Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT

ENTEROKOLITINS NEKROTIKAN (NEC) PADA ANAK

Untuk Memenuhi Tugas Studi Keperawatan Anak

Oleh :
KELOMPOK 4

MUHAMMAD ROZIKHIN 201233040


LARAS ANGGRAENY 201233063
VALENTINA DWI GITA 201233051
SEPTYA REFINDA 201233035
TEDDY SETIADI 201233032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Penyakit
Enterokolitins Nekrotikan (NEC) Pada Anak ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Di dalam penyusunan makalah ini, kami merasa bahwa masih banyak
hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai
pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat kami atasi sedikit demi sedikit. Untuk
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Arief Kusuma, selaku Rektor Universitas Unggul;
2. dr. Idrus Jus’at, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan;
3. Mira Asmirajanti, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan;
4. Nurlaila, S.Kp., M.Kep., selaku Pembimbing dan Penguji;
5. Keluarga tercinta dan seluruh civitas akademika Universitas Esa Unggul.

Di samping itu, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini dapat diibaratkan “tidak ada gading yang tidak retak”. Oleh
sebab itu, kami mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan
makalah ini. Demikian pula halnya kami juga mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif demi penyempurnaan makalah ini untuk selanjutnya dapat
menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Sebagai akhir kata, dengan selesainya makalah ini, maka seluruh isi
makalah ini sepenuhnya menjadi tangung jawab kami dan seberapapun
sederhananya makalah ini, kami harapkan mempunyai manfaat bagi semua pihak
yang membaca makalah ini.

Jakarta, Desember 2013

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Enterokolitis nekrotikans (EKN) merupakan penyakit saluran cerna pada
bayi baru lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding
usus. Penyakit ini menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah (BBLSR). Pada umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi
prematur daripada bayi cukup bulan. Faktor resiko penyebab terjadinya EKN
adalah; kelahiran prematur, pemberian makanan enteral dini, perlukaan mukosa
usus, dan adanya bakteri pada usus.
Angka kejadian EKN mencapai 6% pada bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir
dekade ini. Beberapa penulis melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5%
pada bayi yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Angka kejadian EKN berbeda
dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Salah satu faktor yang
menyebabkan perbedaan angka kejadian penyakit ini adalah kemampuan dalam
mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit ini.
Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
pada tahun 60-an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini
baru meningkat sesudah tahun 1972. Pada penelusuran catatan medik di sub
bagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun 1982-1985 menunjukkan 1 kasus
pada tahun 1980, 2 kasus tahun 1982, 3 kasus pada tahun 1983, 4 kasus pada
tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian ini terlihat
bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakan alat canggih dalam
penanganan neonatus.
Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian
EKN di Amerika Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda
Harapan Kita pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian
terjadi pada 19 kasus (54,3%).
B. Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui patogenesis, diagnosis
dan penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.

D. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa


bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan
paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah.

B. Epidemiologi

Angka kejadian EKN sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika


Serikat, berkisar antara 3–28% dengan rata-rata 6 -10% terjadi pada bayi dengan
berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat
lahir atau berat lahir dengan insiden EKN, artinya semakin cukup usia kehamilan
atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko terjadinya EKN.
Enterokolitis Nekrotikans lebih sering terjadi pada bayi laki–laki, dan
beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika
daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus
yang menderita EKN adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan preterm, namun
5-10% dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang lahir pada usia
kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade terakhir angka mortalitas
yang disebabkan oleh EKN berkisar antara 10-30% dengan tren menurun seiring
dengan semakin berkembangnya advances neonatal car.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi EKN hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat
kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor
makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan
pada invasi bakteri. EKN jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan
sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun, sekali pemberian
makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat
menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen. Gas
tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis)
atau memasuki vena portal.
Enterokolitis nekrotikans sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko
spesifik, antara lain : pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth
Restriction (IUGR), polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal,
gastroskisis, penyakit jantung bawaan, dan mielomeningokel.
Enterokolitis nekrotikan bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau
penyakit dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan
tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella,
Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen
spesifik tidak diketahui.

