PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum yang berjudul “Gymnospermae” adalah untuk :
1) Mengetahui bentuk vegetasi dan alat perkembangbiakan pada Pinus mercusii.
2) Mengetahui bentuk vegetasi dan alat perkembangbiakan pada Gnetum gnemon.
3) Mengetahui bentuk vegetasi dan alat perkembangbiakan pada Araucaria sp.
1.4. Manfaat
Manfaat dilaksanakannya praktikum yang berjudul “Gymnospermae” adalah
mengetahui dan memahami ciri setiap divisi pada Gymnospermae serta meningkatkan iman
dan takwa kepada Allah SWT, dengan merenungi keragaman makhluk hidup ciptaan-Nya.
BAB II
HASIL dan PEMBAHASAN
2.1. Pinus mercusii
2.1.1. Deskripsi Morfologi
Pinus merkusii Jungh et de Vriese adalah satu-satunya jenis pinus tumbuh secara alam
di Indonesia (Sallata, 2013). Tumbuhan Pinus mercusii merupakan tumbuhan berbiji
terbuka yang termasuk ke dalam Coniferophyta. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan
berkayu. Batang terletak di atas tanah dengan arah pertumbuhan tegak ke atas. Bentuk
batang membulat-silindris. Batang tumbuhan ini memiliki percabangan monopodial dan
ditemukan adanya ranting, serta berwarna kecoklatan. Daun tumbuhan pinus berbentuk
jarum, merupakan daun tunggal yang tidak lengkap sebagaimana terlampir dalam tabel
deskripsi 2.1.3. Dikatakan tidak lengkap dikarenakan tidak ditemukannya upih atau vagina
pada daunnya. Hal ini sebagaimana pernyataan Tjitrosoepomo (2011), yang menyatakan
bahwasanya daun yang lengkap mempunyai bagian-bagian berikut :
1. Upih daun atau pelepah daun (vagina).
2. Tangkai daun (petiolus).
3. Helaian daun (lamina).
Daun tumbuhan Pinus mercusii terletak tersebar dengan filotaksis spirostik. Helaian daun
tumbuhan ini berbentuk jarum dengan tepi rata, pangkal meruncing, ujung runcing, dan
permukaan kasar sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.1.1. A di bawah ini.
Gambar 2.1.1. A
Daun Pinus mercusii
Pohon pinus adalah sporofit; sporangianya terletak pada struktur-struktur serupa sisik
yang terkemas rapat di dalam runjung (Campbell, 2012). Pinus, sebagaimanan anggota
conifera lainnya menghasilkan strobilus jantan dan betina dalam satu pohon. Strobilus
pada tumbuhan ini terletak aksilar ½. Oleh karena dalam satu pohon terdapat dua strobilus
yang masing-masing merupakan strobilus jantan dan strobilus betina, maka tumbuhan
Pinus mercusii merupakan tumbuhan berumah satu atau monoseus. Strobilus jantan
berbentuk memanjang sedangan strobilus betina berbentuk membulat. Berdasarkan pada
hasil pengamatan, strobilus jantan pada tumbuhan Pinus mercusii berukuran lebih kecil
daripada strobilus betina sebagaimana dapat diamati pada gambar 2.1.1. B dan gambar
2.1.1. C. Menurut Sudarsono (2005), biasanya strobilus jantan tumbuh pada cabang yang
lebih rendah daripada cabang strobilus betina. Pada beberapa jenis pinus kedua strobilus
ini tumbuh pada cabang yang sama dengan strobilus betina tumbuh dekat ujung cabang.
Lebih lanjut, Tjitrosoepomo (2010) menyatakan bahwasanya strobilus jantan aksilar atau
terminal pada sirung pendek, dengan banyak mikrosporofil bertangkai yang tersusun
dalam suatu spiral dengan dau kantong sari.
