Oleh
Raffi Fafian Chairul Putra
071001500114
i
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS INJEKSI AIR DALAM USAHA PENINGKATAN
PRODUKSI PADA LAPANGAN X DENGAN MENGGUNAKAN
SIMULASI RESERVOIR
PROPOSAL SKRIPSI/TESIS
Usulan Penelitian untuk Skripsi
Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Oleh
Raffi Fafian Chairul Putra
071001500114
Foto
2x3
Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana................................
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
Keyword: ....................................................................
iv
DAFTAR ISI
v
II.8 Injeksi Air (Waterflooding) ......................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 25
III.1 Metodologi .................................................................................. 25
III.2 Jadwal Penelitian......................................................................... 25
III.3 Subbab 3 ....................................... Error! Bookmark not defined.
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Hubungan Vpsat dengan porositas untuk data set 1 (garis putus-
putus adalah kurva Vpsat yang dihitung dengan pendekatan Nur
menggunakan harga porositas kritis yang berbeda setiap rock
type). ................................................. Error! Bookmark not defined.
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
LAMBANG
A Luas area 33
B Bulk modulus 4
Bm Bulk modulus mineral 55
C Hydraulic Conductivity 14
c Konstanta Kozeny 134
E Young Modulus 33
Fs Shape factor 13
k Permeabilitas 8
Mdry Modulus pada kondisi dry 200
P Tekanan 33
Sgv Specific surface area per unit grain volume 13
Swi Irreducible water saturation 13
Vclay Volume clay 18
Vp Kecepatan gelombang P 6
x
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG (lanjutan)
Porositas 8
c Porositas kritis 57
ρ Densitas batuan 36
ρf Densistas Fluida 58
ρm Densitas mineral 58
τ Tortuosity 13
σ Stress 33
ε Strain 33
Lame' coefficient 34
λ
Poisson ratio 33
υ
xi
BAB I PENDAHULUAN
Tingkat kebutuhan minyak dan gas bumi semakin hari akan semakin
meningkat, sedangkan tingkat produksi minyak dan gas bumi akan terus menurun.
Hal ini dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan energi oleh masyarakat.
Untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan
jumlah produksi dengan tujuan memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Usaha
yang dilakukan dapat berupa pencarian lapangan migas baru yang berpotensi, atau
mengevaluasi lapangan lama untuk meningkatkan produksi lapangan tersebut.
Tingkat produksi dapat ditingkatkan dengan beberapa metode, salah satu
metode tersebut adalah waterflooding atau dapat disebut dengan injeksi air.
Waterflood dilakukan dengan menginjeksikan air kedalam sumur untuk membantu
mendorong minyak pada reservoir menuju permukaan. Namun, sebelum dilakukan
tindakan tersebut, perlu ditentukan terlebih dahulu injeksi seperti apa yang akan
dilakukan atau dapat disebut sebagai skenario. Hal yang perlu dipertimbangkan
meliputi desain sumur injeksi, laju injeksi serta beberapa faktor lainnya. Untuk
dapat menentukan perencanaan yang akan dilaksanakan, perlu dilakukan suatu
penelitian untuk memperkirakan hasil produksi dari reservoir ketika dilakukan
skenario yang telah dipersiapkan.
Studi yang dapat digunakan adalah studi simulasi reservoir. Simulasi
reservoir sendiri adalah suatu proses matematik yang digunakan untuk
memprediksi performa dari reservoir dengan menggunakan sebuah model. Tujuan
utama dari dilakukannya simulasi reservoir adalah untuk memprediksi reaksi dari
suatu reservoir ketika dilakukan berbagai macam tindakan untuk meningkatkan
produksi. Selain itu, simulasi reservoir juga dapat dilakukan untuk memperkirakan
nilai recovery factor serta menjadi patokan untuk melakukan Plan of Development
untuk lapangan tersebut.
1
I.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas.
Rumusan masalah tersebut meliputi:
1. Bagaimana cara menentukan Recovery Factor melalui simulasi reservoir?
2. Apakah pengaruh waterflood design terhadap oil recovery?
3. Apa saja variabel yang perlu diperhatikan dalam menentukan skenario yang
akan digunakan?
