Anda di halaman 1dari 9

Variabel Antara – Fertilitas (Davis & Blake, 1956)

Teori ini di pelopori oleh duet Kingsley Davis dan Judith Blake pada tahun
1956. Yakni teori struktur sosial dan fertilitas yang kemudian biasa dikenal
dengan teori Variabel Antara Davis & Blake. Garis merah dari teori ini adalah
bahwa proses reproduksi menyangkut tiga tahapan penting, yaitu :

1. Hubungan kelamin (intercourse)


2. Konsepsi atau pembuahan (conception)
3. Kehamilan (gestation), Menurut keduanya hanya melalui faktor tersebut
kondisi budaya dapat mempengaruhi fertilitas

proses ini kemudian menjadi dasar pemikiran untuk merumuskan variabel


penentu yang dapat menghambat dan atau mentiadakan kelahiran. Karena pada
masa itu, jumlah kelahiran tidak terbendung sehingga populasi melonjak tinggi.
Variabel-variabel itu kemudian menjadi variabel antara yang menentukan fertilitas.
Variabel antara disajikan dalam kotak berikut :

Variabel Antara
A. Faktor – faktor yang mempengaruhi kemungkinan hubungan seks :
1. Umur memulai hubungan
2. Selibat permanen
3. Mencakup tentang:
a. Waktu antara retaknya hubungan suami istri (proses perceraian)
b. Tidak kawin sesudah menjadi janda
4. Abstinensi sukarela
5. Berpantang karena terpaksa
6. Frekuensi hubungan seks
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya
konsepsi :
1. Kemandulan yang tidak disengaja
2. Memanfaatkan atau menolak menggunakan alat kontrasepsi, yang
mencakup :
a. Kontrasepsi dengan penggunaan bahan-bahan kimia dan mekanis
b. Kontrasepsi Tanpa Penggunaan Bahan Kimia dan Mekanis
3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor yang

1
disengaja
C. Faktor – faktor yang mempengaruhi gretasi dan kelahiran dengan
selamat :
1. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor yang disengaja
2. Mortalitas janin oleh faktor sengaja

Berikut merupakan penjelasan dari Variabel Antara diatas.

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan hubungan seks

1. Umur memulai hubungan seks

Untuk menentukan kejadian (event) memulai berhubungan kelamin, umumnya


digunakan pendekatan umur ketika pertama kali menikah. Pada setiap kelompok
masyarakat proses bereproduksi atau memiliki keturunan dilegalkan melalui
institusi perkawinan walaupun tidak dipungkiri bahwa terdapat hubungan kelamin
diluar pernikahan, baik yang menghasilkan kelahiran maupun tidak. Coba
perhatikan para nenek dan generasi sebelumnya umumnya punya anak lebih
banyak kan. Karena mereka menikah pada usia yang sangat muda. Mungkin
bahkan mereka menikah sebelum umur 16 tahun (batas usia menikah di UU
perkawinan). Bila para generasi nenek kita dan sebelum sebelumnya menikah
pada usia yang sangat muda, hal ini adalah dampak dari tingkat kematian yang
tinggi.

Kematian terjadi karena penyakit, karena perang, atau karena proses


melahirkan yang tidak baik, ibu dan anak meninggal saat proses melahirkan, jadi
melahirkan bayi yang baru diharapkan dapat menggantikan kehilangan tersebut.
Oleh karena itu menikah muda merupakan pilihan untuk mengatasi kekurangan
jumlah penduduk akibat kematian tersebut, oleh karenanya pada situasi seperti ini
maka umur kawin pertama memiliki nilai plus terhadap fertilitas. Artinya seorang
perempuan yang menikah pada usia yang sangat muda, sangat dimungkinkan
memiliki beberapa orang anak sebelum mereka menyelesaikan masa suburnya.
(Masa subur adalah rentang waktu dimana seorang perempuan berpeluang

2
melahirkan umumnya dipakai usia 15 hingga 44 atau 49 tahun). Pada kelompok
masyarakat yang tidak memiliki program pencegahan kelahiran seperti program
keluarga berencana (KB), maka penundaan umur kawin pertama merupakan salah
satu cara untuk menghambat kelahiran.

