Nyeri Tungkai Kiri Steviany Stezan: Risa Sucitra Munthe 102010293-102013470
Nyeri Tungkai Kiri Steviany Stezan: Risa Sucitra Munthe 102010293-102013470
Steviany Stezan
Risa102013470
Sucitra Munthe
Mahasiswa 102010293-
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510
email: steviany.2013fk470@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Penyakit arteri perifer atau peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu kondisi adanya lesi
yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas menjadi
terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah femoris dan popliteal pada ekstremitas bawah
dan brakiosefalika atau subklavia pada ekstremitas bawah. Stenosis arteri atau sumbatan karena
aterosklerosis, tromboembolism dan vaskulitis dapat menjadi penyebab PAD. Aterosklerosis
menjadi penyebab paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia di atas 40
tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi
sebagaimana pada kasus penyakit arteri koroner begitu juga dengan faktor resiko majornya
seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia dan hipertensi. Karena itulah, tidak heran jika
sekitar 40% penderita penyakit arteri perifer juga memiliki penyakit arteri koroner yang
signifikan juga.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kaitan penyakit arteri perifer
dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan
prognosis untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit arteri perifer.
Anamnesis1,2
Anamnesa yang tepat dan terarah sangat membantu diagnosa, terutama dalam mencari faktor
faktor resiko dan penyakit penyakit ko morbid seperti hipertensi, diabetes,dislipidemia, status
0
merokok serta riwayat menderita sakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner . Daftar
anamnesa berikut sangat membantu dalam menegakkan diagnosa.
· Riwayat menderita penyakit serebrovaskular
· Tanda tanda nyeri yang mengarah ke angina
· Gangguan berjalan seperti keletihan, nyeri berjalan, kram, atau nyeri didaerah
bokong,paha,betis atau kaki khususnya jika nyerinya berkurang jika istirahat.
· Nyeri saat istirahat yang terlokalisir di tungkai bawah atau kaki dan dipengaruhi posisi.
· Penyembuhan luka yang lama
· Tanda tanda dan gejala neurologi temporer atau permanen
· Riwayat hipertensi atau gagal ginjal
· Disfungsi ereksi
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik relatif kurang sensitif dan kurang spesifik, pemeriksaan yang sistematis
disarankan dan minimal mencakup hal hal berikut:
· Pemeriksaan tekanan darah pada kedua lengan dan catat jika ada perbedaan
· Auskultasi dan palpasi daerah servikal dan supraklavikula
· Palpasi pulsasi ekstremitas atas , tangan mesti diperiksa teliti
· Palpasi dan auskultasi daerah abdomen termasuk daerah flank, periumbilikal dan daerah iliaka
· Auskultasi daerah femoralis pada daerah lipat paha.
· Palpasi daerah femoral,poplitea,dorsalis pedis, dan tibialis posterior.
· Kaki mesti diperiksa warna, temperatur, bentuk kulit, laserasi dan lecet dikulit, dan rambut
kulit yang rontok.
1
tibialis posterior atau arteri dorsalis pedis dipilih yang paling tinggi dibandingkan dengan sistole
pada arteri brachialis. Jika terdapat perbedaan sistole pada lenagn kiri dan kanan , maka dipilih
yang tertinggi.
Jika ABI dibawah 0,9 maka penderita dianggap menderita penyakit arteri perifer. Tetapi pada
penderita diabetes, sering pemeriksaan ABI tidak memberikan angka yang akurat karena arteri
penderita mengalami kalsifikasi berat . Jika angka ABI penderita lebih dari 1,1 kita harus hati
hati , kemungkinan angka yang tinggi akibat hal ini.
Pemeriksaan ABI
Toe Brachial Index
Toe brachial index menghasilkan pemeriksaan yang lebih akurat, karena pembuluh darah jari jari
penderita biasanya bebas dari kalsifikasi. Pemeriksaan dengan membandingkan tekanan sistole
di jari jari kaki dibandingkan dengan sistole pada arteri brachialis. Kelemahan pemeriksaan ini
adalah tidak semua tempat tersedia dan lebih rumit pemeriksaannya.