Strobilus betina pada tumbuhan Pinus mercusii memiliki ukuran yang lebih besar
daripada strobilus jantannya. Permukaan strobilus betina pada tumbuhan ini terlihat tidak
beraturan dengan tekstur yang kasar. Menurut Sudarsono (2005), sisik ovuliferus yang
mendukung ovulum tidak hanya berupa megasporofil tetapi merupakan modifikasi dari
sistem percabangan yang determinate yang disebut sebagai kompleks sisik biji. Setiap
sisik biji terdiri dari sisik ovuliferus yang mendukung dua ovula pada permukaannya dan
satu braktea steril. Sisik tersebut tersusun spiralis mengelilingi aksis. Lebih lanjut,
Tjitrosoepomo (2010) menyatakan bahwasanya pada ketiak sisik penutup terdapat satu
sisik biji dengan pada sisi atasnya dua bakal biji yang mikropilnya menghadap ke sumbu.
Sisik-sisik penutup dan sisik-sisik biji atau satu diantaranya sehabis penyerbukan lalu
membesar dan mengayu. Selain itu, biji mempunyai sayap ke samping, lembaga dengan 2-
15 daun lembaga.
2.1.2. Habitat
Tumbuhan Pinus mercusii biasanya dapat ditemui di daerah pegunungan maupun
dataran tinggi. Hal ini sebagaimana bentuk morfologi dari tumbuhan pinus itu sendiri.
Munurut Siregar (2013), Pinus merkusii Jungh. et de Vriese merupakan satu-satunya jenis dari
famili Pinaceae yang dapat tumbuh secara alami di Indonesia pada ketinggian antara 200–2
000 m dpl, dengan kondisi optimal pada ketinggian antara 400–1 500 m dpl.
2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan Pinus mercusii menurut Sudarsono (2005), termasuk ke dalam
divisi Coniferophyta. Lebih lanjut, Tjitrosoepomo (2010), menyatakan bahwasanya
tumbuhan ini termasuk ke dalam kelas Coniferae, bangsa Pinales, suku Pinaceae, genus
Pinus, spesies Pinus mercusii.
2.1.5. Manfaat
Tumbuhan pinus memiliki manfaat sebagai tumbuhan pionir. Selain itu membawa
manfaat dari segi ekologis, tumbuhan Pinus mercusii juga memiliki manfaat dari segi
ekonomis. Menurut Sallata (2013), Pinus dikenal sebagai pohon penghasil “gondorukem”
yang bermanfaat bagi industri cat dan terpentin. Dari kawasan hutan pinus dapat
dipasarkan antara lain : kayu pertukangan, kayu bakar, getah pohon dan biji pinus sebagai
bahan bibit. Getah pinus diperoleh melalui sadapan pohon pinus (oleo resin), dapat diolah
untuk gondorukem, terpentin. Gondorukem dipergunakan untuk campuran bahan pembuat
batik, sabun, cat dan varnish, kertas, funpicida, lacquers, plasticizers sedang terpentin
digunakan untuk minyak cat, campuran parfum, detergent, flavouring agent, protective
coating, insektisida, lubricants, medicine, plastic, rubber.
Strobilus pada tumbuhan Gnetum gnemon terletak secara aksilaris atau terminalis.
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan berumah dua karena dalam satu individu hanya
terdapat satu strobilus, yaitu jantan saja atau betina saja. Strobilus jantan berbentuk
bulatan kecil melingkari sumbu utama strobilus. Strobilus betina berbentuk lonjong
membulat dan beruuran lebih besar. Brakte pada tumbuhan ini berupa daun sisik yang
bergabung.
Sporofil terletak secara terisah dengan jumlah yang banyak. Sporofil tersusun
melingkar. Sporofil jantan berbentuk menyerupai corong kecil sebagaimana dapat di amati
pada gambar 2.2.1. B. Sedangkan sporofil betina berbentuk lonjong dan berukuran kecil
sebagaimana dapat di amati pada gamar 2.2.1. C.
2.2.2. Habitat
Gnetum gnemon merupakan tumbuhan yang asli berasal dari Indonesia. Hal ini
mengacu pada pernyataan Konno (2013), yang meyatakan bahwasanya melinjo (Gnetum
gnemon L.) termasuk ke dalam famili gnetaceae, asli dari Indonesia. Lebih lanjut,
Campbell (2012) menyatakan bahwasanya genus ini sebagian besar berasal dari Afrika
dan Asia.
