)
DI KEBUN BATANG TORU, PTPN III (Persero)
TAPANULI SELATAN, SUMATERA UTARA
The internship was conducted at Batang Toru Plantation PTPN III (Persero),
South Tapanuli, North Sumatera from November 2011 until February 2012. The
purposes of the internship is improve knowledge, gain work experience and
studying the management aspects land clearing of oil palm, both technical and
managerial aspects. The primary data were obtained directly from the field by
doing discussions or interviews with the foreman and assistant division as well as
through direct observation in the field. The secondary data were obtained from the
company data or company records. Based on observation during the internship can
be conclude that the main issues in land clearing oil palm is conducting enterpasing
basically been done at wetlands, this is due to stage process and work capacity of
land clearing. Field observations focused on the land clearing activities which
includes several parameters : the stages of land clearing process and land clearing
techniques are used, it relates to land condition, the condition of vegetation, land
clearing techniques, equipment requirements and time sheet working that is
obtained by comparing a standard operation of PTPN III (Persero) Plantation.
PT Nusantara Plantation III (Persero) as plantation companies state-owned
enterprises (BUMN), which seeks to expand oil palm plantations owned. Total
land area of the concession rights of exploitation (HGU) plantation development
area Batang Toru PT PTPN III (Persero) Tapanuli District is an area of 1 500
hectares by Regents consent decree South Tapanuli. Status of the land is the
location permits a secondary forest and other land uses (APL). Entirely divided
into 2 locations and 5 work packages groups of land with an area of each location I
is 548.43 ha and 775.98 ha II locations. Land clearing palm oil (Elaeis guineensis
Jacq.) at Batang Toru Plantation, PTPN III (Persero), South Tapanuli, North
Sumatra with the general condition of the area is the 67% of them in the form of
coastal peatland with a depth of 1 – 2 m, while 33% of them are in dry area the
form of land with the structure of clay soil, sand and dust. Land clearing technique
used is fully mechanical engineering, non-burning and land clearing rules apply
wet application of water management and road construction with the installation
technique and overall gambangan in the management of most of peaty land in
Batang Toru, South Tapanuli District, using standard procedures operation for
peatland that has been poured in the No. Permentan. 14 of 2009. PTPN III
(Persero) to cooperate with 3rd party (three) conduct land clearing by mechanical
means to obtain efficient results. Occupation is conducted using a mechanical
excavator with an average achievement 1 HK = 0.83 ha/HKT (8 BU/day), resulting
in the complete work area 1 block area (30 ha) on average takes 37 HKT normal
conditions without a hitch (weather, appliance repair).
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini ditulis
berdasarkan hasil pelaksanaan magang yang dilakukan penulis bertempat di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PT Perkebunan Nusantara III
(Persero), Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada November 2011
sampai Februari 2012. Pelaksanaan magang ini berjudul Pembukaan Lahan Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero),
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Terima kasih atas bantuan dan dukungan serta motivasi dari Dr Ir Agus
Purwito, MSc Agr selaku pembimbing utama, Dr Ir Ade Wachjar, MS selaku
pembimbing anggota, Dr Eko Sulistyono selaku dosen penguji serta Dr Ir Maya
Melati, MS MSc selaku pembimbing akademik. Terima kasih atas bantuan dan
dukungan dari semua pihak terutama keluarga penulis Ayahanda Hayun Indra, SE
MM, Ibunda Siti Hawa, abang dan adik-adik (Awang, Ipah, Julio dan Ari).
Pimpinan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang sudah banyak membantu
dan bersedia menerima penulis untuk melaksanakan magang, terutama Manajer
Distrik Tapanuli Selatan PTPN III (Persero) Bapak Ir Rafael Sibagariang beserta
staf; Manajer Kebun Batang Toru Bapak Ir H Ellardi Siagian beserta staf; Asisten
Kepala Lokasi Areal Pengembangan Kebun Batang Toru Bapak Ir Hiras Gumanti
Tampubolon; Asisten 1 Bapak Bambang Hermanto, Asisten 2 Bapak
Ir Muhammad Siddik beserta seluruh mandor dan karyawan di lokasi magang,
yang banyak membimbing penulis selama melaksanakan hingga menyelasaikan
magang, Adinda Brawiwowati Harum Mardiah yang banyak memberikan
semangat dan perhatian; serta sahabat-sahabat seperjuangan (AGH 44 Bersatu,
Lawalata-IPB, Ipokers Serta HMI Cabang, HMI Komisariat Faperta Bogor) yang
tidak dapat penulis satu-persatu sebutkan.
Semoga karya ilmiah berupa skripsi ini bermanfaat.