Pemeriksaan Non Invasif
Pemeriksaan ultrasonografi dengan B-mode serta dengan color flow dapat memberikan
gambaran anatomi pembuluh darah sehingga dapat mengidentifikasi lesi pada pembuluh darah.
Jika pemeriksaan digabung dengan pemeriksaan doppler waveform akan memberikan hasil yang
lebih akurat. Dari pemeriksaan doppler waveform diperiksa perbandingan antara peak systolic
velocity dengan mean systolic velocity. Ratio yang lebih dari dua menunjukkan kecurigaan suatu
stenosis.
Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada operator.Jika diperiksa oleh dokter yang terlatih, maka
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Keterbatasan pemeriksaan ini
adalah pada pembuluh darah iliaka karena kedalaman pembuluh darah dan adanya udara atau gas
dalam saluran cerna yang mengganggu pemeriksaan.
Diagnosis
Working Diagnosis
Penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Diseases/PAD) merupakan semua penyakit
yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka. Penyakit ini
meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua
percabangan setelah ke luar dari aortailiaka.1,2
Epidemiologi
Prevalensi penyakit arteri perifer bervariasi tergantung pada populasi studi, metode
diagnostik yang digunakan dan gejala yang terlihat. Metode diagnostik yang paling sering
digunakan adalah ankle-brachial index (ABI). Prevalensi PAD berdasarkan hasil ABI yang
abnormal sebanyak 4% pada kisaran usia 40 tahun dan mencapai 15-20% pada usia diatas 65
tahun. Kejadian PAD lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan ras berkulit hitam. Studi di US
menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang terkena PAD sebanyak 8-10 juta orang. Berikut
diagram prevalensi PAD berdasarkan usia:
Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada aterosklerosis koroner juga dapat menjadi
faktor resiko terjadinya sclerosis pada sirkulasi perifer. 84-90% pasien dengan klaudikasi adalah
3
perokok. Pada pasien PAD yang masih merokok didapatkan adanya perburukan yang jauh lebih
cepat daripada pasien PAD yang berhenti atau tidak merokok sama sekali. Pasien PAD dengan
diabetes melitus juga memiliki kemungkinan gejala yang lebih berat dan kalsifikasi arteri yang
lebih nyata. Berikut faktor-faktor rasiko PAD:
Berikut kategori individu yang beresiko terkena penyakit arteri perifer ekstremitas
inferior (AHA, 2011):
a. Usia <50 tahun, dengan diabetes dan salah satu resiko aterosklerosis (merokok,
dyslipidemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia)
b. Usia 50-69 tahun dengan riwayat merokok dan diabetes
c. Usia > 70 tahun
d. Gejala saat beraktivitas (merujuk pada klaudikasio) atau ischemic rest pain
e. Pemeriksaan pulsasi ekstremitas inferior yang abnormal
f. Riwayat aterosklerosis koroner, carotid, atau penyakit arteri renalis
Patofisiologi
Klaudikasio intermiten terjadi ketika ketersediaan oksigen tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen otot skelet, sehingga terjadi akumulasi laktat dan hasil metabolik lain. Pada
pasien dengan PAD dapat ditemui lesi oklusif tunggal atau multipel pada arteri yang menyuplai
daerah percabangan. Pasien dengan critical limb ischemia umumnya memiliki lesi oklusif
multipel yang berdampak pada percabangan proksimal dan distal arteri.1,3
4
Tanda dan Gejala1
Gejala yang seringkali dirasakan oleh penderita PAD adalah rasanya tidak nyaman pada
bokong, paha, atau betis yang memberat dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat.
5
Kondisi meningkatnya rasa lelah, pegal dan nyeri pada tungkai yang dipicu oleh aktivitas disebut
sebagai klaudikasio. Jika PAD sudah berat, nyeri bahkan dapat dirasakan pada saat istirahat.