D. Patogenesis
Walaupun etiologi EKN masih kontroversi, analisis epidemiologi penyakit
ini telah mengidentifikasi beberapa faktor resiko utama, yaitu prematuritas,
makanan enteral, iskemik ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi
terakhir menunjukkan hubungan faktor resiko ini dengan terjadinya nekrosis
usus. Studi ini menggambarkan bagaimana kerusakan mukosa juga berhubungan
dengan terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi mediator
inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik.

1. Prematuritas
Lebih dari 90 % kasus EKN terjadi pada bayi prematur, berat
badan lahir rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun
banyak perbedaan antara bayi prematur dengan bayi cukup bulan,
mekanisme yang bertanggung jawab terhadap predileksi EKN pada
kondisi EKN masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang
dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan
dalam komponen–komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi
bakteri, regulasi aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam
terjadinya kerusakan pada usus.
2. Iskemik intestinal atau asfiksia
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan
sirkulasi saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN.
Resistensi pembuluh darah basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan
menurun dengan signifikan segera setelah lahir, menimbulkan peningkatan
kecepatan aliran darah saluran cerna yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada resistensi vaskular
tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida) dan
konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan
bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres
sirkulasi, yang menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resistensi
vaskuler.
Dalam respon terhadap hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan
defek tekanan-autoregulasi aliran darah, menyebabkan penurunan
penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan. Sebagai
tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir
memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah
hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna,
hipoksemia berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau
hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida.
Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin, substansi P,
norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor, regulasi
abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada
iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan.
Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai
seluruh lapisan dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang
berikutnya menyebabkan peritonitis dan udara bebas intra-abdomen.
Perforasi umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan lebih jarang terjadi
di usus kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan kematian
dapat terjadi.
3. Pemberian makanan secara enteral
Kebanyakan kasus EKN terjadi setelah pemberian makanan secara
enteral yang diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang
pernah dilaporkan pada beberapa dekade yang lalu, EKN terjadi beberapa
hari setelah pemberian makanan yang pertama, tapi pada laporan kasus
yang terjadi pada 1990-an EKN yang terjadi pada BBLSR, terdiagnosis
setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas telah
memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus,
seperti pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan
ditingkatkan secara perlahan, sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya EKN. Walaupun hubungan antara makanan enteral dan EKN
masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi membuktikan
pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan
susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.
Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan,
didapatkan penurunan 50% angka kejadian EKN dengan pemberian ASI,
terutama pada bayi BBLR. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif
yang mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk
sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin, lisozim,musin,
sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak
jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu
formula. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI,
seperti faktor pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda,
platelet activating factor-acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif
dalam menurunkan penyakit ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya
terbukti efektif pada percobaan manusia.

4. Kolonisasi Bakteri
In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril,
diperkaya dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang
membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan
meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi
akan membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu
pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan
Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit,
saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang
sedikit, dan bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali
tidak ada.

Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang


stabil dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri
komensal mampu meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai
mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus, memperkuat
Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang melawan
bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.

Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat


ketidakseimbangan antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan
dominasi dan proliferasi patologis yang dilakukan oleh bakteri patogen.
Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan kolonisasi bakteri
pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube (NGT) pada
bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya
EKN. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian
EKN belum sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus
ditemukan bahwa dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin,
dan beberapa komponen aktif menyerupai reseptor di epitel usus, dan
mengaktivasi mediator inflamasi yang memicu kerusakan usus.
Gambar 1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal
necrotizing enterocolitis

E. Diagnosis

1. Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada EKN meliputi :


a. Distensi perut atau adanya nyeri tekan.
b. Toleransi minum yang buruk.
c. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui
pipa lambung.
d. Darah pada feses.
e. Tanda-tanda umum gangguan sistemik :
1) Apneu
2) Terus mengantuk atau tidak sadar
3) Demam atau hipotermi
2. Kriteria Bell’s menurut Gomella:

a. Stadium 1 (suspek EKN)

1) Kelainan sistemik : Tandanya tidak spesifik,


termasuk apneu, bradikardia, letargi dan suhu tidak
stabil.
2) Kelainan abdominal : Termasuk intoleransi
makanan, rekuren residual lambung, dan distensi
abdominal.
3) Kelainan radiologik : Gambaran radiologi bisa
normal atau tidak spesifik.

b. Stadium 2 (terbukti EKN)