2
3. Cara menentukan laju injeksi yang paling optimal dari berbagai alternatif
yang ada untuk lapangan tersebut.
3
peran untuk mencegah minyak dan gas bumi meninggalkan trap.
5. Migration
Merupakan jalur bagi minyak dan gas untuk mengalir dari source rock menuju
trap atau tempat terakumulasinya minyak dan gas.
II.2.1 Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara total volume pori (pore
volume) batuan terhadap total volume batuan (bulk volume). Tingkat porositas dari
batuan akan mempengaruhi jumlah fluida yang dapat tersimpan dalam batuan
tersebut. Secara matematis porositas dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝑉𝑏 −𝑉𝑔 𝑉𝑝
ø= 𝑥100% = 𝑥100% (II.1)
𝑉𝑏 𝑉𝑏
4
2. Porositas efektif, yaitu perbandingan volume total pori yang berhubungan
terhadap volume total batuan (bulk volume).
Jika pori-pori batuan terisi oleh minyak, gas dan air maka berlaku
hubungan:
𝑆𝑜 + 𝑆𝑔 + 𝑆𝑤 = 1 (II.5)
sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka hubungan yang
berlaku:
𝑆𝑜 + 𝑆𝑤 = 1 (II.6)
II.2.3 Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan
fluida yang mengalir melalui pori batuan tersebut. Permeabilitas dinyatakan dalam
Darcy atau millidarcy. Suatu batuan dinyatakan memiliki permeabilitas bernilai 1
Darcy jika batuan tersebut mampu mengalirkan fluida dengan laju 1 cm3/s dengan
viskositas 1 cp, sepanjang 1 cm serti memiliki luas penampang sebesar 1 cm2,
dengan perbedaan tekanan sebesar 1 atm. Berdasarkan penjelasan tersebut,
persamaan Darcy dapat ditulis sebagai berikut:
5
µ𝑞𝐿
𝑘= (II.7)
𝐴𝛥𝑃
Berdasarkan jumlah fasa cairan yang mengalir di media berpori,
permeabilitas batuan dapat dibedakan menjadi:
1. Permeabilitas absolut
Merupakan permeabilitas dimana fluida yang mengalir pada batuan terdiri dari
satu fasa, sebagai contoh hanya gas atau air saja.
2. Permeabilitas efektif
Merupakan permeabilitas dimana fluida yang mengalir pada batuan lebih dari
satu fasa. Permeabiitas efektif dapat meliputi permeabilitas efektif gas (Kg),
permeabilitas efektif minyak (Ko) serta permeabilitas efektif air (Kw).
3. Permeabilitas relative
Merupakan nilai perbandingan antara permeabilitas efektif terhadap
permeabilitas absolut.
Pada saat awal minyak diproduksikan dari sumur yang baru pertama kali
dibor, saturasi awalnya adalah saturasi water initial atau saturasi water connate.
Setelah diproduksikan, nilai kro atau permeabilitas relative minyak semakin
menurun, maka nilai krw semakin bertambah. Hal tersebut dikarenakan pori-pori
yang sebelumnya diisi minyak digantikan oleh air. Hingga pada titik akhir, di mana
tercapai nilai saturasi oil residua tau Sor.
Pada gambar II.1, digambarkan hubungan antara permeabilitas efektif air
dan minyak dengan saturasi
Gambar II.1
Kurva Permeabilitas Relatif untuk Sistem Air-Minyak
6
Menentukan flow karakteristik fluida reservoir di dalam model simulasi
Menentukan factor perolehan (RF) dan performance produksi
Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi permeabilitas relatif adalah
saturasi fluida, pori-pori batuan serta sifat kebahasan batuan (wettability).
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Air pada umumnya merupakan
merupakan fasa yang membahasi (wetting phase) di dalam suatu reservoir,
sedangkan minyak dan gas sebagai fasa tak membasahi (non-wetting phase).
Pada gambar di atas, diperlihatkan bahwa air naik di dalam pipa akibat gaya
tarik adhesi antara air dan dinding pipa yang arah resultannya keatas. Besarnya gaya
tarik keatas ini adalah sebesar 2πAT, dimana r adalah jari-jari pipa kapiler. Gaya
tarik keatas akan sama besarnya dengan gaya kebawah yang menahannya.
