Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan Raya memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. Sebagian
besar kegiatan transportasi manusia menggunakan Jalan Raya. Pengaruh yang besar
tersebut mengakibatkan jalan raya memegang peranan penting dalam meningkatkan
kesejahteraan dan perekonomian serta pembangunan suatu Negara.
Kesadaran akan pentingnya fungsi jalan raya dalam kehidupan manusia telah
mendorong banyak penelitian tentang desain lapisan permukaan perkerasan jalan
raya untuk untuk mencari teknologi yang memungkinkan manusia dapat
merencanakan perkerasan jalan raya secara lebih efektif dan efesien. Dewasa ini
teknologi bahan perkeran jalan raya telah digunakan secara luas pada desain
perkerasan jalan raya yang berskala kecil sampai pada yang berskala besar.
Pada dasarnya, desain perkerasan meliputi kegiatan pengukuran kekuatan
dan sifat penting lainnya dari lapis permukaan perkerasan dan masing-masing
lapisan dibawahnya dan menetapkan ketebalan permukaan perkerasan., lapisan
pondasi atas dan pondasi bawah (jika ada), dan material lain yang didatangkan
yang harus dihamparkan diatas tanah asli. Kadang - kadang dengan salah satu dari
beberapa kombinasi material dan tebal lapisan akan memenuhi persyaratan metode
desain khusus.
Dalam perencanaan lapisan perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan,
bahwa bukan cuma karakteristik material dari konstruksi penyusun lapis perkerasan
dan karakteristik lalu lintas saja yang perlu ditinjau, melainkan banyak factor lain
yang juga besar pengaruhnya terhadap perencanaan lapis perkerasan yang tepat dan
efisien. Faktor – faktor seperti ekonomi, kondisi lingkungan, sifat tanah dasar,
fungsi jalan dan faktor lainnya sangatlah penting untuk diperhatikan karena bukan
cuma mempengaruhi kekuatan dari konstruksi tetapi juga sangat berpengaruh
terhadap durability atau keawetan dari konstruksi lapis perkerasan tersebut.
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan
langsung kepada masyarakat dilakukan oleh pemerintah.
Pemerintah daerah, Badan Hukum dan/atau masyarakat. Pada
penyelenggaraan pembuatan jalan banyak hal yang perlu diperhatikan terutama
adalah tentang lapisan perkerasan jalan tersebut. Dengan melihat peran utama jalan
harus mendapat perhatian lebih untuk dimaksimalkan kegunaanya terutama untuk
daerah perkotaan.
Dikarenakan kebutuhan manusia dari tahun ketahun semakin tinggi sehingga
membutuhkan akses ataupun sarana yang cukup dan memadai. Seperti yang
dialami Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah yang sedang mengalami
perkembangan perlu adanya perhatian lebih pada penyelenggaraan Perkerasan Jalan
terutama tebal perkerasan jalan daerah tersebut.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan Latar Belakang dalam tugas ini, maka adapun rumusan masalahnya
sebagai berikut :
1. Merancang Tebal Perkerasan Jalan Lentur dan Perkerasan Jalan Kaku untuk
wilayah Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Berapa Biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tebal perkerasan
jalan setiap segmen jalan yang ditetapkan.

1.3 Maksud dan Tujuan


Dalam tugas ini diharapkan mahasiswa dapat menghitung dan merancang Tebal
perkerasan jalan yaitu untuk perkerasan lentur dan perkerasan kaku, khusus dalam
tugas ini dalam wilayah kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah sesuai dengan acuan
normatif. Adapun tujuan tugas ini adalah mengetahui tebal perkerasan jalan lentur
dan perkerasan kaku yang direncanakan
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Umum
Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) adalah perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapisan permukaan serta bahan
berbutir sebagai lapisan dibawahnya.
Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang
menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu
jenis perkerasan jalan yang digunakn selain dari perkerasan lentur (asphalt).
Perkerasan ini umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang
cukup padat dan memiliki distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan
lintas antar provinsi, jembatan layang (fly over), jalan tol, maupun pada
persimpangan bersinyal. Jalan-jalan tersebut umumnya menggunakan beton sebagai
bahan perkerasannya, namun untuk meningkatkan kenyamanan biasanya diatas
permukaan perkerasan dilapisi asphalt.
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu
lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri.
Dengan demikian memberikan kenyamanan dan keamanan kepada si pengemudi.
Tujuan perencanaan tebal perkerasan adalah sebagai interpretasi, evaluasi dan
kesimpulan. Kesimpulan yang akan dikembangkan sehubungan dengan
pelaksanaan perkerasan nantinya.
Perencanaan itu hendaknya memperhatikan faktor ekonomis,sesuai dengan
kondisi setempat,tingkat keperluan,kemampuan pelaksanaandan syarat teknis
lainnya,agar konstruksi perkerasan jalan yang direncanakan adalah yang optimal.

2.2 Fungsi Jalan


Sesuai dengan UU No. 30 Tahun 1980 dan PP No.34 Tahun 2006, sistem
jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan primer dan sistem
jaringan sekunder.

a. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi di wilayah tingkat nasional yang berwujud kota.
b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, yang mengikuti tata
ruang kota, yang menghubungkan kawasan yang mempunyai fungsi primer.

Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi atas :


a. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien.
b. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Tabel 2.1 Lajur Ideal Jalan Raya
FUNGSI KELAS LEBAR LAJUR IDEAL (M)
I 3,75
Arteri
II,IIIA 3,50
Kolektor IIIA,IIIB 3,00
Lokal IIIC 3,00

2.3 Stuktur Perkerasan Lentur


Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri dari : lapisan pondasi bawah
(subbase), lapisan pondasi (base), dan lapis permukaan (surface). Susunan lapisan
perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Jalan Raya


Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017
1. Tanah Dasar
Sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi kekuatan dan
keawetan konstruksi perkerasan jalan. Dalam Pedoman Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B diperkenalkan modulus resilien (MR)
sebagai parameter tanah dasar untuk perencanaan . modulus resilien (MR) tanah
dasar dapat ditentukan dari nilai CBR standar atau hasil tes soil index. MR
dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :
MR dapat dihitung dengan rumus di bawah ini :
MR (psi) = 1.500 x CBR atau CBR = (PT/PS)100% …………………….(2.1)
Keterangan :
MR : Modulus Resilien tanah dasar PT : beban percobaan
CBR : California Bearing Ratio PS : beban standart
Tanah dasar perkerasan harus memenuhi kriteria berikut:
 harus mempunyai nilai CBR rendaman rencana minimum
 dibentuk dengan benar, sesuai dengan bentuk geometrik jalan
 dipadatkan dengan baik pada ketebalan lapisan sesuai dengan
persyaratan
 tidak peka terhadap perubahan kadar air
 mampu mendukung beban lalu lintas pelaksanaan konstruksi.

2. Lapis Pondasi Bawah


Lapisan pondasi bawah (base) merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur
yang terletak diatas tanah dasar dan dibawah lapisan pondasi. Pada umumnya
merupakan lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan,
distabilisasi atau lapisan tanah yang tidak di stabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah adalah :
a. Sebagai bagian dari perkerasan untuk mendukung lapisan diatasnya dan
menyebar beban lalu lintas.
b. Penggunaan material yang relative murah sehingga lapisan di atasnya dapat
dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).
c. Mencegah masuknya tanah dasar ke dalam lapisan pondasi.
d. Sebagai lapisan pertama yang menunjang agar pelaksanaan konstruksi
berjalan lancer.
3. Lapisan Pondasi
Lapisan pondasi (subbase) merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur
yang terletak dibawah lapisan permukaan. Lapis pondasi dapat dihampar di atas
lapisan pndasi bawah atau dihampar langsung di atas tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan yang menahan yang
menyalurkan beban lalu lintas.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk lapis pondasi harus memiliki kekuatan dan
keawetan yang cukup sehinggan dapat menahan beban lalu lintas.

4. Lapisan permukaan
Lapis permukaan (surface) merupakan bagian struktur perkerasan lentur terdiri
dari campuran dari campuran agregat dan bahan pengikat (aspal) yang
dihamparkan pada lapisan paling atas dan pada umumnya terletak diatas lapis
pondasi Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan untuk menahan dan menyalurkan
beban lalu lintas
b. Sebagai lapisan yangb tidak tembus air untuk elindungi perkerasan jalan dari
kerusakan akibat cuaca
c. Sebagai lapisan aus (wearning course)

2.2 Kriteria Perencanaan perkerasan lentur


Didalam manual desain perkerasan jalan No.04/SE/Db/2017 ,dan pedoman
perencanaan tebal perkerasan lentur pt T-01-2002-B dijelaskan tentang kriteria
yang digunakan dalam penentuan tebal perkerasn lentur antara lain :
1. Umur Rencana (UR)
Umur rencana merupakan umur perkerasan dalam tahun yang dihitung dari saat
jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan rekonstruksi atau dianggap
membutuhkan lapis permukaan yang baru (Bina Marga,2002). Umur Rencana
untuk perkerasan jalan yang baru bisa dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Umur Rencana Perkerasan Baru

Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017


2. Volume Lalu Lintas
Perhitungan volume lalu lintas berdasarkan pada survey faktual. Untuk
keperluan desain perkerasan jalan,volume lalu lintas bisa didapatkan dari :
1. Survey lalu lintas, dilakukan dengan durasi minimal 7x24 jam. Survey
mengacu pada pedoman Survey Pencacahan Lalu Lintas dengan cara
manual Pd T-19-2004-B atau menggunakan peralatan dengan pendekatan
yang sama

2. Hasil survey lalu lintas sebelumnya


3. Untuk jalan yang memiliki lalu lintas rendah dapat menggunakan perkiraan
volume lalu lintas dari tabel 2.
Tabel 2 tabel perkiraan laju lalu lintas untuk jalan lalu lintas Rendah
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017

3. Faktor pertumbuhan lalu lintas


Faktor pertumbuhan lalu lintas diperoleh data-data pertubuhan lalu lintas
sebelumnya atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalu lintas lain
yang valid, bila tidak ada data pertumbuhan lalu lintas digunakan nilai minimum
pada tabel 3.