2. Selibat permanen

Selibat artinya kurang lebih adalah status hidup membujang yang permanen.
Secara logis, status tidak kawin seperti ini, biasanya menghasilkan suatu tingkat
fertilitas yang rendah dan dipandang menjadi faktor yang lebih manjur
dibandingkan penundaan umur kawin pertama. Selibat permanen ini biasanya
sering dijumpai pada kelompok masyarakat agamis seperti pastor, pendeta budha
dan sufi. Jadi, jumlah orang yang selibat ini sangatlah sedikit. Variabel ini
memiliki nilai minus terhadap fertilitas karena mereka yang melakukan selibat
permanen berarti ‘menghilangkan’ kejadian kelahiran yang dimiliki.

Namun, walau begitu peningkatan jumlah orang yang tidak kawin, tidak akan
menurunkan fertilitas, kecuali bila persetubuhan diluar perkawinan berhasil
dicegah atau cara kontrasepsi dan pengguguran secara bebas dijalankan. Jika
kontrasepsi dan pengguguran mudah diperoleh dan dilaksanakan dalam hidup
perkawinan, maka fertilitas yang diakibatkannya dapat menyebabkan banyak dari
penduduk terhindar dari tak kawin seumur hidup. Ringkasnya seperti ini, bila
suatu negara atau wilayah bermaksud meregulasikan selibat ini, artinya mengatur
selibat dalam peraturan resmi dengan tujuan untuk menekan angka kelahiran yang
begitu tingginya, maka usaha ini akan sia-sia bila di negara atau wilayah tersebut
melegalkan pengguguran kandungan. Karena logikanya, untuk apa harus selibat
untuk menghindari kelahiran, kalau bisa digugurkan.

Ataupun bila negara atau wilayah itu mewajibkan penduduknya menggunakan


kontrasepsi yang akhirnya menunda atau menurunkan jumlah anak yang lahir.
Maka status selibat atau tidak kawin menjadi tidak berguna. Penundaan
pernikahan, status tak kawin, pantang senggama dalam perkawinan, jika semua itu
efektif dalam membatasi fertilitas pada prinsipnya semua menanggung kesulitan
yang sama, yakni menghindari hubungan seks.

3
3. a. Waktu antara retaknya hubungan suami istri (proses perceraian)

Tingkat perceraian dan lamanya waktu yang hilang karena lamanya proses
perceraian suami-istri memiliki nilai minus terhadap fertilitas. Jika perkawinan
berlangsung stabil atau jikalaupun tidak stabil namun tak ada waktu yang hilang
diantaranya, maka fertilitas tidak berpengaruh. Seorang perempuan yang
menjalani proses perceraian dapat menanti beberapa masa/waktu sebelum
memasuki perkawinan baru dan kesuburan diantara masa tersebut menjadi hilang.
Kesuburan akan kembali stabil jika terjadi perkawinan baru.

b. Tidak kawin sesudah menjadi janda

Pengaruh yang terjadi terhadap fertilitas tergantung pada kedudukan para


janda itu sendiri. Janda akibat perceraian umumnya kehilangan sedikit saja waktu
dari kesempatannya untuk mengadakan hubungan seks karena umumnya mereka
akan segera menikah lagi. Umumnya masyarakat setuju agar seorang janda segera
menikah lagi dengan kerabat/keluarga suami yang meninggal seperti pada
kelompok masyarakat yang lebih sederhana yang umumnya bercocok tanam dan
hidup berpindah. Pada kelompok masyarakat lain terdapat larangan bagi janda
untuk menikah dengan kerabat/keluarga suami. Hal seperti ini terjadi pada
kelompok masyarakat yang menjunjung nilai stratifikasi/kelas masyarakat. Juga
terdapat kelompok masyarakat yang tidak hanya melarang seorang janda untuk
menikah lagi dalam lingkungan keluarga suaminya, tapi justru menolak untuk
menikah lagi. Di India, kasta memperkuat kekuasaan keluarga untuk mencegah
seorang janda menikah lagi. Karena perkawinan akan merendahkan kasta.

4. Abstinensi sukarela

Abstinen ini adalah pantang senggama sukarela dalam perkawinan atau tidak
ngumpul suami-istri. No seks. Lebih banyak masyarakat pra-industri jaman dulu
yang melakukan pantang senggama dalam perkawinan dibandingkan masyarakat
industri. Pengaruhnya terhadap fertilitas tergantung pada suasana tertentu karena
sekurang-kurangnya ada 4 tipe restriksi yakni sesudah melahirkan (post partum),
pantang berkala (occasional), masa hamil dan masa haid. Tipe restriksi pertama
(sesudah melahirkan) dan kedua (pantang berkala) cenderung membatasi

4
kelahiran. Sedangkan dua yang terakhir (masa hamil dan masa haid) mempunyai
efek meningkatkan kelahiran (karena kesuburan setelah selesai dari masa hamil
dan haid, tingkat kesuburan perempuan meningkat).

