ihp
64
KELOMPOK 2
c) BMEP vs RPM
BMEP vs N
3.5
2.5
1.5
0.5
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bmep
BFC, BSFC vs N
75
60
45
FC
30
15
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bfc bsfc
65
KELOMPOK 2
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
th vol mek
h1 h2 h3 q1 q2
66
KELOMPOK 2
IV. ANALISA
a) Analisis Percobaan
Percobaan ini dimaksutkan untuk mengetahi fenomena – fenoma yang
terjadi pada aliran dua fasa, khususnya gas dan cairan secara bersamaan. Pada
eksperimen kali ini digunakan fluida refrigerant R-22, dapat diperhatikan bahwa
terdapat test section pada alat eskperimen yang dimana di lilitkan dengan kumparan
yang dapat memanaskan test section sehingga pertukaran panas terjadi. R-22 dipilih
menjadi refrigerant karena sifat nya yang tidak mudah terbakar.
Setelah test section, ada beberapa alat yang perlu diperhatikan diantara lain
kondensor yang sangat diperlukan untuk mengubah fasa fluida menjadi cair. Selain
mengubah fasa fluida, kondensor berperan penting dalam menurunkan suhu fluida
kerja. Dengan demikian, siklus dapat berjalan secara kontinyu dan stabil.
Selain kondensor, ada pompa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dan
mengatur laju massa yang terjadi di dalam alat eksperimen. Laju massa senantiasa
harus tetap terkontrol agar data – data yang didapatkan menjadi valid.Terakhir,
terdapat dua buah conditioner yang menjadi pendukung kondenser untuk
menstabilkan suhu fluida.
Pengukuran ini dilakukan untuk merekam tiga parameter, yaitu, suhu,
tekanan dan laju aliran. Pengukuran dilakukan di Sembilan titik yang dimana
masing – masing titik dilengkapi oleh tiga buah termokopel . Test section tersebut
juga dilindungi oleh insulasi sehingga menimalisir pertukaran panas oleh
lingkungan. Terdapat juga pressure gauge pada awal dan akhir test section sehingga
memungkinkan untuk mengetahui tekanan pada test section. Tidak lupa peranan
Coriolis meter yang dapat memberi informasi akan laju aliran.
b) Analisis Hasil
Pada pengolahan data kali ini hal yang pertama kali di analisis merupakan
T wall pada Sembilan titik. Walaupun data temperatur tidak mempunyai trend
yang cukup jelas, namun dapat dipastikan bahwa suhu semakin bertambah seiring
dengan bertambah nya posisi. Hal ini terjadi dikarenakan kurang nya efektivitas
conditioner maupun kondenser untuk mengubah suhu fluida seperti kondisi awal.
67
KELOMPOK 2
Terlebih lagi, suhu menunjukan adanya variasi yang besar, terutama di titik 8 yang
menujukan suhu diatas 800o C. Hal – hal ini kemudian akan dibahas pada analisa
kesalahan
Tekanan saturasi juga didapat dari eksperimen ini pada kisaran 5.5 – 5.6
bar dan suhu saturasi berada pada kisaran 3.6o C. Hal ini sesuai dengan property
dari R-22 yang sudah dijelaskan di table diatas. Kemudian, proses saturasi dimulai
pada titik 2 cm pada test section.
Koefisien Heat Transfer yang diperoleh pada eksperimen ini berkisar
antara -6000 sampai 14000. Nilai ini bergantunga pada T wall yang di rekam.
Ketika koefisien heat transfer mencapai minus, artinya, suhu saturasi lebih besar
daripada T wall dan sebaliknya untuk heat transfer positif.
Pada dasarnya, ketika T wall lebih rendah dibandingkan suhu saturasi,
maka fluida kerja belum mengalami proses perubahan menjadi dua fase ataupun
menghasilkan nukleat boiling. Dengan mencari koefisien heat transfer, penulis
dapat menentukan dimana proses saturasi mulai terjadi. Deviasi yang paling besar
terjadi pada titik 1 yaitu -5912 kJ/kg dan titik 8 yaitu 6.9 kJ/kg. Penyebab deviasi
ini akan dibicarakan pada analisis kesalahan.