Tabel 3. Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) minimum untuk desain (%)

Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017


Untuk menghitung fakor pengali pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana
digunakan rumus sebagai berikut :
(1+0,01𝑖)𝑈𝑅 −1
R= ………………………………………………..(2.2)
0,01𝑖

Keterangan :
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lint
i : Tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR : Umur rencana (tahnun)

4. Lalu lintas Pada Lajur Rencana


Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk dan bus) paling besar. Beban lalu
lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar
(ESA) dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi
lajur kendaraan niaga (DL).
Beban lalu lintas rencana pada pada setiap lajur tidak boleh melebihi kapasitas
lajur pada setiaap tahun selama umur rencana. Kapasitas lajur berdasarkan
kepada permen PU no.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
kriteria perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio volume Kapasitas (RVK).
Kapasitas lajur maksimum berdasarkan pada MKJI. Faktor distribusi Lajur dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Faktor Distribusi Lajur
Jumlah lajur per arah Kendaraan niaga pada lajur desain
(% terhadap populasi kendaraan niaga )
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017

5. Faktor Regional
Kondisi lapangan mencakup permeabilitas tanah, drainase, kelandaian serta
persentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, sedangkan kondisi
iklim mencakup rata-rata curah hujan pertahun. Untuk melihat faktor regional
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Faktor Regional (FR)
Kelandaian I Kelandaian II (6- Kelandaian III (>10%)
(<6%) 10%)
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30% ≤ 30% > 30 %
Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0-1,5 1,0 1,0 1,5-2,0 2,0-2,5

Iklim II > 900 mm/th 1.5 2,0-2,5 2,0 2,0 2,5-3,0 3,0-3,5

Sumber : Petunjuk Perancangan Tebal Perkerasan Lentur, Jalan Raya dengan


Metode Analisa Komponen No.387-KPTS-1987
Catatan :
Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau
tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0.5. pada daerah rawa-rawa
FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0
6. Reabilitas
Reliabilitas merupakan upaya untuk memperhitungkan derajat kepastian
kedalam perencanaan untuk mendapatkan bermacam-macam alternative
perncanaan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Reliabilitas
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan adanya variasi perkiraan lalu
lintas (W18) dan memberikan tingkat realibilitas (R) dimana perkerasan jalan
akan selama umur rencana. Pada umumnya. Meningkatnya volume lalu lintas
dan kesulitan untuk mengalihkan lalu lintas, resiko kinerja yang tidak
diharapakan harus ditekan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mengambil
tingkat reliabilitas yang lebih tinggi, tabel 6 menunjukkan rekomendasi tingkat
relibilitas untuk beberapa klasifikasi jalan.

Tabel 6. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk Berbagai Klasifikasi Jalan


Klasifikasi Jalan Rekomendasi Tingkat Reabilitas (%)
Perkotaan Antar Kota
Bebas hambatan 85-99,9 80-99,9
Arteri 80-99 75-95
Kolektor 80-95 75-95
Lokal 50-80 50-80
Sumber : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B
Reliabilitas perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas yang dikalikan
dengan prediksi lalu lintas (W18) selama umur rencana untuk mendapatkan
prediksi kinerja (Wt). Dalam persamaan desain untuk perkerasan lentur,
reliabilitas (R) dikonfersikan menjadi parameter penyimpangan normal standar
(ZR). Tabel 7 memperlihatkan nilai ZR untuk reliabilitas untuk reliabilitas
tertentu.
Tabel 7. Nilai Penyimpangan Normal Standar (Standard Normal Deviate) untuk
Tingkat Reabilitas Tertentu.

Sumber : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-R


Konsep reabilitas harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1. Mendefinisikan kelas fungsional jalan dan menentukan apakah merupakan
jalan perkotaan atau jalan antar kota.
2. Memilih tingkat reabilitas yang di tunjukkan Tabel 6.
3. Standar deviasi (S0) harus dipilih berdasarkan kondisi setempat. Rentang
nilai S0 adalah 0.40-0.50

4. Faktor Ekivalen Beban


Dalam desain perkerasan, beban lalu lintas dikonversi ke beban standar
(ESA) dengan menggunakan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage
Factor). Analisis struktur perkerasan dilakukan berdasarkan jumlah
kumulatif ESA pada lajur rencana sepanjang umur rencana. Desain yang
akurat memerlukan perhitungan beban lalu lintas yang akurat pula. Studi
atau survei beban gandar yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik
merupakan dasar perhitungan ESA yang andal. Oleh sebab itu, survei beban
gandar harus dilakukan apabila dimungkinkan.
Ketentuan pengumpulan data beban gandar ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8. Pengumpulan Data Beban Gandar

Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017


a. Bina Marga 2002
Nilai Angka Ekivalen Beban Sumbu (E) yang digunakan oleh NAASRA,
Australia,
dengan formula berikut ini :
Beban satu sumbu 4
Sumbu tunggal, roda tunggal =( ) …………………(2.6)
5.40
Beban satu sumbu 4
Sumbu tunggal, roda ganda =( ) …………………(2.7)
8.16
Beban satu sumbu 4
Sumbu ganda, roda ganda =( ) …………………(2.8)
13.76
Beban satu sumbu 4
Sumbu triple, roda ganda =( ) …………………(2.9)
18.45

b. Bina Marga 2017 (Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)


Perhitungan beban lalu lintas sangatlah penting. Beban lalu lintas dapat
diperoleh dari :
a. Jembatan timbang khusus untuk ruas yang didesain atau WIM (Survey
Langsung)
b. Studi jembatan timbang yang pernah dilakukan sebelumnya.
c. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktoral Bina Marga.
d. Jika survei beban gandar tidak mungkin dilakukan oleh perencana dan data
survei beban gandar sebelumnya tidak tersedia, maka nilai VDF pada tabel
9 dan tabel 10. Dapat digunakan untuk menghitung ESA.
Tabel. 9. Nilai VDF Standar

Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


Tabel. 10. Nilai VDF Standar

Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


Tabel. 11. Dsitribusi beban gandar pada beberapa jenis kendaraan (metode Bina Marga
2002)
Sumber : Perecanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur.
7. Beban sumbu standar kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESAL) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut:
Sebelum menghitung nilai ESA terlebih dahulu menghitung nilai LHR,
dengan persamaan :
 Menghitung LHR ( Lalu-Lintas Harian Rata-Rata)
LHR = ( 1 + i )n x jumlah kendaraan

n = umur rencana ( tahun )


i = Perkembangan Lalu Lintas Selama Pelaksanaan (i)

kemudian :
Menggunakan VDF masing-masing kendaraan niaga
ESATH-1 = (∑LHRTJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R .………….(2.15)
Keterangan :
ESATH-1 : Lintasan sumbu standar ekivalen untuk 1 (satu) hari
LHRTJK : Lintasan harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
VDFJK : Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) tiap jenis kendaraan
niaga Tabel 9 dan Tabel 10.
DD : Faktor distribusi arah
DL : Faktor distribusi lajur (table 4)
CESAL : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana.
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif

8. Traffic Multiplier (TM)


Traffic Multiplier (TM) lapisan aspal untuk kondisi pembebanan yang
berlebih (overloaded) di Indonesia berkisar 1,8 – 2. Nilai ini berbeda beda
tergantung dari beban berlebih (overladed) pada kendaraan niaga di dalam
kelompok truk. Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk perencanaan perkerasan
lentur harus dikalikan dengan nilaiTraffic Multiplier (TM) untuk mendapatkan
nilai CESA5
Keterangan :
CESA :Cumulative Equivalent Standart Axles
TM :Traffic Multiplier
Catatan :
a. Pangkat 4 di gunakan untuk bagan desain pelabuhan tipis (Burda) dan
perkerasan tanpa penutup.
b. Pangkat 5 di gunakan untuk perkeraan lentur.
c. Desain perkerasan kaku membutuhkan jumlah kelompok sumbu kendaraan
berat dan bukan nilai CESA.
d. Nilai TM dibutuhkan hanya untuk desain dengan CIRCLY

9. Pemilihan Struktur Perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan yang akan digunakan harus didasarkan pada
estimasi lalu lintas, umur rencana, dan komdisi pondasi Jalan. Batasan yang
ditunjukan dalam Tabel 11 bukanlah batasn yang absolut, desainer juga harus
memeperhitungkan biaya selama umur pelayanan batasan dan kepraktisan
konstruksi. Altarnatif di luar solusi desain berdasarkan Manual Perkerasan Jalan
2017 NO/04/SE/Db/2017 harus didasarkan pada biaya umur pelayanan
discounted terendah.

Tabel 11. Pemilihan Jenis Perkarasan

Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


Tabel 12. Desain 3 (Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Termasuk (TB)

Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


Catatan:
1) Ketentuan-ketentuan struktur Fondasi Bagan Desain - 2 berlaku.
2) U CTB mungkin tidak ekonomis untuk jalan dengan beban lalu lintas < 10 juta
ESA5. Rujuk Bagan Desain - 3A, 3B dan 3C sebagai alternatif.
3) Pilih Bagan Desain - 4 untuk solusi perkerasan kaku dengan pertimbangan life
cycle cost yang lebih rendah untuk kondisi tanah dasar biasa (bukan tanah
lunak).
4) Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap
peralatan yang sesuai dan keahlian yang diizinkan melaksanakan pekerjaan
CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area
sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5) AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum
80 mm.

Tabel 13. Bagan Desain 3A (Desain Perkerasan Lentur Alternatif) dengan HRS1

Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


Catatan :
1. Bagan Desain -3A merupakan alternatif untuk daerah yang HRS
menunjukkan riwayat kinerja yang baik dan daerah yang dapat menyediakan
material yang sesuai (gap graded mix).
2. HRS tidak sesuai untuk jalan dengan tanjakan curam dan daerah perkotaan
dengan beban lebih besar dari 2 juta ESA5.
3. Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat
merupakan pilihan yang paling ekonomis jika material dan sumberdaya
penyedia jasa yang mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B lebih
besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain
itu, ukuran butir material kelas B yang lebih besar membatasi tebal minimum
material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas A lebih tinggi
daripada kelas B, namun dari segi harga material LFA kelas A dan B tidak
terlalu berbeda sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi
pilihan yang lebih kompetitif.