Hampir semua kelompok masyarakat mempraktekkan pantang senggama


setelah melahirkan yang lamanya berkisar antara 1 bulan hingga 40 hari setelah
melahirkan. Selain itu terdapat juga larangan senggama selama masa menyusui
yang bisa berlangsung selama 2 tahun. Lamanya berpantang tidak selamanya
menunjukkan kesuburan yang hilang karena pengeluaran telur tertunda atau hanya
terjadi kadang-kadang saja. Masa pantang dapat dianggap sebagai hilangnya
‘kejadian kelahiran’ hanya bila periode itu berlangsung selama dua bulan atau
lebih meskipun hilangnya ‘kelahiran’ itu jauh lebih kecil dari lamanya waktu
pantang. Masa tabu bersenggama setelah melahirkan membantu menjarangkan
kelahiran anak. Pantangan berkala (occasional) adalah restriksi yang berlangsung
dalam hubungan dengan hari libur tetap dan upacara khusus yang dianggap tabu.
Penelitian yang pernah dilakukan di India menunjukkan jumlah rata-rata hari
menghindari senggama karena alasan agama adalah 24 hari per tahun. Jika hari-
hari ini terjadi berselang-seling, hampir tidak ada kesuburan yang hilang karena
telah menjadi bagian frekuensi senggama yang normal. Di beberapa kelompok
masyarakat pantang senggama berlangsung sangat lama. Seperti penduduk
Mortlock Island dari Kepulauan Carolina melarang senggama selama masa
perang. Di kelompok masyarakat nelayan Pulau Yap, pantang senggama saat
melakukan aktifitas pencarian ikan yang berlangsung selama 6 hingga 8 minggu.
Pantang senggama selama masa hamil tidak mempengaruhi fertilitas. Kebanyakan
kelompok masyarakat melarang aktifitas senggama pada sebagian kecil dari masa
hamil. Demikian pula halnya larangan senggama selama masa haid. Efeknya
sangat kecil atau sama sekali tidak ada terhadap fertilitas. Pantang senggama ini
cenderung memusatkan aktivitas seksual pada bagian subur dari pada siklus haid,

5. Berpantang karena terpaksa

Karena kesehatan atau penyakit mengakibatkan pantang senggama yang lebih


tinggi. Faktor yang sama dapat menyebabkan impotensi walaupun kondisi ini

5
lebih ditentukan oleh faktor psikologis. Suatu penyebab lain ialah terpisahnya
suami istri karena migrasi.

6. Frekuensi hubungan seks

Frekuensi senggama mungkin lebih banyak menaikkan fertilitas di masyarakat


sedang berkembang daripada masyarakat industri. Davis dan Blake tidak dapat
menemukan bukti yang kuat bahwa frekuensi rata-rata senggama dalam kelompok
umur yang satu jelas berbeda dengan kelompok umur lainnya seperti juga halnya
antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Juga tidak ada bukti bahwa
frekuensi senggama merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi variasi
fertilitas antara satu masyarakat dengan yang lain.

B. Faktor – faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya konsepsi

1. Kemandulan yang tidak disengaja

Hanya ada sedikit bukti. Kondisi hidup yang sulit didalam kelompok
masyarakat dapat menimbulkan suatu tingkat fertilitas yang rendah sekali atau
kemandulan mutlak khususnya pada bagian akhir dari masa reproduksi seorang
perempuan. Penyakit kelamin juga dapat mengakibatkan kemandulan pada
masyarakat yang berperadaban tinggi. Pada pihak lain ketegangan syaraf dan cara
hidup pada sebagian masyarakat perkotaan sedikit banyak dapat menurunkan
fertilitas.