7
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan
macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai
berikut:
2𝜎𝑐𝑜𝑠𝜃
𝑃𝑐 = = 𝛥𝜌𝑔ℎ (II.9)
𝑟
8
Sudut cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positinf (θ < 90°) yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila air tidak
membasahi zat padat, maka tegangan adhesinya negative (90° < θ < 180°), berarti
batuan bersifat oil wet. Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air
cenderung melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak di
antara fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan
dan akan mengalir lebih mudah
9
𝑚
𝜌= (II.11)
𝑣
10
𝜌
𝛾 = 𝜌𝑟 (II.13)
Semakin kecil harga SG minyak, semakin besar harga API gravitynya, maka
tingkat kualitas dari minyak tersebut akan semakin tinggi sehingga memiliki harga
yang tinggi. Minyak bumi dapat diklasifikasikan berdasarkan berat jenis dari
minyak, dimana pada umumnya menggunakan satuan °API. Nilai dari °API sendiri
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
141.5
°𝐴𝑃𝐼 = − 131.5 (II.14)
𝛾0
11
Gambar II.4 Grafik Rs vs Tekanan
Nilai tekanan dimana gas mulai melepaskan diri dari minyak adalah tekanan
gelembung atau bubblepoint pressure (Pb). Rs bernilai konstan hingga sebelum
mencapai Pb, kemudian gas mulai melepaskan diri yang menyebabkan nilai Rs
menurun dan saturasi gas bertambah. Hal ini dapat mengakibatkan minyak semakin
sulit untuk mengalir.
12
II.4.1 Solution Gas Drive Reservoir
Solution gas drive atau dapat disebut juga depletion drive merupakan gaya
dorong alami yang paling lemah dibandingkan drive mechanism lainnya seperti gas
cap drive dan water drive. Gaya yang bekerja pada tenaga dorong ini adalah gaya
yang dihasilkan oleh gas terlarut ketika berekspansi akibat tekanan reservoir
menurun sehingga gas terdorong untuk bergerak menuju tekanan yang lebih kecil
dari tekanan reservoirnya. Pergerakan gas tersebut mendorong minyak untuk ikut
bergerak menuju ke permukaan.
Reservoir minyak dengan tenaga dorong solution gas pada umumnya
memiliki recovery factor antara 5% - 30% dari jumlah cadangan. Kinerja reservoir
dengan tenaga dorong ini secara singkat dapat dijelaskan seperti berikut:
Tekanan reservoir menurun dengan cepat dan terus-menerus
Gas Oil Ratio (GOR) pada awalnya cukup rendah, kemudian meningkat hingga
titik maksimum lalu kembali turun drastis
Produksi air dianggap tidak ada
13
dengan tenaga dorong ini memiliki ciri seperti berikut:
Tekanan reservoir akan turun dengan lambat dan berlangsung secara terus-
menerus
Gas Oil Ratio (GOR) akan terus meningkat
Produksi air dianggap tidak ada
14
antara gas cap drive dengan water drive. Kombinasi drive mechanism
menyebabkan karakteristik reservoir menjadi lebih kompleks jika dibandingkan
dengan reservoir yang hanya memiliki satu drive mechanism.
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap akan
mendesak minyak, begitu pula dengan air yang berada pada bagian bawah dari
reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak sempat berubah fasa menjadi
gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi karena dikontrol oleh tekanan gas
dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian peristiwa depletion untuk reservoir
jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak yang masih tersisa di dalam reservoir
semakin kecil karena recovery minyaknya tinggi dan efisiensi produksinya lebih
tinggi. Dapat disimpulkan suatu reservoir dengan jenis ini memiliki ciri:
Penurunan tekanan relatif cepat
WOR akan naik secara perlahan
Jika ada gas cap maka sumur-sumur yang terletak di bagian atas dari reservoir
tersebut akan mengalami peningkatan GOR dengan cepat.