Experimen 2762.559
Shah 188.7790726
Liu & Winterton 22458.39
Hata & Noda 5160.777
Dapat dilihat dari hasil yang telah dibandingkan, bahwa koefisien heat
transfer tidak mendekati satu sama lain, hal ini dapat dikarenakan banyak nya
perbedaan – perbedaan parameter yang diambil antar satu eksperimen dengan
eksperimen yang lain. Kesalahan lebih lanjutnya akan dianalisis pada bab analisis
kesalahan.
68
KELOMPOK 2
c) Analisis Grafik
Grafik pada eksperimen ini diperuntukan untuk mencari korelasi antara
suhu dengan posisi yang ada pada test section. Fluktuasi terjadi sepanjang titik
dikarenakan variasi data yang cukup besar. Nilai koefisien heat transfer sangat
bergantung pada T wall dan suhu saturasi. Jika, ditemukan perubahan suhu dari
negative menjadi positif, maka hal ini dapat diprediksi dimana saturasi mulai
terjadi yang dimana terjadi di titik 2.
d) Analisis Kesalahan
Dari data yang telah di dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan
yang terjadi pada eksperimen ini adalah ketidak mampuan conditioner dan
kondenser untuk mengembalikan temperature fluida kerja menjadi seperti semula,
hal ini ditandai dengan meningkatnya suhu pada setiap titik dari waktu ke waktu.
Kesalahan berikutnya, terjadi pada pembacaan suhu pada termokopel yang
mencatat terjadi deviasi besar khususnya pada titik 8, dimana suhu mencapai 800o
C. Hal ini dapat dikarenakan kondisi termokopel yang buruk sehingga pembacaan
menjadi salah. Untuk kedepannya termokopel dapat dengan mudah dibersikan
dengan menggunakan kertas amplas. Perlu diingat, bahwa ke akuratan termokopel
menjadi parameter yang sangat penting bagi baik atau buruknya data yang
didapat.
IV.2 RTU
69
KELOMPOK 2
Pertama tama cara kerja alat ini dijelaskan oleh asisten lab, setelah itu baru
praktikan dan rekan melakukan praktikum ini. Kelompok praktikan merupakan
kelompok yang menggunakan alat ini. Sehingga alat perlu distabilkan terlebih
dahulu. Alat ini terdiri dari beberapa alat pengukur tekanan untuk mengukur
tekanan masuk dan tekanankeluar, lalu terdapat pressure gauge untuk mengukur
tekanan fluida kerja. Sedangkan untuk pengukuran suhu, alat yang digunakan
adalah infrared thermometer.
Kelebihan alat ini adalah mudah untuk digunakan, namun ketelitiannya
kurang baik.
b. Analisa Percobaan
Percobaan RTU ini secara umum bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang sistem refrigrasi. Pada percobaan ini akan diukur suhu fluida
kerja yang digunakan pada sebuah sistem pendingin. Fluida kerja yang digunakan
adalah R-134A, suhu pada fluida kerja ini akan diukur di empat (4) buah titik yaitu
suhu masuk kompresor (T1), suhu keluar kompresor (T2), suhu masuk coil (T3),
dan suhu di evaporator (T4), setiap suhu yang diukur tersebut melambangkan tiap
titik utama di sistem pendingin. Pada percobaan ini praktikan diberi waktu 10
menit untuk mendapatkan data di tiap titik pengukuran. Selain pengukuran nilai
temperature, praktikan juga mendapatkan nilai tekanan masuk (P1) dan tekanan
keluar (P2) dari sistem pendingin ini. Suhu diukur menggunakan infrared
thermometer dan infrared thermometer tersebut akan ditembakan ke selang –
selang tempat fluida kerja mengalir, pengukuran yang dilakukan dengan cara
70
KELOMPOK 2
mengukur suhu permukaan selang akan membuat data yang didapat tidak akurat.
Selain itu, kecepatan waktu pengukuran juga dapat membuat data pengukuran
suhu kurang akurat. Pada data tekanan diambil hanya dua data karena pada sistem
hanya ada dua variasi data tekanan dimana P3=P2 dan P4=P1.Pressure gauge
digunakan untuk mengukur tekanan fluida kerja didalam selang, sementara suhu
diukur dengan mengukur suhu permukaan selang, tentu saja hal ini akan
menyebabkan data yang didapat tidak sinkron atau relevan. Alat ukur untuk
pengukuran data tersebut sudah tersedia dalam model praktikum kecuali
Tevaporator dan Tkodenser yang menggunakan infrared thermometer yang
ditembakan kepada selang tempat fluida mengalir.