2. Memanfaatkan atau menolak penggunaan alat kontrasepsi

6
Mengingat variabel senggama memiliki pengaruh negatif terhadap fertilitas
hanya dengan ‘tidak kumpul’, baik variabel konsepsi maupun variabel kehamilan
tidak membutuhkan suatu cara se-ekstrim pantang senggama atau perlunya hal itu
dilembagakan (seperti kehidupan selibat) untuk mempengaruhi fertilitas. Efisiensi
yang nyata dari kontrasepsi khususnya diduga akan mampu meluaskan
penggunaannya sebagai alat penekan fertilitas.

a. Kontrasepsi dengan penggunaan bahan-bahan kimia dan mekanis

Dalam kebanyakan masyarakat sederhana dan pedesaan, ide


kontrasepsi yang menggunakan bahan kimia dan mekanis sudah diketahui
dan orang berusaha menggunakannya. Namun dalam situasi yang
mengharuskan orang membatasi fertilitasnya cara ini bukanlah yang biasa
digunakan semata-mata karena tekhnologi masyarakat yang sedang
berkembang tidak dapat menunjangnya dengan metode yang efektif.
Karena tidak mengetahui fisiologi reproduksi, masyarakat tersebut kurang
mampu mencari cara apa yang harus mereka pakai. Sama pula halnya
mereka tidak dapat memanfaatkan bahan tersebut karena tidak cukup
mengetahui masalah kimia. Sebab itu metode yang dipakai gagal atau
kalau berhasil lebih banyak karena ilmu gaib daripada ilmu pengetahuan.
Karena kurang berpengalaman dalam mencoba bermacam-macam teknik
kontrasepsi maka orang menilai satu metode sama saja dengan yang lain.
Bahkan metode yang akan mencapai tujuan kontrasepsi cenderung
menjadi kaku, mengurangi kenikmatan seks, dan tidak sehat seperti
memasukkan sejenis kulit kacang ke dalam liang senggama (Negro dan
Guyana – Inggris), memasukkan sobekan kain atau rumput-rumputan yang
telah dipotong halus (Bapinda dan Bambunda – Afrika), memasukkan
kotoran hewan (Mesir dan Bambunda-Afrika). Ada pula metode
menyemprotkan cairan yang mengandung air jeruk atau ramuan sabut
buah pohon mahogani ( Martinique atau Guyana). Namun bahan tersebut
hanya mungkin diperoleh pada suatu daerah dan musim tertentu dalam
setahun. Jadi tekhnologi dan ekonomi masyarakat pra-industri tidak

7
mampu menghasilkan bahan kontrasepsi kimia-mekanis yang sekaligus
murah, memuaskan, efektif, dan mudah didapat.

b. Kontrasepsi Tanpa Penggunaan Bahan Kimia dan Mekanis

Metode seperti senggama terputus tanpa penetrasi dan bermacam cara


pemuasan heteroseksual yang menyimpang tidak tergantung pada
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknik. Metode yang beraneka ragam itu
banyak dikenal dan dipraktekkan oleh hampir semua masyarakat. Akan
tetapi tidak cukup banyak metode ini yang digunakan sebagai cara utama
untuk mengontrol fertilitas. Metode ini paling banyak dipakai untuk
hubungan kelamin diluar pernikahan atau dalam hal dimana hubungan
kelamin sebelum nikah dihalalkan tetapi kehamilan sebelum nikah
dilarang. Tetapi masih diragukan apakah praktek demikian merupakan
bantuan yang penting bagi pengontrolan fertilitas untuk semua
masyarakat.

3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor yang


disengaja

Sama halnya dengan kontrasepsi yang menggunakan bahan kimia dan


mekanik, kontrol terhadap kesuburan berada diluar kemampuan masyarakat.
Operasi pada bagian alat kelamin dapat dilaksanakan tapi dapat memberikan efek
yang berbahaya. Bila tehnik operasi disempurnakan sehingga dengan mudah
diubah-ubah untuk sekaligus mengatur jarak kelahiran anak atau membatasi
jumlah anak maka cara ini dapat menjadi alat utama untuk mereduksi fertilitas di
masyarakat terbelakang.

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi gretasi dan kelahiran dengan


selamat

1. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor yang disengaja

Berkenaan dengan variabel nomor ini telah dikemukakan bahwa nilai


fertilitas pada umumnya rendah pada masyarakat pra-industri. Karena data yang

8
tersedia memperlihatkan bahwa tingkat lahir-mati lebih besar dalam masyarakat
demikian. Bagaimanapun juga kesimpulan tersebut masih perlu diuji karena tidak
ada informasi pembanding yang cukup untuk angka-angka keguguran.

2. Mortalitas janin oleh faktor disengaja

Masyarakat terbelakang sangat sedikit mengetahui tentang cara memperkecil


mortalitas janin, sebaliknya mereka benar-benar memiliki cara yang mudah untuk
mempertinggi kematian janin yakni melalui pengguguran karena cara ini
dipandang sebagai cara utama membatasi fertilitas.

Anda mungkin juga menyukai