Aliran darah yang berkurang secara kronik dapat berdampak pada ulserasi, infeksi dan nekrosis
kulit ekstremitas. Mereka yang merokok serta memiliki diabetes mellitus lebih beresiko
mengalami komplikasi tersebut. Lokasi nyeri berkaitan dengan arteri yang mengalami kelainan
(Lily, 2007).
Gangguan aliran darah akan menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya pulsasi pada
bagian distal dari arteri yang mengalami stenosis. Pada stenosis pada arteri abdominal, femoral
atau subklavia, dapat terdengar bruit. Pada pasien dengan iskemia berat yang terjadi secara
kronis, dapat ditemukan otot-otot yang atropi, pucat, perubahan warna sianotik, rambut-rambut
halus hilang, bahkan gangren dan nekrosis pada kaki maupun jari (Lily, 2007).
Berikut tabel klasifikasi Fontaine untuk penyakit arteri perifer (Bonow, 2012):
7
SVS/ISCVS)
Kategori Deskripsi/Prognosis Klinis Sinyal Dopler
Sensorik Lemah Arteri Vena
Otot
Viabel Tidak terancam segera normal - Audible Audible
Teracam Dapat diselamatkan Ujung jari - Inaudible Audible
marginal jika diobati segera kaki (sering)
minimal
Terancam Dapat diselamatkan Ujung jari - Inaudible Audible
segera jika diobati segera kaki (selalu)
minimal
Ireversibel Kematian jaringan anestesia Paralisis Inaudible Inaudible
umum, kerusakan (rigor)
saraf permanen
Gejala klinis insufisiensi arteri akut ditandai dengan perubahan suhu yang mencolok pada
distal ekstremitas yang tersumbat. Jika telapak kaki masih dapat bergerak dorsofleksi dan
plantarfleksi menandakan otot-otot masih hidup. Jika telapak kaki tak dapat bergerak
menandakan adanya ancaman nekrosis paling tidak pada beberapa bagian otot.
Timbulnya kekakuan pada otot, mengeras, dibanding sisi yang normal menandakan
nekrosis otot luas. Parastesi dan anestesi pada ekstremitas menandakan iskemia
persarafan. Wax (berlilin), kulit berwarna putih merupakan tanda yang khas spasme
pembuluh darah dan masih ada arteriola yang mengaliri. Bercak-bercak sianosis yang
tidak memudar dengan penekanan menandakan thrombosis pada kapiler subkutikular dan
terjadi nekrosis kulit.
Dari pemeriksaan fisik dicari kelainan jantung yang dapat menyebabkan sumber emboli.
Insufisiensi arteri akut biasanya ditandai dengan perubahan temperatur yang mencolok
pada distal obstruksi. Ketidakmampuan telapak kaki untuk bergerak dorsofleksi dan
plantarfleksi menandakan aliran darah ke daerah betis terganggu dan terjadi ancaman
nekrosis dari otot tersebut.jika betis menjadi mengeras, otot spasme dibandingkan dengan
sebelahnya yang normal menandakan nekrosis lanjut pada otot.parestesia dan anesthesia
menandakan iskemia pada saraf. Kulit seperti berlilin, kulit menjadi putih merupakan
tanda dari spasme dan dapat dilihat ada arteriola yang mengalir ke kulit.
Angina Klaudikasi
Palpitasi Impotensi
9
daerah bokong akibat penyempitan aorta atau arteri iliaka komunis. Sedangkan, gejala
klaudikasio atipikal dapat muncul berupa nyeri pada telapak kaki atau rasa terbakar.
