Anda di halaman 1dari 93

KELOMPOK 2

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

I.1.1. Aliran dua Fase

Di berbagai tahapan industri, sebuah proses pendinginan merupakan hal


yang sangat lumrah. Salah satu aspek dalam proses pendinginan ini adalah
refrigerant. R-22 merupakan refrigerant yang mempunyai peranan penting pada
zaman ini. Ditambah lagi, R-22 mempunyai property yang stabil sebagai
refrigerant, tidak muda terbakar, tidak beracun dan kompatibel terhadap sebagian
besar bahan komponen dalam sistrem refrigerasi. Namun, R-22 mempunyai sifat
ODS (Ozone Depleting Substance), yaitu zat yang dapat menyebabkan kerusakan
ozon.

Sebagai alternatif, beberapa refrigerant lain dikembangkan seperti R-290


(propnana) yang mempunyai nilai ODS nol sehingga sangat ramah lingkungan.
Namun, hal ini diikuti dengan ketidak untungan dari senyawa ini sendiri seperti
titik didih yang rendah, mudah terbakar dan membutuhkan tekanan yang tinggi
untuk pengoperasian nya.

Maka dari itu koefisies perpindahan kalor yang merupakan aspek yang
penting dalam fluida kerja (refrigerant), karena pengaruh nya terhadap jumlah
panas yang di transfer. Oleh karena itu, cukup banyak penelitian yang dilakukan
untuk menciptakan alat – alat pendingin yang lebih efektif dan efisien.

I.1.2. RTU

Sistem refrigerasi merupakan salah satu sistem yang penting dan banyak
diaplikasikan dalam dunia saat ini seperti pada sistem pendingin / penghangat
ruangan, Air Conditioner, lemari es pada rumah tangga, mesin pembeku (freezer),
dan lainnya. Pada aplikasi tata udara untuk hunian manusia, mesin yang
digunakan dapat ditemui mulai dari skala kecil seperti AC window dan AC split,
sampai dengan skala menengah dan besar seperti packaget rooftop air conditioner,
water-cooled chiller, dan air-cooled chiller. Pada sistem pendingin ini terdapat

1
KELOMPOK 2

beberapa komponen yang berperan penting untuk menjalan kan siklus, yaitu
komponen evaporator, kondensor, kompresor dan katup ekspansi dengan
pertukaran panas antara fluida dengan ruangan maupun sekitar. Fluida yang
digunakan pada system refrigerasi disebut refrigerant.

Dari banyaknya dan pentingnya pengaplikasian sistem refrigerasi


mendorong keperluan untuk meningkatkan pengertian terhadap sistem ini pada
calon insinyur dengan dilakukannya praktikum RTU (Refrigerant Training Unit)
pada perkuliahan Konversi dan Konservasi Energi agar pelajar dapat
mempratikan secara langsung sistem refrigerasi dan memahami lebih dalam
prinsip-prinsip dan teori yang sudah dipelajari dalam kelas Konversi dan
Konservasi Energi.

I.1.3. Otto

Motor bakar adalah suatu mesin yang mengkonversi energi dari energi kimia
yang terkandung pada bahan bakar menjadi energi mekaik pada poros motor bakar.
Jadi daya yang berguna yang langsung dimanfaatkan sebagai penggerak adalah
daya pada poros. Proses perubahan energi dari mulai proses pembakaran sampai
menghasilkan daya pada poros motor bakar melewati beberapa tahapan dan tidak
mungkin perubahan energinya 100%.

Selalu ada kerugian yang dihasilkan selama proses perubahan, hal ini sesuai
dengan hukum termodinamika kedua yaitu "tidak mungkin membuat sebuah mesin
yang mengubah semua panas atau energi yang masuk memjadi kerja". Jadi selalu
ada "keterbatasan" dan "keefektifitasan" dalam proses perubahan, ukuran inilah
yang dinamakan efisiensi. Kemampuan mesin motor bakar untuk mengubah energi
yang masuk yaitu bahan bakar sehingga menghasilkan daya berguna disebut
kemampuan mesin atau prestasi mesin.

I.1.4. Diesel

Mesin diesel merupakan sistem penggerak utama yang banyak digunakan


baik untuk sistem transportasi maupun penggerak stasioner. Dikenal sebagai jenis
motor bakar yang mempunyai efisiensi tinggi, penggunaan mesin diesel

2
KELOMPOK 2

berkembang pula dalam bidang otomotif, antara lain untuk angkutan berat,
traktor, bulldozer, pembangkit listrik di desa-desa, generator listrik darurat di
rumah-sakit, Hotel dsb.

Luasnya penggunaan mesin diesel mengharuskan para calon insinyur


khususnya Teknik mesin untuk memiliki pemahaman yang mendalam, dengan
kemampuan pengaplikasian teori-teori yang telah dipelajari. Kemampuan
memahami karakteristik mesin diesel sangat dibutuhkan agar kelak mampu
memilih jenis dan spesifikasi mesin yang sesuai atau bahkan mendesain mesin
diesel yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

I.1.5. Tujuan Praktikum

I.1.5.1. Aliran Dua Fase

a) Mempraktikkan hasil pembelajaran yang berkaitan dengan perpindahan


kalor, thermodinamika dan mekanika fluida.

b) Mengetahui fenomena perubahan fase dalam aliran didih.

c) Mengetahui lebih mendalam tentang temperature saturasi, penyerapan


kalor, tekanan pada aliran didih.

d) Mengetahui secara langsung perhitungan koeffisien perpindahan kalor


aliran didih.

I.1.5.2. RTU

Tujuan praktikum RTU adalah untuk:

a) Mempraktekan hasil pembelajaran yang berkaitan dengan sistem refrigerasi.

b) Mengetahui cara mengukur tekanan dan temperatur pada setiap komponen

c) Mengetahui lebih mendalam tentang penyerapan panas, pelepasan panas


pada sistem refrigerasi.

d) Mengetahui secara langsung perhitungan daya kompressor dan Coeeficient


of Performance (COP) dari sistem refrigerasi.

I.1.6. Otto

3
KELOMPOK 2

Tujuan pengujain motor otto adalah mengetahui karakteristik dari pada


motor otto yang diuji, dan kemudian hasilnya digambarkan dalam bentu “grafik
karakteristik”.

Beberapa grafik karakteristik yang dapat dipergunakan untuk enilai


performance atau prestasi suatu motor antara lain:

a) Karakteristik motor otto pada kecepatan putaran.

Grafinya: Ihp, bhp, effisiensi, hmep, brake torque terhadap kecepatan putaran.

b) Komposisi gas asap: (O2, CO2, CO) untuk variasi putaran.

I.1.7. Diesel

Tujuan pengujian Motor Diesel adalah untuk mengetahui karakteristik dari


motor diesel yang diuji, kemudian hasilnya digambarkan dalam bentuk grafik
karakteristik. Beberapa grafik karakteristik yang dapat dipergunakan untuk menilai
performance atau kemampuan suatu motor diesel antara lain:

Karakteristik motor diesel pada berbagai kecepatan putaran (n). Grafiknya:


IHP, BHP, FHP, BFC, BSFC, BMEP, FMEP, IMEP, H1, H2, H3, Q1, Q2, dan
efisiensi (mekanik, termal, volumetric) vs kecepatan putaran (RPM).

I.2. Manfaat Praktikum

I.2.1. Aliran Dua Fase

Setelah praktikum ini diharapkan praktikan atau mahasiswa dapat membaca


, menggunakan ,dan menganalisis koefisien perpindahan kalor dari refrigerant dan
membandingkannya dengan koefisien perpindahan kalor lainnya.
I.2.2. RTU

Setelah praktikum ini diharapkan praktikan atau mahasiswa dapat membaca,


menggunakan, dan menganalisis teori dan diagram p-h dan t-s dari siklus refrigerasi
dan dapat memahami karaktersistik dari tiap komponen pada sistem pendingin.

4
KELOMPOK 2

I.2.3. Otto

Praktikum Mesin Otto ini memiliki manfaat mengimplementasikan ilmu


ilmu yang didapatkan dari hasil pembelajaran mata kuliah Heat Transfer,
Konversi dan Konservasi Energi sehingga mahasiswa Teknik Mesin mengetahui
kondisi actual dari Mesin Otto dan dibandingkan dengan teori dari variabel
variabel yang diubah seperti momen putar sebagai fungsi putaran, daya output
sebagai fungsi putaran, komsumsi bahan bakar sebagai fungsi putaran, konsumsi
bahan spesifik sebagai fungsi putaran konsumsi udara sebagai fungsi putaran dan
perbandingan udara serata bahan bakar sebagai fungsi putaran.

I.2.4. Diesel

Setelah praktikum ini diharapkan praktikan atau mahasiswa mampu


mengetahui karakteristik motor diesel, mampu membaca, menganalisa, dan
menyimpulkan grafik karakteristik motor diesel.

5
KELOMPOK 2

II. DASAR TEORI

II.1.Aliran Dua Fase

II.1.1 Koefisien Heat Transfer pada Pipa Aliran Dalam Dua Silinder
Persamaan umum untuk perhitungan perpindahan kalor sebagai berikut:
𝑞̇
ℎ=
𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 − 𝑇𝑠𝑎𝑡
Dimana:
𝑞̇ = fluks kalor (Watt/m2)
𝑇𝑤𝑎𝑙𝑙 = temperatur dinding dalam
𝑇𝑠𝑎𝑡 = temperatur saturasi
Dari persamaan di atas, koefisien pindah panas adalah koefisien
proporsionalitas antara fluks panas, Q/(A delta t), dan perbedaan temperatur, ,
yang menjadi penggerak utama perpindahan panas.Satuan SI dari koefisien
pindah panas adalah watt per meter persegi-kelvin , W/(m2K). Koefisien pindah
panas berkebalikan dengan insulasi termal.Terdapat beberapa metode untuk
mengkalkulasi koefisien pindah panas dalam berbagai jenis kondisi pindah panas
yang berbeda, fluida yang berlainan, jenis aliran, dan dalam kondisi
termohidraulik. Perhitungan koefisien pindah panas dapat diperkirakan dengan
hanya membagi konduktivitas termal dari fluida dengan satuan panjang, namun
untuk perhitungan yang lebih akurat seringkali digunakan bilangan Nusselt, yaitu
satuan tak berdimensi yang menunjukkan rasio pindah panas konvektif dan
konduktif normal terhadap bidang batas.
II.1.2 Fenomena Aliran Dua Fasa
Fenomena perpindahan kalor pada aliran dalam pipa silinder
dikelompokkan pada tiga daerah/regim yaitu:
Region A : perpindahan kalor pada aliran satu fase. Temperatur liquid rata-
rata berada dibawah temperatur saturasi dan temperature liquid ini semakin
meningkat dengan bertambahnya kalor yang diberikan. Pada regim ini temperatur
surface meningkat juga dengan kalor yang diterima. Temperatur surface awalnya
berada dibawah temperature saturasi, kemudian temperature surface meningkat

6
KELOMPOK 2

dan melebihi dari temperature saturasi. Perbedaan temperatur surface dengan


temparatur saturasi pada regim disebut sebagai ∆𝑇𝑠𝑎𝑡𝑂𝑁𝐵.
Region B: adalah subcooled boiling. Daerah ini dimulai dari permulaan
onset boiling sampai dengan batas saturated boiling. Pada regim ini temperature
surface diatas temperature saturasi sedangkan temperature liquid masih dibawah
temperature saturasi, disebut sebagai ∆𝑇𝑠𝑢𝑏. Temperatur liquid semakin
meningkat dan mendekati temperature saturasi. Aliran dua fase pada pipa dapat
dikatakan dimulai dari Region B, yaitu pada awal terjadinya nukleat boiling
sampai dengan Region C dan diakhiri dengan kondisi dryout. Dengan dimulainya
aliran dua fase dari awal terjadinya nukleat boiling maka koefisien heat transfer
total aliran dua fase merupakan penjumlahan dari koefisien heat transfer nukleat
boiling (ℎ𝑛𝑏) dan heat transfer aliran didih (ℎ𝑐).
ℎ𝑇𝑃 = ℎ𝑛𝑏 + ℎ𝑐
Dimana:
ℎ𝑇𝑃: koefisien heat transfer dua fase (total)
ℎ𝑛𝑏: koefisien heat transfer nukleat boiling
ℎ𝑐 : koefisien heat transfer aliran didih (convection)
Region C: merupakan daerah saturasi boiling, dimana pada regim tersebut
bulk temperature fluida berada pada kondisi saturasi sehingga penambahan kalor
menyebabkan terjadiny perubahan fase liquid menjadi uap. Regim ini dimulai dari
batas akhir subcooled boiling. Gambar aliran Dua Fas

7
KELOMPOK 2

II.1.3 Siklus Uji Aliran Didih Dua Fase

Gambar Siklus Uji Aliran Didih Dua Fase

Fluida kerja (refrigran) masuk ke test section melalui inlet sight-glass


dalam bentuk satu fase (liquid). Saat melalui test section fluida kerja
mendapatkan/menyerap kalor dari heater yang terpasang sepanjang test section.
Pada permukaan luar test section terpasang 27 thermocouple. Setiap bagian terdiri
dari 3 thermocouple yang dipasang pada bagian atas, tengah dan bawah test
section. Pada bagian inlet dan out let terdapat thermocouple yang teredam
(sebagai pengukur temperature fluida kerja masuk, dan temperature fluida kerja
keluar) dan pressure gauge (sebagai pengukur tekanan di inlet dan outlet). Fluida
kerja akan melewati outlet sight glass dalam bentuk dua fase. Proses
pengembunan dilakukan di condenser dengan menggunakan sistem pendingin 3
PK. Fluida kerja keluar dari condenser dalam satu fase liquid. Pompa digunakan
untuk memindahkan fluida kerja satu fase. Coriolis meter digunakan untuk
mengukur flow rate fluda kerja. Conditioner 1 digunakan untuk menjaga
temperature fluida kerja akibat panas dari pompa, sedangkan conditioner 2
digunakan untuk mengendalikan tempretur fluida sebelum memasuki test section.
2.1.4 Refrigerant
Pada sistem refrigerasi , refrigerant menyerap panas dari suatu ruang dan
melepaskan kalor ke ruang lain lewat komponen penukar kalor evaporator dan

8
KELOMPOK 2

kondensor. Refrigerant dapat menyerap kalor saat menguap pada temperatur dan
tekanan rendah serta melepaskan kalor saat mengembun pada temperatur dan
tekanan tinggi. Sebuah refrigerant harus dapat melakukan proses ini secara
berulang-ulang tanpa mengalami perubahan pada karakteristiknya. Refrigeran
memiliki titik didih rendah dan panas laten yang tinggi dari penguapan. Saat
berpindah dari satu titik ke titik lainnya, zat pendingin mengekstrak panas dari
tubuh atau zat lain.
Pemilihan refrigerant harus memenuhi banyak persyaratan, beberapa di
antaranya tidak langsung berhubungan dengan kemampuannya untuk mentransfer
panas. Stabilitas kimia dalam kondisi penggunaan, kode keamanan untuk
refrigerant mudah terbakar dan beracun. Biaya, ketersediaan, efisiensi, kesesuaian
dengan pelumas kompresor dan material yang digunakan pada komponen sistem
juga harus diperhatikan.
Pelepasan refrigerant chlorofluorocarbons (CFC) dan
hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) seperti R-11, R-12, R-22, dan R-502 ke udara
berkontribusi pada penipisan lapisan ozon. Perhitungan kemampuan material
untuk dapat merusak ozon pada lapisan stratosfer dikenal dengan ozone depletion
potential (ODP), sebuah nilai yang mempunyai nilai relatif terhadap R-11, yaitu
1,0. Halocarbons (CFCs, HCFCs, dan HFCs) dan banyak nonhalocarbons (seperti
hidrokarbon, karbondioksida) juga merupakan gas yang menyebabkan efek rumah
kaca (green house). Global Warming Potential (GWP) dari gas – gas tersebut
merupakan sebuah indeks yang menyatakan kemampuan relatif untuk
memerangkap sinar matahari terhadap CO2 (R-744), yang mempunyai waktu
keberadaan pada atmosfer yang sangat panjang.