M. Riza Febriano
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1. Peta rencana lokasi areal pengembangan dan perluasan Kebun Batang
Toru PT Perkebunan Nusantara III (Persero) 6
2. Survey dan pemetaan di areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru, PTPN III (Persero) 9
3. Keadaan sistem lahan areal perluasan dan pengembangan Kebun Batang
Toru PTPN III (Persero) 10
4. Pemetaan tutupan vegetasi lahan di areal pengembangan dan perluasan
Kebun Batang Toru PTPN III (Persero) 11
5. Pemetaan paket pengerjaan pembangunan infrastruktur di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero) 12
6. Blok desain kebun dan jaringan parit/ drainase 12
7. Blok desain kebun dan jaringan infrastruktur jalan 13
8. Bagan alur proses pembersihan lahan 14
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP 42
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) tergolong dalam famili palmae, ordo
Palmales, sub kelas Monocotyledonae, kelas Angiospermae, sub divisi
Pterropsida dan divisi Tracheophyta. Pohon kelapa sawit mulai memperlihatkan
pertumbuhan memanjang pada umur 4 tahun. Tinggi batang bertambah terus
selama hidupnya, tetapi menurut pertimbangan ekonomi biasanya dibatasi sampai
umur 25-30 tahun atau tinggi batang telah mencapai 10-11 m (Yahya, 1990).
Menurut Lubis (1992), tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada 12 oLU – 12
o
LS dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (dpl). Kelapa sawit
menghendaki iklim dengan curah hujan antara 1 800 – 4 000 mm per tahun dan
merata sepanjang tahun dengan suhu rata-rata 25 oC. Kelapa sawit merupakan
tanaman dataran rendah, meskipun dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 900
m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yaitu tanah dengan
solum dalam, pH 4.0-6.0 tetapi yang terbaik 5.0-5.5 tekstur ringan (pasir 20 -
60%, debu 10 - 40%, liat 20 – 50%) (Lubis 1992). Yahya (1990) menyatakan
tanah yang tidak banyak mengandung besi dan berdrainase baik sesuai untuk
pertumbuhan kelapa sawit. Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit
adalah lempung berdebu dan lempung liat berpasir dengan kedalaman efektif
tanah yang baik lebih dari 100 cm (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2003).
Menurut Sawit Watch (2008), pembukaan lahan kebun kelapa sawit sangat
berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran kebutuhan akan minyak kelapa
sawit dunia. Hingga saat ini perluasan areal kelapa sawit di Indonesia pada tahun
2000 – 2012 mencapai 9 074 621 ha dengan rataan 756 220 ha/tahun atau
meningkat 8% setiap tahunnya. Menurut Setyamidjaja (1991), perkebunan kelapa
sawit dapat dibangun di daerah bekas hutan primer, hutan sekunder, bekas
perkebunan tanaman yang lain (misalnya karet, kelapa, kopi, teh, dan lain-lain),
daerah bekas padang alang-alang/rawa maupun daerah marjinal/lahan basah.
Daerah tersebut tentunya mempunyai topografi yang sangat beragam : datar,
landai, bergelombang, berbukit-bukit. Dalam pelaksanaan pembukaan lahan yang
harus diperhatikan adalah terjaganya lapisan olah (top soil). Langkah pertama
dalam rangka penyediaan tempat pertanaman ialah pembukaan daerah tersebut.
Urutan pekerjaan dan alat yang digunakan serta teknik pelaksanaan untuk
membuka areal sangat bergantung pada keadaan lapangan. pembukaan lahan
dapat dilaksanakan secara mekanis, kimia maupun manual (Setyamidjaja 1991).
Lahan Basah
Lahan basah adalah wilayah-wilayah rawa, daratan rendah, gambut atau air,
baik alami atau buatan, permanen atau temporer, dengan air tenang atau mengalir,
tawar, payau atau asin, termasuk area laut dengan kedalaman air yang tidak
melebihi 6 meter pada saat air surut. Food and Agriculture Organization (FAO)
(2004), menetapkan tentang lahan basah, yaitu : daerah pesisir pantai dan riparian
yang berbatasan dengan lahan basah dapat dimasukkan dalam inventarisasi, begitu
pula pulau-pulau atau daerah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 6 meter
pada saat air surut. Menurut Scott (1989), lahan basah di Asia terdiri atas
bermacam-macam jenis, berupa habitat alami dan buatan. Daerah inter-tidal dan
muara, seperti sungai, danau, dan pesisir. Sungai dan rawa yang terbentuk dari
genangan banjir, anak sungai dan danau dapat membentuk hutan rawa gambut,
hutan rawa air tawar, serta gambut dan lumpur.
Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian
mengarah pada lahan-lahan marjinal, lahan basah merupakan salah satu jenis
lahan yang tergolong lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan
marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang
penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Global
Peatlands Initiative (2002), lahan gambut mencakup 3% (sekitar 4 juta km2) dari
daratan bumi. Luas lahan gambut dunia yang berkisar 38 juta ha terdapat lebih
50% berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 25.6 juta
ha, tersebar di Pulau Sumatera 8.9 juta ha (34.8%), Pulau Kalimantan 5.8 juta ha
(22.7%) dan Pulau Irian 10.9 juta ha (42.6%). Menurut Wetlands International
(2003), konsesi hak guna usaha (HGU) yang tersedia saat ini peruntukannya
terhadap luasan lahan basah di Indonesia seluas 27% berada di lahan gambut.
Konsesi ini terkonsentrasi lokasinya di Sumatra dan Kalimantan, konsesi
perkebunan kelapa sawit meliputi 14% dari total luasan lahan gambut, sedangkan
konsesi hutan tanaman industri mencakup 23% dari total luasan lahan gambut.
