Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN CUSHING SINDROM

A. PENGERTIAN
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat
terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088)

B. ETIOLOGI
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma
maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing.
Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom
cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R.
Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis
hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks
adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)

C. PATOFISIOLOGI
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom
chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
- Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
- Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
- Androgen.
- Estrogen

Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:


1.Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya
terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan:
- Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
- Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu
(striae).
- Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
- Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan
mudah tibul luka memar.
- Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan
mudah terjadi fraktur patologis.
- Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu
kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
- Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari
glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi
glukosa.
- Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk
mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.

2.Distribusi jaringan adiposa.


- Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
- Obesitas
- Wajah bulan (moon face)
- Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison)
- Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan
penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3.Elektrolit
efek minimal pada elektrolit serum.
- Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.

4.Sistem kekebalan
ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung
pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
- Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat
germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
- Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
- Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
- Produksi anti bodi
- Reaksi peradangan
- Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.

5.Sekresi lambung
- sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan .
- sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
- Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah
terjadinya tukak.

6.Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.

7.Eritropoesis
- Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah
kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
* Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
* Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
* Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut
yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
* Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai
layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-
1091)

D. JENIS-JENIS SINDROM CUSHING


Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis:
1.Tergantung ACTH
heperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar
hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing
pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.
2.Tak tergantung ACTH
adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti
histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum
hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh
neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091)

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada penyakit sydrom cushing antara lain obes
itas sentral, gundukan lemak pada punggung, muka bulat (moon face), striae, berkurangnya
massa otot dan kelemahan umum.
Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada sindrom cushing seperti
atripi/kelemahan otot ekstremitas, hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita), ammenorrhoe,
impotensi, osteoporosis, atropi kulit, akne, udema., nyeri kepala, mudah memar dan gangguan
penyembuhan luka. (Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Syamsuhidayat, hal. 946)

F. DIAGNOSIS
Adanya sindrom cushing dapat ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
jasmani yang telah dijelaskan. Diagnosis umunya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang
tinggi dalam plasma dan kemih. Ada juga tes-tes spesifik yang dipakai untuk menentukan adanya
tidaknya irama sirkandian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik
yang sensitif. Tidak adanya irama sirkandian dan berkurangnya atau berkurangnya kepekaan
sistim pengaturan umpan balik merupakan ciri sindrom cushing.
Pemeriksaan fisiologi dapat membantu membedakan chusing hipofisis dari cusing
ektopik atau cushing kortek sdrenal primer. Pada sindrom cushing ektipik dan korteks adrenal,
sekresi abnormal ACTH atau kortisol biasanya tidak berubah pada peransangan ataupun
penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan balik negatif yang normal.
CT scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah penurunan atau
penigkatan densitas yang kosisten dengan mikrodema pada sekitar 30% dari penderita-penderita
ini. MRI dengan koontras memberikan temuan positif pada ma yoritas penderita. CT scan
kelenjar adrenal biasanya menujukkan pembesaran adrenal pada kasus sindrom cushing
tergantung ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atai karsinoma adrenal.
(Sylvia, A. Price; Patofisiologi; Hal 1092-1093)

G. PENGOBATAN/ TERAPI
Oengibatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung pada apakah
sumber ACTH adalah hiposis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi dugunakan pada kasus
dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya sdiusahakan
reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak
dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti
pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau merusal
sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.
Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan reseksi neoplasma yang mensekresi
ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti dianjurkan pada penderita
sindrom cushing jenis tergantung ACTH hipofisis. (Silvia A. Price; Patofisiologi, Hal. 1093)

H. TEST DIAGNOSTIK
1.CT scan: Untuk Menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus syndrome cusing

2. Photo scaning

3. Pemeriksaan sidik nuklir: Kelenjar adrenal mengharuskan Pemberian kolesterol radio aktif
secara inra vena

4.Pemeriksaan elektro kardiografi: Untuk menentukan adanya hipertensi. (Endokrinologi edisi 4


hal 437)

I. PENATALAKSANAAN

Karena lebih banyak Sindrom Cushing yang disebabkan oleh tumor hipofisis dibanding
tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar hipofisis. Operasi
pengangkatan tumor melalui hipofisektomi transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama
dan angka keberhasilannya sangat tinggi (90%). Jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang
ahli. Radiasi kelenjar hipofisis juga memberikan hasil yang memuaskan meskipun di perlukan
waktu beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi pilihan bagi
pasien dengan hipertropi adrenal primer.

Setelah pembedahan, gejala infusiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48 jam
kemudian sebagai akibat dari penurunan kadar hormon adrenal dalam darah yang sebelumnya
tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison mungkin diperlukan selama beberapa
bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal terhadap kebutuhan
tubuh. Jika kedua kelenjar diangkat (adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan hormon
– hormon korteks adrenal harus dilakukan seumur hidup.

Preparat penyekat enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethhimide, mitotane, ketokonazol) dapat


digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi
ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat
diperlukan karena dapat terjadi gejala insufisuensi adrenal dan efek samping akibat obat – obat
tersebut.
Jika Sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid eksternal
(eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau dihentikan secara
bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk mengobati proses penyakit yang ada
dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta alergi dan penolakan terhadap organ yang
ditransplantasikan). Biasanya terapi yang dilakukan setiap dua hari sekali akan menurunkan
gejala Sindrom Cushing dan memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap
ACTH.

Anda mungkin juga menyukai