Tabel Pemeriksaan Fisis Insufisiensi Arteri Kronik
Pemeriksaan anggota tubuh (dibandingkan dengan sebelahnya), antara lain:
a. Bulu rontok
b. Pertumbuhan kuku terganggu
c. Kulit kering licin, atrofi
d. Rubor
e. Kaki menjadi pucat setelah diangkat elevasi setinggi 60 derajat selama 1 menit, (warna
kembali normal dalam 10-15 detik. Jika kembali normal dalam waktu lebih dari 40 detik,
menandakan iskemik berat)
f. Ulkus pada jaringan iskemik (terkelupas, nyeri, perdarahan sedikit), gangrene
g. Pulsasi a. femoralis atau a. dorsalis pedis tidak ada atau mengecil (terutama setelah
berjalan)
h. Bruit arterial
i. Pemeriksaan tambahan dengan palpasi dan auskultasi untuk mencari kelainan aorta
(aneurisma atau bruit)
* Atypical leg pain is defined by lower extremity discomfort that is exertional, but that does
not consistently resolve with rest, consistently limit exercise at a reproducible distance, or meet
all Rose questionnaire criteria.
11
The five Ps are defined by the clinical symptoms and signs that suggest potential limb
jeopardy: pain, pulselessness, pallor, paresthesias, and paralysis (with polar being a sixth P).
PAD indicates peripheral arterial disease.
Pemeriksaan Penunjang
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis penyakit arteri perifer
diperlukan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dengan menghitung ankle
brachial index (ABI) sangat berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer.
Tekanan arteri dapat direkam disepanjang tungkai dengan memakai manset
spygmomanometrik dan menggunakan alat Doppler untuk auskultasi atau merekam aliran darah.
Tekanan sistolik normal di semua tungkai adalah sama. Tekanan dipergelangan kaki sedikit lebih
tinggi dibandingkan tangan. Jika terjadi stenosis yang signifikan, tekanan darah sistolik di kaki
akan menurun.
Berikut tabel daftar pemeriksaan penunjang yang di rekomendasikan berdasarkan
manifestasi klinis pasien6
Penatalaksanaan
Terapi PAD terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan operasi.
Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan
memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan
sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena mengurangi aliran darah ke
12
kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang menyebabkan atersklerosis harus diberikan seperti
berhenti merokok, merubah gaya hidup, dan mengontrol hipertensi.5
Latihan fisik merupakan pengobatan yang paling efektif. Latihan fisik dapat
meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala klaudikasio. Setiap latihan fisik berupa
jalan kaki kira-kira selama 30-45 menit atau sampai terasa hampir mendekati nyeri maksimal.
Program ini dapat dilakukan selama 6-12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran
darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respons inflamasi, metabolisme
muskuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan viskositas darah (Antono & Ismail,
2009).
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada pasien PAD meliputi aspirin, klopidogrel,
pentoksifilin, cilostazol, dan tiklopidin. Obat terpilih adalah heparin, sebab kerjanya cepat dan
cepat dimetabolisme. Dosis 100-200 unit/kgBB bolus, diikuti 15-30 unit/kgBB/jam, jika perlu
300 unit/kgBB bolus, diikuti 60-70 unit/kgBB/jam dengan infus kontinu. Dengan pemantauan
APTT 1,5-2,5 kontrol atau waktu pembekuan darah. Penggunaan dosis tinggi bertujuan agar
distal penyumbatan pada daerah iskemia dan kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang
meluas.2
Tabel farmakoterapi untuk pasien dengan klaudikasi
Obat Dosis
Aspirin 81-325 mg/hari Direkomendasi oleh American College of Chest
Physicians untuk PAD
Klopidogrel 75 mg/hari ES lebih ringan dibandingkan aspirin pada CAPRIE trial,
resiko TTP lebih sedikit disbanding tiklopidin
Pentoxifylline 1,2 g/hari PO Efek terhadap kemampuan berjalan lebih kecil
Cilostazol 100 mg 2 kali/hari Hati-hati pada pasien gagal jantung; dosis dikurangi 50
mg 2 kali/hari jika minum obat CCB; menyebabkan diare
dan gangguan lambung
Tiklodipin 500 mg/hari Harus diawasi resiko TTP
13
Jika iskemia baru terjadi 4-6 jam dan masih vital yang ditandai dengan nyeri, paralisis
atau parastesia, merupakan indikasi yntuk tindakan intervensi revaskularisasi. Jika iskemia lebih
dari 8 jam, tidak dilakukan revaskularisasi karena sudah terjadi nekrosis otot. Hal ini tergantung
dari kolateral arteri distal dan obstruksi. Intervensi revaskularisasi dapat dilakukan dengan cara
(Antono & Ismail, 2009):
a. Operasi
Operasi dilakukan dengan teknik embolektomi dengan balon Forgaty dengan anestesi
lokal atau regional. Untuk penyakit aortoiliaka dan femoral popliteal ditentukan oleh
lokasi, lamanya sumbatan, dan kondisi pasien. Jika ditemukan tanda retrombosis dan
emboli berulang harus dilakukan operasi segera. Heparin diberikan sampai 48-72 jam
dengan dosis tinggi yang direkombinasikan, kemudian dosis diturunkan sesuai kondisi
pasien selama 7 hari dan dilanjutkan dengan antikoagulan oral atau heparin dosis rendah
suntik subkutan.