Jika terdapat lebih dari satu drive mechanism yang bekerja pada suatu
reservoir, maka kontribusi masing-masing drive mechanism pada perolehan minyak
dinyatakan oleh suatu angka yang disebut dengan drive index yang merupakan
fraksi volume yang terambil akibat mekanisme pendorongan tertentu. Menurut
Pirson, rumus drive index untuk combination drive mechanism adalah:
DDI + GDI + WDI = 1 (II.15)
15
gas di reservoir diantaranya: metode volumetrik, material balance, decline curve
dan simulasi reservoir.
16
II.5.1.2 Perhitungan Initial Gas In Place
Untuk menghitung jumlah cadangan gas awal pada reservoir, dapat
digunakan rumus berikut:
43560 𝑥 𝑉𝑏 𝑥 ∅ 𝑥 (1−𝑆𝑤𝑖)
G= (II.17)
𝐵𝑔𝑖
(II.18)
a. Reservoir Undersaturated
Syarat: m = 0 ; Bt = Bo ; Bti = Boi ; Rs = Rsi
- Water drive
𝑁𝑝(𝐵𝑜 ) = 𝑁(𝐵𝑜 − 𝐵𝑜𝑖 ) + (𝑊𝑒 − 𝐵𝑤 𝑊𝑝) (II.19)
- No Water drive
𝑁𝑝(𝐵𝑜) = 𝑁(𝐵𝑜 − 𝐵𝑜𝑖 ) (II.20)
b. Reservoir Saturated
- Water drive
𝐵
𝑁𝑝[𝐵𝑜 + (𝑅𝑝 − 𝑅𝑠 )𝐵𝑔 ] = 𝑚𝑁𝐵𝑡𝑖 (𝐵 𝑔 − 1) + 𝑁(𝐵𝑡 − 𝐵𝑡𝑖 ) + (𝑊𝑒 − 𝐵𝑤 𝑊𝑝)
𝑔𝑖
(II.21)
- No Water drive
𝐵𝑔
𝑁𝑝[𝐵𝑜 + (𝑅𝑝 − 𝑅𝑠 )𝐵𝑔 ] = 𝑚𝑁𝐵𝑡𝑖 (𝐵 − 1) + 𝑁(𝐵𝑡 − 𝐵𝑡𝑖 ) (II.22)
𝑔𝑖
17
Selama proses produksi berjalan, kinerja produksi dari reservoir tersebut
akan terus mengalami penurunan mengikuti suatu kurva hiperbolik yang ideal
dengan beberapa syarat tertentu. Syarat tersebut meliputi tidak ada pembatasan
produksi, tidak ada perubahan kondisi seperti menggunakan artificial lift, tidak ada
perubahan jarak perforasi dan KUPL, serta tidak ada penambahan sumur baru.
Persamaan umum yang digunakan dalam metode declive curve analysis
adalah sebagai berikut:
𝑑𝑞/𝑑𝑡
𝐷= = 𝐾𝑞 𝑛 (II.23)
𝑞
2. Exponential Decline
𝑑𝑞
𝑑𝑡
𝑁 = 0, 𝐷 = − =𝐾 (II.25)
𝑞
3. Hyperbolic Decline
𝑑𝑞
(0 < 𝑁 < 1), 𝐷 = − 𝑑𝑡
= 𝐾𝑞 𝑛 (II.26)
𝑞
18
fluida mula-mula dan akhir dari masa produksi (tekanan abandonment), serta faktor
volume formasi minyak dan gas sebagai fungsi tekanan. EUR dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut:
𝐸𝑈𝑅 = 𝑂𝑂𝐼𝑃 𝑋 𝑅𝐹 (II.27)
19
Pemilihan model simulasi reservoir didasarkan pada kebutuhan atau hasil
yang diinginkan sebagai keluaran, karena dengan penggunaan simulasi yang tepat
akan menjadikan simulasi yang dilakukan efektif dan efisien. Berdasarkan model
yang digunakan, terdapat 3 jenis simulator yang digunakan dalam simulasi reservoir
yaitu:
1. Black Oil Simulator
Model ini tidak memperhitungkan komposisi penyusun hidrokarbon
(minyak dan gas) seperti methane, ethane, buthane dan lain-lain serta perubahan
fasa tiap komponennya. Biasanya model ini digunakan untuk kondisi isothermal.