Total luasan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut adalah seluas 28 009 km2
(2,8 juta hektar) yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.
4
METODE MAGANG
Metode Pelaksanaan
Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan terhadap semua
kegiatan yang berlangsung di kebun. Pengamatan di lapangan difokuskan pada
kegiatan pembukaan lahan yang meliputi beberapa parameter, yaitu: tahapan
kegiatan dalam pembukaan lahan dan teknik pembukaan lahan yang digunakan,
hal ini berkaitan dengan keadaan lahan, keadaan vegetasi, teknik pembukaan
lahan, dan kebutuhan alat serta time sheet pengamatan prestasi kerja alat yang
diperoleh dengan membandingkan standar kebun. Data sekunder diperoleh dari
laporan manajemen (bulanan, semesteran, tahunan) arsip kantor Kebun Batang
Toru, kantor distrik manajer Tapanuli Selatan dan arsip kantor pusat PT
Perkebunan Nusantara III (Persero).
6
Data primer dan data sekunder yang dihasilkan dianalisis secara kuantitatif
dengan mencari rata-rata dan persentase hasil pengamatan prestasi kerja di kebun,
lalu diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan terhadap norma baku
yang berlaku pada perkebunan kelapa sawit dan standar yang telah ditetapkan
perusahaan.
Total luas areal konsesi hak guna usaha (HGU) areal pengembangan Kebun
Batang Toru adalah seluas 1 500 ha berdasarkan surat keputusan Bupati Tapanuli
Selatan. Status areal konsesi HGU lahan berupa hutan sekunder dan areal
8
Keadaan Tanaman
Areal pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero),
Distrik Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dipimpin oleh seorang asisten kepala
kebun (askep). Asisten kepala kebun (askep) ini bertanggung jawab langsung
kepada manajer/administratur kebun, kepala bidang tanaman, distrik manajer atas
seluruh kegiatan kebun yang dipimpinnya (Lampiran 8). Dalam kegiatan di areal
pengembangan Kebun Batang Toru ini , askep dibantu 2 (dua) orang asisten, yaitu
Asisten 1 membawahi bidang pembibitan, kerja lanjutan dan pemeliharaan, dan
Asisten 2 membawahi bidang tanaman, infrastruktur dan pembersihan lahan.
Setiap asisten bertanggung jawab atas keadaan pengerjaan di kebun areal
pengembangan. Setiap asisten dibantu oleh seorang Mandor I dan beberapa orang
mandor lapangan yang bertugas mengawasi kegiatan tenaga kerja di lapangan.
Setiap mandor lapangan mengawasi 2-20 tenaga kerja sesuai dengan jenis
pekerjaan.
Seluruh administrasi karyawan dan inventarisasi sarana dan prasarana
kebutuhan areal pengembangan kebun dipimpin oleh seorang kepala tata usaha
(KTU) atau Krani 1 (satu). Status tenaga kerja terdiri atas tenaga sendiri (TS) dan
tenaga luar (TL). Tenaga kerja terdiri atas karyawan bulanan tetap, karyawan
harian tetap, dan karyawan harian lepas. Peningkatan jenjang status seorang
karyawan dilakukan sesuai hasil evaluasi yang dilakukan pihak perusahaan
berdasarkan usulan dari atasannya. Sistem yang berlaku terhadap kontraktor alat
berat (pihak ketiga) adalah sistem kontrak borongan yang mekanismenya sudah
ditentukan berdasarkan aturan tender antara pihak PTPN III (Persero) dan
perusahaan-perusahaan alat berat yang bersangkutan.
9
Aspek Teknis
Persiapan Lahan
Survey dan pemetaan. Kegiatan dilakukan dua tahap, tahap awal dilakukan
oleh pihak kebun, pemerintah (BPN, instansi-instansi pemerintah terkait), dan
masyarakat sekitar. Tahap selanjutnya survey dan pemetaan dilakukan oleh pihak
kebun dan pihak rekanan/pemborong, seperti pada Gambar 2(a). Pelaksanaan
plotting dan blocking areal disesuaikan dengan peta BPN, diawali dari penentuan
titik ikat (koordinatnya) sebagai titik rujukan tanda alam/bentang alam yang tidak
mudah berubah karena situasi (misal cabang sungai, gunung/bukit, persimpangan
jalan, vegetasi hutan), diutamakan pada batas luar kebun, dengan Global
Positioning System (GPS), kompas, pita ukur (meter gulung), kamera. Sepanjang
batas luar sesuai dengan peta izin lokasi yang telah disiapkan dibuat jalur rintisan
selebar 1,5 m lalu diukur dan setiap jarak 50 - 100 m atau mengikuti titik
koordinat sesuai HGU dari BPN dipasangi patok.