Tabel 14. Bagan Desain 3B Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis
Fondasi Berbutir.

Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


Catatan:
1) FFF1 atau FFF2 harus lebih diutamakan daripada solusi FF1 dan FF2 (Bagan
Desain - 3A) atau dalam situasi jika HRS berpotensi mengalami rutting.
berpotensi ritting.
2) Perkerasan dengan CTB (Bagan Desain - 3) dan pilihan perkerasan kaku
dapat lebih efektif biaya tapi tidak praktis jika sumber daya yang dibutuhkan
tidak tersedia.
3) Untuk desain perkerasan lentur dengan beban > 10 juta CESA5, diutamakan
menggunakan Bagan Desain - 3. Bagan Desain - 3B digunakan jika CTB sulit
untuk diimplementasikan. Solusi dari FFF5 - FFF9 dapat lebih praktis
daripada solusi Bagan Desain- 3 atau 4 untuk situasi konstruksi tertentu
seperti: (i) perkerasan kaku atau CTB bisa menjadi tidak praktis pada
pelebaran perkerasan lentur eksisting atau, (ii) di atas tanah yang berpotensi
konsolidasi atau, (iii) pergerakan tidak seragam (dalam hal perkerasan kaku)
atau, (iv) jika sumber daya kontraktor tidak tersedia.
4) Tebal minimum lapis fondasi agregat yang tercantum di dalam Bagan Desain
- 3 dan 3 A diperlukan untuk memastikan drainase yang mencukupi sehingga
dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan pada musim hujan. Kondisi
tersebut berlaku untuk semua bagan desain kecuali Bagan Desain - 3 B.
5) Tebal LFA berdasarkan Bagan Desain - 3B dapat dikurangi untuk subgrade
dengan daya dukung lebih tinggi dan struktur perkerasan dapat mengalirkan
air dengan baik (faktor m ≥ 1). Lihat Bagan desain 3C.

Tabel 15. Penyesuaian Tebal Lapis Fondasi Agregat A Untuk Tanah Dasar CBR ≥ 7
% (Hanya Untuk Bagan Desain - 3B)

Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017

10. Indeks permukaan


Indeks permukaan merupakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan
yang berhubungan dengan tinagkat pelayanan jalan. Adapun beberapa IP beserta
artinya dapat dilihat dibawah ini :
IP = 2,5 : permukaan tanah masi cukup stabil dan baik.
IP = 2,0 : tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masi mantap.
IP = 1,5 : tingkap pelayanan terendah yang masi mungkin (jalan tidak
terputus)
IP = 1,0 : permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu-lintas kendaraan.
Untuk menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), dapat
digunakan tabel 13 yang merupakan koreksi antara jenis jalan dengan jumlah lalu
lintas pada akhir umur rencana.

Tabel 16. Indeks Permukaan dapa Akhir Umur Rencana (IPt)


Bebas
LER Lokal Kolektor Arteri
Hambatan
<10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0 -
10-100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 -
100-1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 -
>1000 - 2,0 - 2,5 2,5 2,5
Sumber : Pedoman perencanaan Tabel Perkerasan Lentur PtT-01-2002-B
Untuk menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP₀) dapat dilihat
pada Tabel 17 yang merupakan korelasi antara jenis lapis permukaan, IP₀ dan
kekasaran perkerasan.
Tabel 17. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP₀)
Jenis Lapis Kekerasan
IP₀
Perkerasan (IRI, m / km)
≥4 ≤ 1,0
0Asphalt Concrete
3,9 - 3,5 > 1,0
3,9 - 3,5 ≤ 2,0
Lasbutag
3,4 - 3,0 > 2,0
Jenis Lapisan Kekerasan
perkerasaan IP₀ (IRI, m/Km)
3,4 - 3,0 ≤ 3,0
Lapen
2,9 - 2,5 > 3,0
Sumber : Pedoman Perencanaan Tabel Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B

11. Koefisien Kekekuan Relatif


Untuk mendapatkan nilai koefisien kekakuan relative (a) dapat dilihat pada Tabel
18.