2.2.4. Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan Gnetum gnemon menurut Tjitrosoepomo (2010), termasuk ke
dalam divisi Gnetophyta. Lebih lanjut, tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang termasuk
ke dalam kelas Gnetinae. Bangsa dari tumbuhan Gnetum gnemon ini adalah bangsa
Gnetales, suku Gnetaceae, marga Gnetum dan spesiesnya sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya merupakan spesies dari Gnetum gnemon.
2.2.5. Manfaat
Tumbuhan Gnetum gnemon memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Strobilus jantan tumbuhan ini dimanfaatkan sebagai sayuran di Kabupaten Pacitan.
Menurut Tjitrosoepomo (2010), daun muda untuk sayur, demikian pula buahnya. Bijinya
untuk pembuatan emping. Serabut kulitnya dipakai untuk pembuatan jala yang kuat dan
tahan air laut.
Gambar 2.3.1. A
Daun pada tumbuhan ini berbentuk jarum sebagaimana bentuk daun pada tumbuhan
Pinus mercusii, namun yang membedakan tumbuhan Araucaria sp dengan pinus mercusii
adalah daun pada tumbuhan ini memiliki tekstur yang berdaging. Munurut Tjitrosoepomo
(2010), daun tersebar, berbentuk jarum atau lebar dengan saluran-saluran resin di
dalamnya. Lebih lanjut, Setiadi (2014) menyatakan bahwasanya Daun melekat kuat tidak
mudah gugur, bentuk daun sisik, ujung runcing.
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan dioseus atau berumah dua. Hal ini sebagaimana
hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwasanya tumbuhan yang diamati pada
praktikum merupakan tumbuhan jantan. Bentuk strobilus jantan yang diamati menyerupai
daun tmbuhan ini, namun memiliki sisik yang lebih besar dan kasar sebagaimana dapat
diperhatikan pada gambar 2.3.1. B dan gambar 2.3.1. C. Menurut Tjitrosoepomo (2010),
srobilus jantan besar, diketiak atau di ujung cabang-cabang yang pendek dengan
mikrosporofil yang bertangkai dan berbentuk sisik, yang pada bagian bawahnya
mempunai banyak mikrosporangium yang panjang. Lebih lanjut, Tjitrosoepomo (2010),
menyatakan bahwasanya strobilus betina pada ujung cabang-cabang yang pendek, penuh
dengan makrosporofil yang tersusun dalam suatu spiral dengan disebelah atasnya masing-
masing satu bakal biji.
2.3.2. Habitat
Tumbuhan araucaria sp, yang diamati dalam praktikum yang berjudul
“Gymnospermae” ini tumbuh di sekitar Gedung B Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Menurut Setiadi (2012), jenis ini tersebar secara alami pada
dataran tinggi di Quinsland-Australia Selatan, Papua Nugini, dan papua Indonesia. Lebih
lanjut, Istamar (2004), menyatakan bahwasanya anyak populasi Araucaria jika tidak
semua merupakan relik (sisa-sisa penyebaran masa lalu), dengan distribusi yang terbatas.
Mereka ditemukan di hutan dan dataran semak, tempat terbuka. Pohon-pohon mirip tiang
ini merupakan fosil hidup, berasal dari masa Mesozoik. Catatan fosil menunjukkan bahwa
genus ini dahulu juga ada di belahan Bumi utara hingga akhir periode Kapur.
2.3.4. Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan Araucaria sp menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Classis: Coniferae, Ordo: Coniferales, Familia:
Araucariaceae, Genus: Araucaria, dan Species: Araucaria sp.