Pengolahan data yang dilakukan adalah untuk mencari nilai entalpi di
keempat titik utama pada sistem pendingin, yairu H1, H2, H3 dan H4, selanjutnya
data yang didapat akan dibuatkan diagram P-H ideal dan aktual, yang terakhir
akan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Coefisien of Performance
(COP) dari model sistem yang digunakan, nilai COP ini menggambarkan ke
efektifan sebuah sistem pendingin dalam memanfaatkan energi input untuk dapat
menyerap panas diruangan yang diinginkan. Pengolahan data di praktikum ini
dibantu dengan software “CoolPack” dan “Microsoft Excel” untuk membuat
grafik, alasan penggunaan software “CoolPack” adalah agar praktikan dapat
pelihat langsung nilai entalpi yang ada dari setiap grafik P-H yang dibuat di
software ini.
c. Analisis Hasil
71
KELOMPOK 2
dan temperatur (t2) sesuai dengan rumus PV=nRT. Saat, melewati kodensor
temperatur akan sedikit turun karena terjadinya proses kondensasi fluida serta
terjadi pembuangan kalor kelingkungan.
Setelah melewati kondenser refrigerant kemudian dialirkan ke expansion
valve dimana tekanan diturunkan secara drastis sehingga temperatur dan tekanan
sesuai dengan persamaan yang telah disebutkan akan menurun sehingga ketika
refrigerant masuk ke evaporator akan berada pada temperatur yang lebih rendah
sehingga dapat menyerap kalor dengan lebih baik. Nilai maksimum yang
didapatkan pada ditiap titik pengukuran adalah sebagai berikut : T1 maksimum
pada angka 30 derajat celcius ,T2 akan terus meningkat dan nilai maksimum pada
angka 60,9 derajat celcius ,T3 pada 38,6 derajat celcius, T4 pada 20 derajat
Celcius, P1 pada 5,5 bar dan P2 pada 18 bar . Untuk nilai T1, T4 dan P2 nilai
maksimum adalah pada n=1, sedangkan untuk nilai T2 dan P1 nilai maksimum
berada pada pengambilan data terakhir n=24. Namun tejadi kejangalan pada titik
T3 dimana suhu maksimum berada pada pertengahan pengukuran, hal ini terjadi
karena ketidakakuratan praktikan dalam pengukuran suhu menggunakan infrared
thermometer.
72
KELOMPOK 2
d. Analisis Grafik
Analisis Grafik data yang diperoleh
Pada praktikum kali ini, terdapat 10 grafik yang dapat dianalisis trendnya,
pertama grafik T1 terhadap n menunjukan temperature menurun setelah data
pertama hingga akhir. Terjadinya penurunan ini karena temperature kerja pada
komponen tersebut dibawah dari temperature ruangan. Sehingga pada saat mesin
dinyalakan maka expansion valve akan mengurangi temperature pada T1 dan T4.
Pada grafik T2 terjadi kenaikan temperature hingga data terakhir dan T3
terhadap n memiliki karakteristik yang hampir sama dimana ketika mesin
dinyalakan, temperature akan meningkat secara drastic kemudian laju
peningkatan namun anomaly terjadi pada T3 dimana temperature tidak selalu
meningkat melainkan naik turun. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh penyerapan
energy panas yang semakin besar sehingga temperatur telah melewati evaporator
73
KELOMPOK 2
74
KELOMPOK 2
dengan letak titik pertama ideal. Selain titik pertama , titik ketiga juga terletak
diatas batas saturasi dimana pada seharusnya berada di titik saturasi. Pada titik
kedua ditemukan anomali pada hasil yang didapat dimana terletak didalam titik
saturasi dengan pengurangan nilai h2 dimana pada kondisi aktual yang seharusnya
titik kedua berada diatas kubah jenuh dan bersifat superheated. Hal ini dapat
diakibatkan karena adanya faktor kesalahan dalam pengukuran.
Diagram P-H data akhir aktual didapatkan h1 sekitar 418,13 kj/kg , h2
sekitar 423,78 kj/kg , nilai h3 sekitar 247,42 kj/kg dan h4 sebesar 211, 26 kj/kg.