Black Oil disini digunakan untuk menunjukkan bahwa jenis cairan homogen, tidak
ditinjau komposisi kimianya.
2. Compositional Model Simulator
Model ini memperhitungkan komposisi dari penyusun hidrokarbon (minyak
dan gas) seperti methane, ethane, buthane dan lain-lain serta perubahan fasa tiap-
tiap komponennya. Simulator seperti ini digunakan untuk lapangan yang perlu
untuk memperhitungkan komposisi penyusun, misalnya volatile-oil dan gas
condensate.
3. Thermal Simulator
Model simulator ini digunakan untuk studi aliran fluida, memodelkan
proses yang menyangkut panas serta perpindahannya, seperti untuk proses injeksi
uap, reservoir panas bumi dan sebagainya. Simulasi ini banyak digunakan pada
studi EOR antara lain thermal dan in situ combustion.
20
2. Pembuatan Grid
Gridding merupakan suatu proses pembagian reservoir ke dalam skala
lapangan dalam segmen-segmen yang kecil dengan tujuan pendekatan kekontinuan
setiap property dalam reservoir. Semakin banyak grid yang dibentuk untuk suatu
cakupan reservoir, maka akan semakin baik model tersebut menggambarkan
kondisi property reservoir, seperti kedalaman, net to gross, porositas, permeabilitas,
saturasi, tekanan dan lain-lain.
3. Input Data
Untuk dapat melakukan simulasi perlu memasukkan data yang diperlukan
sehingga simulasi dapat dijalankan. Data yang digunakan perlu diubah sesuai
dengan kebutuhan dari simulator itu sendiri. Data yang perlu disiapkan tersebut
diantaranya adalah model simulasi (black oil, compositional, dual porosity,
thermal), model grid (bentuk grid, dimensi grid, ukuran cell, jumlah cell dan cell
aktif/non aktif), rock-fluid property, fluid property (PVT), equilibrium dan data
produksi.
4. Proses Inisialisasi
Proses inisialisasi pada simulasi reservoir diperlukan untuk mengecek
kestabilan model dan untuk menyelaraskan (matching) inplace model dengan
inplace hasil volumetric atau geostatic. Inisialisasi dimaksudkan untuk membangun
kondisi kesetimbangan awal reservoir dan jumlah cadangan hidrokarbon dengan
control volume hidrokarbon dari perhitungan volumetrik. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses inisialisasi yaitu initial reservoir pressure, datum depth
dan kedalaman fluida contact.
5. History Matching
History Matching dilakukan dengan maksud untuk melihat apakah model
reservoir yang dibuat sudah mewakili kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
menguji kecocokan kinerja produksi dengan data produksi lapangan sebenarnya.
History Matching dapat membantu mengidentifikasikan kelemahan-kelemahan
data-data yang ada dan meningkatkan deskripsi reservoir dan merupakan model
dasar untuk future performance prediction.
Setelah melewati tahap history matching, dilakukan prediksi hasil simulasi
reservoir yang merupakan tahap akhir dari simulasi. Tahap ini bertujuan untuk
21
mengetahui atau melihat perilaku reservoir yang disimulasi pada masa yang akan
datang berdasarkan kondisi yang diharapkan.
Beberapa skenario dilakukan untuk mengetahui kinerja reservoir di masa
yang akan datang apabila dilakukan pindah lapisan, penambahan sumur produksi
maupun sumur injeksi sehingga dapat ditentukan skenario mana yang paling
optimal untuk memproduksikan.
22
Di daerah yang sisa minyaknya masih besar mungkin diperlukan lebih banyak
sumur produksi daripada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta
isopermeabilitas juga membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan
fluida injeksi (breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.
Untuk meningkatkan faktor perolehan minyak salah satu caranya adalah
dengan efisiensi yang sebaik-baiknya dengan membuat satu caranya adalah dengan
mendapatkan efisiensi yang sebaik-baiknya dengan membuat pola sumur injeksi-
produksi. Tetapi kita harus tetap memegang prinsip bahwa sumur yang sudah ada
sebelum injeksi harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada waktu
berlangsungnya injeksi nanti.