(a). Pemetaan areal pengembangan dan perluasan (b). Penomoran blok kebun
Gambar 2. Survey dan pemetaan di areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru, PTPN III (Persero)
Sumber : Kantor PTPN III (Persero) Kebun Batang Toru (Februari 2012)
Berdasarkan hasil survei dan pemetaan tersebut, selanjutnya digambarkan
desain kebun dan rencana kerja tahunan yang terdiri atas : pembukaan lahan,
pembangunan infrastruktur kebun, dan pembersihan lahan. Setelah itu tahap awal
proses pembukaan lahan dilakukan kegiatan merintis jalur/blocking area parit
batas areal kebun dan pembuatan patok titik pancang antar jalan utama/ main road
(MR) arah utara – selatan (U-S), serta jalan produksi/ collection road (CR) arah
timur – barat (T-B) dengan menggunakan theodolite. Panjang jalan utama adalah
1 000 m dan panjang jalan produksi adalah 300 m, sehingga diperoleh 30 ha/blok.
Gambar 2(b) menunjukkan pemetaan dan penomoran blok kebun ditentukan
berdasarkan batas jalan utama dan jalan produksi. Luas blok kebun bergantung
pada kondisi areal, luas dan penomoran setiap blok tidak harus 30 ha/blok.
10
Keterangan :
: MDW; Mendawai
(Lahan Gambut)
: PTG; Puting
(Dataran pantai, tanah entisol)
: KHY; Kahayan
(Estuarian/dataran riparian, tanah
asosiasi inceptisol dan entisol)
: BLI; Beliti
(Dataran banjir gambut, tanah
asosiasi inceptisol dan gambut)
Tabel 3. Nilai Dominasi Jenis (SDR) pada setiap tingkat pertumbuhan pada areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
Keterangan : K = kerapatan; KR = kerapatan relatif;
Batang Toru F = frekuensi; FR = frekuensi relatif;
SDR= nilai dominasi jenis
Pembukaan Lahan
Keterangan :
: Batas areal/lahan
: Jalan utama (MR)
: Jalan produksi (CR)
: Paket Areal 3
: Paket Areal 4
: Paket Areal 5
parit/drainase terdiri atas tiga macam, yaitu : parit primer, parit sekunder, dan
parit tersier (Gambar 6). Parit primer (parit batas) dengan ukuran lebar 3 - 5 m,
kedalaman 2,5 - 3 m. Parit ini dibuat di bagian tepi kebun dimaksudkan sebagai
muara dari parit sekunder dan parit tersier di areal kebun. Parit sekunder dengan
ukuran lebar 2.5 m, kedalaman 2 m, dilakukan setelah pembuatan parit primer
yang berada pada kanan/kiri dari jalan produksi (CR). Parit tersier (tulang ikan)
dengan ukuran lebar 1 m dan kedalaman 1 m. Pembuatan parit tersier dikerjakan
setelah pembentukan parit primer dan sekunder selesai. Parit tersier dialirkan ke
parit sekunder, kemudian dari parit sekunder akan bermuara pada parit primer.
a.
b.
Pembersihan Lahan
tetapi penanaman yang terealisasi hanya seluas ± 450 ha atau sekitar 64 350 bibit
yang ditanam di Lokasi I dan II. Alat angkut bibit yang digunakan adalah truk,
dengan kapasitas 200 - 300 bibit. Posisi bibit diletakkan di dekat lokasi
penanaman. Kegiatan penanaman pada pelaksanaan magang dilakukan dengan
teknik manual, prestasi kerja penulis 15 pokok/HK dengan norma kerja 30
pokok/HK. Pekerjaan penanaman bibit kelapa sawit dilakukan dengan cara
pembagian kerja secara kelompok.
Penanaman tanaman penutup tanah. Perlu tidaknya dilakukan
penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) bergantung pada kondisi lahan,
Lahan yang sudah selesai dibersihkan selayaknya ditanami tanaman penutup tanah
dan segera ditanami kelapa sawit. Tujuannya adalah untuk menekan pertumbuhan
gulma terutama ilalang. Sedangkan untuk areal yang telah diberakan lebih dari 1
tahun dan ditumbuhi gulma pakis, maka sebelum ditanami tanaman penutup tanah
perlu dilakukan pemberantasan terhadap gulma tersebut secara khemis. Di Kebun
Batang Toru kegiatan penanaman tanaman penutup tanah selama kegiatan magang
tidak pernah dilakukan. Hal ini disebabkan bibit tanaman penutup tanah masih
dalam tahap penyemaian, akan tetapi di beberapa lokasi terlihat telah ditanami
tanaman penutup tanah terutama di areal terasan kontur dan beberapa blok areal
kebun.
Jenis gulma yang dominan adalah pakis kawat (Gleichemia linearis), krinyuh
(Cromolaena odorata) dan Clidemia hirta. Penyemprotan herbisida berbahan
aktif glifosat konsentrasi 60 - 70 ml/15 liter air dan paraquat konsentrasi 80 - 90
ml/15 liter air. Nozzle yang digunakan adalah nozzle V. Pengendalian gulma
khemis untuk luas lahan satu hektar membutuhkan 30 tanki (15 liter/tanki).