Tabel 18. Koefisien Kekakuan Relatif


Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
Kt
a1 a2 a3 MS (kg) CBR (%)
(kg/cm)
0,40 - - 774 - - Asphalt Concrete
0,35 - - 590 - - Asphalt Concrete
0,35 - - 454 - - Asphalt Concrete
0,30 - - 340 - - Asphalt Concrete
0,35 - - 744 - - Lasbutag
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - - Lasbutag
0,26 - - 340 - - Lasbutag
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
Kt
a1 a2 a3 MS(Kg) CBR (%)
(Kg/cm)
- 0,28 - 590 - - Laston Atas
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - - Laston Atas
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stb.Tanah dengan Kapus
- 0,13 - - 18 - Stb.Tanah dengan Kapus
- 0,15 - - 22 - Stb.Tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 - Stb.Tanah dengan semen
- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (kelas B)
Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
Kt
a1 a2 a3 MS(Kg) CBR (%)
(Kg/cm)

- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (kelas C)


- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrum (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrum (kelas B)
- 0,11 - - 30 Sirtu/pitrum (kelas C)
Tanah/lempung
- - 0,10 - - 20 kepasiran
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
Metode Analisa Komponen No. 387-KPTS-1987

12. Modulus elastisitas Bahan


1). Lapis Pondasi Granular (a2)
Modulus elstisitas bahan lapis pondasi garanular dapat di tentukan dengan
melihat pada
Gambar 4. Gambar 4 merupakan korelasi antara koefesien kekuatan relatif
(a2), nilai CBR.
Bahan dan modulud elastisitas bahan.

Gambar 5. Variasi koefesien kekuatan relatif lapis pondasi Granular


Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B
2). Lapisan Pondasi Bawah Granular (a3)
Modulus elastisitas bahan lapis pondasi granular dapat di tentukan denagan
melihat Pada Gambar 5. Gambar 5 merupakan korelasi antara
Koefesien kekuatan relataif (a3), nilai CBR bahan dan modulus elastisitas
bahan
Gambar 5. Variasi koefesien kekuatan relatif lapis pondasi Granular
Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B
13. Indek Tabel Perkerasan (ITP)
Indek Tabel Perkerasan (ITP) merupakan indeks yang diturunkan dari
analisis lalu lintas, Kondisi tanah dasar, dan factor lingkungan yang di koversi
menjadi tetebal lapisan perkersan dengan mengukan koefesien kekuatan untuk
setiap jenis matrial yang digunakan sebagai lapisan struktur perkersan. untuk
mendapatkan nilai ITP, bisa menggunakan rumus sesuai standar pedoman teknis
jalan lentur (2002) di bawah ini:
∆𝐼𝑃
log[ ]
𝐼𝑃−𝐼𝑃
log(`Wt)=ZR × S0 + 9,36 × log (ITP+1)-0.20+ 1.004 + 3.32
0,40+
(𝐼𝑇𝑃+1)5.19

log(MR)-8,07……………………………………………………………….(2.20)
Keteranagan :
Wt : Jumlah beban gandar tunggal standar komulatif
ZR : Penyimpana normal standar
SO : standar deviasi
ITP :Indeks Tebal perkersan
ΔIP :Selisih Indeks Permukan awal dan indeks permukaan akhir
Ip0 :Indeks Permukaan awal
IPF :Indeks permukaan jalan hancur
MR :Modulus resilien Tanah Dasar
Sedangkan nilai tebal perkerasan bisa di dapat dari rumus :
ITP=a1×D1+a2×D2+a3×D3
Ketrangan:
ITP : Indeks Tebal Permukan d3
a1 : koefesien kekuatan relatif lapisan permukaan (surface)
d1 : Tebal ;apisan permukaan (surface)
a2 : koefesien kekuatan relatif lapisan pondasi atas (base)
d2 : Tebal lapisan ponadsi atas (base)
a3 : koefesien kekuatan lapisan pondasi bawah (subbase)
d3 :Tebal lapisan podasi bawah (subbase)

14. Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan


Untuk menetukan tabal lapisan perkerasan ,harus mempertimbangkan
koefesiennya dari Segi biaya kontruksi,pelaksananaan kontruksi, dan factor
pemeliharaan untuk menghidari Kemungkinanan perencanaan yang kurang
peraktis. Tabel 16 memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapisan permukaan
berbeton aspal dan Lapisan aspal pondasi agregat menurut pedoman perencanaan
tebal perkersan lentur Pt-T-01-2002-B.
Tabel 19. Tabel Minumum Lapisan Permukaan Berbeton Aspal dan Lapisan
pondasi agregat (inci)
Lapis
Beton aspal LAPEN LASBUTAG pondasi
Lalu-lintas (ESAL)
agregat
inci Cm inci cm inci cm Inci Cm
<50.000*) 1,0*) 2,5 2 5 2 5 4 10

50.001-150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10

150.001 -500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10

Lapis
Lalu Lintas (ESAL) Beton Aspal LAPRN LASBUTANG pondasi
agregat

Inci Cm Inci Cm Inci Cm Inci Cm

500.001-2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15

2.000.001-7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15

>7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15


Sumber: Pedoman Perencanaan Tabel Perkersan Lentur PtT-01-2002-B
15. Koefisien Drainase (m)
Dalam pedoman ini diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk
mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Tabel 9
memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas drainase.
Tabel 20. Definisi kualitas drainase

Waktu yang dibutuhkan


Kualitas Drainase
untuk mengeringkan air

Baik Sekali 2 Jam


Baik 1 Hari
Cukup 1 Minggu
Buruk 1 Bulan
Buruk Sekali Air tidak mungkin dikeringkan
Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dari Bina Marga Tahun 2002
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan
dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor
untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien drainase (m)
dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-
sama dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D). Tabel 10
memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari
kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan
dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.