Jika msih vital setelah lebih dari 48 jam sejak gejala timbul, diperlakukan sebagai peyakit
obstruksi kronik berat.
b. Trombolitik
Terapi trombolitik dengan kateter arterial selektif perkutan pada trombus yang
menyumbat dapat mengurangi komplikasi perdarahan dibandingkan dengan cara
pemberian intra vena. Tissue plasminogen activator dosis rendah atau streptokinase dosis
rendah intra arteri 5000-10.000 IU/jam selama 12-48 jam dengan monitor efek terapi baik
secara klinis atau serial arteriografi. Dapat juga diberikan urokinase 240.000 IU/jam
selama 4 jam, diikuti 120.000 IU/jam sampai maksimum 48 jam, atau rekombinan tPA
diinfus 1 mg/jam atau 0,05 mg/kg/jam. Dilanjutkan antikoagulan intravena heparin dan
diikuti warfarin per oral.
c. Angioplasty transluminal perkutan
Terapi angioplasty transluminal perkutan segera mengikuti terapi trombolitik intra
arterial, pemasangan stent dan aterektomi, memberikan hasil yang baik terhadap patensi
arteri yang tersumbat.
Differential Diagnosis
Defenisi1
14
Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah
keluar dari jantung dan aortailiaka, jadi penyakit arteri perifer meliputi ke empat ekstremitas,
arteri karotis, renalis, mesentrika, dan semua percabangan setelah keluar dari aortailiaka.
Peripheral arterial disease (PAD) merupakan kondisi yang berkembang ketika arteri-arteri yang
mensuplai darah ke organ-organ internal, lengan-lengan, dan tungkai-tungkai menjadi terhalangi
sepenuhnya atau sebagian sebagai akibat dari atherosclerosis. Penyakit arteri perifer adalah
gangguan sirkulasi umum di mana arteri yang menyempit mengurangi aliran darah ke anggota
badan. Penyakit ini menyebabkan gejala, terutama nyeri kaki saat berjalan (klaudikasio
intermiten). Penyakit arteri perifer juga mungkin menjadi tanda akumulasi yang lebih luas dari
deposito lemak di arteri (aterosklerosis). Kondisi ini dapat mengurangi aliran darah ke jantung
dan otak, serta kaki. Sering kali, berhasil mengobati penyakit arteri perifer dengan berhenti
merokok, berolahraga dan makan makanan yang sehat.
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah suatu penyakit vaskulitis
dari pembuluh darah yang paling sering ditemukan pada perokok pria yang berusia pertengahan.
Sering ditemukan feblitis superficial rekurens, sedangkan vena-vena dalam jarang terkena.
Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang
pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya
obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau
obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan.
Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada
hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat
yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian
kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat dengan
penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau
berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan
penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi
15
genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa
penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun.6
KLASIFIKASI
1. Sumbatan arteri trombotik
a. Arteri yang sakit
o ASO
o TAO
o arteritides
b. Arteri normal
Keadaan hiperkoagulasi
Kelainan mielopro literatif
Penyakit usus ulseratif
Trombosis arteri sederhana idiopatik
Trauma kontusio atau rusaknya arteri yang parah
Diseksi aorta
2. Sumbatan arteri embolik
a. Arteri besar, sedang, dan kecil bisa disumbat oleh emboli yang muncul dari :
Jantung
Penyakit jantung reumatik.
IMA
Payah jantung dari semua sebab.
Endokardtis infeksiosa.
Miksoma artirum kiri.
Arteri kecil dan arteriola bisa disumbat oleh debris ateromatosa dari plak
ateromatosa proksmal atau trombus mural dalam aneursma arteri (embolisasi
ateromatosa atau kolesterol)
3. Jenis lain dari siumbatan arteri akut:
a. Spasme arteri, sekunder terhadap:
Ergotisme
DOB (4 bromo-2,5dimetoksiamfetamin), obat ”jalanan”
Trauma tumpul
Suntikan intra arteri
b. Benda asing
Kawat pembimbing dan kateter.
Embolisme bullien
Patofisiologi
16
berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini
memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami
peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti
endothelial antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.
Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini,
yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi perubahan
patologis :
(a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis
(b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang
berkembang menjadi osteomielitis
(c) terjadi kontraktur dan atrofi
(d) kulit menjadi atrofi
(e) fibrosis perineural dan perivaskular
(f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
Manifestasi Klinis
1. Rasa Nyeri
a. Klaukadikasio intermiten, yaitu bila pasien jalan, pada jarak tertentu akan merasa
nyeri pada ekstremitas, dan setelah istirahat sebentar dapat berjalan lagi. Gejala
tersebut biasanya progresif.
b. Nyeri spontan berupa rasa nyeri yang hebat pada jari dan daerah sekitarnya, lebih
hebat pada waktu malam. Biasanya merupakan tanda awal akan terjadinya ulserasi
dan gangren.Rasa nyeri ini lebih hebat bila ekstremitas ditinggikan dan berkurang
bila direndahkan.
c. Bila terjadi osteoporosis kaki akan sakit bila diinjakkan. Karena saraf juga
terganggu, akan ada perasaan hipererestesia.
2. Pulsasi arteri pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior biasanya
menghilang.
3. Terjadi perubahan warna pada jari - jari yang terkena menjadi merah, normal, atau
sianotik, tergantung dari lanjutnya penyakit.
17
4. Suhu kulit pada daerah yang terkena akan lebih rendah pada palpasi.
5. Ulserasi dan gangren, sering terjadi spontan atau karena mikrotrauma. Gangren
biasanya unilateral dan terdapat pada ujung jari.
6. Tromboflebitis superfisial biasanya mengenai vena kecil dan sedang.
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
1. Tindakan untuk menghentikan progresifitas penyakit, antara lain pasien mutlak harus
berhenti merokok.
2. Tindakan untuk menimbulkan vasodilatasi:
18
3. Bagian kepala dari tempat tidur dapat ditinggikan 15-20 cm diatas balok, sehingga gaya
gravitasi membantu mengalirkan darah menuju arteri-arteri.
4. Tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada klaudikasio intermiten ialah dengan
jangan banyak jalan.
Gout Arthritis
Definisi
Artritis gout (pirai/asam urat) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di
seluruh dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat (MSU) pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraselular.7
Etiologi8
19
Penyakit asam urat disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia). Kadar asam urat meningkat atau abnormal ketika ginjal tidak sanggup
mengeluarkannya melalui air kemih. Tubuh juga dapat membuat asam urat yang sangat tinggi
karena adanya abnormalitas suatu enzim atau serangan suatu penyakit.