1) Kelainan sistemik : Seperti stadium 1 ditambah
dengan nyeri tekan abdominal dan trombositopenia.
2) Kelainan abdominal : Distensi abdominal yang
menetap, nyeri tekan, edema dinding usus, bising
usus hilang dan perdarahan per rektal.
3) Kelainan radiologik : Gambaran radiologi yang
sering adalah pneumatosis intestinal dengan atau
tanpa udara vena porta atau asites.

c. Stadium 3 (EKN lanjut)


1) Kelainan sistemik : Termasuk asidosis respiratorik
dan asidosis metabolik, gagal nafas, hipotensi,
penurunan jumlah urin, neutropenia dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).
2) Kelainan abdominal : Distensi abdomen dengan
edema, indurasi dan diskolorasi.
3) Kelainan radiologic : Gambaran yang sering
dijumpai adalah pneumoperitoneum.
Tabel 1. Kriteria Bell

Stadium Kelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik

IA. Tersangka - Suhu tidak - Residu lambung - Normal


EKN stabil meningkat - Ileus ringan
- Apnu - Distensi
- Bradikardia abdomen ringan
- Darah samar di
dalam feses
IB. Tersangka SDA SDA SDA
EKN
+ Darah segar per
rektal

IIA. EKN SDA SDA - Ileus


definitif ringan - Pneumatosis
+ Peristaltik (-) intestinal
+ Nyeri tekan

IIB. EKN SDA SDA SDA


definitif sedang
+ Asidosis + Peristaltik (-) + Udara vena porta
metabolik ringan
+ Nyeri tekan ± Asites
+ Trombositopenia
ringan + Selulitis

+ Benjolan kuadran
kanan bawah

IIIA. EKN lanjut, SDA SDA SDA


sakit berat, usus
utuh + Hipotensi + Peritonitis + Asites
generalisata
+ Bradikardia
+ Nyeri tekan
+ Asidosis respirasi
+ Distensi abdomen
+ Asidosis
metabolik

+ DIC

+ Neutropenia
IIIB. EKN lanjut, SDA SDA SDA
sakit berat,
perforasi +
Pneumoperitoneum

Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed 4

F. Intervensi Keperawatan

Prinsip dasar intervensi keperawatan EKN yaitu merencanakan asuhan


keperawatan pada akut abdomen dengan ancaman terjadi peritonitis septik.
Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan
syok. Jika EKN terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu
dipertimbangkan untuk isolasi.

1. Pengelolaan Dasar

a. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-


14 hari (pada EKN stadium 1 waktunya lebih singkat).
Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar melalui parenteral total.
b. Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube
atau lakukan suction berkelanjutan.
c. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen.
d. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua
cairan aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan.
e. Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk
memelihara parameter gas darah yang dapat diterima.
f. Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin
dibutuhkan pada keadaan yang mengarah kepada syok.
Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk menjaga
tekanan darah dalam batas normal.
g. Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan.
Usahakan untuk mempertahankan produksi urin 1-3
mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada infus jika pasien
dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.
h. Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan
ganti dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada
keparahan penyakit.
i. Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa
hitung sel darah lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga
stabil. Lakukan kultur darah dan urin sebelum memulai pemberian
antibiotik.
j. Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari.
Mulai dengan pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau
Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian Vancomycin (sebagai
pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau curiga
infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin
untuk meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis
atau perforasi usus. Penelitian terbaru tidak menganjurkan
ataupun menolak penggunaan laktoferin sebagai adjuvant terapi
antibiotik.
k. Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada EKN stadium II dan
III dapat mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma
dan cryoprecipitate. Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga
dibutuhkan.
l. Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi
lateral dekubitus pada pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8
jam pada stadium akut untuk medeteksi perforasi usus.
m. Konsul bedah pada EKN ( stadium II dan III)

2. Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis


a. Stadium I
Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan.
Antibotik spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil
kultur.
b. Stadium IIA dan IIB
Puasa selama 2 minggu.
Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada
pemeriksaan radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral 90-
110 kal/kgBB/hari.

Pemberian oksigen.
Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.
Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.
Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.

c. Stadium IIIA dan IIIB


Pengobatan stadium II
Ventilasi mekanik jika dibutuhkan. Jika terdapat syok, segera atasi
dengan pemberian cairan.
Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan
darah.