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi
tergantung pada:
Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas ke arah
lateral maupun ke arah vertikal.
Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan, dan ukuran.
Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebaran).
Topografi.
Ekonomi.
Pada operasi waterflooding sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya
dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan, misalnya pola tiga titik,lima
titik, tujuh titik, dan sebagainya. Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh
sumur-sumur injeksi disebut dengan pola normal. Sedangkan bila sebaliknya yaitu
sumur-sumur produksi mengelilingi sumur injeksi disebut dengan pola inverted.
Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan tersendiri yang mana memberikan
jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang
berbeda-beda. Diantara pola-pola yang paling umum digunakan :
1. Direct line drive
Sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu dan saling
berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini adalah
jarak antara sumur-sumur sejenis dan jarak antara sumur-sumur tak sejenis.
2. Staggered line drive
Sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana sumur injeksi dan
23
produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama panjang, umumnya
adalah 1/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran tertentu.
3. Four spot
Terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga dan sumur
produksi terletak ditengah-tengahnya.
4. Five spot
Pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur injeksi
membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak ditengah-
tengahnya.
5. Seven spot
Sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari bentuk hexagonal
dan sumur produksinya terletak ditengah-tengahnya.
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan dengan metodologi tertentu. Pada bab ini akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai metode yang digunakan, jadwal penelitian hingga
prosedur pengerjaannya.
III.1 Metodologi
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian eksperimen, yaitu penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui akibat atau pengaruh yang ditimbulkan dari suatu
tindakan tertentu yang diberikan secara sengaja. Dalam penggunaan metode ini,
perlu dipahami terlebih dahulu segala faktor yang berkaitan dengan komponen yang
diteliti
Eksperimen pada penelitian ini dilakukan dengan menyediakan beberapa
skenario untuk mengembangkan suatu lapangan, kemudian dilakukan analisis
terhadap pengaruh tiap skenario terhadap performa produksi dari reservoir tersebut.
25
mempelajari struktur geologi lapangan, pada bulan kedua akan dimulai
pembangunan model reservoir dan proses simulasi dari input data hingga
inisialisasi dan history matching. Kemudian pada bulan ketiga tahap simulasi akan
tiba pada production forecast lalu dilakukan analisa dari hasil forecast tersebut,
kemudian dimulai penyusunan laporan.
26
4. Data Sumur dan Sejarah Produksi
Untuk mengetahui sejarah produksi, maka dibutuhkan data produksi
untuk masing-masing sumur dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Data
produksi yang diharapkan adalah tanggal dan laju produksi untuk masing-
masing air, minyak dan gas pada tanggal tersebut.
Mulai
Data Geologi,
Batuan, Fluida,
Input Data
& Pembuatan Model
Inisialisasi
Adjusting
Parameter
History No
Matching
Yes
Perencanaan Skenario &
Production Forecast
Selesai
27
III. 5 Prosedur Penelitian
Prosedur dari penelitian ini meliputi simulasi reservoir serta analisis hasil
production forecast untuk tiap skenario. Prosedur untuk simulasi sendiri meliputi
beberapa langkah, yaitu:
1. Persiapan Data dan Pembuatan Model
Sebelum memulai simulasi reservoir, perlu dilengkapkan terlebih
dahulu data-data yang diperlukan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
data-data yang perlu diinput kedalam simulator adalah data geologi, batuan
reservoir, fluida reservoir, serta sejarah produksi. Ketidaklengkapan data dapat
mengakibatkan tidak sesuainya model reservoir pada simulator dengan kondisi
nyatanya.
Setelah data yang dibutuhkan tersedia, mulai dilakukan modelling untuk
reservoir dimana data reservoir diinput ke simulator hingga terbentuknya model
digital dari reservoir tersebut. Jika data geologi dan batuan reservoir cukup
lengkap, maka dapat diamati penyebaran jenis batuan hingga media yang
porous pada reservoir.
2. Inisialisasi
Proses inisialisasi merupakan proses dimana dilakukannya evaluasi
terhadap data-data yang telah diinput sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan
dengan tujuan untuk menyelaraskan data pada model reservoir dengan kondisi
reservoir yang sebenarnya. Pada proses ini akan diselaraskan antara besarnya
Original Oil in Place (OOIP) hasil simulasi dengan OOIP dari hitungan
volumetrik.
