Anda di halaman 1dari 3

Laporan Bacaan: “The Amsterdam School” dan Perkembangan Arsitektur

Kolonial di Hindia Belanda Antara 1915-1940


oleh Annisa Fadiah Idzni, Maharatrie Teges Ken, Nada Hanifah

Jurnal “The Amsterdam School” dan Perkembangan Arsitektur Kolonial di


Hindia Belanda Antara 1915-1940 merupakan jurnal yang ditulis oleh Handinoto dan
Samuel Hartono. Jurnal terdapat pada kumpulan jurnal Dimensi Teknik Arsitektur,
volume 37, nomor 1 dan diterbitkan pada Juli 2007. Jurnal ini membahas mengenai
aliran Amsterdam School beserta pengaruhnya, seperti di Hindia Belanda.

Amsterdam School merupakan sebuah aliran yang berkembang pada awal abad
ke 20 di Belanda. “Amsterdam School” juga merupakan sebuah kelompok organisasi
informal dari arsitek dan desainer. Kelompok ini menerbitkan sebuah majalah yaitu
“Wendingen”. Majalah ini digunakan sebagai corong utama aliran Amsterdam School.
Pemimpin utama dari aliran ini adalah Michael de Klerk. Arsitek lain yang
digolongkan sebagai ‘Amsterdam School’, di antaranya adalah Johan van der Mey,
Piet Kramer, J.F. Staal, H. Th. Wijdeveld, C.J. Blaauw, dan sebagainya.

Aliran Amsterdam School berakar pada aliran Nieuwe Kunst. Nieuwe Kunst
adalah versi Belanda dari aliran “art nouveau” yang masuk ke Belanda pada peralihan
abad 19 ke 20. Nieuwe Kunst yang berkembang di Belanda berpegang pada dua hal
pokok, yaitu orisinalitas dan spritualitas. Aliran ‘Amsterdam School’ menafsirkan
orisinalitas sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap perancang, sehingga setiap
desain yang dihasilkan harus merupakan ekspresi pribadi perancangnya. Sehingga
karya-karya Amsterdam School menekankan pada buah pikiran dari si perancang secara
pribadi, bukan pada estetika universal. Sedangkan ‘spiritualitas’ ditafsirkan sebagai
metode penciptaan yang didasarkan atas penalaran yang bisa menghasilkan karya seni,
dengan memakai bahan dasar yang berasal dari alam (bata, kayu, batu alam, tanah liat,
dan sebagainya). Bahan-bahan alami tersebut dengan keahlian tangan yang tinggi
dijadikan ornamen skulptural dan menghasilkan diferensiasi warna yang memainkan
peran penting dalam desainnya. Ciri lain yang menonjol pada arsitektur Amsterdam
School adalah bentuk-bentuknya yang ekspresif. Penganut Amsterdam School,
melihat bangunan sebagai sebuah “total Work of Art”. Itulah sebabnya mereka tidak
men-desain bangunannya saja. Namun hingga detail-detail dari isi bangunan, seperti
interior, meja kursi, kaca, lampu hias dan sebagainya. Pada saat yang sama, mereka
berusaha untuk memadukan tampak luar dan bagian dalam (interior) bangunan
menjadi suatu kesatuan yang utuh. Selain itu, bangunan dari aliran Amsterdam
School biasanya dibuat dari susunan bata yang dikerjakan dengan keahlian tangan
yang tinggi dan bentuknya sangat plastis. Sikap yang konsekuen terhadap hasil
karya perorangan dan penghargaan yang tinggi terhadap hasil karya estetika
pribadi inilah yang menyebabkan Amsterdam School tidak pernah menerima mesin
sebagai alat penggandaan hasil karya-karyanya.

Karya-karya arsitek aliran Amsterdam School sebagian besar adalah bangunan


perumahan rakyat (public housing) karena bertepatan dengan kebutuhan yang
mendesak atas perumahan rakyat di Amsterdam pada masa itu. Salah satu contoh
bangunan yang dapat mewakili aliran Amsterdam School yaitu Scheepvaarthuis. Hal
tersebut karena bangunan ini merupakan karya terbesar dan termegah dari Michael de
Klerk. Kemudian bangunan ini merupakan komplek perumahan para pelaut Belanda
yang berhubungan dengan Hindia Belanda pada masa itu. Aliran Amsterdam School
yang sering disebut sebagai “rationalist as expressionist” dapat terwakili pada bangunan
ini.