Pengendalian gulma pada pelaksanaan magang dilakukan dengan teknik manual
dan khemis, prestasi kerja penulis untuk pengendalian gulma secara manual 100
pokok/HK atau setara dengan 0.7 ha/HK, sedangkan norma kerja 300 pokok/HK
atau sekitar 2.1 ha/HK. Prestasi kerja penulis untuk pengendalian gulma secara
khemis 8 tangki/HK atau 0.26 ha/HK, sedangkan norma kerja 14 tangki/HK atau
sekitar 0.5 ha/HK.
Konsolidasi tanaman. Kegiatan konsolidasi tanaman bertujuan sebagai
pemeriksaan kondisi blok areal yang sudah selesai ditanam, dengan cara melihat
kembali (re-check) kekurangan pada bibit yang sudah ditanam di blok areal.
Kekurangan yang ditemukan selanjutnya diperbaiki, antara lain menegakkan
tanaman yang doyong/miring, menimbun dan memadatkan lubang tanam. Kegitan
konsolidasi tanaman bermanfaat juga untuk menginventarisasi kebutuhan bibit
untuk penyulaman bibit. Prestasi kerja penulis dalam kegiatan konsolidsasi
tanaman adalah 1 ha/HK, sedangkan norma kerja 2 ha/HK.
Inventarisasi pohon/ raystaat. Kegiatan inventarisasi pohon dilakukan
enam bulan setelah penanaman di lapangan. Kegiatan inventarisasi pohon
dikerjakan oleh mandor atau karyawan harian lepas yang telah berpengalaman.
Hal ini disebabkan kegiatan inventarisasi pohon memerlukan ketelitian dalam
menghitung populasi (sensus) tanaman di setiap blok areal. Sensus dilakukan
dengan memberi kode untuk setiap titik tanaman pada lembar kerja (form) sensus.
Kode huruf yang melambangkan tanaman mati (M), titik yang belum
ditanam/kosong (O), tanam hidup (X). Kegiatan sensus ini akan diperoleh
informasi mengenai populasi tanaman faktual di lapangan. Berdasarkan hasil
sensus tersebut dapat diketahui kebutuhan bibit yang diperlukan untuk
penyulaman. Prestasi kerja penulis dalam kegiatan inventarisasi pohon adalah
3 ha/HK, sedangkan norma kerja 2 ha/HK, sedangkan norma kerja 5 ha/HK.
Aspek Manajerial
khusus daripada unit kebun lainnya di lingkup PTPN III (Persero). Hal ini
disebabkan status kebun sebagai areal pengembangan dan perluasan dari kebun
induk unit Kebun Batang Toru Distrik Tapanuli Selatan, dan pertanggung
jawaban serta pelaksanaan teknis lapangan langsung berada di bawah kendali
penuh langsung asisten kepala kebun.
Asisten Kebun
Asisten kebun berperan membantu manajer dan asisten kepala dalam
melaksanakan pengelolaan areal pengembangan dengan melaksanakan fungsi
manejemen serta memberdayakan pengalokasian seluruh sumberdaya perusahaan
secara optimal untuk mencapai sasaran unit kebun. bertanggung jawab langsung
kepada asisten kepala. Jabatan asisten di areal pengembangan Kebun Batang Toru
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) terdiri atas dua orang asisten kebun,
yaitu : Asisten 1 membawahi bidang pembibitan, kerja lanjutan dan pemeliharaan,
dan Asisten 2 membawahi bidang tanaman, infrastruktur dan pembersihan lahan
(land clearing). Setiap asisten bertanggung jawab atas keadaan pengerjaan di
kebun areal pengembangan. Setiap asisten dibantu oleh seorang mandor I dan
beberapa orang mandor lapangan yang bertugas mengawasi kegiatan tenaga kerja
di lapangan. Setiap mandor lapangan mengawasi 2-20 tenaga kerja sesuai dengan
jenis pekerjaan.
Mandor I
Mandor I merupakan mandor yang membawahi seluruh mandor di setiap
lokasi (divisi) areal pengembangan Kebun Batang Toru PT Perkebunan Nusantara
III (Persero). Setiap hari mandor I harus mendampingi asisten dalam apel pagi
pada pukul 05.30 WIB. Selain itu mandor I juga harus meminta, menerima dan
mencatat instruksi dari asisten terhadap rencana kerja setiap harinya. Peranan
mandor I sebagai kepala dari mandor-mandor sub-divisi mengharuskan untuk
mengontrol dan mengawasi pekerjaan pembukaan lahan, kerja lanjutan persiapan
20
tanam dan pemeliharaan, melaksanakan kap speksi sesuai jadwal, memeriksa hasil
pekerjaan mandor divisi, menyusun rencana kerja, perekerutan dan pembagian
tenaga kerja, mengatur cuti karyawan, serta melaksanakan tugas-tugas lainnya
yang diberikan atasan yang bersifat insidentil.
Jabatan mandor I di areal pengembangan Batang Toru PT Perkebunan
Nusantara III (Persero) terdiri atas dua orang mandor I. Hal ini disebabkan areal
kebun terdiri atas dua lokasi (divisi) dan dua asisten kebun. Mandor I juga
membawahi setiap mandor sub-devisi (mandor persiapan tanam dan penanaman,
mandor pemeliharaan, mandor penyemprotan dan pemupukan). Setiap mandor I
divisi dibantu oleh paling sedikit dua orang mandor sub-devisi. Mandor sub-
divisi bertugas mengawasi kegiatan tenaga kerja di lapangan bergantung pada
bidang pekerjaan mandor sub-divisi tersebut. Setiap mandor sub-divisi mengawasi
5-20 tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan dan jenis pekerjaan.