3. History Matching
Pada simulasi, proses history matching adalah proses untuk
memvalidasi model reservoir yang telah dibuat. Pada tahap ini akan
diselaraskan hasil produksi minyak yang didapat dari simulator dengan hasil
sebenarnya yang terlihat pada grafik produksi vs waktu. Selain hasil produksi,
data tekana reservoir juga harus diselaraskan dengan data tekanan dari hasil
simulasi.
28
4. Peramalan Produksi (Forecast)
Setelah hasil simulasi telah dipastikan sesuai dengan kondisi
sebenarnya, dilakukan peramalan produksi untuk memperkirakan performa
reservoir di masa yang akan datang. Peramalan produksi dapat dilakukan
dengan cara menambahkan waktu pada simulator hingga tahun tertentu.
Peramalan produksi memiliki peran yang cukup penting dalam penentuan
skenario yang akan diaplikasikan nantinya, dimana pada tahap ini akan didapat
perkiraan pertambahan tingkat produksi untuk tiap skenario.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anugrahadi, A. (2018): The slope and incision length of affected local cross
abrasion and accretion using ASTER GDEM image analysis, The 4th
International Seminar on Sustainable Urban Development, IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science, 106, 1
Azizi, M.A, Kramadibrata, S., Wattimena, R.K., dan Sidi, I.D. (2013):
Probabilistic analysis of physical models slope failure, Procedia Earth and
Planetary Science, Elsevier, 6, 411-418.
Burhannudinnur, M., Noeradi, D., Sapiie, B., dan Abdassah, D. (2012): Karakter
Mud Volcano di Jawa Timur (Character of mud volcanoes in East Java),
Proceedings the 41st IAGI Annual Convention and Exhibition, 300-304.
Eko Widianto (2007): Oil and gas business opportunities in Indonesia, Society of
Exploration Geophysicists, The Leading Edge, 26, 2, 222-227.
Fathaddin, M.T., Buang, P.N., dan Elraies, K.A. (2010): Performance of surfactant
flooding in heterogeneous two-layered porous media, International Journal
of Engineering Research in Africa, Trans Tech. Publications, 1, 11-16.
30
Hendrasto F., Agustan, Hutasoit L., dan Sapiie B. (2012): The Application of
Interferometry Radar Technique to Determine Recharge Area of Wayang
Windu Geothermal Field, Pangalengan, West Java, Proc. of 1st ITB
Geothermal Workshop, Institut Teknologi Bandung.
Mardiana, D.A, Husin, Z., Hamzah, M.Z., dan Kartoatmodjo, R.S.T. (2013):
Economy growth and oil import requirement in Indonesia, Journal of Energy
Technologies and Policy, 11.
Mavko, G., Mukerji, T., dan Dvorkin, J. (2009): The rock physics handbook, hal.
25-27, Cambridge University Press, New York.
Nugrahanti, A., Guntoro, A., Fathaddin, M.T., dan Djohor, D.S. (2014): The
impact of the production of neighbour wells on well productivity in shale
gas reservoir, IIUM Engineering Journal, 15, 1, 41-53.
Ridaliani, O., Ariadji, T., dan Handayani, G. (2003): Prediksi perubahan sifat fisik
batuan reservoir dengan studi laboratorium stimulasi vibrasi terhadap contoh
batuan lapangan pada berbagai tekanan overburden, Proc. IATMI Symposium.
Setiati R., Prakoso S., Siregar, S., Marhaendrajana T., Wahyuningrum, D., dan
Fajriah, S. (2018): Improvement of bagasse become lignosulfonate
surfactant for oil industry, The 4th International Seminar on Sustainable
Urban Development, IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 106, 1.
31
Suliestyah, Hartami, P.N, dan Tuheteru, E.J. (2018): Pengaruh Ukuran Butir
Batubara dan Komposisi Batubara-ZnCl2 pada Daya Serap Karbon Aktif
Terhadap Logam Fe, Cu dan Zn dalam Limbah Cair, Teknologi Mineral dan
Batubara.