Pada perkembangannya arsitektur Amsterdam School mempengaruhi ide-ide


arsitek Hindia Belanda. Namun pengaruhnya pada masa itu tidak terlalu besar. Menurut
teori ‘Colonial Space’, pengaruh tersebut hanya terasa pada ruang-ruang yang
mengakomodasi keperluan dari penjajah dan sebagian kecil ruang yang mengakomodasi
masalah kontrol pada kota-kota besar di Jawa, seperti Batavia.

Pada daftar karya-karya arsitek di Hindia Belanda masa itu, dalam studi
literatur tidak dijumpai nama-nama arsitek Belanda yang digolongkan sebagai aliran
Amsterdam School. Namun dari penerbitan majalah bangunan (awal abad ke-20)
diketahui bahwa majalah-majalah arsitektur seperti Wendingen dan De Stijl, banyak
dibaca oleh arsitek Belanda di Hindia Belanda. Dari sinilah aliran Amsterdam
School tersebut mulai dikenal. Meskipun aliran ‘rasionalis ekspresionis’ dari
Amsterdam School tidak berpengaruh secara langsung di dalam dunia arsitektur di
Hindia Belanda waktu.

Arsitek G.C. Citroen (1881-1935), kelahiran Amsterdam dan lulusan sekolah


seni Quellinus yang berpraktek di Surabaya. Pada karya bangunannya terlihat ada
pengaruh dari aliran Amsterdam School. Contoh dari karya Citroen yang terkenal
adalah gedung Kotamadya di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Surabaya. Citroen
berusaha untuk mengerjakan karyanya ini sebagai ‘total work of art’. Ia mendesain
sendiri mulai dari bangunannya hingga interiornya, bahkan sampai detail-detail kecil
serta kursi-kursinya. Dapat kita lihat juga pada karya dari arsitek J.J. Jiskoot. Karya
Jiskoot yaitu balai kota Cirebon (1972), menunjukkan gaya ekspresionis yang kuat
dalam bentuknya. Gaya ekspresionis ini juga merupakan ciri khas dari gaya
Amsterdam School. Sedangkan pemakaian bahan bangunan dari alam seperti bata
yang dikerjakan dengan keahlian tangan yang tinggi yang memainkan peran penting
dalam desain pada aliran Amsterdam School, sering terdapat pada karya arsitek
Henricus Macline Pont seperti gereja Puhsarang Kediri. Hal di atas merupakan
beberapa contoh dari sebagian pengaruh Amsterdam School di Nusantara. Contoh
tersebut juga mengingatkan bahwa komunikasi antara Belanda dan Nusantara waktu
itu, baik berupa majalah bangunan (Wendingen, De Stijl, IBT Locale Techniek, dan
sebagainya) maupun orang-orang Belanda yang baru datang dari negaranya dapat
dikatakan sangat intensif sekali.

Berangkat dari permasalahan yang terdapat pada jurnal ini, dapat dilihat
permasalahan baru yaitu tidak adanya patokan yang pasti untuk aliran Amsterdam
School ini. Pada jurnal disebutkan bahwa aliran ini sangat menjunjung tinggi orisinalitas
dan buah pikiran perancang secara pribadi, sehingga setiap karya yang dihasilkannya
merupakan sesuatu yang benar-benar baru. Hal ini akan menyulitkan arsitek-arsitek
masa kini atau yang akan datang untuk dapat melanjutkan kembali aliran ini. Pada
jurnal ini pun disebutkan bahwa aliran ini menganut teori individualisme. Aliran ini pun
mengalami kemunduran setelah arsitek terbesarnya, Michael de Klerk, meninggal pada
tahun 1923. Permasalahan lain yang juga terkait dengan masalah yang kami bahas
sebelumnya adalah tidak adanya arsitek-arsitek di Belanda yang secara khusus
menganut aliran Amsterdam School, kecuali Michael de Klerk. Hal ini akan
menyulitkan identifikasi apakah gaya-gaya pada bangunan lain merupakan aliran
Amsterdam School atau bukan, karena kurangnya contoh untuk dapat mengidentifikasi
karya-karya lain.

Anda mungkin juga menyukai