Data yang didapatkan sesuai dengan teori dimana nilai h3 dan h4 sama karena
bersifat isoentalphi. Pada diagram P-H data akhir actual didapatkan nilai h3 dan
h4 yang berbeda dengan teori yang ada. Titik pertama terletak diatas dari kubah
jenuh sehingga berada pada titik superheated ,titik ketiga juga terletak diatas batas
saturasi dimana pada seharusnya berada di titik saturasi , titik kedua ditemukan
anomali pada hasil yang didapat dimana terletak didalam titik saturasi dan titik
keempat berada didalam titik saturasi seperti pada teori namun memiliki
perbedaan nilai h3 dan h4 seperti pada data tengah. Perbedaan nilai ini dapat
diakibatkan karena adanya pressure drop pada selang dan faktor kerugian lainnya.
Analisis Grafik hasil pengolahan data COP
Grafik yang didapat dari hasil pengolahan data COP menunjukan bahwa
nilai COP yang bervariasi naik dan turun. Serta pada data ke 5 terdapat penurunan
grafik drastic kearah negate namun pada data berikutnya kembali naik. Titik
tertinggi terdapat pada data ke 20. Variasi besar nilai cop seiring dengan
pertambahan waktu menunjukan bahwa pada grafik hasil praktikum ini tidak
dapat ditetapkan hubungan secara pasti hubungan besar cop dengan waktu Hal ini
dapat disebabkan karena adanya faktor-faktor kesalahan dalam praktikum.
IV.3 Otto
a) Analisa Alat
Dalam Melakukan percobaan mesin otto, alat yang digunakan untuk
mengetahui temperature exhaust dari alat percobaan yaitu infrared pyrometer.
Pirometer inframerah (Infrared pyrometer) adalah sensor suhu yang dapat
mengukur suhu dari jarak jauh tanpa melakukan kontak langsung dengan objek
75
KELOMPOK 2
yang akan diukur. Infrared pyrometer merupakan device pengukur suhu yang juga
biasa disebut sebagai termometer radiasi termal. Sensor ini menggunakan cahaya
inframerah untuk mengukur atau mendeteksi radiasi panas (thermal) benda [1]. Alat
ini memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan kontak untuk mengetahui
temperature objek yang ingin diukur. Tetapi alat ini memiliki kekurangan yaitu
tingkat ketelitian dari alat ini relative besar.
Selain itu, alat yang digunakan untuk mengukur waktu dari fuel consuming
yaitu menggunakan stopwatch dengan ketelitian hingga 0.01 detik. Alat lain yang
digunakan yaitu pressure gauge.
b) Analisa Percobaan
Pada saat melakukan percobaan, kami hanya menggunakan variasi dari
kecepatan putaran mesin otto. Hal ini dilakukan untuk membedakan variasi data
dengan kelompok selanjutnya dan untuk mempercepat waktu penggunaan alat
percobaan. Apabila penggunaan alat percobaan yang terlalu lama maka alat
percobaan akan mengalami overheating sehingga safety device dari alat
percobaan tersebut akan aktif dan mematikan seluruh komponen dari alat
percobaan. Dengan melihat temperature exhaust, temperature supply dan delivery
dari coolant, dynamometer load, head across orifice, dan fuel consuming time.
Data ini digunakan untuk mengetahui nilai dari BHP, BFC, BSFC, BMEP, Va,
Ma, η th, η vlumetrik, FHP, IHP, η mekanis, IMEP, FMEP, H1,H2, H3, Q1, dan
Q2.
c) Analisa Hasil
Dari hasil pengolahan data yang didapatkan yaitu BHP dengan nilai
minimum 0.643 kW dan nilai maksimum dari BHP yaitu 0.74kW. nilai minimum
dari BFC yaitu sebesar 2.89 L/Hour dan maksimum 3.48 L/Hour , BSFC memiliki
nilai minimum sebesar 4.42 L/kWh dan maksimum sebesar 4.49 L/kWh, Vs
memiliki nilai sebesa 1.567 liter, BMEP memiliki nilai minimum sebesar 43.63
kN/m2 dan nilai maksimum sebesar 49.26 kN/m2, nilai Va 0 L/s, Ma sebesar 0
kg/s, ηth dengan minimum sebesar 2.41 % dan maksimum sebesar 2.56 %, nilai ηth
sebesar 0 %, nilai FHP sebesar 87.115, nilai IHP dengan minimum sebesar sebesar
76
KELOMPOK 2
87.75 dan maksimum sebesar 87. 85, η mekanis dengan minimum sebesar 0.0073
dan maksimum 0.0084, IMEP dengan nilai minimum sebesar 5177 dan nilai
maksimum sebesar 6722.6, FMEP dengan nilai minimum sebesar 614270 dan nilai
maksimum sebesar 917437. Nilai H1 dengan minimum sebesar 25.611 dan
maksimum sebesar 30.7752, Nilai H2 dengan nilai minimum sebesar 0.43058 dan
maksimum sebesar 0.517. H3 dengan nilai 0. Q1 dengan nilai minimum sebesar -
50244 dan maksimum sebesar 29309. Q2 dengan nilai minimum sebesar-12536.46
ddan nilai maksimum sebesar 50271.696.