9
KELOMPOK 2

II.2.RTU

II.2.1. Pengertian Refrigerasi

Menurut buku “Thermodynamics, An Engineering Approach” edisi kelima


oleh Yunus A. Cengel, sesuai dengan teori hukum termodinamika kedua menurut
Kevin Planck, Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu
benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih
rendah dari temperatur lingkungannya.

Kinerja mesin refrigerasi kompresi uap ditentukan oleh beberapa


parameter, diantaranya adalah kapasitas pendinginan kapasitas
pemanasan, daya kompresi, koefisien kinerja dan faktor
kinerja.Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas tidak
dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan.Sehingga
refrigerasi selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas
dan perpindahan panas

Refrigerant melakukan transfer kalor dibarengi dengan


perubahan fase dari refrigerant itu sendiri. Perubahan fasa pada refrigerant yaitu
perubahan fasa dari cair ke uap ketika menerima kalor dari ruangan dan perubahan
fasa dari uap ke cair ketika melepas kalor dari refrigerant ke lingkungan/sekitar.

Gambar Diagram p-h dan t-s siklus refgerasi


Efek pendinginan yang dilakukan dari system refrigerasi disebut
refrigerating effect. Efek ini terjadi karena suhu ruangan dapat menurun karena
kalor dari ruangan ditransfer ke refrigerant yang suhu refrigerant tersebut lebih

10
KELOMPOK 2

kecil dibanding suhu ruangan. Untuk mempermudah memahami proses-proses


pada siklus refrigerasi, maka digunakan diagram p-h (tekanan terhadap entalpi)
dan diagram t-s (temperatur dan specific entrophy)

II.2.2. Sistem Kompresi Uap Ideal

Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum
digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup
expansi. Kerja komponen-komponen tersebut digambarkan dalam buku
“Thermodynamics an Engineering Approach” edisi kedelapan oleh Yunus A.

Cengel.
Gambar Siklus refgerasi ideal, diagram P-H Ideal, dan diagram T-S Ideal

- Kompresor (1–2):
Saturated vapor memasuki kompressor, dimana akan terjadi proses
kompresi sehingga tekanan refrigerant menjadi naik. Selain itu, temperatur
refrigerant menalami peningkatan besar, karena proporsi input energi untuk
proses kompresi dipindahkan ke refrigerant.

11
KELOMPOK 2

Kompresor merupakan salah satu komponen paling penting dari suatu


sistem refrigerasi, dan digunakan untuk menghisap dan menaikkan tekanan
uap refrigeran yang berasal dari evaporator. Refrigeran yang keluar dari
kompresor masih berfasa uap dengan tekanan tinggi. Perbandingan antara
absolut tekanan buang (discharge pressure) dan tekanan isap (suction
pressure) disebut dengan ratio kompresi (compression ratio). Daya kerja pada
kompresor dapat dipresentasikan dalam rumus :

𝑊𝑛𝑒𝑡= 𝑚̇.(ℎ2−ℎ1)
Dengan:
𝑊𝑛𝑒𝑡 = daya kompressor [watt]
𝑚̇ = laju aliran refrigerant [𝑘𝑔/𝑠]
ℎ2 = enthalpi refrigerant keluar kompressor [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
ℎ1 = enthalpi refrigerant masuk kompressor [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
- Kondeser (2 – 3):
Gas superheated memasuki kondensor, dimana akan terjadi proses
kondensasi sehingga temperatur refrigerant turun pada tekanan konstan.
Kondenser berfungsi untuk mengembunkan atau mengkondensasikan
refrigeran bertekanan tinggi dari kompresor. Pemipaan yang menghubungkan
antara kompresor dengan kondenser dikenal dengan saluran buang (discharge
line). Dengan demikian, pada kondenser terjadi perubahan fasa uap ke cair ini
selalu disertai dengan penbuangan kalor ke lingkungan. Pada kondenser
berpendingin udara (air cooled condenser), pembuangan kalor dilakukan ke
udara. Pada kondenser berpendingin air (water cooled condenser),
pembuangan kalor dilakukan ke air. Jumlah kalor yang dibuang dapat
dipresentasikan dalam rumus:

𝑄H=𝑚̇.(ℎ2−ℎ3)
Dengan :
𝑄H = kalor yang dibuang kondenser [watt]
𝑚̇ = laju aliran refrigerant [𝑘𝑔/𝑠]

12
KELOMPOK 2

ℎ3 = enthalpi refrigerant keluar kondenser [𝑘𝐽/𝑘𝑔]


ℎ2 = enthalpi refrigerant masuk kondenser [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
- Katup Ekspansi (3 – 4) :
Saturated liquid bertekanan tinggi memasuki perangkat ekspansi yang
dapat menurunkan tekanan dan mengontrol flowrate masuk evaporator.
Komponen ini berfungsi memberikan satu cairan refrigeran dalam
tekanan rendah ke Evaporator sesuai dengan kebutuhan. Pada alat ekspansi
terjadi penurunan tekanan refrigeran akibat adanya penyempitan aliran.

- Evaporator (4 – 1):
Refrigerant bertekanan rendah dalam evaporator menyerap kalor dari
udara air atau fluida lainnya. Evaporator adalah komponen yang digunakan
untuk mengambil kalor dari suatu ruangan atau suatu benda yang bersentuhan
dengannya. Pada evaporator terjadi pendidihan (boiling) atau penguapan
(evaporation), atau perubahan fasarefrigran dari cair menjadi uap. Refrigeran
pada umumnya memiliki titik didih yang rendah. Evaporator dapat berupa koil
telanjang tanpa sirip (bare pipe coil), koil bersirip (finned coil), pelat (plate
evaporator) shell and coil, atau shell and tube evaporator. Jenis evaporator
yang digunakan pada suatu sistem refrigerasi tergantung pada jenis
aplikasinya.

𝑄𝐿=𝑚̇ .(ℎ1−ℎ4)
Dengan :
𝑄𝐿 = kalor yang diserap evaporator [watt]
𝑚̇ = laju aliran refrigerant [𝑘𝑔/𝑠]
ℎ1 = enthalpi refrigerant keluar evaporator [𝑘𝐽/𝑘𝑔]
ℎ4 = enthalpi refrigerant masuk evaporator [𝑘𝐽/𝑘𝑔]

Pada sistem refrigerasi dan heat pump , besarnya peforma ditunjukan oleh
COP (Coefficient of Peformance) dimana merupakan perbandingan energy yang
dibutuhkan dengan besar kalor yang diserap. Nilai COP berbeda dengan nilai

13
KELOMPOK 2

effisiensi dimana nilai COP dapat diatas dari 100 persen karena membandingkan
komponen yang memiliki bentuk energi yang berbeda (energi panas dan energi
listrik). Nilai COP pada sistem refrigerasi dapat didapatkan dengan menggunakan
rumus :

2.2.3 Sistem Kompresi Uap Aktual

Gambar Siklus refgerasi ideal dan diagram T-S Aktual

Pada siklus ideal , refrigerant meninggalkan evaporator dan masuk


kedalam kompresor dalam bentuk saturated vapor. Namun pada
pengaplikasiannya hal ini tidak mungkin dikontrol secara presisi, namun lebih
mudah untuk mendesain sistem sehingga refrigerant sedikit superheated pada inlet
kompresor. Hal ini mengakibakan refrigerant sudah menguap semua ketika
memasuki kompresor. Selain itu selang yang menyambungkan evaporator dengan
kompresor biasanya cukup panjang untuk mengakibatkan terjadinya pressure
drop akibat gesekan fluida dan transfer kalor dari atau ke lingkungan sehingga
kalor pada refrigerant berubah secara siknifikan.
Perpindahan panas terjadi antara refrigerant dan semua komponen serta
perpipaan dalam sistem. Proses kompresi yang sebenarnya terjadi juga berbeda
secara substansial dari keadaan ideal (kompresi isentropik). Fluida kerja bukanlah

14
KELOMPOK 2

zat murni tetapi campuran refrigerant dan minyak. Semua penyimpangan tersebut
menyebabkan irreversibelitas dalam sistem. Setiap irreversibelitas membutuhkan
daya tambahan ke dalam kompresor. Sehingga pada diagram p-h menunjukan
perbedaan siklus ideal dan aktual refrigerasi pada grafik P-h dalam kondisi
Temperatur udara dan T0 yang sama.

Gambar diagram P-H Aktual

II.2.4 Refrigerant
Pada sistem refrigerasi , refrigerant menyerap panas dari suatu ruang dan
melepaskan kalor ke ruang lain lewat komponen penukar kalor evaporator dan
kondensor. Refrigerant dapat menyerap kalor saat menguap pada temperatur dan
tekanan rendah serta melepaskan kalor saat mengembun pada temperatur dan
tekanan tinggi. Sebuah refrigerant harus dapat melakukan proses ini secara
berulang-ulang tanpa mengalami perubahan pada karakteristiknya. Refrigeran
memiliki titik didih rendah dan panas laten yang tinggi dari penguapan. Saat
berpindah dari satu titik ke titik lainnya, zat pendingin mengekstrak panas dari
tubuh atau zat lain.

Pemilihan refrigerant harus memenuhi banyak persyaratan, beberapa di antaranya


tidak langsung berhubungan dengan kemampuannya untuk mentransfer panas. Stabilitas
kimia dalam kondisi penggunaan, kode keamanan untuk refrigerant mudah terbakar dan
beracun. Biaya, ketersediaan, efisiensi, kesesuaian dengan pelumas kompresor dan
material yang digunakan pada komponen sistem juga harus diperhatikan.

15
KELOMPOK 2

Pelepasan refrigerant chlorofluorocarbons (CFC) dan


hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) seperti R-11, R-12, R-22, dan R-502 ke udara
berkontribusi pada penipisan lapisan ozon. Perhitungan kemampuan material
untuk dapat merusak ozon pada lapisan stratosfer dikenal dengan ozone depletion
potential (ODP), sebuah nilai yang mempunyai nilai relatif terhadap R-11, yaitu
1,0. Halocarbons (CFCs, HCFCs, dan HFCs) dan banyak nonhalocarbons (seperti
hidrokarbon, karbondioksida) juga merupakan gas yang menyebabkan efek rumah
kaca (green house). Global Warming Potential (GWP) dari gas – gas tersebut
merupakan sebuah indeks yang menyatakan kemampuan relatif untuk
memerangkap sinar matahari terhadap CO2 (R-744), yang mempunyai waktu
keberadaan pada atmosfer yang sangat panjang.
II.3.Otto

A. Dynamometer Reading
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Torque T Nm

Balance reading F N

Torque arm length L mm

Time t s

Revolutions n rpm

Power output BHP kW

Dynamometer constant K1

B. Fuel Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Fuel gauge calibrate volume Vg L

Fuel consumption BFC L/h

Specific fuel consumption BSFC L/Kw-h

16
KELOMPOK 2

Density of fuel Xf Kg/L

Lower Calorifie Value Hf J/Kg

C. Engine Dimensions
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Cylinder diameter d mm

Piston stroke s mm

Number of cylinders N

Constant 2 – stroke K2 1

4 – stroke K2 2

Swept volume Vs l

Clearance volume Vc

Compression ratio r

D. Engine Performance
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Indikated power I Kw

Mechanical Losses M Kw

Brake mean effective pressure p KN/m2

Friction mean effective pressure m KN/m2

Mechanical efficiency ηmech


Air standard efficiency ηa

Thermal efficiency ηth

E. Air Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

17
KELOMPOK 2

Diameter of measuring orifice D mm

Volume of air box VB M3

Orifice coefficient K3

Temperature of air Ta K

Barometric pressure Pa KN/m2

Density of air ρa Kg/m3

Velocity across orifice U m/s

Gas constant ho CmH2O

Engine volumetric efficiency R J/kgoK

F. Energy Balance

DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Heat of combustion of fuel H1 J/s

Enthalpy of exhaust gas H2 J/s

Enthalpy of inlet air H3 J/s

Heat to cooling water Q1 J/s

Other heat losses Q2 J/s

o
Exhaust temperature Te C

Engine cooling water flow qw L/s

o
Cooling water inlet temperature T1 C

o
Cooling water outlet temperatur T2 C

18
KELOMPOK 2

II.3.1. Estimation of Mechanical Losses by mean of Morese Test


Prinsipnya adalah menghitung indicated power output dari setiap silinder
dengan terlebih dahulu mengadakan pengukuran terhadap power output dari engine
dimana pembakaran dalam satu silinder dimatikan secar berturut-turut.

Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai silinder
banyak (misalnya 4 silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan belaka dan
ketelitiannya agak menyangsikan, karena dalam metode ini diterapkan dua
anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebagai berikut:

- Pemutusan atau penghentian pembakaran pada setiap silinder tidak


mempengaruhi kesempurnaan pembakaran pada silinder-silinder lainnya.
- Berkurangnya atau selisih power output engine pada salah satu silinder
dihentikan pembakarannya terhadap power output total engine adalah
sama dengan indicated power output dari silinder yang pembakarannya
dihentikan.
Caranya:

- Jalankan / hidupkan engine sampai berjalan normal pada maksimum


power output dan kemudian hentikan/matikan pembakaran pada salah satu
silinder dengan cara sebagai berikut:
- Motor Diesel: buka sambungan pada pipa bahan bakar antara fuel pump
dengan injector. Selanjutnya ukur torque output engine pada putaran
konstan.
Rumus:

- Indicated power output of individual cylinder


𝑃 − 𝑃1 = 𝐼1

𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2

𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3

𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4

Dimana:

19
KELOMPOK 2

I1, I2,.…..= Indicated power output of individual cylinder

P1, P2, …= Measured power output with combustion suppressed in each


cylinder (1, 2, 3, 4).