PEMBAHASAN
dari 3 m dengan komposisi lahan yang kurang dari 3 m sebesar 70% dari total luas
areal konsesi. Analisis risiko terkait aspek teknis operasional pengelolaan lahan
kelapa sawit di lahan basah areal perluasan yang sebagian besar bergambut
membutuhkan teknik pembukaan lahan yang khusus sehingga akan mengurangi
risiko seperti kebakaran dan kerusakan lingkungan secara luas. Teknik
pembukaan dan pengelolaan lahan gambut yang benar mempengaruhi
keberhasilan pembangunan perkebunan kelapa sawit, mengingat lahan basah
merupakan lahan yang memerlukan biaya investasi besar dan penanganan khusus
dalam keberlangsungan pengelolaannya.
Tahapan pembangunan infrastuktur kebun belum dapat dilaksanakan
sebelum pekerjaan survei lahan (blocking area) diselesaikan, kegiatan blocking
setelah survei berguna bagi masyarakat pemilik lahan inclave dalam menentukan
kepemilikan masing-masing lahan sebelum diserahkan ke perusahaan, maupun
menentukan batas areal kebun yang berbatasan dengan areal lahan konsesi
perusahaan. Kegiatan pembangunan infrastruktur di areal pengembangan kebun
Batang Toru PTPN III (Persero) dilakukan secara kemitraan oleh pihak ketiga
selaku perusahaan pemborong. Seluruh pembangunan infrastruktur kebun harus
mengacu pada paket pengerjaan yang telah direncanakan setiap tahun oleh pihak
perusahaan (Gambar 5). Pembangunan infrastruktur saluran parit/drainase
(Gambar 6) merupakan aspek penting pada pembangunan kebun di lahan basah
(gambut). Hal ini bertujuan untuk mengatur dan mempertahankan tinggi
permukaan air tanah di areal blok tanam kelapa sawit. Pengaturan air pada saluran
parit drainase disesuaikan dengan kedalaman permukaan air tanah di lapangan
yang dipertahankan pada kedalaman 50 – 80 cm, untuk menjaga ketersediaan air
dan menghindari lahan mudah terbakar pada saat musim kering. Drainase batas
areal idealnya dibangun satu tahun sebelum pembukaan lahan.
Pembuatan desain dan pembangunan Infrastruktur jaringan jalan merupakan
sarana vital dalam perkebunan kelapa sawit. Jaringan jalan sebagai akses
penghubung untuk menunjang kebutuhan utama dari faktor produksi,
pengangkutan bahan bakar minyak, bibit, pupuk, dan tenaga kerja (Gambar 7).
Kendala utama pembangunan jalan pada lahan gambut adalah kondisi tanah yang
terlalu gembur, sehingga daya untuk menahan beban (bearing capacity) yang
cukup berat perlu dilakukan penyusunan gambangan kayu diameter 10 -15 cm
untuk meningkatkan daya tahan badan jalan. Lapisan permukaan badan jalan
dijaga tetap rata dan tidak boleh ada air menggenang di atas badan jalan.
Ketebalan badan jalan di timbun sebanyak 3 lapisan, yaitu tanah galian parit, pasir
dan tanah timbun (krokos) setebal 20–30 cm. Tanah yang baik untuk menimbun
adalah tanah yang mengandung liat cukup tinggi (40%) karena liat dapat
meningkatkan daya ikat antar agregat tanah. Bentuk dan kemiringan jalan
diupayakan dalam kondisi rata. Permukaan badan jalan harus terpelihara dengan
baik untuk menjamin pengeringan air di permukaan jalan dapat mengalirkan
kelebihan air menuju saluran parit/drainase.
Kesulitan dalam melakukan pembersihan lahan selain disebabkan biayanya
yang cukup mahal juga penggunaan alat berat (excavator) yang intensif dan
waktunya cukup lama. Pembersihan lahan pada kondisi areal lahan basah/gambut
harus dilakukan secara bertahap mengingat kondisi areal yang rentan terhadap
aktivitas excavator untuk beroperasi dalam melakukan tahapan proses
pembersihan lahan (Gambar 8). Alur proses pekerjaan pembersihan vegetasi pada
22
blok areal tanam yang ada di permukaan tanah dengan cara mengimas
menumbang, dan rencek/rumpuk (stacking). Pembersihan lahan secara mekanis
menggunakan alat-alat berat seperti excavator, buldozer. Pekerjaan dapat
dilakukan lebih cepat secara mekanisasi penuh dibandingkan secara manual.