Dari hasil yang didapatkan ini dapat dilihat bahwa semakin besar BHP,
BFC, H1, H2, η mekanis yang didapatkan disebabkan oleh kenaikan kecepatan
putar dari mesin. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kecepatan
putar motor akan berbanding lurus dengan BHP, BFC, H1, dan H2. Pada Va, ma,
dan effisiensi volumetric memiliki nilai 0 dikarenakan pada saat pembacaan head
across orifice hanya terdapat sedikit perubahan sehingga jarum pada gaugenya
menunjukkan nilai 0 dan tingkat ketelitian pada alat pengukur head across orifice
relative rendah. Pada Q1 dan Q2 terdapat nilai negative dan positif. Nilai positif
berarti bahwa pada Q2 menyerap kalor dan nilai negative berarti melepaskan kalor.
Nilai pada Effisiensi Thermal sangat bergantung pada kompresi rasio. Pada
titik tertentu nilai Effisiensi Thermal akan menemui puncaknya, dengan
penambahan kompresi rasio lebih lanjut akan menurunkan Effisiensi thermal dari
mesin otto [2].
i. Analisa Grafik
Pada praktikum mesin otto ini, didapatkan 8 grafik dari pengolahan data.
Kecepatan putaran pada mesin otto berbanding lurus dengan BHP. Semakin besar
Kecepatan putaran crankshaft pada mesin otto maka nilai BHP yang didapatkan
juga akan semakin besar.
77
KELOMPOK 2
Nilai Q1 memiliki nilai positif pada saat rpm 1000 dan 1100 sedangkan Q2
memiliki nilai positif pada saat rpm 1200 dan 1300. Seharusnya nilai Q1 akan selalu
bernilai positif Karena Q1 menyerap kalor dan Q2 melepaskan kalor.
Nilai BMEP, FMEP dan IMEP akan semakin menurun dengan kenaikan
kecepatan putaran motor Otto, sehingga kecepatan putar motor otto berbanding
lurus dengan BMEP, FMEP & IMEP.
Effisiensi thermal yang optimum berada pada putaran mesin 110 rpm yaitum
sebesar 2.56% sedangkan mekanis memiliki efisiensi pada 1400 rpm. Apabila
pengambilan rpm diperbesar maka akan terdapat perpotongan antara efisiensi thermal
dan mekanis. Hal ini merupakan kondisi optimum dari mesin otto.
78
KELOMPOK 2
Analisis grafik dilakukan pada setiap grafik yang akan diamati, dan kesalahan
dalam percobaan. Setelah analisa selesai, akan dibandingkan dengan litelatur yang ada.
a) Analisa alat
Pada praktikum mesin diesel ini, digunakan seperangkat mesin diesel uji. Saat
percobaan ada beberapa komponen dari alat uji yang kurang optimal seperti contohnya
bak air pendingin yang selalu overload. Hal ini dapat membahayakan mesin jika air
masuk ke dalam ruang bakar. Karena sering terjadi overload maka pengambilan data
harus dilakukan dengan lebih cepat untuk menghindari air yang tumpah.
b) Analisa Percobaan
Pada saat percobaan, pengambilan data dilakukan untuk setiap perubahan nilai
RPM yang berubah dengan diaturnya beban mesin. Data yang diambil antara lain RPM
mesin, kerja mesin, suhu udara ruangan, head orifice, waktu konsumsi bahan bakar,
waktu konsumsi bahan bakar, suhu exhaust, suhu inlet air, suhu outlet air, dan debit air.
