Secara etimologi, primordial atau primordialisme berasal dari kata bahasa latin, primus
yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), Primordialisme adalah perasaan kesukuan yang berlebihan.
Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya
melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap
primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, disisi lain sikap
ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang
cenderung bersifat subjektif dalam memandang budaya orang lain.
Terdapat 2 jenis etnosentrisme yaitu : 1. Etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang
cenderung bersifat subjektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2.
Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak
hanya berdasarkan sudut pandang budayanya sendiri. Tetapi juga sudut pandang budaya lain.
Primordialisme berasal dari bahasa Latin, primus yang artinya pertama. Primordial
artinya ikatan-ikatan dalam masyarakat yang bersifat asli keaslian ( seperti kesukuan,
kekerabatan, keagamaan, dan kelompok ) yang dibawa sejak lahir.
B. Rasisme
Rasisme memiliki dimensi yang luas dan tidak sekedar sesuatu yang berhubungan dengan
aspek SARA. Seperti diungkap oleh Fairchild ( 1991 ) bahwa: A recurrent feature of the social
sciences has been efforts to prove that there are inherited racial and gender differences these
efforts, although earlier debunked, become reincarnated under different guises.
Rasisme telah bermetamorfosa dalam berbagai bentuk berbeda saat ini. Tidak hanya
sebagai sentimen rasial antarsuku bangsa, rasisme bahkan terjadi dalam lingkup internal suatu
ras, suatu golongan, bahkan suatu komunitas bisnis.
Rasisme sendiri secara umum adalah pendirian yang memperlakukan orang lain secara
berbeda dengan memberikan judgment nilai berdasarkan karakteristik ras, sosial, dan kondisi
mental tertentu yang merujuk pada self.
Istilah rasisme sendiri pertama kali digunakan sekitar tahun 1930-an. Ketika istilah
tersebut diperlukan untuk menggambarkan teori-teori rasis yang dipakai orang-orang Nazi
(Fredricksen, 2005). Kendati demikian, bukan berarti jauh-jauh hari sebelum itu bentuk rasisme
tidak ada.
Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa primordialisme dan rasisme saling
mempengaruhi satu sama lain. Rasa kesukuan dan rasa agung yang tinggi terhadap dirinya,
kelompoknya, budayanya, dan masyarakatnya tentu akan berdampak buruk jika terus dibiarkan.
Untuk itu perlu adanya pemecah atau setidaknya peminimalisiran dampak yang timbul akibat
primordialisme dan rasisme.