Satuan penggunaan alat berat dalam jam kerja buldozer (BU) atau hari kerja
traktor (HKT). Operasi pembersihan lahan menggunakan excavator hidrolik
dengan track yang lebar dengan bantuan tatakan kayu. Penggunaan 2 (dua) mesin
yang beroperasi pada blok yang sama akan sangat menguntungkan karena dapat
saling membantu dan lebih efisien. Untuk bekerja pada blok tanam besar
dibutuhkan beberapa excavator, karena perencekan dan perumpukan dalam
pembersihan lahan di areal gambut merupakan proses yang lambat, prestasi kerja
alat berat (excavator) rata-rata hanya 0.83 - 1.00 ha/hari. Faktor yang
mempengaruhi dalam pembukaan lahan (land clearing) adalah kebutuhan jumlah
alat dan kapasitas kerja dari operasional alat di lapangan. Berdasarkan (Tabel 4),
alat mekanis excavator merupakan jenis alat berat mekanis yang memiliki
ketersediaan paling banyak (23 unit). Hal tersebut menunjukkan kebutuhan
operasional excavator sangat dibutuhkan dalam pembukaan lahan di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PT Perkebunan Nusantara III
(Persero) Distrik Tapanuli Selatan. Komponen kapasitas kerja alat dalam
pembukaan lahan dihitung berdasarkan prestasi kerja di lapangan pada setiap blok
kerja. Kemampuan prestasi rata-rata kerja alat pada kegiatan pembersihan lahan
selama satu hari kerja adalah 8 jam/hari. Pekerjaaan pembersihan lahan
berdasarkan (Tabel 5), menunjukkan seluruh sampel alat mekanis excavator
diperoleh prestasi rata-rata 1 HKT = 0.83 ha/hari (8 BU/hari) dengan norma kerja
13 BU/ha. Penyelesaian pekerjaan seluas 1 (satu) blok area tanam (30 ha) rata-rata
membutuhkan 37 hari kerja traktor (HKT) kondisi normal tanpa hambatan (cuaca,
perbaikan alat, serta faktor teknis penghambat lainnya).
Areal pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru 70% dari total luas
kebun merupakan lahan basah, rawa hingga gambut. Pembukaan lahan secara
mekanis, sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berbanding lurus dengan
kondisi lahan yang akan dibersihkan rentan tergenang (anaerob). Lokasi areal
kebun yang berada di daerah hilir dan muara Sungai Batang Toru yang melewati
areal kebun berdampak pada realisasi kinerja pembersihan lahan. Data
rekapitulasi rencana dan realisasi pekerjaan pembersihan lahan (Tabel 6),
menunjukkan capaian rencana dan realisasi mengimas dan menumbang mencapai
bobot rataan 96.86%, sedangkan tahapan rencek/rumpuk (stacking) dan
pembersihan jalur tanam masih harus mengejar target defisit 7.31%. Tahapan
proses pembersihan lahan untuk penanaman kelapa sawit pada lahan gambut
memerlukan investasi besar dibandingkan pada lahan kering, sehingga ketepatan
tahapan pengerjaan yang terperinci (step by step) serta membutuhkan peralatan
mekanisasi yang intensif dengan waktu realtif lama.
23
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aini SN. 2006. Pembukaan Lahan dan Persiapan Tanam Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Perkebunan PT. Sentosa Mulia Bahagia, Kecamatan Bayung
Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Driessen PM. 1978. Peat soils. pp: 763-779. In: IRRI. Soil and rice. IRRI. Los
Banos (PH).
Fahmudin. 2008. Lahan Gambut. Bogor (ID) : Balai Penelitian Tanah. 41 hal.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Digital Soil map of the World.
Washington (US).
[GPI] Global Peatland Initiative. 2002. World Peatland Map. Institute of Botany
and Landscape Ecology, Greifswald University. Greifswald (DE).
Harahap EM. 2001. Rehabilitasi Tanah Terdegradasi dengan Penanaman Kelapa
Sawit. Prosiding Masyarakat Konservasi Tanah dan Air (MKTI), Medan (ID).
Hardjowigeno S. 1994. Kesesuaian lahan untuk pengembangan pertanian, daerah
rekreasi dan bangunan., Makalah dalam pelatihan Survai Penggunaan Tanah
bagi Pegawai Badan Pertanahan Nasional. Bogor (ID).
Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat. Pematang Siantar (ID). 435 hal.
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Pedoman Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit No. 14 Tahun 2009. Kementrian
Pertanian RI, Jakarta (ID).
[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2003. Budidaya Kelapa Sawit, Kultur
Teknis Kelapa Sawit. Medan (ID).
Sawit Watch. 2008. Losing Ground the Human Rights Impact of Oil Palm
Expansion in Indonesia. Bogor (ID).
Scott DA. 1989. A Directory of Asian Wetlands. IUCN, Gland, Switzerland (CH),
and Cambridge, London (GB).
Setyamidjaja D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta (ID). 62 hal.
Sosroatmodjo P. 1980. Pembukaan Lahan dan Pengolahan Tanah. Lembaga
Penunjang Pembangunan Nasional (LEPPENAS). Jakarta (ID). 170 hal.
Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta
(ID). 65 hal.
Yahya S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). [Skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor. 52 hal.