- Indicated power output engine


𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 + 𝐼4 = 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

Rumus-rumus dasar di atas dapat juga diperhitungkan dalam bentuk


persamaan dari : 𝐵𝑀𝐸𝑃 (𝑝,
̅ 𝑝̅2 , 𝑝̅3 , 𝑝̅4 ), pada putaran konstan sehingga didapat
persamaan sebagai berikut:

𝑝̅ 𝑝̅1 𝑝̅2 𝑝̅3 𝑝̅4


= = = =
𝑃 𝑃1 𝑃2 𝑃3 𝑃4

II.3.2. Measurment of Air Consumption


Efficiency volumetric sangat mempengaruhi performance dari suatu
motor bakar karena power output yang dihasilkan tergantung sekali besarnya
terhadap jumlah udara/mixture yang dapat dihisap oleh piston dalam silinder.
Pengukuran jumlah udara yang dihisap dilaksanakan dengan Air Consumption
Motor, TE40 dengan prinsip mengukur pressure drey dari aliran udara yang
melalui suatu orifice yang telah diketahui diameter dan coeffisien of dichargenya
dan kemudian menghitung. Pengukuran pressure drey dilaksanakan dengan
“inclined manometer”.

Rumus-rumus:

a. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 . 𝑈 2
𝑝=
2

20
KELOMPOK 2

Dimana:

𝜌𝑎 = density of air, kg/m3

U = velocity, m/s

p = pressure difference, N/m3

Beda tekanan diukur dalam cm of water. 1 cm H2O = 98,1 N/m2.

𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0
2

Di mana:

h0 = head across orifice, cm H2O

b. Density udara
103 𝑝𝑎
= 𝑅𝑇𝑎
𝜌𝑎

Di mana:

pa = barometric pressure, kN/m2

Ta = air temperature, K

R = 287 J/kgK

Kombinasi persamaan a dan b:

ℎ .𝑇
𝑈 = 237,3√1003 𝑝𝑎
𝑎

c. Volumetric rate of flow melalui orifice


𝜋.𝐷 2 ℎ 𝑇
𝑉𝑎 = 10−3 . . 237,3. √1003 𝑝𝑎
4 𝑎

Dimana:

Va = volumetric rate of flow, l/sec

21
KELOMPOK 2

D = orifice diameter, mm

K3 = coefficient of discharge of orifice

d. Massa rate of flow


𝜋.𝐷 2 ℎ0 .𝑝𝑎 .103
𝑚𝑎 = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎

Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat
disederhanakan sebagai berikut:

ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎

ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎

e. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠

Dimana:

K2 = constant, 1 untuk 2-stroke, 2 untuk 4-stroke

Vs = swept volume, liters.

Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada berbagai


kecepatan putaran.

Grafik: 𝜂vol terhadap putaran.

II.3.3. Measurement of Heat Losses


Persamaan umum kesetimbangan energy dalam motor bakar dapat
ditunjukkan sebagai berikut:

𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2

Dimana:

22
KELOMPOK 2

P = power output of engine

H1 = heat combustion of fuel

H2 = enthalpy of exhaust gas

H3 = enthalpy of inlet air

Q1 = heat to cooling water

Q2 = other heat losses.

Semua harga tersebut di atas dinyatakn dalam: watt (Joule/sec). Sedangkan


masing-masing harga pada ruas kanan persamaan di atas adalah:

𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
a. 𝐻1 = 3600

Dimana:

HL= lower calorific value of fuel, J/kg

ρf = density of fuel, kg/ltr

BFC = fuel consumption. l/h

b. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana:

ma = massa rate of flow air at engine inlet kg/sec

Cp = specific heat of air at constant pressure J/kg

Ta = temperature of air at inlet, 0°C.

𝑓 𝜌 .𝑉
c. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒

Dimana:

Te = exhaust gas temperature, °C.

Perhitungan H2 dengan mempergunakan rumus di atas adalah merupakan


pendekatan saja dengan beberapa asumsi, bahwa specific heat dari asap yang

23
KELOMPOK 2

mempunyai massa sama dengan jumlah massa udara dan bahan bakar yang diisap
ke dalam silinder adalah sama specific heat dari udara masuk.

Metode ini dapat dilaksanakan dengan mempergunakan exhaust indicator


and thermocouple RE2-3. Untuk perhitungan yang lebih teliti dipergunakan
Exhaust Calorimeter TE 90, di mana gas buang didinginkan sampai temperature
tertentu dengan cara mengalirkan air ke dalam calorimeter.

d. 𝑄1 = 4187 𝑞𝑤 (𝑇2 − 𝑇1 )
Dimana:

qw = rate of flow engine cooling water l/sec

T2 = cooling water outlet temp. °C

T1 = cooling water inlet temp. °C

Dari perhitungan dengan rumus-rumus di atas akan dapat diketahui


karakteristik (heat balance) engine pada suatu putaran tertentu.

24
KELOMPOK 2

II.4.Diesel

II.4.1. Notasi
G. Dynamometer Reading
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Torque T Nm

Balance reading F N

Torque arm length L mm

Time t s

Revolutions n rpm

Power output BHP kW

Dynamometer constant K1

H. Fuel Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Fuel gauge calibrate volume Vg L

Fuel consumption BFC L/h

Specific fuel consumption BSFC L/Kw-h

Density of fuel Xf Kg/L

Lower Calorifie Value Hf J/Kg

I. Engine Dimensions
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Cylinder diameter d mm

Piston stroke s mm

Number of cylinders N

25
KELOMPOK 2

Constant 2 – stroke K2 1

4 – stroke K2 2

Swept volume Vs l

Clearance volume Vc

Compression ratio r

J. Engine Performance
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Indikated power I Kw

Mechanical Losses M Kw

Brake mean effective pressure p KN/m2

Friction mean effective pressure m KN/m2

Mechanical efficiency ηmech


Air standard efficiency ηa

Thermal efficiency ηth

K. Air Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Diameter of measuring orifice D mm

Volume of air box VB M3

Orifice coefficient K3

Temperature of air Ta K

Barometric pressure Pa KN/m2

Density of air ρa Kg/m3

26
KELOMPOK 2

Velocity across orifice U m/s

Gas constant ho CmH2O

Engine volumetric efficiency R J/kgoK

L. Energy Balance

DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Heat of combustion of fuel H1 J/s

Enthalpy of exhaust gas H2 J/s

Enthalpy of inlet air H3 J/s

Heat to cooling water Q1 J/s

Other heat losses Q2 J/s

o
Exhaust temperature Te C

Engine cooling water flow qw L/s

o
Cooling water inlet temperature T1 C

o
Cooling water outlet temperatur T2 C

II.4.2. Analisa dan Fasilitas Pengujian


Fasilitas pengujian merupakan factor utama yang mempengaruhi relevannya
data-data hasil pengujian dan analisa-analisa terhadap karakteristik pengujian yang
didapat. Fasilitas-fasilitas pengujian yang terpenting dalam pengujian motor bakar
adalah sebagai berikut:

1. Measurement of output torque and power


2. Measurement of speed
3. Measurement of fuel consumption
4. Measurement of air mechanical losses in engine

27
KELOMPOK 2

5. Measurement of air consumption


6. Measurement of heat losses
7. Exhaust gas analisys
II.4.3. Measurement of Output torque and power
Untuk mengukur besarnya output-torque dari suatu motor dapat digunakan
alat-alat ukur seabagai berikut:

a) Electrical Dynamometer

𝐹,𝐿
Torque: 𝑇 1000 (𝑁𝑚)

diamana:

F = Balance reading atau Balance reading added weight (N)

L = Torque arm length

Dari kedua persamaan diatas didapat:

𝐹.𝑛
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
𝐾𝑙

6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿

b) Hydraulic Dynamometers

28
KELOMPOK 2

Khusus untuk Hydrolic dynamometer ini, balance reading dan added


weight dinyatakan langsung dalam satuan torque (Nm )

𝑇.𝑛
Maka: 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1

Dari rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada berbagai


kecepatan putaran. Grafiknya: BHP, Brake Torque Vs Kecepatan Putaran.

II.4.4. Pengukuran Kecapatan Putaran


Untuk menggambarkan karakteristik Torque-speed, diperlukan
tachometer. Dalam pengukuran karakteristik-karakteristik laiinya seperti power
output dan fuel consumption dipergunakan stopwatch. Pada Electrical
Dynamometer biasanya dilengkapi dengan counter yang dapat dipasang dan
dilepaskan secara manual.

Cara mengukur speed dengan memasang counter untuk periode waktu


tertentu guna mencatat putaran dan waktu. Sedangkan pada hydraulic
dynamometer biasanya sudah dilengkapi dengan counter yang bekerja secara
terus-menerus. Dalam hal ini harus dipergunakan stopwatch untuk mencatat
waktu antara saat mulai pengukuran dan akhir pengukuran.

II.4.5. Measurement of fuel Consumption


Pengukuran atas kebutuhkan bahan bakar yang dipergunakan dapat
dilaksanakan dengan Plint Fuel Gauge. Pada prinsipnya alat tersebut terdiri dari
tabung yang didalamnya dibatasi dengan sekat (spacer) dan antara setiap spacer
yang berurutan mempunyai volume: 50 – 100 – 200 cc. dengan stop-watch dapat
diketahui waktu yang diperlukan untuk pemakaian sejumlah bahan bakar tertentu.

Rumus:

c) Fuel Consumption

29
KELOMPOK 2

Dimana:

Vg= Calibrated volume of fuel gauge (L)

t= time to consumen calibrated volume (sec)

t= time to consumen calibrated volume (sec)

Specific Fuel consumption and power

Untuk mengetahui thermal efficiency perlu diketahui besarnya specific fuel


consumption.

Kecepatan putaran moor dapat juga dihitung dengan mempergunakan


“counter dan stop watch” sebagai berikut:

n (60.N)/t (rpm)

Dimana:

N = Jumlah putaran dalam waktu t

Performance suatu motor disebut sebagai brake mean effective atau bmep. Ini
menyatakan tekanan rata-rata yang diperlukan untuk menggerakkan piston selama
langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada mechanical
losses. Power output dari motor dalam hubungannya dengan bmep:

𝑝. 𝑛. 𝑉𝑠
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
6.104 . 𝐾2

Dimana:

p= bmep (kN/m2)

Vs = swept volume of engine (L)

K2 = 1 for a 2-stoke engine

30
KELOMPOK 2

2 for a 4-sroke engine

Sedangkan swept volume

Dimana:

d= diameter cylinder (mm)

s= piston stroke (mm)

N= jumlah silinder

Maka:

Electrical Dynamometers:

6.104 . 𝐾2 . 𝐹
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠

Hydraulic dynamometer:

6.104 . 𝐾2 . 𝑇 𝑘𝑁
𝑃̅ ( 2)
𝐾1 . 𝑉𝑠 𝑚

Brake thermal efficiency:

Dimana:

31
KELOMPOK 2

Hl= Lower calorific value (J/Kg)

ρf= Density of fuel at 200C (Kg / l)

Dari rumus-rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada


putaran konstan dengan berbagai pembebanan. Grafiknya: BSFC, BFC, Thermal
efficiency Vs BMEP / BHP.

II.4.6. Measurement of Mechanical Losses in Engine

Penyebab kerugian mekanis dalam motor bakar: Gesekan antara piston


dengan dinding silinder, bantalan – bantalan dan bagian yang bergesekan lainnya
seperti: roda gigi, chamshaft dsb.

Keperluan daya untuk menggerakkan mekanisme katup, fuel pump,


lubricating oil pump, cooling water pump dan sebagainya. Kerugian pemompa
atau “pumping losses” kadangkala ikut terhitung dalam kerugian mekanis, hal ini
tergantung pada method pengukuran kerugian mekanis yang diperlukan. Pimping
losses. Pumping losses adalah kerugian daya yang dipergunakan untuk
penghisapan udara/mixture ke dalam silinder dan pendorong gas bekas keluar dari
silinder.

Beberapa pengukuran kerugian mekanis:

- Measurement of mechanical losses by motoring.

- Measurement of mechanical losses from indicator diagram.

- Measurement of mechanical losses by extrapolation of William line.

- Estimation of mechanical losses by means of morse test.

- Measurement of Mechanical losses by Motoring

Prinsipnya adalah mengukur besar daya yang diperlukan untuk memutar


engine tanpa terjadi pembakaran didalam silinder. Metode ini hanya dapat
dijalankan bila engine di kopel dengan electric dynamometer yang sekaligus
berfungsi sebagai penggeruk.

32
KELOMPOK 2

Caranya:

- Menghidupkan mesin sampai engine steady

- Memutuskan perapian atau stop bahan bakar sehingga tidak terjadi


pembakaran dalam silinder.

- Mengukur daya yang diperlukan untuk memutar engine sampai ke


putaran penuh, pengukuran harus dilakukan sebelum engine menjadi
dingin.

- Mempergunakan dead weigh pada dynamometer, karena torque yang


diperlukan untuk memutar engine mengakibatkan casing dari
dynamometer akan bereaksi dalam arah yang berlawanan dengan arah
ketika dynamometer menyerap daya dari engine.

Rumus:

Mechanical losses

𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M = (Kw)
𝐾1 𝐾1

Mechanical efficiency:

IMEP

6.104 . 𝐾2 . 𝐼
𝐼𝑀𝐸𝑃 = (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝑛. 𝑉𝑠

FMEP

33
KELOMPOK 2

𝐼𝑀𝐸𝑃 𝑘𝑁
𝐹𝑀𝐸𝑃 = ( ⁄𝑚2 )
𝜂𝑚𝑒𝑘

Dari rumus-rumus tersebut di atas dapat dianalisa karakteristik engine


pada berbagai kecepatan putaran. Grafiknya: IMEP, FMEP, BMEP, BHP vs
putaran.

II.4.6.1. Measurement of Mechanical Losses from Indicator Diagram

Prinsipnya adalah pengukuran indicated power output langsung dari


indicator diagram dan pada saat yang bersamaan juga diadakan pengukuran
terhadap brake power output sehingga besarnya mechanical power dapat dihitung.
Metode ini hanya berlaku bila tersedia fasilitas untuk pengambilan indicator
diagram secara teliti.

Diagram yang dihasilkan dengan mempergunakan “Oscilloscpoe” kurang


sesuia untuk tujuan ini sebaiknya dipergunakan “Maihak-Indicator”.

Caranya: Hitung luas diagram yang dihasilkan oleh indicator diagram


dengan menggunakan planimeter, kemudian dibagi dengan panjang (absis) dari
diagram. Kalikan dengan skala tekanan (ordinat) dari diagram.

Hasilnya: 𝐼𝑀𝐸𝑃 = 𝑖̅

Sedangkan dari pengukuran Power Output dapat dihitung besarnya:

𝐵𝑀𝐸𝑃 = 𝑝̅

Jadi:

𝑃̅
𝜂𝑚𝑒𝑘 = 𝑖̅

II.4.6.2. Measurement If Mechanical Losses By Extrapolation Of


Williams Line

Prinsipnya adalah pengukuran fuel consumption pada putaran konstan


dengan berbagai pembebanan, kemudian digambarkan dalam grafik fuel
consumption vs BMEP.

34
KELOMPOK 2

Metode ini khusus dipergunakan untuk mengukur kerugian mekanis pada


motor diesel, dimana pengisapan udara tanpa Throttled.