Prakoso, S., Permadi, P., Winardhi, S., dan Marhaendrajana, T. (2017): Dependence
of critical porosity on pore geometry and pore structure and its use in
estimating porosity and permeability, Journal of Petroleum Exploration and
Production Technology, Springer, published online 18 December 2017.
Prakoso, S., Permadi, P., dan Winardhi S. (2016): Effects of pore geometry and
pore structure on dry P-wave velocity, Modern Applied Science, 10,
8, 117-133.
32
LAMPIRAN
33
(Judul dalam Bahasa Indonesia, tidak boleh lebih dari 18 kata disarankan 12
kata)
34
Lampiran C Contoh gambar
35
Gambar IV.1 Hubungan Vpsat dengan porositas untuk data set 1 (garis putus-putus
adalah kurva Vpsat yang dihitung dengan pendekatan Nur
menggunakan harga porositas kritis yang berbeda setiap rock type).
Sebelum:
36
Sesudah :
Tabel II.1 Ringkasan persamaan regresi hubungan Vpdry vs (k /)0,5 untuk batupasir
37
data set 1, 2, 3, dan 4.
Data
RT Persamaan Vpdry R²
Set
4 Vpdry = 588,14((k/)0,5)0,188 0,879
5 Vpdry = 711,63((k/)0,5)0,2471 0,916
6 Vpdry = 896,73((k /)0,5)0,318 0,814
7 Vpdry = 1114,1((k /)0,5)0,3718 0,907
8 Vpdry = 1349,6((k /)0,5)0,4339 0,941
1 9 Vpdry = 1655,6((k /)0,5)0,4807 0,954
10 Vpdry = 2139,4((k /)0,5)0,5734 0,951
11 Vpdry = 3047,9((k /)0,5)0,6872 0,960
12 Vpdry = 3231,3((k /)0,5)0,7271 0,957
13 Vpdry = 3523,4((k /)0,5)0,7512 0,987
14 Vpdry = 4210,5((k /)0,5)0,7989 0,967
5 Vpdry = 714,03((k /)0,5)0,2178 0,918
6 Vpdry = 867,12((k /)0,5)0,2617 0,778
7 Vpdry = 985,71((k /)0,5)0,3064 0,849
8 Vpdry = 1090,3((k /)0,5)0,3583 0,898
2 9 Vpdry = 1290,3((k /)0,5)0,4186 0,952
10 Vpdry = 1550,4((k /)0,5)0,4771 0,939
11 Vpdry = 1809((k /)0,5)0,5239 0,973
12 Vpdry = 2319,1((k /)0,5)0,5938 0,944
13 Vpdry = 2591,8((k /)0,5)0,6538 0,932
Tabel II.1 Ringkasan persamaan regresi hubungan Vpdry vs (k/)0,5 untuk batupasir
data set 1, 2, 3, dan 4 (lanjutan).
38
Data
RT Persamaan Vpdry R²
Set
4 Vpdry = 648,05((k /)0,5)0,2097 0,9579
5 Vpdry = 734,39((k /)0,5)0,2537 0,9772
6 Vpdry = 838,02((k /)0,5)0,2787 0,9501
7 Vpdry = 1007,9((k /)0,5)0,3345 0,9499
3 8 Vpdry = 1167,8((k /)0,5)0,4063 0,9993
9 - -
10 Vpdry = 1644,6((k /)0,5)0,5008 0,981
11 - -
12 Vpdry = 2928,6((k /)0,5)0,7029 0,9997
5 Vpdry = 880,85((k /)0,5)0,3088 0,8563
6 Vpdry = 1005,2((k /)0,5)0,3426 0,9749
7 Vpdry = 1098,1((k /)0,5)0,3691 0,9504
8 Vpdry = 1240,3((k /)0,5)0,4093 0,9619
4
9 Vpdry = 1581,4((k /)0,5)0,489 0,9751
10 Vpdry = 2145,4((k /)0,5)0,5895 0,9338
11 Vpdry = 2679,7((k /)0,5)0,6523 0,9825
12 Vpdry = 3097((k /)0,5)0,711 0,9723
39