Yanuar F. 1999. Persiapan Lahan dan Penanaman Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Kebun Inti II PT. Pinago Utama, Kabupaten Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Wetlands International. 2003. Maps of peatland distribution and carbon content in
Sumatera, 1990-2002. Bogor (ID).
Lampiran 4. Lokasi dan peta wilayah kebun areal pengembangan dan
perluasan Kebun Batang Toru, Desa Muara Upu, PTPN III
(Persero), Distrik Tapanuli Selatan
Lampiran 6. Tata guna lahan areal konsesi areal pengembangan dan perluasan
Kebun Batang Toru, PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Distrik
Tapanuli Selatan
Keterangan :
Areal lain-lain seluas 330.56 ha
Lokasi I terdiri dari : 145.43 ha
Perumahan dan kantor (emplasment) 2.55 ha
Jaringan jalan kebun (jalan baru) 19.15 ha
Sungai dan parit 1.45 ha
Bukit Simulakanjing 73.12 ha
Areal cadangan 49.16 ha
Lokasi II terdiri dari : 185.13 ha
Jaringan jalan kebun (jalan baru) 27.85 ha
Rawa tergenang 7.25 ha
Areal cadangan 150.03 ha
Lampiran 9. Data pengerjaan pembangunan infrastruktur kebun areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PT Perkebunan
Nusantara III (Persero), Distrik Tapanuli Selatan
Paket Rencana Realisasi Selisih
Lokasi Uraian Pekerjaan
Pengerjaan (m) (m) +/- (m)
1 II Membuat parit tersier (1x1x1m) 86 142 83 225 - 2 917
Membuat jalan utama (10 m) 2 707 1 800 - 907
Membuat jalan produksi (6 m) 8 934 9 677 + 743
Membuat parit (2,5x2,5x2m) 11 641 10 316 - 1 325
Membuat parit batas (3x3x2,5m) 3 390 5 290 + 1 900
2 II Membuat parit tersier (1x1x1m) 62 573 61 540 - 1 033
Membuat teras mekanis 73 692 20 892 - 52 800
Membuat jalan utama (10 m) 2 081 1 700 - 381
Membuat jalan produksi (6 m) 8 078 6 792 - 1 286
Membuat parit primer (2,5x2,5x2m) 7 519 8 492 + 973
Membuat parit primer (3x3x2,5m) 5 100 4 545 - 555
Membuat jalan penghubung 3 700 3 700 -
Membuat parit sekunder 1 800 1 500 - 300
Membuat parit tersier (1x1x1m) 8 125 4 597 - 3 528
3 III Membuat parit tersier(1x1x1m) 105 762 98 400 -7 362
Membuat jalan utama (10 m) 3 350 3 474 + 124
Membuat jalan produksi (6 m) 11 055 10 974 - 81
Membuat parit primer (2,5x2,5x2m) 14 405 13 278 - 1 127
Membuat parit batas (3x3x2,5m) 7 980 5 780 - 2 200
4 IV Membuat parit tersier (1x1x1m) 65 825 55 843 - 9 982
Membuat jalan utama (10 m) 2 085 1 930 - 155
Membuat jalan produksi (6 m) 6 880 7 059 + 179
Membuat parit primer (2,5x2,5x2m) 8 965 8 983 + 18
Membuat parit batas (3x3x2,5m) 3 530 2 308 - 1 222
5 V Membuat parit tersier (1x1x1m) 73 393 33 500 - 39 893
Membuat jalan utama (10 m) 2 325 1 200 - 1 125
Membuat jalan produksi (6 m) 7 672 4 723 - 2 949
Membuat parit primer (2,5x2,5x2m) 9 997 8 023 - 1 974
Membuat parit batas (3x3x2,5m) 3 936 1 368 - 2 568
Membuat jalan penghubung 2 100 2 100 -
Sumber : PTPN III (Persero), Kebun Batang Toru, Distrik Tapanuli Selatan (2011)
Keterangan :
Membuat parit tersier (1x1x1m) 337 105 m
Membuat teras mekanis 73 692 m
Membuat jalan utama (10 m) 12 548 m
Membuat jalan produksi (6 m) 42 619 m
Membuat parit primer (2,5x2,5x2m) 52 527 m
Membuat parit batas (3x3x2,5m) 23 936 m
Membuat jalan penghubung 5 800 m
Membuat parit sekunder 1 800 m
Lampiran 10. Data perhitungan kapasitas dan prestasi kerja alat pekerjaan
pembersihan lahan (land clearing)
Jenis Bahan
Hour Meter Norma
Tanggal
Blok Pekerjaan Kerja
Bakar
Keterangan
Kerja Pembersihan Minyak
Awal Akhir Total Alat
Lahan (ha) (liter)
Kode Alat K-109
08-Nop 6 626 6 635 8 A16 0.80 220
09-Nop 6 635 6 641 8 A16/A17 0.90 250 Hujan, areal
tergenang,
10-Nop 6 641 6 641 -- -- -- 13 --
Rolling ke
11-Nop 6 641 6 641 -- -- -- BU/ha -- Basecamp
Hujan, areal
12-Nop 6 641 6 647 8 A17 0.80 250 tergenang,
13-Nop 6 691 6 701 7 A17 0.80 225 Perbaikan