Berdasarkanpenyebabnya, hal ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
• Hiperurisemia primer, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi enzim hipoxantin guanin
fosforibosil transeferase (HGPRT) dan peningkatan aktivitas enzim fosforibosil pirofosfatase
(PRPP).
• Hiperurisemia sekunder, dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
o Intoleransi fruktosa atau ketidakmampuan tubuh untuk memproses fruktosa secara normal.
o Kelainan glikogen.
o Penyakit mieloproliteratif akibat terbentuknya sel mielin secara berlebihan.
o Anemia hemofilik.
o Psiosiaris atau penyakit kulit yang mengerisik, kering, bisa terjadi di seluruh tubuh. Namun
kebanyakan terjadi di lengan dan tungkai, terutama siku dan lutut.
o Kelainan ginjal.
o Kegemukan (obesitas).
o Intoksikasi (keracunan) timbal.
o Obat-obatan tertentu (diuretika, dosis rendah asam salisilat).
Patogenesis9
Gout secara tradisional dibagi menjadi bentuk primer dan sekunder, yang masing-masing
membentuk 90 dan 10% kasus. Istilah gout primer digunakan untuk menamai kasus yang kausa
mendasarnya tidak diketahui atau yang lebih jarang, jika penyebabnya adalah suatu kelainan
metabolik herediter yang terutama ditandai dengan hiperurisemia dan gout. Pada kasus sisanya,
yang disebut gout sekunder, penyebab hiperurisemianya diketahui tapi gout bukan merupakan
penyakit klinis utama atau dominan.
Peningkatan kadar asam urat serum dapat terjadi karena pembentukan berlebihan, atau
penurunan ekskresi atau keduanya, seperti yang sudah dijelaskan tadi. Peningkatan sintesis asam
urat, suatu gambaran yang sering terjadi pada gout primer, terjadi karena adanya abnormalitas
20
pada pembentukan nukleotida purin. Sintesis nukleotida purin terjadi melalui dua jalur, yang
disebut jalur de novo dan jalur penghematan.
Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat dari prekursor non purin.
Substrat awal untuk jalur ini adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara
nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh
serangkaian mekanisme regulasi yang kompleks. Yang penting dalam pembahasan ini adalah
pengendalian umpan balik negatif enzim amidofosforibosiltransferase (amido-PRT) dan 5-
fosforibosil-1-pirofosfat (PRPP) sintetase oleh nukleotida purin dan pengaktifan amido-PRT oleh
substratmya, PRPP.
Jalur penghematan, mencerminkan suatu mekanisme yang basa purin bebasnya, yang
berasal dari katabolisme nukleotida purin, pemecahan asam nukleat, dan asupan makanan,
digunakan untuk membentuk nukleotida purin. Hal ini terjadi dalam reaksi satu tahap; basa purin
bebas (hipoxantin, guanin, dan anenin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor
nukleotida purin dari asam urat (setiap asam inosinat, asam guanilat, dan asam adenilat). Reaksi
dikatalisis oleh dua transferase: hipoxantin guanin fosforibosil transferase (HGPRT) dan adenin
fosforibosil transferase (APRT).
Gejala10
Terdapat empat perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati. Tahap pertama
adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 ± 1,0
mg/dl, dan pada perempuan 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada
seseorang dengan gout. Dalam tahap ini, pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari
peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut
menjadi serangan gout akut.
Tahap kedua, artritis gout akut. Pada tahap ini, terjadi awitan mendadak pembengkakan
dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal (MTP).
Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Bisa saja
terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit.
Tahap ketiga, tahap interkritis. Tidak terdapat gejala pada masa-masa ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun, tetapi pada aspirasi sendi ditemukan kristal asam
urat.7 Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun
21
jika tidak diobati. Tahap keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat
kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan
sendi yang bengkak.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-
kristal asam urat dapat terbentuk dalam intersitium medula, papila, dan piramid, sehingga timbul
protein uuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat
sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan
radiografi.