Caranya: Dari grafik BFC vs BMEP diketahui bahwa garis consumption


atau Williams Line merupakan garis lurus dari nol sampai rated power output =
75%.

Apabila garis tersebut diteruskan / ekstrapolasi samapi fuel consumption


= 0, maka perpotongannya dengan sumbu BMEP merupakan mechanical power
(n). Sedangkan BMEP dihitung pada maksimum power output (p)

II.4.6.3. Measurement if Mechanical Losses by Extrapolation of


Williams Line
Prinsipnya adalah pengukuran fuel consumption pada putaran konstan
dengan berbagai pembebanan, kemudian digambarkan dalam grafik fuel
consumption vs BMEP.

Metode ini khusus dipergunakan untuk mengukur kerugian mekanis pada


motor diesel, dimana pengisapan udara tanpa Throttled.

Caranya: Dari grafik BFC vs BMEP diketahui bahwa garis consumption


atau Williams Line merupakan garis lurus dari nol sampai rated power output =
75%. Apabila garis tersebut diteruskan/ekstrapolasi samapi fuel consumption= 0,
maka perpotongannya dengan sumbu BMEP merupakan mechanical power (n).
Sedangkan BMEP dihitung pada maksimum power output (p).

35
KELOMPOK 2

II.4.7. Mechanical Efficiency

II.4.8. Estimation of Mechanical Losses by mean of Morese Test


Prinsipnya adalah menghitung indicated power output dari setiap silinder
dengan terlebih dahulu mengadakan pengukuran terhadap power output dari engine
dimana pembakaran dalam satu silinder dimatikan secar berturut-turut.

Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai silinder
banyak (misalnya 4 silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan belaka dan
ketelitiannya agak menyangsikan, karena dalam metode ini diterapkan dua
anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebagai berikut:

- Pemutusan atau penghentian pembakaran pada setiap silinder tidak


mempengaruhi kesempurnaan pembakaran pada silinder-silinder lainnya.
- Berkurangnya atau selisih power output engine pada salah satu silinder
dihentikan pembakarannya terhadap power output total engine adalah
sama dengan indicated power output dari silinder yang pembakarannya
dihentikan.
Caranya:

36
KELOMPOK 2

- Jalankan / hidupkan engine sampai berjalan normal pada maksimum


power output dan kemudian hentikan/matikan pembakaran pada salah satu
silinder dengan cara sebagai berikut:
- Motor Diesel: buka sambungan pada pipa bahan bakar antara fuel pump
dengan injector. Selanjutnya ukur torque output engine pada putaran
konstan.
Rumus:

- Indicated power output of individual cylinder


𝑃 − 𝑃1 = 𝐼1

𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2

𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3

𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4

Dimana:

I1, I2,.…..= Indicated power output of individual cylinder

P1, P2, …= Measured power output with combustion suppressed in each


cylinder (1, 2, 3, 4).

- Indicated power output engine


𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 + 𝐼4 = 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

Rumus-rumus dasar di atas dapat juga diperhitungkan dalam bentuk


persamaan dari : 𝐵𝑀𝐸𝑃 (𝑝,
̅ 𝑝̅2 , 𝑝̅3 , 𝑝̅4 ), pada putaran konstan sehingga didapat
persamaan sebagai berikut:

37
KELOMPOK 2

𝑝̅ 𝑝̅1 𝑝̅2 𝑝̅3 𝑝̅4


= = = =
𝑃 𝑃1 𝑃2 𝑃3 𝑃4

II.4.9. Measurment of Air Consumption


Efficiency volumetric sangat mempengaruhi performance dari suatu
motor bakar karena power output yang dihasilkan tergantung sekali besarnya
terhadap jumlah udara/mixture yang dapat dihisap oleh piston dalam silinder.
Pengukuran jumlah udara yang dihisap dilaksanakan dengan Air Consumption
Motor, TE40 dengan prinsip mengukur pressure drey dari aliran udara yang
melalui suatu orifice yang telah diketahui diameter dan coeffisien of dichargenya
dan kemudian menghitung. Pengukuran pressure drey dilaksanakan dengan
“inclined manometer”.

Rumus-rumus:

f. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 . 𝑈 2
𝑝=
2

Dimana:

𝜌𝑎 = density of air, kg/m3

U = velocity, m/s

p = pressure difference, N/m3

Beda tekanan diukur dalam cm of water. 1 cm H2O = 98,1 N/m2.

𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0
2

Di mana:

h0 = head across orifice, cm H2O

g. Density udara

38
KELOMPOK 2

103 𝑝𝑎
= 𝑅𝑇𝑎
𝜌𝑎

Di mana:

pa = barometric pressure, kN/m2

Ta = air temperature, K

R = 287 J/kgK

Kombinasi persamaan a dan b:

ℎ .𝑇
𝑈 = 237,3√1003 𝑝𝑎
𝑎

h. Volumetric rate of flow melalui orifice


𝜋.𝐷 2 ℎ 𝑇
𝑉𝑎 = 10−3 . . 237,3. √1003 𝑝𝑎
4 𝑎

Dimana:

Va = volumetric rate of flow, l/sec

D = orifice diameter, mm

K3 = coefficient of discharge of orifice

i. Massa rate of flow


𝜋.𝐷 2 ℎ0 .𝑝𝑎 .103
𝑚𝑎 = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎

Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat
disederhanakan sebagai berikut:

ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎

ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎

39
KELOMPOK 2

j. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠

Dimana:

K2 = constant, 1 untuk 2-stroke, 2 untuk 4-stroke

Vs = swept volume, liters.

Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada berbagai


kecepatan putaran.

Grafik: 𝜂vol terhadap putaran.

II.4.10. Measurement of Heat Losses


Persamaan umum kesetimbangan energy dalam motor bakar dapat
ditunjukkan sebagai berikut:

𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2

Dimana:

P = power output of engine

H1 = heat combustion of fuel

H2 = enthalpy of exhaust gas

H3 = enthalpy of inlet air

Q1 = heat to cooling water

Q2 = other heat losses.

Semua harga tersebut di atas dinyatakn dalam: watt (Joule/sec). Sedangkan


masing-masing harga pada ruas kanan persamaan di atas adalah:

𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
e. 𝐻1 = 3600

Dimana:

40
KELOMPOK 2

HL= lower calorific value of fuel, J/kg

ρf = density of fuel, kg/ltr

BFC = fuel consumption. l/h

f. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana:

ma = massa rate of flow air at engine inlet kg/sec

Cp = specific heat of air at constant pressure J/kg

Ta = temperature of air at inlet, 0°C.

𝑓 𝜌 .𝑉
g. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒

Dimana:

Te = exhaust gas temperature, °C.

Perhitungan H2 dengan mempergunakan rumus di atas adalah merupakan


pendekatan saja dengan beberapa asumsi, bahwa specific heat dari asap yang
mempunyai massa sama dengan jumlah massa udara dan bahan bakar yang diisap
ke dalam silinder adalah sama specific heat dari udara masuk.

Metode ini dapat dilaksanakan dengan mempergunakan exhaust indicator


and thermocouple RE2-3. Untuk perhitungan yang lebih teliti dipergunakan
Exhaust Calorimeter TE 90, di mana gas buang didinginkan sampai temperature
tertentu dengan cara mengalirkan air ke dalam calorimeter.

h. 𝑄1 = 4187 𝑞𝑤 (𝑇2 − 𝑇1 )
Dimana:

qw = rate of flow engine cooling water l/sec

T2 = cooling water outlet temp. °C

T1 = cooling water inlet temp. °C

41
KELOMPOK 2

Dari perhitungan dengan rumus-rumus di atas akan dapat diketahui


karakteristik (heat balance) engine pada suatu putaran tertentu.

Grafik: heat balance vs BHP

42
KELOMPOK 2

III. DATA, PENGOLAHAN DATA, DAN GRAFIK

III.1. Data

III.1.1. Aliran Dua Fase

III.1.1.1. Data Temperatur Wall

Twall

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9

2.833 4.167 6.224 4.632 6.968 5.243 13.430 810.870 5.299

III.1.1.2. Data Temperatur, Pressure, Kalor, Mass Flow, hf dan Zsc


Menentukan besarnya entalpi inlet (hf in), entalpi outlet (hf out), titik
awal saturasi (Zsc), tekanan saturasi (P sat), suhu saturasi (T sat), dan
koefisien heat transfer aktual (𝒉𝒕𝒑𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍 ).

𝑥 − 𝑍𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑎𝑡 = 𝑃𝑖𝑛 + [( ) × (𝑃𝑜𝑢𝑡 − 𝑃𝑖𝑛 )]
𝐿 − 𝑍𝑠𝑐

No Data Qty
1 Tin (°C) 4.145
2 Tout (°C) 5.362
3 Pin (bar) 5.623
4 Pout (bar) 5.568
5 Q (kW) 0.255
6 Q dot (kW/m²) 5623.974452
7 M dot (kg/s) 0.015718
8 M flux (kg/m².s) 346.6573742
9 hf in (kJ/kg) 406.070
10 hf out (kJ/kg) 406.400
11 Zsc (m) 0.022

43
KELOMPOK 2

III.1.1.3. Data Dimensi

No Data Qty
1 Diameter (m) 0.0076
2 Luas (m²) 4.53416E-
05
3 Panjang (m) 1.07

III.1.2. RTU

No. t T1 T2 T3 T4 P1 P2
0 0 29.5 29.5 29.5 29.5 6 6
1 25 30 35 27.5 20 5.5 8
2 50 29.6 42.1 37 13 5 12
3 75 28 45.5 38 15 4 14
4 100 25.5 48.1 37.9 12 4 15
5 125 21.5 50.5 38 12.5 3.8 16
6 150 19.6 51.6 38.6 12.7 3.6 16
7 175 19.2 52 38 12.9 3.6 16
8 200 18.9 52.9 37.2 8.6 3.6 16
9 225 19.1 53.6 37.6 9.7 3.6 16
10 250 19.6 54 37.5 11.7 3.6 16
11 275 20.5 54.4 35 12.3 3.6 16
12 300 21.3 54.8 36.5 12.2 3.6 16
13 325 21.8 55.2 36.6 11.2 3.6 17
14 350 22 55.4 36.6 12.6 3.6 17
15 375 22.3 55.6 36.5 9 3.6 17
16 400 22.6 55.9 36.7 13.9 3.6 17
17 425 22.8 56 35.7 14.6 3.6 17
18 450 23.1 56.7 36.1 11 3.6 17.5
19 475 23.3 56.9 35.9 14.3 3.5 17.5
20 500 23.5 57.5 35.5 11.5 3.5 18
21 525 23.7 58 35.1 9 3.5 18
22 550 23.9 58.8 34.8 7.7 3.5 18
23 575 24.1 59.8 34 8.1 3.5 18
24 600 24.2 60.9 34.1 8.4 3.5 18

44
KELOMPOK 2

III.1.3. Otto

Ta ho T
N W T T deliver Q
No (Celciu (mmH2O t (sec) supply
(rpm) (kgf) exhaust coolant (L/s)
s) ) coolant
1 1000 17.5 30 0 37.25 420 50 53 1000
2 1100 17 29.7 0 35.5 425 50 57 1000
3 1200 16.5 30 0 30.33 420 55 43 1000
4 1300 15.5 30 0 31 420 52 42 1000

III.1.4. Diesel

T
N W Ta ho T T coolant Q
No t (sec) coolant
(rpm) (kgf) (Celcius) (mmH2O) exhaust deliver (L/s)
supply

1 1000 20 29.9 4 44 230 42 48 600

2 1100 20 30.2 5 40 260 41 48 800

3 1200 19 30.3 5 37 260 41 48 1000

4 1300 18 30.5 6 36 250 41 48 1000

45
KELOMPOK 2

III.2. Pengolahan Data

III.2.1. Aliran Dua Fase

3.2.1.Data Perhitungan H Aktual Aliran Dua Fasa:

Titik X (m) Psat (bar) Twall (°C) Tsat (°C) haktual (kJ/kg)
1 0.1 5.619 2.833 3.784 -5912.164
2 0.2 5.614 4.167 3.753 13578.405
3 0.3 5.609 6.224 3.723 2248.302
4 0.4 5.603 4.632 3.692 5985.170
5 0.5 5.598 6.968 3.661 1700.881
6 0.6 5.593 5.243 3.631 3487.838
7 0.7 5.588 13.430 3.600 572.133
8 0.8 5.582 810.870 3.570 6.966
9 0.9 5.577 5.299 3.539 3195.500
Rata-rata 5.598 95.518 3.661 2762.559
3.2.1.2 Properties Fluida Kerja

Properties R22 @ 2°C


Density (liquid) 1274.7 kg/m³
Density (vapor) 22.602 kg/m³
Spec. Volume (liquid) 0.0007845 m³/kg
Spec. Volume (vapor) 0.044244 m³/kg
Enthalpy (liquid) 202.35 kJ/kg
Enthalpy (vapor) 405.78 kJ/kg
Cp (liquid) 1173.98 J/kg.K
Cp (vapor) 745.67 J/kg.K
Visk. Dinamik (liquid) 0.000215 Pa.s
Visk. Dinamik (vapor) 0.00001145 Pa.s
Visk. Kinematik (liquid) 1.68667E-07 m²/s
Visk. Kinematik (vapor) 5.06592E-07 m²/s
Kond. Thermal (liquid) 0.09 W/m.K
Kond. Thermal (vapor) 0.01 W/m.K
Enthalpy (latent) 203.43 kJ/kg

3.2.1.3 Perbandingan Dengan 3 Korelasi Persamaan Heat Transfer

- Shah Correlation

Dimana enhancement factor ditentukan dari :

46
KELOMPOK 2

Koefisien heat transfer dari single-phase liquid dihitung menggunakan korelasi


Dittus-Boelter:

No Data Qty
1 Delta Tsat (°C) 0.245
2 Re (liquid) 99712.72568
3 Pr (liquid) 2.804507778
4 hsp,l (kJ/kg) 4.104874493
5 Bo 0.039980872
6 Enhancement factor 45.98899988
7 hTP (kJ/kg) 188.7790726

• Liu & Winterton Correlation

47
KELOMPOK 2

No Data Qty
1 hf (kJ/kg) 4.104874493
2 Pr (bar) 0.042
3 M (kg/mol) 0.08647
4 hnbc (kJ/kg) 33877.48757
5 X 359.2224504
6 F 45.85131266
7 S 0.662906572
8 hTP (kJ/kg) 22458.39784

- Hata & Noda Correlation

No Data Qty
1 Visk. Dinamik @ 92.7°C 0.00005581
2 h TP (kJ/kg) 5160.070777

III.2.2 RTU

No H1 h2 H3 H4
0 417.3486 417.3486 240.7407 240.7407
1 419.0706 418.1733 237.8644 227.2346
2 419.8507 415.6146 251.6971 217.5408
3 420.5945 413.9182 253.1794 220.2967
4 418.1994 414.308 253.031 216.1687
5 414.8617 414.4389 253.1794 216.8543
6 413.5567 416.128 254.0714 217.1288
7 413.1791 416.7342 253.1794 217.4034
8 412.8958 418.0833 251.9931 211.5324
9 413.0846 419.1196 252.5859 213.0276
10 413.5567 419.707 252.4376 215.7579
11 414.4066 420.291 248.7481 216.5799
12 415.162 420.8717 250.9579 216.4428
13 415.6342 418.2505 251.1057 215.0738
14 415.8231 418.5606 251.1057 216.9915
15 416.1065 418.8696 250.9579 212.0756
16 416.3898 419.331 251.2534 218.779