3. Tatalaksana Bedah

Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi


bedah. Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding
abdomen, dilatasi segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiografi (sentinel
loop), massa abdomen yang nyeri dan perubahan kondisi klinis yang refrakter
terhadap tatalaksana medis.

4. Tindakan Pencegahan

Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah EKN. Hal ini
termasuk penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara
bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal,
penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian
ASI dan penggunaan probiotik.

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah lengkap dan hitung jenis


Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat
dengan shift to the left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia
sering terlihat. 50 % kasus terbukti EKN, jumlah platelet < 50.000
uL.

b. Kultur
Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya
diperiksa untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur
yang patogen.

c. Elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta
hiperkalemia sering terjadi.

d. Analisa gas darah


Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan
respiratorik mungkin terlihat.

e. Sistem koagulasi
Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening
koagulopati lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time
memanjang, Partial Thromboplastin time memanjang, penurunan
fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin, merupakan
indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).
f. C-Reaktif protein
Mungkin tidak meningkat atau pada kasus EKN yang lanjut karena
bayi tidak bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.

g. Biomarker
Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab EKN
seperti gas hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau
feses dan genetic marker, tetapi semua kerugian membatasi
kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang genomic dan
proteomic marker terus diteliti.

Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis


merupakan pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk
mendeteksi adanya kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos
ataupun dengan media kontras. Pada anak dengan EKN yang umumnya
menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut kembung, muntah–
muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan kontras,
foto polos dan tanpa persiapan.

Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior, erek atau semierek


dengan diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD). Beberapa
klinisi menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak
tangga pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus.

G. Gambaran Radiografik Dini

Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya batas


dinding usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi, dan atonik.
Pengenalan gambaran tersebut sangat penting sehingga dapat dilakukan
pengobatan dini dan komplikasi EKN dapat dihindari.
H. Gambaran Radiografik Klasik

Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan


gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam diagnosis EKN.
Gas dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa akan memberikan
gambaran seperti garis (rel kereta api) pada penampang bujur atau sebagai cincin
kembar pada penampang lintang. Meskipun tanda ini sangat penting, kadang–
kadang sukar mengenalinya.
Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena porta.
Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang – cabang sesuai dengan
percabangan vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul
pada post kateterisasi vena umbilikalis.

I. Gambaran Radiografik Perforasi

Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh


karena itu penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan
menemukan tanda dini perforasi.

Gambaran radiografik perforasi yaitu:

1. Gas bebas intraperitoneal


2. Cairan bebas intraperitoneal
3. Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik,
4. Lingkar usus melebar persisten

Gambar Pneumatosis Intestinal


Gambar Pneumoperitonium

Gambar Gas portal

J. Prognosis

Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis


intestinal saat didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post
operatif antara lain infeksi luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps,
nekrosis). Komplikasi lanjut antara lain striktur intestinal yang dapat muncul pada
lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada sekitar 10% pasien yang di tatalaksana
secara bedah maupun medis.

Reseksi dari striktur yang mengalami obstruksi merupakan tindakan


kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi EKN post operatif antara
lain short-bowel syndrome (malabsorbsi, gagal tumbuh, malnutrisi), komplikasi
yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis, trombosis), dan cholestatic
jaundice. Bayi prematur dengan EKN yang membutuhkan intervensi bedah atau
yang mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan
dan outcome neuro developmental.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Enterokolitis Nekrotikan merupakan penyakit yang memiliki angka


mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada
bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul
sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu iskemia intestinal, kolonisasi
bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur berbeda dibandingkan
bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara lain
pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi
bakteri, autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi.

Bayi prematur menjadi lebih rentan diakibatkan sistem imun yang imatur
yang mana tidak memadai dalam melindungi terhadap organisme patogen.
Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan cairan
parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid
antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI,
pemberian ASI dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling
baik dalam mencegah EKN.

B. Saran

1. Perlu penanganan yang efektif pada bayi yang menderita EKN karena
prognosis berhubungan dengan pengobatan.
2. Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai EKN agar diagnosis dan
penatalaksaan bayi dengan EKN dapat dilakukan dengan tepat dan
cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatam: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Kitterman, J. 2006. Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph
Vol. 1. Ed 20. Jakarta: EGC
Sukadi, A. 2002. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung:
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.
Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta:
Sagung seto

Anda mungkin juga menyukai