2.3.5. Manfaat
Tumbuhan ini memiliki banyak manfaat yang bernilai ekonoms bagi masyarakat luas,
namun di Indonesia sendiri tumbuhan ini masih belum banyak dimanfaatkan bahkan masih
tersa asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegunaan dari tumbuhan ini menurut
Setiadi (2012), adalah untuk kontruksi umum, tiang dan balok, plywood, furniture, moldings,
kapal, lemari,papan partikel, pulp dan kertas. Lebih lanjut, Setiadi (2014) menyatakan
bahwasanya Penggunaan meliputi hampir seluruh spectrum dari pemakaian kayu lunak,
termasuk untuk tiang dan gedung, plywood, furniture (meja, kursi, alat rumah tangga, perabot
rumah tangga, mebel, pertukangan, getahnya sebagai bahan kosmetik), molding, flooring,
papan, bangunan kapal, peti, papan partikel, pulp dan paper. Sifat kayu dan teksturnya yang
luar biasa seragam, berwarna kuning kecoklat-coklatan, serta nilai kegunaan yang tinggi,
menempatkan jenis ini sebagai kayu untuk bangunan yang paling disukai. A. cunninghamii
menjadi bahan baku utama untuk industri penggergajian dan plywood di Papua New Guine.
BAB II
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya :
1. Tumbuhan Pinus mercusii merupakan tumbuhan berperawakan pohon dengan batang
berkayu. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan berumah satu atau monoseus. Strobilus
jantan berukuran lebih kecil daripada strobilus betina.
2. Tumbuhan Gnetum gnemon merupakan tumbuhan berkayu dengan perawakan berupa
pohon. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan berumah dua atau dioseus. Strobilus
jantan pada tumbuhan ini berbentuk bulatan kecil yang melingkari sumbu utama
strobilus. Sedangkan strobilus betina berbentuk membulat, lonjong, dan sedikit lebih
besar.
3. Tumbuhan Araucaria sp merupakan tumbuhan berkayu dengan perawakan berupa
pohon. Daun berbentuk seperti duri dengan tekstur berdaging.
5.2. Saran
Praktikum yang berjudul “Gymnospermae” ini sebaiknya dilakukan dengan
membentuk kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari 3-5 orang. Hal ini dimaksudkan
agar praktikum dapat berjalan lebih efektif. Selain itu, diharapkan untuk praktikum
selanjutnya menggunakan sampel yang langsung berada pada habitat tumbuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cambell, Neil A., Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Steven A. Wasserman, Peter
V. Minorsky, dan Robert B. Jackson, 2012. Biologi. Jilid 2. Edisi Kedelapan. Jakarta :
Erlangga.
Konno, Hiroyuki, Yoshiaki Kanai, Mikiyuki Kutagiri, Tami Watanabe, Akemi Mori, Tomoki
Ikuta, Hiroko Tani, Shinobu Fukushima, Temiki Tatefuji, dan Takuji Shirasawa.
2013, Melinjo (Gnetum gnemon L.) Seed Extract Decreases Serum Uric Acid
Levels in Nonobese Japanese Males:A Randomized Controlled Study. Hindawi. Vol.
2013.
Sallata, M. Kudeng, 2013, Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan Keberadaannya di
Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Info Teknis EBONI. Vol.10 No. 2.
Setiadi, Dedi dan M. Anif Fauzi. 2014. Budidaya Araucaria (Araucaria cunninghami)
Tanaman Asal Papua. Jakarta : IPB Press.
Setiadi, Dedi dan M. Anis Fauzi. 2015. Parameter Genetik pada Kombinasi Uji Prevenan dan
Uji Keturunan Araucaria cunninghamii Asal Manokwari (Papua) di Bondowoso Jawa Timur.
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol. 4. No. 2.
Setiadi, Dedi dan Mudji Susanto, 2012, Variasi Genetik pada Kombinasi Uji Provenans dan
Uji Keturunan Araucaria cunninghamii di Bondowoso-Jawa Timur [Genetic variation
on Provenance -Progeny Test of Araucaria cunninghamii at Bondowoso-East Java].
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol 6 No. 3,
Siregar, Ulfah Juniarti dan I Made Mayun Maha Diputra. 2013.nKeragaman Genetik Pinus
merkusii Jungh. et de Vriese Strain Tapanuli Berdasarkan Penanda Mikrosatelit.
JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA. Vol. 04 No. 02.
Sudarsono. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Malang : UM Press.
Tjitrosoepomo Gembong. 2011. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta :
Gadjah Mada University.