48
KELOMPOK 2

17 416.5787 419.4843 249.7779 219.7443


18 416.8621 418.8978 250.3675 214.8005
19 417.2878 419.2126 250.0726 219.3304
20 417.4761 418.4444 249.4834 215.4841
21 417.6644 419.2519 248.8951 212.0756
22 417.8527 420.5267 248.4543 210.3126
23 418.041 422.0932 247.2813 210.8543
24 418.1352 423.7848 247.4277 211.2611

III.2.3Otto

BSFC
N BHP BFC Vs BMEP Va ma
Torsi (L/Kw- ηth ηvol
(rpm) (Kw) (L/hour) (L) (kN/m2) (L/s) (kg/s)
h)
1000 61.4 0.6431 2.8993 4.508658 1.567 49.26 0 0 2.51% 0
1100 59.7 0.6872 3.0423 4.427328 1.567 47.853 0 0 2.56% 0
1200 57.9 0.7276 3.2727 4.498135 1.567 46.446 0 0 2.52% 0
1300 54.4 0.7404 3.4839 4.705166 1.567 43.631 0 0 2.41% 0

BHP BFC
No x^2 y^2 xy a b FHP IHP η mek IMEP FMEP
(Kw) (L/s)

1 0.64 2.9 0.4135 8.4061 1.864437 87.115 87.7584 0.0073 6722.6 917437
2 0.69 3.04 0.4722 9.2553 2.090495 87.115 87.8025 0.0078 6114.5 781297
3 0.73 3.27 0.5294 10.711 2.381152 4.53 0.052 87.115 87.843 0.0083 5607.6 677024
4 0.74 3.48 0.5482 12.137 2.579581 87.115 87.8558 0.0084 5177 614270
Σ 2.8 12.7 1.9633 40.51 8.915665

N
H1 H2 H3 Q1 Q2
(rpm)
1000 25.6115 0.43058 0 12561 -12536.46
1100 26.8741 0.45506 0 29309 -29283.27
1200 28.91 0.48603 0 -50244 50271.696
1300 30.7752 0.51739 0 -41870 41899.517

49
KELOMPOK 2

III.2.4 Diesel

3.2.4.1 Mencari Harga BHP, BFC, BSFC, BMEP, Va, ma, ηth, dan ηvol

BSFC
N BHP BFC Vs BMEP Va ma
No (L/Kw- ηth ηvol
(rpm) (Kw) (L/s) (L) (kN/m2) (L/s) (kg/s)
h)

1 1000 0.0375 2.4545 65.50579 1.567 2.8704 5.012 0.006 0.01462 0.384

2 1100 0.0412 2.7 65.50579 1.567 2.8704 5.607 0.007 0.01462 0.3905

3 1200 0.045 2.9189 64.91564 1.567 2.8704 5.608 0.007 0.01475 0.358

4 1300 0.0487 3 61.58664 1.567 2.8704 6.145 0.007 0.01555 0.3621

Contoh Perhitungan

Untuk N =1200 rpm

2𝜋 × 𝑛 × 𝑇 2𝜋 × 1200 × 0,358 × 19
𝐵𝐻𝑃 = = = 0.8543 𝑘𝑊
60 × 1000 60 × 1000

3600 × 𝑉𝑔 3600 × 0,03


𝐵𝐹𝐶 = = = 2.9189 𝐿/ℎ
𝑡 37

𝐵𝐹𝐶 2.9189 𝐿. ℎ
𝐵𝑆𝐹𝐶 = = = 64.91564 ( )
𝐵𝐻𝑃 0.045 𝑘𝑊

6 𝑥 104 × 𝐾2 × 𝐵𝐻𝑃 6 𝑥 104 × 2 × 0.045


𝐵𝑀𝐸𝑃 = = = 2.8704 𝑘𝑁/𝑚2
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 1.567

ℎ0 ×𝑇𝑎 0.5×303.5 𝐿
𝑉𝑎 = 0,003536 × 𝐷2 × √ = 0,003536 × (36)2 × √ = 5.608 (𝑠 )
𝑃𝑎 101.325

ℎ0 ×𝑃𝑎 0.5×101.325
𝑚𝑎 = 0,00001232 × 𝐷2 × √ = 0,00001232 × (36)2 × √ =
𝑇𝑎 303.5

0.007 𝑘𝑔/𝑠

3,6 × 106 3,6 × 106


𝜂𝑡ℎ = = = 0.01475
𝐵𝑆𝐹𝐶 × 𝜌𝑓 × 𝐻𝐿 64.91564 × 0.83 × (4,53 × 107 )

50
KELOMPOK 2

60 × 𝐾2 × 𝑉𝑎 60 × 2 × 5.608
𝜂𝑣𝑜𝑙 = = = 0.358
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 1.567

III.2.5 Mencari Harga FHP, IHP, ηmek, IMEP, dan FMEP

Menggunakan metode Least Square

BHP BFC
No x^2 y^2 xy b a
(Kw) (L/s)

1 0.0375 2.4545 0.001404 6.025 0.092

2 0.0412 2.7 0.001699 7.29 0.1113

3 0.045 2.9189 0.002022 8.52 0.1312 49.6241 0.62955

4 0.0487 3 0.002373 9 0.1461

Σ 0.1724 11.073 0.007498 30.83 0.4806

Tabel hasil perhitungan:


BHP BFC
No x^2 y^2 xy a b FHP IHP η mek IMEP FMEP
(Kw) (L/s)

1 0.0375 2.4545 0.001404 6.025 0.092 78.825 78.862 0.00048 6041.1 12714367

2 0.0412 2.7 0.001699 7.29 0.1113 78.825 78.866 0.00052 5492.2 10508736

3 0.045 2.9189 0.002022 8.52 0.1312 0.63 49.624 78.825 78.87 0.00057 5034.7 8831096.3

4 0.0487 3 0.002373 9 0.1461 78.825 78.873 0.00062 4647.7 7525436.1

Σ 0.1724 11.073 0.007498 30.83 0.4806

51
KELOMPOK 2

Contoh Perhitungan:

Untuk n =1200 rpm

𝑏 49.624
𝐹𝐻𝑃 = = = 78.825
𝑎 0.63

𝐼𝐻𝑃 = 𝐵𝐻𝑃 + 𝐹𝐻𝑃 = 0.045 + 78.825 = 78.87

𝐵𝐻𝑃 0.045
𝜂𝑚𝑒𝑘 = = = 0.00057
𝐼𝐻𝑃 78.87

6 × 104 × 𝐾2 × 𝐼𝐻𝑃 6 × 104 × 2 × 78.87


𝐼𝑀𝐸𝑃 = = = 5034.7
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 1.567

𝐼𝑀𝐸𝑃 5034.7
𝐹𝑀𝐸𝑃 = = = 8831096
𝜂𝑚𝑒𝑘 0.00057

III.2.6 Mencari Harga ‘Haet Losses’ H1, H2, H3, Q1, dan Q2

Tabel hasil perhitungan:

N
No H1 H2 H3 Q1 Q2
(rpm)

1 1000 25635.7 3228.165 1772.551 15073200 15049019.97

2 1100 28199.3 3817.22 1982.753 23447200 23420835.26

3 1200 30485.7 3843.601 1983.08 29309000 29280374.89

4 1300 31332.5 4106.383 2173.071 29309000 29279600.86

Contoh Perhitungan:

Untuk n =1200 rpm

𝐻𝐿 × 𝜌𝑓 × 𝐵𝐹𝐶 4,53 × 107 × 0,83 × 2.9189 𝐽


𝐻1 = = = 30485.7 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
3600 3600 𝑠

52
KELOMPOK 2

(𝜌𝑓 × 𝐵𝐹𝐶)
𝐻2 = [𝑚𝑎 + ] × 𝐶𝑝 × 𝑇𝑒
3600
(0,83 × 2.9189)
= [0,00652 + ] × 1001,7 × 533.15
3600
𝐽
= 3843.6 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

𝐽
𝐻3 = 𝑚𝑎 × 𝐶𝑝 × 𝑇𝑎 = 0,00652 × 1001,7 × 303.45 = 1983.08 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

𝐽
𝑄1 = 4187 × 𝑄(𝑇𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑖𝑛 ) = 4187 × 1000(336 − 334) = 29309000 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

𝑄2 = 𝐻1 − (𝐻2 −𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝐵𝐻𝑃 = 11730,59 – (1035,1 − 77,32) − 4882,04 −


𝐽
44 = 5846,77 𝑊𝑎𝑡𝑡 (𝑠)

III.3 Grafik

III.3.1 Aliran Dua Fase

Koefisien Perpindahan Panas Konveksi


Eksperiment Terhadap Titik
15000.000

10000.000

5000.000

0.000
0 2 4 6 8 10

-5000.000

-10000.000

Grafik hubungan Koefisien Pepindahan Panas terhadap Titik

53
KELOMPOK 2

III.3.2 RTU

a) Grafik hubungan T1 terhadap n

Grafik T1(Suction) Terhadap n

35

30

25

20
T1

15

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12n13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

b) Grafik hubungan T2 terhadap n

Grafik T2 (Discharge)Terhadap n
70

60

50

40
T2

30

20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

54
KELOMPOK 2

c) Grafik hubungan T3 terhadap n

Grafik T3 (Kondenser) Terhadap n


45
40
35
30
25
T3

20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
n

d) ` Grafik hubungan T4 terhadap n

Grafik T4 (Evaporator) Terhadap n


35
30
25
20
T4

15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

55
KELOMPOK 2

e) Grafik hubungan P1 terhadap n

Grafik P1 (suction) terhadap n


7
6
5
4
P1

3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

f) Grafik hubungan P2 terhadap n

Grafik P2 terhadap n
20

15
P2

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

g) Grafik hubungan h1 terhadap n

Grafik H1 Terhadap n
422
420
418
416
H1

414
412
410
408
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

56
KELOMPOK 2

h) Grafik hubungan h2 terhadap n

Grafik H2 Terhadap n
426
424
422
420
418
H2

416
414
412
410
408
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

i) Grafik hubungan h3 terhadap n

Grafik H3 Terhadap n
260
255
250
245
H3

240
235
230
225
n 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

j) Grafik hubungan h4 terhadap n

Grafik H4 Terhadap n
250
240
230
H4

220
210
200
190
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
n

Grafik H4 Terhadap n

57
KELOMPOK 2

DIAGRAM P-H

a) Data tengah, n= 12

b) Data akhir , n = 24

Keterangan :

-Garis Tebal : Diagram P-H Ideal

-Garis Tipis : Diagram P-H Aktual

58
KELOMPOK 2

PERHITUNGAN NILAI COP

Pada perhitungan COP (Coefisien of Performance) dari sistem


refrigerasi digunakan persamaan berikut :

Sehingga dengan menggunakan data yang ada didapatkan tabel dan


grafik berikut :

N cop Grafik COP Terhadap n


0 0
1 -213.803924
300
2 -47.75781437
3 -30.00139967 200
4 -51.9171465
100
5 -468.3899217
6 76.39249328 0
7 55.06901527 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
-100
8 38.81676528
COP

9 33.14955583 -200
10 32.16124931
-300
11 33.6188601
12 34.80381173 -400
13 76.65847895
14 72.632633 -500

15 73.84037713 -600 n
16 67.18709793
17 67.74406104
18 99.26040936
19 102.8455329
20 208.5944384
21 129.5049692
22 77.61290974
23 51.12998785
24 36.6172979

59
KELOMPOK 2

III.3.3 Otto

Berikut ini adalah grafik hasil dari percobaan mesin Otto:

a) N VS BHP

N VS BHP
0.8

0.6
HP

0.4

0.2

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bhp

b) N VS FHP & IHP

N VS FHP & IHP


88

87.8

87.6
HP

87.4

87.2

87

86.8

86.6
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

fhp ihp

60
KELOMPOK 2

c) N VS BFC & BSFC

N VS BFC & BSFC


15

FC

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bfc bsfc

d) N VS H1, H2, H3, Q1, Q2

H1, H2, H3, Q1, Q2 vs N


5000000

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

h1 h2 h3 q1 q2

61
KELOMPOK 2

e) N VS BMEP

N VS BMEP
60
50
40
30
20
10
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bmep

f) N VS FMEP

N VS FMEP
2000000

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

fmep

62
KELOMPOK 2

g) N VS IMEP

N VS IMEP
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

imep

i) N VS ηth , ηvol , η mek

N vs ηth , ηvol , η mek


3.00%

2.50%

2.00%

1.50%
η

1.00%

0.50%

0.00%
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

th vol mek

63
KELOMPOK 2

III.3.4 Diesel

a) BHP vs RPM

BHP vs N
0.06

0.05

0.04
HP

0.03

0.02

0.01

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bhp

b) IHP, FHP vs RPM

FHP, IHP vs N
78.88
78.87
78.86
HP

78.85
78.84
78.83
78.82
78.81
78.8
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

fhp ihp

64
KELOMPOK 2

c) BMEP vs RPM

BMEP vs N
3.5

2.5

1.5

0.5

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bmep

d) BSFC, BFC vs RPM

BFC, BSFC vs N
75

60

45
FC

30

15

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bfc bsfc

65
KELOMPOK 2

e) Effisiensi Thermal, Volumetric, Mechanical vs RPM

ηth , ηvol , η mek vs N


0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
η

0.2
0.15
0.1
0.05
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

th vol mek

f) Grafik H1, H2, H3, Q1, dan Q2 terhadap n

H1, H2, H3, Q1, Q2 vs N


35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
5000000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

h1 h2 h3 q1 q2

66
KELOMPOK 2

IV. ANALISA

IV.1. Aliran Dua Fase

a) Analisis Percobaan
Percobaan ini dimaksutkan untuk mengetahi fenomena – fenoma yang
terjadi pada aliran dua fasa, khususnya gas dan cairan secara bersamaan. Pada
eksperimen kali ini digunakan fluida refrigerant R-22, dapat diperhatikan bahwa
terdapat test section pada alat eskperimen yang dimana di lilitkan dengan kumparan
yang dapat memanaskan test section sehingga pertukaran panas terjadi. R-22 dipilih
menjadi refrigerant karena sifat nya yang tidak mudah terbakar.
Setelah test section, ada beberapa alat yang perlu diperhatikan diantara lain
kondensor yang sangat diperlukan untuk mengubah fasa fluida menjadi cair. Selain
mengubah fasa fluida, kondensor berperan penting dalam menurunkan suhu fluida
kerja. Dengan demikian, siklus dapat berjalan secara kontinyu dan stabil.
Selain kondensor, ada pompa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dan
mengatur laju massa yang terjadi di dalam alat eksperimen. Laju massa senantiasa
harus tetap terkontrol agar data – data yang didapatkan menjadi valid.Terakhir,
terdapat dua buah conditioner yang menjadi pendukung kondenser untuk
menstabilkan suhu fluida.
Pengukuran ini dilakukan untuk merekam tiga parameter, yaitu, suhu,
tekanan dan laju aliran. Pengukuran dilakukan di Sembilan titik yang dimana
masing – masing titik dilengkapi oleh tiga buah termokopel . Test section tersebut
juga dilindungi oleh insulasi sehingga menimalisir pertukaran panas oleh
lingkungan. Terdapat juga pressure gauge pada awal dan akhir test section sehingga
memungkinkan untuk mengetahui tekanan pada test section. Tidak lupa peranan
Coriolis meter yang dapat memberi informasi akan laju aliran.
b) Analisis Hasil
Pada pengolahan data kali ini hal yang pertama kali di analisis merupakan
T wall pada Sembilan titik. Walaupun data temperatur tidak mempunyai trend
yang cukup jelas, namun dapat dipastikan bahwa suhu semakin bertambah seiring
dengan bertambah nya posisi. Hal ini terjadi dikarenakan kurang nya efektivitas
conditioner maupun kondenser untuk mengubah suhu fluida seperti kondisi awal.