Tabel 21. Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan


relatifmaterial untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.

Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017


2.4 Struktur Perkerasan Kaku
Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis :
- Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
- Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
- Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
- Perkerasan beton semen pra-tegang
Jenis perkerasan beton semen pra-tegang tidak dibahas dalam pedoman ini.
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang
bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan
lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal
sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tipikal struktur perkerasan beton semen

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh


dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat
mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air
selama masa pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah
bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian
yang berfungsi sebagai berikut :
- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
- Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat.
- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang
rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang
tinggi, permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran
beraspal setebal 5 cm.

1. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu
sesuai dengan SNI 03- 1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI
03-1744-1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan
perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil
dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
(Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR
tanah dasar efektif 5 %.

2. Pondasi bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
- Bahan berbutir.
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan
beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis
dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar
sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi
prilaku tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai
mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI
03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa
ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal
lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 4
dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 5.
Gambar 4 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

Gambar 5 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah

a. Pondasi bawah material berbutir


Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan SNI-03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus
sesuai dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah
harus diuji gradasinya dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk
pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3% - 5%.
Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan CBR
minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah
minimum 100 %, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.
b. Pondasi bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub-base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah
satu dari :
 Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai
dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan
ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen,
kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang dihaluskan.
 Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt).
 Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm2 ).
c. Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa
menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu
terbang, dengan tebal minimum 10 cm.
d. Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat
Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah
tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat
pada Tabel 21.
Tabel 21 Nilai koefisien gesekan (μ)

3. Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan
pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3–5
MPa (30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat
penguat seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik
lentur 5–5,5 MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan
kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2)
terdekat. Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur
beton dapat didekati dengan rumus berikut :
fcf = K (fc’)0,50 dalam MPa atau………………………………..…….. (1)
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2……………………….………….. (2)
Dengan pengertian :
fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah.

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang
dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
fcf = 1,37.fcs, dalam MPa atau……………...………….…………….…... (3)
fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2……………..…………….……..…….…... (4)
Dengan pengertian :
fcs : kuat tarik belah beton 28 hari
Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan
kuat Tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk
bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk
jalan plaza tol, putaran dan perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm
dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau sekrup
penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang antara
15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masing-masing
sebanyak 75 dan 45 kg/m³. Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton
harus dipilih dan sesuai dengan lingkungan dimana perkerasan akan
dilaksanakan.
4. Lalu Lintas
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan
dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana.
Lalu-lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas
dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah
yang mempunyai berat total minimum 5 ton.
Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu
sebagai berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
a. Lajur rencana dan koefisien distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien
distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai
Tabel 22.
Tabel 22 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi
(C) kendaraan niaga pada lajur rencana

b. Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang
bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit
Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau
cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya
perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20
tahun sampai 40 tahun
c. Pertumbuhan lalu-lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau
sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan
lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R ) dapat juga ditentukan berdasarkan
Tabel 23.
Tabel 23 Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R)

d. Lalu-lintas rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada
lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi
beban pada setiap jenis sumbu kendaraan.
Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval
10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan
rumus berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C………………………………………. (7)
Dengan pengertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (5) atauTabel 23 atau Rumus
(6), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan
umur rencana.
C : Koefisien distribusi kendaraan
e. Faktor keamanan beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor
keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan
adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel
24.
Tabel 24 Faktor keamanan beban (FKB)

5. Bahu
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen.
Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan
pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton
semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal
pelat. Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah
bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum
1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang
juga dapat mencakup saluran dan kereb.
6. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
 Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
 Memudahkan pelaksanaan.
 Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
- Sambungan memanjang
- Sambungan melintang
- Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali
pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).
a. Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan
terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 -
4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan
mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
𝐴𝑡
= 204 𝑥 𝑏 𝑥 ℎ
𝐼
= (38,3 𝑥 Ø) + 75
Dengan pengertian :
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.
Tipikal sambungan memanjang diperlihatkan pada Gambar 6

Gambar 6 Tipikal sambungan memanjang


b. Sambungan pelaksanaan memanjang
Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara
penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium atau
setengah lingkaran sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang
Sebelum penghamparan pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan
pelaksanaan harus dicat dengan aspal atau kapur tembok untuk mencegah
terjadinya ikatan beton lama dengan yang baru.
c. Sambungan susut memanjang
Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan salah satu dari dua
cara ini, yaitu menggergaji atau membentuk pada saat beton masih plastis
dengan kedalaman sepertiga dari tebal pelat.
d. Sambungan susut dan sambungan pelaksanaan melintang
Ujung sambungan ini harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang jalan
dan tepi perkerasan. Untuk mengurangi beban dinamis, sambungan
melintang harus dipasang dengan kemiringan 1 : 10 searah perputaran jarum
jam.
e. Sambungan susut melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat
untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal
pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan pada
Gambar 8 dan 9.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa
tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung
dengan tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus
dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak
antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan
mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.
Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti
lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada
Tabel 25.
Tabel 25 Diameter ruji

Gambar 8 Sambungan susut melintang tanpa ruji

Gambar 9 Sambungan susut melintang dengan ruji


f. Sambungan pelaksanaan melintang
Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus
menggunakan batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang
direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di
tengah tebal pelat. Tipikal
sambungan pelaksanaan melintang diperlihatkan pada Gambar 10 dan
Gambar 11. Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus dilengkapi
dengan batang pengikat berdiameter 16 mm, panjang 69 cm dan jarak 60
cm, untuk ketebalan pelat sampai 17 cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm,
ukuran batang pengikat berdiameter 20 mm, panjang 84 cm dan jarak 60
cm.