Kesulitan sempat ditemui saat mengatur beban mesin, karena nilai yang dituju tidak dapat
benar-benar dicapai. Sehingga hal ini menyebabkan pengambilan data lebih lama dan
juga data yang diambil kurang akurat. Kemudian karena kebisingan yang dihasilkan
mesin diesel, komunikasi antar praktikan menjadi sedikit terhambat. Selain itu, percobaan
sempat terhenti dikarenakan mesin mengalami overheating. Sehingga harus menunggu
mesin dingin terlebih dahulu.
c) Analisa Kesalahan
79
KELOMPOK 2
Pada grafik dibawah dapat dilihat BHP dan putaran mesin memiliki hubungan linear
berbanding lurus. Dengan kata lain, daya keluaran yang dihasilkan mesin berbanding
lurus dengan putaran mesin. Karena semakin besar putaran mesin, artinya semakin besar
rate kerja yang diberikan kepada mesin sehingga daya (kerja/waktu) juga bertambah.
BHP vs N
1
0.8
0.6
HP
0.4
0.2
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bhp
Untuk IHP, kurvanya naik seiring kenaikan rpm, maka IHP berbanding lurus dengan
rpm mesin. Namun kenaikannya hanya dalam skala kecil (sekitar +0.01).
80
KELOMPOK 2
FHP, IHP vs N
78.88
78.87
78.86
HP
78.85
78.84
78.83
78.82
78.81
78.8
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
fhp ihp
Untuk kurva BSFC, yang merupakan konsumsi bahan bakar spesifik, memiliki tren
yang konstan untuk tiga RPM pertama, lalu menurun pada RPM terakhir. Seharusnya
karakteristik kurva BSFC ini cenderung naik, namun yang didapatkan tidak demikian
dikarenakan beberapa faktor seperti tidak optimalnya kerja fuel injector ataupun karena
kesalahan pembacaan data.
81
KELOMPOK 2
BFC, BSFC vs N
4
3.5
3
2.5
FC
2
1.5
1
0.5
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bfc bsfc
Pada kurva mek atau efisiensi mekanikal terlihat hubungannya berbanding lurus
dengan RPM. Efisiensi mekanikal dapat dinyatakan dengan rasio antara BHP (daya
output) dengan IHP. Maka hubungan pada grafik benar, karena power output akan
meningkat seiring naiknya RPM mesin, dan juga IHP atau daya yang dihasilkan dari
pembakaran kenaikannya tidak terlalu signifikan. Secara keseluruhan, rasio antara BHP
dan IHP akan meningkat.
η mek vs N
0.0007
0.0006
0.0005
0.0004
η
0.0003
0.0002
0.0001
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
mek
82
KELOMPOK 2
Pada kurva ηth atau efisiensi termal, dapat dilihat trennya cenderung konstan pada
RPM awal, kemudian sedikit mengalami kenaikan pada RPM akhir. Hal ini dikarenakan
nilai dari efisiensi termal yang berbanding terbalik dengan nilai BSFC yang nilainya
cenerung konstan.
ηth vs N
0.35
0.3
0.25
0.2
η
0.15
0.1
0.05
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
th
Pada kurva efisiensi volumetric, terlihat trennya naik dan turun di titik tertentu. Dalam
persamaan efisiensi volumetric, parameter yang berubah disini hanya Va (debit
volumetric) dan RPM karena nilai Vs selalu konstan. Va sendiri dipengaruhi oleh kondisi
ruangan tempat mesin berada dan dari data yang didapat nilainya cenderung naik tetapi
tidak signifikan. Untuk RPM sendiri kenaikannya lebih besar dan signifikan. Maka dapat
dikatakan data cenderung dipengaruhi RPM, dan karena RPM selalu naik dan berbanding
terbalik dengan efisiensi volumetric, tren kurva yang didapat seharusnya menurun
(Kumar Patel & Kumar, 2017)
83
KELOMPOK 2
ηvol vs N
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
η 0.2
0.15
0.1
0.05
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
vol
BMEP vs N
70
60
50
40
30
20
10
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
bmep
84
KELOMPOK 2
Pada kurva FMEP (Fuel Mean Effective Pressure) ini, dapat terlihat kurvanya
menurun seiring naiknya RPM. Hal ini disebabkan nilai FMEP sendiri berbanding
terbalik dengan nilai efisiensi mekanik ( mek) dan berbanding lurus dengan IMEP
(Indicated Mean Effective Pressure).