67
KELOMPOK 2

Terlebih lagi, suhu menunjukan adanya variasi yang besar, terutama di titik 8 yang
menujukan suhu diatas 800o C. Hal – hal ini kemudian akan dibahas pada analisa
kesalahan
Tekanan saturasi juga didapat dari eksperimen ini pada kisaran 5.5 – 5.6
bar dan suhu saturasi berada pada kisaran 3.6o C. Hal ini sesuai dengan property
dari R-22 yang sudah dijelaskan di table diatas. Kemudian, proses saturasi dimulai
pada titik 2 cm pada test section.
Koefisien Heat Transfer yang diperoleh pada eksperimen ini berkisar
antara -6000 sampai 14000. Nilai ini bergantunga pada T wall yang di rekam.
Ketika koefisien heat transfer mencapai minus, artinya, suhu saturasi lebih besar
daripada T wall dan sebaliknya untuk heat transfer positif.
Pada dasarnya, ketika T wall lebih rendah dibandingkan suhu saturasi,
maka fluida kerja belum mengalami proses perubahan menjadi dua fase ataupun
menghasilkan nukleat boiling. Dengan mencari koefisien heat transfer, penulis
dapat menentukan dimana proses saturasi mulai terjadi. Deviasi yang paling besar
terjadi pada titik 1 yaitu -5912 kJ/kg dan titik 8 yaitu 6.9 kJ/kg. Penyebab deviasi
ini akan dibicarakan pada analisis kesalahan.

Tabel Perbandingan Koefisien Heat Transfer


Korelasi 𝒉𝒕𝒑 (kJ/kg)

Experimen 2762.559
Shah 188.7790726
Liu & Winterton 22458.39
Hata & Noda 5160.777

Dapat dilihat dari hasil yang telah dibandingkan, bahwa koefisien heat
transfer tidak mendekati satu sama lain, hal ini dapat dikarenakan banyak nya
perbedaan – perbedaan parameter yang diambil antar satu eksperimen dengan
eksperimen yang lain. Kesalahan lebih lanjutnya akan dianalisis pada bab analisis
kesalahan.

68
KELOMPOK 2

c) Analisis Grafik
Grafik pada eksperimen ini diperuntukan untuk mencari korelasi antara
suhu dengan posisi yang ada pada test section. Fluktuasi terjadi sepanjang titik
dikarenakan variasi data yang cukup besar. Nilai koefisien heat transfer sangat
bergantung pada T wall dan suhu saturasi. Jika, ditemukan perubahan suhu dari
negative menjadi positif, maka hal ini dapat diprediksi dimana saturasi mulai
terjadi yang dimana terjadi di titik 2.
d) Analisis Kesalahan

Dari data yang telah di dapatkan maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan
yang terjadi pada eksperimen ini adalah ketidak mampuan conditioner dan
kondenser untuk mengembalikan temperature fluida kerja menjadi seperti semula,
hal ini ditandai dengan meningkatnya suhu pada setiap titik dari waktu ke waktu.
Kesalahan berikutnya, terjadi pada pembacaan suhu pada termokopel yang
mencatat terjadi deviasi besar khususnya pada titik 8, dimana suhu mencapai 800o
C. Hal ini dapat dikarenakan kondisi termokopel yang buruk sehingga pembacaan
menjadi salah. Untuk kedepannya termokopel dapat dengan mudah dibersikan
dengan menggunakan kertas amplas. Perlu diingat, bahwa ke akuratan termokopel
menjadi parameter yang sangat penting bagi baik atau buruknya data yang
didapat.

IV.2 RTU

a. Analisisa Alat Praktikum


Pada praktikum sistem pendingin kali ini alat yang digunakan adalah
sebuah model sistem pendingin yang terdiri dari kompresor, condenser, valve
ekspansi, dan juga evaporator, berikut adalah foto dari alat yang digunakan.

69
KELOMPOK 2

Pertama tama cara kerja alat ini dijelaskan oleh asisten lab, setelah itu baru
praktikan dan rekan melakukan praktikum ini. Kelompok praktikan merupakan
kelompok yang menggunakan alat ini. Sehingga alat perlu distabilkan terlebih
dahulu. Alat ini terdiri dari beberapa alat pengukur tekanan untuk mengukur
tekanan masuk dan tekanankeluar, lalu terdapat pressure gauge untuk mengukur
tekanan fluida kerja. Sedangkan untuk pengukuran suhu, alat yang digunakan
adalah infrared thermometer.
Kelebihan alat ini adalah mudah untuk digunakan, namun ketelitiannya
kurang baik.

b. Analisa Percobaan
Percobaan RTU ini secara umum bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang sistem refrigrasi. Pada percobaan ini akan diukur suhu fluida
kerja yang digunakan pada sebuah sistem pendingin. Fluida kerja yang digunakan
adalah R-134A, suhu pada fluida kerja ini akan diukur di empat (4) buah titik yaitu
suhu masuk kompresor (T1), suhu keluar kompresor (T2), suhu masuk coil (T3),
dan suhu di evaporator (T4), setiap suhu yang diukur tersebut melambangkan tiap
titik utama di sistem pendingin. Pada percobaan ini praktikan diberi waktu 10
menit untuk mendapatkan data di tiap titik pengukuran. Selain pengukuran nilai
temperature, praktikan juga mendapatkan nilai tekanan masuk (P1) dan tekanan
keluar (P2) dari sistem pendingin ini. Suhu diukur menggunakan infrared
thermometer dan infrared thermometer tersebut akan ditembakan ke selang –
selang tempat fluida kerja mengalir, pengukuran yang dilakukan dengan cara

70
KELOMPOK 2

mengukur suhu permukaan selang akan membuat data yang didapat tidak akurat.
Selain itu, kecepatan waktu pengukuran juga dapat membuat data pengukuran
suhu kurang akurat. Pada data tekanan diambil hanya dua data karena pada sistem
hanya ada dua variasi data tekanan dimana P3=P2 dan P4=P1.Pressure gauge
digunakan untuk mengukur tekanan fluida kerja didalam selang, sementara suhu
diukur dengan mengukur suhu permukaan selang, tentu saja hal ini akan
menyebabkan data yang didapat tidak sinkron atau relevan. Alat ukur untuk
pengukuran data tersebut sudah tersedia dalam model praktikum kecuali
Tevaporator dan Tkodenser yang menggunakan infrared thermometer yang
ditembakan kepada selang tempat fluida mengalir.
Pengolahan data yang dilakukan adalah untuk mencari nilai entalpi di
keempat titik utama pada sistem pendingin, yairu H1, H2, H3 dan H4, selanjutnya
data yang didapat akan dibuatkan diagram P-H ideal dan aktual, yang terakhir
akan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Coefisien of Performance
(COP) dari model sistem yang digunakan, nilai COP ini menggambarkan ke
efektifan sebuah sistem pendingin dalam memanfaatkan energi input untuk dapat
menyerap panas diruangan yang diinginkan. Pengolahan data di praktikum ini
dibantu dengan software “CoolPack” dan “Microsoft Excel” untuk membuat
grafik, alasan penggunaan software “CoolPack” adalah agar praktikan dapat
pelihat langsung nilai entalpi yang ada dari setiap grafik P-H yang dibuat di
software ini.

c. Analisis Hasil

Analisis Data yang diperoleh


Pada percobaan RTU kali ini, praktikan mendapatkan 24 variasi data
dalam waktu 10 menit di tiap tiap komponen pengukuran. Sebelum mesin
dinyalakan, didapatkan data temperatur tiap titik sebesar 29,5 derajat celcius dan
kedua tekanan sebesar 6 bar. Pada saat mesin mulai dinyalakan didapatkan T1 ,T2
, dan P2 yang relatif meningkat serta T3, T4 dan P1 yang relatif menurun.
Karakteristik secara keseluruhan pada data yang didapat sesuai teori dimana
ketika udara masuk pada kompresor maka akan terjadi peningkatan tekanan (p2)

71
KELOMPOK 2

dan temperatur (t2) sesuai dengan rumus PV=nRT. Saat, melewati kodensor
temperatur akan sedikit turun karena terjadinya proses kondensasi fluida serta
terjadi pembuangan kalor kelingkungan.
Setelah melewati kondenser refrigerant kemudian dialirkan ke expansion
valve dimana tekanan diturunkan secara drastis sehingga temperatur dan tekanan
sesuai dengan persamaan yang telah disebutkan akan menurun sehingga ketika
refrigerant masuk ke evaporator akan berada pada temperatur yang lebih rendah
sehingga dapat menyerap kalor dengan lebih baik. Nilai maksimum yang
didapatkan pada ditiap titik pengukuran adalah sebagai berikut : T1 maksimum
pada angka 30 derajat celcius ,T2 akan terus meningkat dan nilai maksimum pada
angka 60,9 derajat celcius ,T3 pada 38,6 derajat celcius, T4 pada 20 derajat
Celcius, P1 pada 5,5 bar dan P2 pada 18 bar . Untuk nilai T1, T4 dan P2 nilai
maksimum adalah pada n=1, sedangkan untuk nilai T2 dan P1 nilai maksimum
berada pada pengambilan data terakhir n=24. Namun tejadi kejangalan pada titik
T3 dimana suhu maksimum berada pada pertengahan pengukuran, hal ini terjadi
karena ketidakakuratan praktikan dalam pengukuran suhu menggunakan infrared
thermometer.

Analisis Pengolahan data Enthalpi


Dari data yang didapatkan diatas akan diolah untuk mencari nilai entalpi
(h) pada tiap titik dimana terdapat nilai H1, H2, H3 dan H4, kemudian hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan tabel termodinamik refrigerant R134a.
Namun pada praktikum ini , data didapatkan dengan menggunakan program yang
terdapat di software“CoolPack“ sudah disediakan. Dari data yang didapatkan
dapat dilihat bahwa nilai H1,H2 relatif meningkat seiring dengan waktu
sedangkan data H3 dan H4 relatif menurun. Namun, utnuk nilai H3 dan H4
perbedaan nilainya cukup besar dimana nilai H3 di kisaran 240-260 kj/kg dan H4
pada kisaran 210-220 kJ/kg .Data yang didapatkan tersebut kurang sesuai dengan
teori dimana h3 dan h4 seharusnya memiliki nilai yang sama karena seharusnya
terjadi ekspansi dengan entalpi yang tetap (isoenthalpy). Sedangkan nilai H1 dan
H2 relatif sesuai dengan teori yang ada dimana nilai H2 lebih besar daripada nilai
H1.

72
KELOMPOK 2

Analisis Perhitungan COP (Coefficient of Performance)


Perhitungan nilai COP (Coefficient of Performance) dapat dilakukan
setelah mendapatkan nilai H di empat titik penukuran. Nilai ini merupakan besar
efektifitas sistem dalam menggunakan energy listrik untuk memindahkan energy
kalor. Pada praktikum ini , didapatkan keadaan fluktuatif pada grafik COP
terhadap n, dimana anomali terjadi pada data ke 5 dimana niali COP bernilai
negative sebesar -468.38. Yang berarti alat belum berfungsi untuk mendinginkan
namun memanaskan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor kesalahan atau
kondisi sistem yang belum stabil.
Niali COP tertinggi adalah sebesar 208.59 pada pengambilan data ke 20.
Hal ini menunjukan bahwa kerja mesin paling efektif adalah pada data ke 20.
Namun pada sistem, nilai COP bervariasi karena adanya pengaruh panas mesin
yang semakin besar. Hal ini akan mengurangi efektifitas komponen dalam
melepas dan menyerap kalor. Selain itu variasi juga dapat disebabkan karena
adanya ketidakmurnian refrigerant. Namun secara keseluruhan dari data nilai
COP yang didapatkan menunjukan bahwa sistem masih bekerja dengan efektif
dalam memindahkan energi panas.

d. Analisis Grafik
Analisis Grafik data yang diperoleh
Pada praktikum kali ini, terdapat 10 grafik yang dapat dianalisis trendnya,
pertama grafik T1 terhadap n menunjukan temperature menurun setelah data
pertama hingga akhir. Terjadinya penurunan ini karena temperature kerja pada
komponen tersebut dibawah dari temperature ruangan. Sehingga pada saat mesin
dinyalakan maka expansion valve akan mengurangi temperature pada T1 dan T4.
Pada grafik T2 terjadi kenaikan temperature hingga data terakhir dan T3
terhadap n memiliki karakteristik yang hampir sama dimana ketika mesin
dinyalakan, temperature akan meningkat secara drastic kemudian laju
peningkatan namun anomaly terjadi pada T3 dimana temperature tidak selalu
meningkat melainkan naik turun. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh penyerapan
energy panas yang semakin besar sehingga temperatur telah melewati evaporator