Pemeriksaan Penunjang8
Pemeriksaan laboratorium. Seseorang dikatakan menderita asam urat jika pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah di atas 7 mg/dl, untuk pria dan lebih
dari 6 mg/dl untuk wanita. Selain itu kadar asam urat dalam urine lebih dari 750-1.000 mg/24
jam dengan diet biasa.
Pemeriksaan cairan sendi. Pemeriksaan carian sendi dilakukan di bawah mikroskop.
Tujuannya untuk melihat adanya kristal urat atau monosodium urate (kristal MSU) dalam cairan
sendi. Untuk melihat perbedaan jenis artritis yang terjadi, perlu dilakukan kultur cairan sendi.
Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang
terjadi dalam sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam tofus.
Penatalaksanaan
Medikamentosa11
Ada 2 kelompok obat penyakit pirai (gout), yaitu obat yang menghentikan proses
inflamasi akut misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifentabutazon, dan indometasin; dan obat
yang mempengaruhi kadar asam urat misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon. Untuk
keadaan akut digunakan obat AINS (misalnya ketorolac, etodolac).
Obat yang mempengaruhi kadar asam urat tidak berguna mengatasi serangan klinis malah
kadang-kadang meningkatkan frekuensi serangan awal terapi. Kolkisin dalam dosis profilaktik
dianjurkan diberikan pada awal terapi alupurinol, sulfinpirazon, dan probenesid. Secara spesifik
yang akan dibahas hanya kolkisin dan alupurinol, probenesid, serta sulfinpirazon.
22
Non-Medikamentosa12
Hal ini lebih dikhususkan untuk mencegah gangguan fungsi gerak.
1. Menghindari pemakaian sendi berlebihan pada saat terjadi serangan gout.
2. Mengistirahatkan sendi yang terserang, bila perlu gunakan bidai atau babat elastik.
3. Melakukan terapi panas (diatermi, ultrasound, atau paraffin bath) untuk mengurangi
kekejangan otot dan melancarkan peredaran darah disekitar sendi.
4. Kompres bagian sendi saat terjadi serangan akur dengan air dingin untuk mengurangi nyeri
dan menghindari bengkak.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah Penyakit arteri perifer adalah
suatu penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh usia penderita. Penyakit ini tergolong penyakit
kronis dan penanganannya memerlukan kerjasama berbagai disiplin ilmu agar didapat hasil yang
optimal.
Pengenalan dini, perubahan perilaku, modifikasi faktor resiko, pemberian obat obatan
dilakukan pada penderita dan sangat besar pengaruhnya pada penderita. Revaskularisasi
dilakukan bisa dua macam yaitu pembedahan terbuka dan endovaskular, hal ini tergantung
kepada beberapa hal seperti letak lesi, panjang lesi, karakter lesi, penyakit penyerta dan harapan
hidup penderita.
Daftar Pustaka
1. Manurung D. Gagal jantung akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ke-5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. h. 1831-40
2. Antono & Ismail. Penyakit Arteri Perifer. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II:
Jakarta: FK UI; 2009
23
3. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2010
4. Carpenito. Diagnosa Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta:EGC;2009
5. Corwin J. Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009.p.224-7.
6. AHA. Management of Patients With Peripheral Artery Disease. American College of
Cardiology Foundation and the American Heart Association. 2009
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Ed. V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2556-60.
8. Utami P, Tim Lentera. Tanaman obat untuk mengatasi rematik dan asam urat. Depok:
Agromedia Pustaka; 2003. h. 22-40.
9. Robbins. Buku ajar patologi. Ed. VII. Jakarta: EGC; 2007. h. 862-8.
10. Price, Wilson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. VI. Jakarta: EGC;
2006. h. 1402-6.
11. Setiabudy Rianto. Farmakologi dan terapi: Obat pirai. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2009. h.243-5.
12. Dewani, Sitanggang. 33 ramuan penakluk asam urat. Jakarta: Agromedia; 2008. h. 18-9.
24