FMEP vs N
14000000
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
fmep
Pada kurva hubungan IMEP dan RPM kali ini dapat terlihat trennya yang menurun
seiring bertambahnya putaran mesin. Karena memang nilai IMEP berbanding terbalik
dengan RPM, dan parameter lain yaitu IHP yang naik dengan tidak signifikan. Selain itu
hal ini mengindikasikan percampuran udara-bahan bakar yang lebih efisien dari air
swirling pada higher piston velocities sehingga tekanan (IMEP) rata-rata berkurang
(Gürgen, Ünver, & Altın, 2017).
85
KELOMPOK 2
IMEP vs N
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
imep
Pada kurva antara H1 (Heat of Combustion of Fuel) dengan RPM menujukkan bahwa
nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring dengan naiknya nilai dari RPM. Hal ini
disebabkan karena pada saat mesin berada pada nilai RPM tinggi maka bahan bakar yang
dikonsumsi oleh mesin akan semakin besar sehingga kalor yang dihasilkan akan semakin
besar karena putaran yang tinggi dan pembakaran yang cepat.
Pada kurva antara H2 (Enthalpy of Exhaust Gas) dengan RPM terlihat bahwa nilai
dari H2 mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai RPM. Hal ini secara langsung
karena nilai dari mass rate of flow air at engine inlet dan BFC menigkat.
Pada kurva hubungan antara H3 (Enthalpy of Inlet Air) dengan RPM terlihat bahwa
nilai dari H3 mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai RPM, karena kenaikan
RPM menyebabkan terjadi penigkatan laju massa udara meningkat pada inlet, beserta
86
KELOMPOK 2
temperaturnya. Pembakaran yang semakin rapid membuat udara yang ditarik ke dalam
mesin lebih banyak.
Pada kurva hubungan antara Q1 (Heat to Cooling Water) dengan n terlihat bahwa nilai
dari Q1 menigkat seiring dengan naiknya nilai RPM, hal ini dikarenakan mass rate of
water flow at engine inlet menigkat saat kecepetan RPM ditingkatkan, dengan perubahan
suhu air yang hampir selalu konstan pada inlet dan outlet, rata-rata selisih suhu inlet dan
outlet berkisar di 7 derajat celcius. Selain itu juga dikarenakan panas yang dihasilkan pada
pembakaran akan meningkat, sehingga panas yang ditarik oleh coolant juga meningkat.
Namun setelah beberapa saat setelah RPM meningkat, Q1 mulai konstan karena debit air
(Q) juga mengalami stagnansi pada RPM akhir.
Pada kurva hubungan antara Q2 (Other Heat Losses) dengan RPM terlihat bahwa
nilai dari Q2 naik seiring dengan naiknya nilai RPM. Kenaikan tersebut disebabkan H1
yang terus menigkat sebanding dengan RPM dan kenaikan untuk H2, Q1 dan BHP tidak
terlalu signifikan. Selain itu panas yang meningkat juga bisa ditandai dengan panas yang
terdisipasi pada komponen-komponen mesin dekat ruang bakar (silinder).
87
KELOMPOK 2
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
5000000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)
h1 h2 h3 q1 q2
88
KELOMPOK 2
V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan
V.1.2 RTU
89
KELOMPOK 2
V.1.3 Otto
Berikut beberapa kesimpulan yang dapat kami tarik dari hasil pengolahan data kami :
1. Daya output yang dihasilkan memiliki rasio yang berbanding lurus dengan jumlah
putaran
2. Nilai Indicated Horse Power sangat tergantung dengan jumlah putaran mesin
namun memiliki besaran yang relatif konstan
3. Nilai Friction Horse Power memiliki rasio yang berbanding lurus dengan jumlah
putaran pada motor
4. Nilai Brake Fuel Consumption akan sangat bergantung terhadap jumlah putaran
dan cenderung naik apabila jumlah putaran bertambah. Hal ini menunjukkan jika
putaran semakin naik, maka akan semakin banyak pula bahan bakar yang
dibutuhkan.