73
KELOMPOK 2

akan meningkat yang berdampakk pada peningkatan temperature setelah


dikompres dan temperature yang keluar dari kodensor.
Sedangkan pada grafik hubungan T4 dan n didapatkan besar temperatur
yang relatif menurun seiring dengan waktu hingga mendekati temperatur yang
cenderunglinear. Hal ini menunjukan bahwa temperature setelah melewati
ekspansion valve akan berkurang hingga pada titik tertentu.
Kemudian, pada grafik hubungan P1 dan hubungan waktu didapatkan
tekanan yang turun hingga pada kondisi yang cenderung linear. Hal ini disebabkan
karena pengaturan Termoplastik Expansion Valve yang otomatis sehingga
tekanan hasil disesuaikan untuk mendapatkan nilai temperature yang akan masuk
ke evaporator (T4) yang sesuai dimana semakin kecil tekanan maka akan semakin
kecil suhu yang ada. Sedangkan pada grafik hubungan P2 dengan waktu
menunjukan bahwa tekanan yang meningkat hingga mendekati linear. Hal ini
menunjukan bahwa kerja kompresor akan meningkat seiring dengan waktu.
Untuk grafik hubunngan H1 terhadap waktu menunjukan peningkatan dan
penurunan drastis diawal dan kemudian meningkat hingga hampir linear.Pada
grafik H2 dengan waktu menunjukan penurunan awal dan kemudian grafik relatif
meningkat namun dengan nilai yang naik turun..Pada grafik hubungan H3 dengan
waktu menunjukan bahwa terjadi peningkatan secara signifikan setelah data
pertama. Pada grafik hubungan H4 dengan waktu menunjukan penurunan nilai
hingga mendekati linear.
Analisis diagram P-H
Pada praktikum kali ini, didapatkan diagram P-H ideal dan actual
berdasarkan data tengah dan data akhir. Data tengah merupakan data ke-12 dan
data akhir merupakan data ke 24. Pengambilan data tengah dilakukan untuk
melihat kondisi tiap komponen pada tiap titik dan membandingkannya dengan
data akhir. Pada diagram P-H aktual data tengah ditunjukan h1 sekitar 415,162
kj/kg, h2 sekitar 420,87 kj/kg, nilai h3 sekitar 250,96 dan h4 sebesar 216,44 kj/kg.
Pada diagram P-H data tengah actual didapatkan nilai h3 dan h4 yang berbeda
dengan teori yang ada. Selain itu didapatkan perbedaan letak antara titiknya yang
tidak sesuai dengan keadaan ideal. Pada titik pertama terletak diatas dari kubah
jenuh sehingga berada pada titik superheated. Letak titik pertama aktual berbeda

74
KELOMPOK 2

dengan letak titik pertama ideal. Selain titik pertama , titik ketiga juga terletak
diatas batas saturasi dimana pada seharusnya berada di titik saturasi. Pada titik
kedua ditemukan anomali pada hasil yang didapat dimana terletak didalam titik
saturasi dengan pengurangan nilai h2 dimana pada kondisi aktual yang seharusnya
titik kedua berada diatas kubah jenuh dan bersifat superheated. Hal ini dapat
diakibatkan karena adanya faktor kesalahan dalam pengukuran.
Diagram P-H data akhir aktual didapatkan h1 sekitar 418,13 kj/kg , h2
sekitar 423,78 kj/kg , nilai h3 sekitar 247,42 kj/kg dan h4 sebesar 211, 26 kj/kg.
Data yang didapatkan sesuai dengan teori dimana nilai h3 dan h4 sama karena
bersifat isoentalphi. Pada diagram P-H data akhir actual didapatkan nilai h3 dan
h4 yang berbeda dengan teori yang ada. Titik pertama terletak diatas dari kubah
jenuh sehingga berada pada titik superheated ,titik ketiga juga terletak diatas batas
saturasi dimana pada seharusnya berada di titik saturasi , titik kedua ditemukan
anomali pada hasil yang didapat dimana terletak didalam titik saturasi dan titik
keempat berada didalam titik saturasi seperti pada teori namun memiliki
perbedaan nilai h3 dan h4 seperti pada data tengah. Perbedaan nilai ini dapat
diakibatkan karena adanya pressure drop pada selang dan faktor kerugian lainnya.
Analisis Grafik hasil pengolahan data COP
Grafik yang didapat dari hasil pengolahan data COP menunjukan bahwa
nilai COP yang bervariasi naik dan turun. Serta pada data ke 5 terdapat penurunan
grafik drastic kearah negate namun pada data berikutnya kembali naik. Titik
tertinggi terdapat pada data ke 20. Variasi besar nilai cop seiring dengan
pertambahan waktu menunjukan bahwa pada grafik hasil praktikum ini tidak
dapat ditetapkan hubungan secara pasti hubungan besar cop dengan waktu Hal ini
dapat disebabkan karena adanya faktor-faktor kesalahan dalam praktikum.
IV.3 Otto

a) Analisa Alat
Dalam Melakukan percobaan mesin otto, alat yang digunakan untuk
mengetahui temperature exhaust dari alat percobaan yaitu infrared pyrometer.
Pirometer inframerah (Infrared pyrometer) adalah sensor suhu yang dapat
mengukur suhu dari jarak jauh tanpa melakukan kontak langsung dengan objek

75
KELOMPOK 2

yang akan diukur. Infrared pyrometer merupakan device pengukur suhu yang juga
biasa disebut sebagai termometer radiasi termal. Sensor ini menggunakan cahaya
inframerah untuk mengukur atau mendeteksi radiasi panas (thermal) benda [1]. Alat
ini memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan kontak untuk mengetahui
temperature objek yang ingin diukur. Tetapi alat ini memiliki kekurangan yaitu
tingkat ketelitian dari alat ini relative besar.

Selain itu, alat yang digunakan untuk mengukur waktu dari fuel consuming
yaitu menggunakan stopwatch dengan ketelitian hingga 0.01 detik. Alat lain yang
digunakan yaitu pressure gauge.

b) Analisa Percobaan
Pada saat melakukan percobaan, kami hanya menggunakan variasi dari
kecepatan putaran mesin otto. Hal ini dilakukan untuk membedakan variasi data
dengan kelompok selanjutnya dan untuk mempercepat waktu penggunaan alat
percobaan. Apabila penggunaan alat percobaan yang terlalu lama maka alat
percobaan akan mengalami overheating sehingga safety device dari alat
percobaan tersebut akan aktif dan mematikan seluruh komponen dari alat
percobaan. Dengan melihat temperature exhaust, temperature supply dan delivery
dari coolant, dynamometer load, head across orifice, dan fuel consuming time.
Data ini digunakan untuk mengetahui nilai dari BHP, BFC, BSFC, BMEP, Va,
Ma, η th, η vlumetrik, FHP, IHP, η mekanis, IMEP, FMEP, H1,H2, H3, Q1, dan
Q2.

c) Analisa Hasil
Dari hasil pengolahan data yang didapatkan yaitu BHP dengan nilai
minimum 0.643 kW dan nilai maksimum dari BHP yaitu 0.74kW. nilai minimum
dari BFC yaitu sebesar 2.89 L/Hour dan maksimum 3.48 L/Hour , BSFC memiliki
nilai minimum sebesar 4.42 L/kWh dan maksimum sebesar 4.49 L/kWh, Vs
memiliki nilai sebesa 1.567 liter, BMEP memiliki nilai minimum sebesar 43.63
kN/m2 dan nilai maksimum sebesar 49.26 kN/m2, nilai Va 0 L/s, Ma sebesar 0
kg/s, ηth dengan minimum sebesar 2.41 % dan maksimum sebesar 2.56 %, nilai ηth
sebesar 0 %, nilai FHP sebesar 87.115, nilai IHP dengan minimum sebesar sebesar

76
KELOMPOK 2

87.75 dan maksimum sebesar 87. 85, η mekanis dengan minimum sebesar 0.0073
dan maksimum 0.0084, IMEP dengan nilai minimum sebesar 5177 dan nilai
maksimum sebesar 6722.6, FMEP dengan nilai minimum sebesar 614270 dan nilai
maksimum sebesar 917437. Nilai H1 dengan minimum sebesar 25.611 dan
maksimum sebesar 30.7752, Nilai H2 dengan nilai minimum sebesar 0.43058 dan
maksimum sebesar 0.517. H3 dengan nilai 0. Q1 dengan nilai minimum sebesar -
50244 dan maksimum sebesar 29309. Q2 dengan nilai minimum sebesar-12536.46
ddan nilai maksimum sebesar 50271.696.

Dari hasil yang didapatkan ini dapat dilihat bahwa semakin besar BHP,
BFC, H1, H2, η mekanis yang didapatkan disebabkan oleh kenaikan kecepatan
putar dari mesin. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kecepatan
putar motor akan berbanding lurus dengan BHP, BFC, H1, dan H2. Pada Va, ma,
dan effisiensi volumetric memiliki nilai 0 dikarenakan pada saat pembacaan head
across orifice hanya terdapat sedikit perubahan sehingga jarum pada gaugenya
menunjukkan nilai 0 dan tingkat ketelitian pada alat pengukur head across orifice
relative rendah. Pada Q1 dan Q2 terdapat nilai negative dan positif. Nilai positif
berarti bahwa pada Q2 menyerap kalor dan nilai negative berarti melepaskan kalor.

Nilai pada Effisiensi Thermal sangat bergantung pada kompresi rasio. Pada
titik tertentu nilai Effisiensi Thermal akan menemui puncaknya, dengan
penambahan kompresi rasio lebih lanjut akan menurunkan Effisiensi thermal dari
mesin otto [2].

i. Analisa Grafik
Pada praktikum mesin otto ini, didapatkan 8 grafik dari pengolahan data.
Kecepatan putaran pada mesin otto berbanding lurus dengan BHP. Semakin besar
Kecepatan putaran crankshaft pada mesin otto maka nilai BHP yang didapatkan
juga akan semakin besar.

Kecepatan berbanding lurus dengan BFC dan BSFC. Semakin besar


Kecepatan putaran crankshaft pada mesin otto maka nilai BFC dan BSFC yang
didapatkan juga akan semakin besar. Hal ini berarti fuel consumption akan
bergantung pada kecepatan putar motor otto.

77
KELOMPOK 2

Kecepatan berbanding lurus dengan FHP. Semakin besar Kecepatan putaran


crankshaft pada mesin otto maka nilai FHP yang didapatkan juga akan semakin
besar. Tetapi IHP memiliki kondisi yang cenderung tetap pada saat kecepatan
putaran crankshaft pada mesin otto naik.

Nilai Q1 memiliki nilai positif pada saat rpm 1000 dan 1100 sedangkan Q2
memiliki nilai positif pada saat rpm 1200 dan 1300. Seharusnya nilai Q1 akan selalu
bernilai positif Karena Q1 menyerap kalor dan Q2 melepaskan kalor.

Nilai BMEP, FMEP dan IMEP akan semakin menurun dengan kenaikan
kecepatan putaran motor Otto, sehingga kecepatan putar motor otto berbanding
lurus dengan BMEP, FMEP & IMEP.

Effisiensi thermal yang optimum berada pada putaran mesin 110 rpm yaitum
sebesar 2.56% sedangkan mekanis memiliki efisiensi pada 1400 rpm. Apabila
pengambilan rpm diperbesar maka akan terdapat perpotongan antara efisiensi thermal
dan mekanis. Hal ini merupakan kondisi optimum dari mesin otto.

ii. Analisa Kesalahan


Pengambilan data terbatas dari kondisi alat yang digunakan. Alat yang
digunakan memiliki beberapa kendala seperti terdapat kebocoran pada alat untuk
mengukur fuel consuming time. Sehingga pada saat melakukan pengukuran
berkemungkinan berkurangnya keakuratan dari pengambilan data. Selain itu, pada
alat pengukur temperature pada delivery coolant, kaca alat tersebut mengalami
kerusakan dan kaca tersebut sedikit mengenai stylus pembacaan. Hal ini dapat
mengakibatkan adanya kesalahan dalam pembacaan saat pengambilan data pada
praktikum mesin otto.

Pada saat pengambilan data temperature supply dan delivery terdapat


kesalahan pembacaan yang mengakibatkan nilai temperature supply lebih besar dari
nilai temperature deliverynya. Hal ini tidak mungkin terjadi karena fungsi coolant
adalah menyerap kalor dari mesin, maka temperature dari supply coolant harus lebih
kecil dari temperature mesin sehingga pada saat delivery temperature dari coolant
akan naik tidak akan menjadi turun.

78
KELOMPOK 2

IV.4 Analisa Diesel

Analisis grafik dilakukan pada setiap grafik yang akan diamati, dan kesalahan
dalam percobaan. Setelah analisa selesai, akan dibandingkan dengan litelatur yang ada.

a) Analisa alat

Pada praktikum mesin diesel ini, digunakan seperangkat mesin diesel uji. Saat
percobaan ada beberapa komponen dari alat uji yang kurang optimal seperti contohnya
bak air pendingin yang selalu overload. Hal ini dapat membahayakan mesin jika air
masuk ke dalam ruang bakar. Karena sering terjadi overload maka pengambilan data
harus dilakukan dengan lebih cepat untuk menghindari air yang tumpah.

b) Analisa Percobaan

Pada saat percobaan, pengambilan data dilakukan untuk setiap perubahan nilai
RPM yang berubah dengan diaturnya beban mesin. Data yang diambil antara lain RPM
mesin, kerja mesin, suhu udara ruangan, head orifice, waktu konsumsi bahan bakar,
waktu konsumsi bahan bakar, suhu exhaust, suhu inlet air, suhu outlet air, dan debit air.
Kesulitan sempat ditemui saat mengatur beban mesin, karena nilai yang dituju tidak dapat
benar-benar dicapai. Sehingga hal ini menyebabkan pengambilan data lebih lama dan
juga data yang diambil kurang akurat. Kemudian karena kebisingan yang dihasilkan
mesin diesel, komunikasi antar praktikan menjadi sedikit terhambat. Selain itu, percobaan
sempat terhenti dikarenakan mesin mengalami overheating. Sehingga harus menunggu
mesin dingin terlebih dahulu.

c) Analisa Kesalahan

Selama praktikum ada beberapa kesalahan yang mempengaruhi data hasil


percobaan. Pertama tentunya faktor yang selalu ada yaitu human error dimana praktikan
tidak dapat mengambil data yang sesuai dengan data aktual. Namun pengaruhnya tidak
begitu besar pada data hasil percobaan. Kemudian ada kesalahan ketika penyetelan beban
untuk mengubah RPM. Karena cukup sensitive, nilai RPM yang dituju tidak benar-benar
tepat sehingga akan mempengaruhi data percobaan.

79
KELOMPOK 2

d) Analisa hasil & grafik


- Analisa Kurva BHP terhadap putaran mesin (RPM)

Pada grafik dibawah dapat dilihat BHP dan putaran mesin memiliki hubungan linear
berbanding lurus. Dengan kata lain, daya keluaran yang dihasilkan mesin berbanding
lurus dengan putaran mesin. Karena semakin besar putaran mesin, artinya semakin besar
rate kerja yang diberikan kepada mesin sehingga daya (kerja/waktu) juga bertambah.

BHP vs N
1

0.8

0.6
HP

0.4

0.2

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bhp

- Analisa Kurva FHP, IHP terhadap putaran mesin (RPM)


Pada grafik di bawah ini terlihat bahwa nilai FHP konstan disepanjang kenaikan
putaran mesin, maka FHP tidak dipengaruhi putaran mesin. Perhitungan FHP
menggunakan metode least square dimana FHP merupakan rasio antara b dan a pada
persamaan y=ax+b yang didapatkan pada least square tersebut.

Untuk IHP, kurvanya naik seiring kenaikan rpm, maka IHP berbanding lurus dengan
rpm mesin. Namun kenaikannya hanya dalam skala kecil (sekitar +0.01).