5. Tekanan rata-rata dari setiap putaran atau diwakili dengan variabel Brake Mean
Effective Pressure akan cenderung menurun dengan pertambahan putaran
6. nilai efisiensi volumetrik tergantung kepada jumlah udara yang masuk kedalam
mesin, Karena pada gauge tidak terdapat pembacaan sehingga effisiensi
volumetric bernilai 0
7. nilai efisiensi mekanis makan cenderung naik terhadap jumlah putaran apabila
mengalami kenaikan
8. Nilai efisiensi thermal sangat bergantung terhadap rasio kompresi suatu mesin.
Pada kondisi tertentu nilai dari Efficiency Thermal akan naik, namun apabila telah
mencapai titik critical point maka ia akan menurun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kenaikan dari Compression ratio tidak berguna secara terus menerus untuk
menaikkan nilai dari Efficiency Thermal. Effisiensi thermal maksimum yang
didapat yaitu 2.56%
Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan antara lain dibutuhkannya
variabel kontrol lain untuk dapat menyelidiki lebih dalam lagi dari performance sebuah
mesin, seperti uji prestasi untuk kenaikan torsi dan bukaan valve throttle agar dapat
menghasilkan data yang lebih variatif.
90
KELOMPOK 2
V.1.4 Diesel
Dari praktikum dan analisa pengolahan data yang dilakukan, didapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
a. Nilai BHP menunjukkan kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran
mesin (RPM). BHP berbanding lurus dengan kenaikan putaran secara linear.
b. Nilai FHP memiliki nilai yang konstan pada nilai putaran berapapun, karena
nilai FHP = b/a sama untuk tiap putaran yang berbeda (dengan metode least
square), dengan demikian kurva FHP akan membentuk garis lurus.
c. Nilai IHP akan mengalami kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari
putaran.
d. Nilai BFC akan meningkat, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran
walaupun tidak terlalu signifikan (sekitar +0.2) dan nilai dari BSFC akan
cenderung konstan.
e. mek akan meningkat, seiring dengan kenaikan nilai dari n begitu juga termal
namun vol akan menunjukkan grafik yang lebih fluktuatif.
f. BMEP akan konstan disetiap putaran mesin, sedangkan FMEP dan IMEP
akan menurun berbentuk kurva melengkung seiring bertambahnya RPM.
g. Nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring dengan naiknya nilai dari
RPM. Begitu juga dengan H2 ,H3 ,Q1, dan Q2.
91
KELOMPOK 2
DAFTAR PUSTAKA
Pamitran, A.S., Choi, Kwang-lI., Oh, Jong-Taek., Nasruddin., 2011, Evaporation heat
transfer coefficient in single circular small tubes for flow natural refrigerants of C₃H₈,
NH₃, and CO₂. International Journal of Multiphase Flow 37, 794-801.
Fang, Xiande., Yuan, Yuliang., Xu, Anyi., Tian, Lu., Wu, Qi., 2017, Review of
correlations for subcooled flow boiling heat transfer and assessment of their
applicability to water. Fusion Engineering and Design, 0920-3796.
Yunos, Yushazaziah Mohd., Ghazali, Mohd Normah., Pamitran, A.S., Novianto, S.,
2017, Analysis of the Two-Phase Heat Transfer Coefficient of Propane in Small
Channel. The 8th International Conf. on Applied Energy, 4635-4640.
Oktorio, Eko., 2013, Perpindahan Kalor Aliran Dua Fase pada Pipa Berdiameter 7,6
mm dengan Refrijeran R-22 dan R-290 pada Kualitas Uap Rendah. Universitas
Indonesia: Departemen Teknik Mesin.
http://blog.unnes.ac.id/antosupri/pengertian-dasar-infrared-pyrometer/
Incropera, Frank P.2002.Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Singapore: John Wiley &
Sons Pte. Ltd
Tim Penyusun Buku Penuntun Praktikum Prestasi Mesin, Buku Penuntun Praktikum Prestasi
Mesin, Depok: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2014.
92
KELOMPOK 2
Gürgen, S., Ünver, B., & Altın, İ. (2017). Prediction of cyclic variability in a diesel engine fueled
with n-butanol and diesel fuel blends using artificial neural network. Renewable Energy, 117,
538–544. https://doi.org/10.1016/j.renene.2017.10.101
Kumar Patel, H., & Kumar, S. (2017). Experimental Analysis on Performance of Diesel Engine
using mixture of Diesel and Bio-Diesel as a Working Fuel with Aluminum Oxide Nanoparticle
Additive. Thermal Science and Engineering Progress, 4(x), 252–258.
https://doi.org/10.1016/j.tsep.2017.09.011
93