80
KELOMPOK 2

FHP, IHP vs N
78.88
78.87
78.86

HP
78.85
78.84
78.83
78.82
78.81
78.8
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

fhp ihp

- Analisa Kurva BFC, BSFC terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva BFC, dapat dilihat nilainya naik sedikit seiring naiknya putaran mesin
(hanya +0.2) sehingga kurang terlihat pada grafik. Nilai BFC sendiri merupakan
konsumsi bahan bakar yang hubungannya berbanding terbalik dengan waktu (habisnya
sekian liter bahan bakar). RPM yang tinggi menyebabkan bahan bakar akan terpakai lebih
cepat sehingga semakin tinggi RPM, konsumsi bahan bakar atau BFC meningkat pula.

Untuk kurva BSFC, yang merupakan konsumsi bahan bakar spesifik, memiliki tren
yang konstan untuk tiga RPM pertama, lalu menurun pada RPM terakhir. Seharusnya
karakteristik kurva BSFC ini cenderung naik, namun yang didapatkan tidak demikian
dikarenakan beberapa faktor seperti tidak optimalnya kerja fuel injector ataupun karena
kesalahan pembacaan data.

81
KELOMPOK 2

BFC, BSFC vs N
4
3.5
3
2.5

FC
2
1.5
1
0.5
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bfc bsfc

- Analisa Kurva  mek, ηth , ηvol terhadap putaran mesin (RPM)

Pada kurva  mek atau efisiensi mekanikal terlihat hubungannya berbanding lurus
dengan RPM. Efisiensi mekanikal dapat dinyatakan dengan rasio antara BHP (daya
output) dengan IHP. Maka hubungan pada grafik benar, karena power output akan
meningkat seiring naiknya RPM mesin, dan juga IHP atau daya yang dihasilkan dari
pembakaran kenaikannya tidak terlalu signifikan. Secara keseluruhan, rasio antara BHP
dan IHP akan meningkat.

η mek vs N
0.0007
0.0006
0.0005
0.0004
η

0.0003
0.0002
0.0001
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

mek

82
KELOMPOK 2

Pada kurva ηth atau efisiensi termal, dapat dilihat trennya cenderung konstan pada
RPM awal, kemudian sedikit mengalami kenaikan pada RPM akhir. Hal ini dikarenakan
nilai dari efisiensi termal yang berbanding terbalik dengan nilai BSFC yang nilainya
cenerung konstan.

ηth vs N
0.35
0.3
0.25
0.2
η

0.15
0.1
0.05
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

th

Pada kurva efisiensi volumetric, terlihat trennya naik dan turun di titik tertentu. Dalam
persamaan efisiensi volumetric, parameter yang berubah disini hanya Va (debit
volumetric) dan RPM karena nilai Vs selalu konstan. Va sendiri dipengaruhi oleh kondisi
ruangan tempat mesin berada dan dari data yang didapat nilainya cenderung naik tetapi
tidak signifikan. Untuk RPM sendiri kenaikannya lebih besar dan signifikan. Maka dapat
dikatakan data cenderung dipengaruhi RPM, dan karena RPM selalu naik dan berbanding
terbalik dengan efisiensi volumetric, tren kurva yang didapat seharusnya menurun
(Kumar Patel & Kumar, 2017)

83
KELOMPOK 2

ηvol vs N
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
η 0.2
0.15
0.1
0.05
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

vol

- Analisa Kurva BMEP terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva BMEP (Break Mean Effective Presseure) ini, hubungannya dengan
RPM adalah konstan untuk setiap RPM. Dari persamaan BMEP sendiri juga mengatakan
demikian karena rasio BHP dan RPM yang menjadi parameter pengubah nilai BMEP
ternyata juga konstan sehingga secara keseluruhan nilai BMEP konstan pula.

BMEP vs N
70
60
50
40
30
20
10
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

bmep

84
KELOMPOK 2

- Analisa Kurva FMEP terhadap putaran mesin (RPM)

Pada kurva FMEP (Fuel Mean Effective Pressure) ini, dapat terlihat kurvanya
menurun seiring naiknya RPM. Hal ini disebabkan nilai FMEP sendiri berbanding
terbalik dengan nilai efisiensi mekanik (  mek) dan berbanding lurus dengan IMEP
(Indicated Mean Effective Pressure).

FMEP vs N
14000000
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

fmep

- Analisa Kurva IMEP terhadap putaran mesin (RPM)

Pada kurva hubungan IMEP dan RPM kali ini dapat terlihat trennya yang menurun
seiring bertambahnya putaran mesin. Karena memang nilai IMEP berbanding terbalik
dengan RPM, dan parameter lain yaitu IHP yang naik dengan tidak signifikan. Selain itu
hal ini mengindikasikan percampuran udara-bahan bakar yang lebih efisien dari air
swirling pada higher piston velocities sehingga tekanan (IMEP) rata-rata berkurang
(Gürgen, Ünver, & Altın, 2017).

85
KELOMPOK 2

IMEP vs N
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

imep

- Analisa Kurva H1 terhadap RPM

Pada kurva antara H1 (Heat of Combustion of Fuel) dengan RPM menujukkan bahwa
nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring dengan naiknya nilai dari RPM. Hal ini
disebabkan karena pada saat mesin berada pada nilai RPM tinggi maka bahan bakar yang
dikonsumsi oleh mesin akan semakin besar sehingga kalor yang dihasilkan akan semakin
besar karena putaran yang tinggi dan pembakaran yang cepat.

- Analisa Kurva H2 terhadap RPM

Pada kurva antara H2 (Enthalpy of Exhaust Gas) dengan RPM terlihat bahwa nilai
dari H2 mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai RPM. Hal ini secara langsung
karena nilai dari mass rate of flow air at engine inlet dan BFC menigkat.

- Analisa Kurva H3 terhadap RPM

Pada kurva hubungan antara H3 (Enthalpy of Inlet Air) dengan RPM terlihat bahwa
nilai dari H3 mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai RPM, karena kenaikan
RPM menyebabkan terjadi penigkatan laju massa udara meningkat pada inlet, beserta

86
KELOMPOK 2

temperaturnya. Pembakaran yang semakin rapid membuat udara yang ditarik ke dalam
mesin lebih banyak.

- Analisa Kurva Q1 terhadap RPM

Pada kurva hubungan antara Q1 (Heat to Cooling Water) dengan n terlihat bahwa nilai
dari Q1 menigkat seiring dengan naiknya nilai RPM, hal ini dikarenakan mass rate of
water flow at engine inlet menigkat saat kecepetan RPM ditingkatkan, dengan perubahan
suhu air yang hampir selalu konstan pada inlet dan outlet, rata-rata selisih suhu inlet dan
outlet berkisar di 7 derajat celcius. Selain itu juga dikarenakan panas yang dihasilkan pada
pembakaran akan meningkat, sehingga panas yang ditarik oleh coolant juga meningkat.
Namun setelah beberapa saat setelah RPM meningkat, Q1 mulai konstan karena debit air
(Q) juga mengalami stagnansi pada RPM akhir.

- Analisa Kurva Q2 terhadap RPM

Pada kurva hubungan antara Q2 (Other Heat Losses) dengan RPM terlihat bahwa
nilai dari Q2 naik seiring dengan naiknya nilai RPM. Kenaikan tersebut disebabkan H1
yang terus menigkat sebanding dengan RPM dan kenaikan untuk H2, Q1 dan BHP tidak
terlalu signifikan. Selain itu panas yang meningkat juga bisa ditandai dengan panas yang
terdisipasi pada komponen-komponen mesin dekat ruang bakar (silinder).

87
KELOMPOK 2

H1, H2, H3, Q1, Q2 vs N


35000000

30000000

25000000

20000000

15000000

10000000

5000000

0
1000 1100 1200 1300
N (rpm)

h1 h2 h3 q1 q2

88
KELOMPOK 2

V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan

V.1.1 Aliran Dua Fasa

1. Temperatur saturasi pada eksperimen ini berkisar antara 3.6o C dan


tekanan saturasi nya berada pada titik 5.6 bar.
2. Koefisien Heat Transfer pada eksperimen ini dapat dibandingkan
dengan koefisien lain sebagai berikut;

Korelasi 𝒉𝒕𝒑 (kJ/kg)


Experimen 2762.559
Shah 188.7790726
Liu & Winterton 22458.39
Hata & Noda 5160.777
3. Fenomena perubahan fasa pada aliran sangat bergantung pada
kondisi saturasi nya

V.1.2 RTU

4. Sistem refrigerasi memiliki 4 komponen utama dalam menjalankan


prinsip kerjanya yaitu kompresor , kondensor , evaporator ,dan
ekspansion valve.
5. Pengukuran tekanan dan temperature menggunakan pressure gauge ,
thermometer ,dan infrared thermometer
6. Pelepasan panas terjadi pada kondensor dan penyerapan panas ke
sistem terjadi pada evaporator.
7. Nilai entropi dapat diperoleh dengan mengetahui besar tekanan ,
temperature ,dan jenis refrigerant yang digunakan.
8. Nilai COP pada praktikum ini bervariasi terhadap waktu yang ada
dimana terdapat nilai negatif pada COP yaitu sebesar -468.38 dan
nilai COP tertinggi yaitu sebesar 208.59.

89
KELOMPOK 2

V.1.3 Otto

Berikut beberapa kesimpulan yang dapat kami tarik dari hasil pengolahan data kami :

1. Daya output yang dihasilkan memiliki rasio yang berbanding lurus dengan jumlah
putaran
2. Nilai Indicated Horse Power sangat tergantung dengan jumlah putaran mesin
namun memiliki besaran yang relatif konstan
3. Nilai Friction Horse Power memiliki rasio yang berbanding lurus dengan jumlah
putaran pada motor
4. Nilai Brake Fuel Consumption akan sangat bergantung terhadap jumlah putaran
dan cenderung naik apabila jumlah putaran bertambah. Hal ini menunjukkan jika
putaran semakin naik, maka akan semakin banyak pula bahan bakar yang
dibutuhkan.
5. Tekanan rata-rata dari setiap putaran atau diwakili dengan variabel Brake Mean
Effective Pressure akan cenderung menurun dengan pertambahan putaran
6. nilai efisiensi volumetrik tergantung kepada jumlah udara yang masuk kedalam
mesin, Karena pada gauge tidak terdapat pembacaan sehingga effisiensi
volumetric bernilai 0
7. nilai efisiensi mekanis makan cenderung naik terhadap jumlah putaran apabila
mengalami kenaikan
8. Nilai efisiensi thermal sangat bergantung terhadap rasio kompresi suatu mesin.
Pada kondisi tertentu nilai dari Efficiency Thermal akan naik, namun apabila telah
mencapai titik critical point maka ia akan menurun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kenaikan dari Compression ratio tidak berguna secara terus menerus untuk
menaikkan nilai dari Efficiency Thermal. Effisiensi thermal maksimum yang
didapat yaitu 2.56%

Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan antara lain dibutuhkannya
variabel kontrol lain untuk dapat menyelidiki lebih dalam lagi dari performance sebuah
mesin, seperti uji prestasi untuk kenaikan torsi dan bukaan valve throttle agar dapat
menghasilkan data yang lebih variatif.

90
KELOMPOK 2

V.1.4 Diesel

Dari praktikum dan analisa pengolahan data yang dilakukan, didapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

a. Nilai BHP menunjukkan kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran
mesin (RPM). BHP berbanding lurus dengan kenaikan putaran secara linear.
b. Nilai FHP memiliki nilai yang konstan pada nilai putaran berapapun, karena
nilai FHP = b/a sama untuk tiap putaran yang berbeda (dengan metode least
square), dengan demikian kurva FHP akan membentuk garis lurus.
c. Nilai IHP akan mengalami kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari
putaran.
d. Nilai BFC akan meningkat, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran
walaupun tidak terlalu signifikan (sekitar +0.2) dan nilai dari BSFC akan
cenderung konstan.
e.  mek akan meningkat, seiring dengan kenaikan nilai dari n begitu juga  termal
namun  vol akan menunjukkan grafik yang lebih fluktuatif.
f. BMEP akan konstan disetiap putaran mesin, sedangkan FMEP dan IMEP
akan menurun berbentuk kurva melengkung seiring bertambahnya RPM.
g. Nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring dengan naiknya nilai dari
RPM. Begitu juga dengan H2 ,H3 ,Q1, dan Q2.

91
KELOMPOK 2

DAFTAR PUSTAKA

Pamitran, A.S., Choi, Kwang-lI., Oh, Jong-Taek., Nasruddin., 2011, Evaporation heat
transfer coefficient in single circular small tubes for flow natural refrigerants of C₃H₈,
NH₃, and CO₂. International Journal of Multiphase Flow 37, 794-801.

Fang, Xiande., Yuan, Yuliang., Xu, Anyi., Tian, Lu., Wu, Qi., 2017, Review of
correlations for subcooled flow boiling heat transfer and assessment of their
applicability to water. Fusion Engineering and Design, 0920-3796.

Yunos, Yushazaziah Mohd., Ghazali, Mohd Normah., Pamitran, A.S., Novianto, S.,
2017, Analysis of the Two-Phase Heat Transfer Coefficient of Propane in Small
Channel. The 8th International Conf. on Applied Energy, 4635-4640.

Oktorio, Eko., 2013, Perpindahan Kalor Aliran Dua Fase pada Pipa Berdiameter 7,6
mm dengan Refrijeran R-22 dan R-290 pada Kualitas Uap Rendah. Universitas
Indonesia: Departemen Teknik Mesin.

Industrial Refrigeration Consortium. Properties of R-22 (ChloroDifluoroMethane).


USA: University of Wisconsin.

Modul Praktikum Konversi dan Konservasi Energi


Y. A. Çengel and M. A. Boles. Thermodynamics An Engineering Apporach 5Th edition.
New York McGraw- Hill, 2006.
ASHRAE, 2001, ASHRAE Handbook: Refrigeration, Vol. 45, American Society of
Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, Atlanta, GA,
Fundamental Handbook of thermodynamics, heat transfer, and Fluid flow. U.S.
Departement of Energy Washington D.C. 20585.
Y. A. Çengel and M. A. Boles. Thermodynamics an Engineering Apporach 7Th edition.
2010.

http://blog.unnes.ac.id/antosupri/pengertian-dasar-infrared-pyrometer/

Incropera, Frank P.2002.Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Singapore: John Wiley &
Sons Pte. Ltd
Tim Penyusun Buku Penuntun Praktikum Prestasi Mesin, Buku Penuntun Praktikum Prestasi
Mesin, Depok: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2014.

92
KELOMPOK 2

Gürgen, S., Ünver, B., & Altın, İ. (2017). Prediction of cyclic variability in a diesel engine fueled
with n-butanol and diesel fuel blends using artificial neural network. Renewable Energy, 117,
538–544. https://doi.org/10.1016/j.renene.2017.10.101

Kumar Patel, H., & Kumar, S. (2017). Experimental Analysis on Performance of Diesel Engine
using mixture of Diesel and Bio-Diesel as a Working Fuel with Aluminum Oxide Nanoparticle
Additive. Thermal Science and Engineering Progress, 4(x), 252–258.
https://doi.org/10.1016/j.tsep.2017.09.011

93

Anda mungkin juga menyukai