Gambar 10 Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang


tidak direncanakan untuk pengecoran per lajur

Gambar 11 Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang


tidak direncanakan untuk pengecoran seluruh lebar perkerasan
g. Sambungan isolasi
Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain,
misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan dan
lain sebagainya. Contoh persimpangan yang membutuhkan sambungan
isolasi diperlihatkan pada Gambar 12.
Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan penutup (joint sealer)
setebal 5 – 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan pengisi (joint filler)
sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 13.
Gambar 12 Contoh persimpangan yang membutuhkan sambungan
isolasi

Gambar 13 Sambungan isolasi


Sambungan isolasi yang digunakan pada bangunan lain, seperti jembatan
perlu pemasangan ruji sebagai transfer beban. Pada ujung ruji harus
dipasang pelindung muai agar ruji dapat bergerak bebas. Pelindung muai
harus cukup panjang sehingga menutup ruji 50 mm dan masih mempunyai
ruang bebas yang cukup dengan panjang minimum lebar sambungan isolasi
ditambah 6 mm seperti diperlihatkan pada Gambar 13a. Ukuran ruji dapat
dilihat pada Tabel 25.
Sambungan isolasi pada persimpangan dan ram tidak perlu diberi ruji tetapi
diberikan penebalan tepi untuk mereduksi tegangan. Setiap tepi sambungan
ditebalkan 20% dari tebal perkerasan sepanjang 1,5 meter seperti
diperlihatkan pada Gambar 13b.
Sambungan isolasi yang digunakan pada lubang masuk ke saluran,
manhole, tiang listrik dan bangunan lain yang tidak memerlukan penebalan
tepi dan ruji, ditempatkan di sekeliling bangunan tersebut sebagai mana
diperlihatkan pada Gambar 13c, 14 dan 15.

Gambar 14 tampak atas penempatan sambungan isolasi pada manhole

Gambar 15 Tampak atas penempatan sambungan isolasi pada lubang


masuk saluran

BAB III
METODOLOGI PERANCANGAN
3.1 Prosedur Perkerasan lentur

Langkah kerja Metode Pt T01-2002-B

CBR
Mulai
Modulus Elastisitas
dan Roughness

Input Parameter
Menghitung Desain Beban lalu lintas
Angka Ekivalensi rencana selama masa
Beban Gandar layanan
Sumbu Kendaraan
Evaluasi LER
Reability dan Dev.
Standar Normal yang
dipilih

Menghitung Menghitung
Faktor Distribusi Modulus Resilient
Lajur (Do) Tanah Dasar (MR) Indeks Pelayanan
(IP) dan umur
rencana

Hitung Nilai
Struktural Number
(SN) menggunakan
rumus SN

Hitung Tebal
Perkerasan dengan Tetapkan Jenis
Koefisien Koefisien lapis material yang
mengontrol setiap
Drainase Kekuatan Relatif digunakan pada
lapisan (D1, D2, D3)
(mi) lapisan (ai) setiap lapisan

Estimasi BIaya
Perkerasan Hasil
Desain

Selesai
Metode MDP 2017
Prosedur-prosedur ini harus diikuti sebagaimana diuraikan dalam setiap bab:
1. Tentukan umur rencana (Tabel 2.1 Umur Rencana Perkerasan) Bab 2
2. Tentukan nilai-nilai ESA4 dan atau ESA5 sesuai umur rencana yang dipilih
Bab 4
3. Tentukan tipe perkerasan berdasarkan Tabel 3.1 atau pertimbangan biaya
(analisis discounted life-cycle cost). Bab 3
4. Tentukan segmen tanah dasar dengan daya dukung yang seragam. Bab 6
5. Tentukan struktur fondasi perkerasan. Bab 6
6. Tentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari Bagan Desain - 3 atau
Bagan Desain lainnya yang sesuai. Bab 7
7. Tentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan Bab 5
8. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan Bab 8
9. Tentukan kebutuhan pelapisan (sealing) bahu jalan Lampiran F
10. Ulangi langkah 5 sampai 9 untuk setiap segmen yang seragam. 1.1.1

Langkah kerja Metode MDP 2017

Pengumpulan data Sekunder :


Mulai
1. Data LHR
2. Klasifikasi Jalan
3. Umur Rencan
4. Nilai CBR

Analisi Kondisi Beban


1. Menetukan Umur Rencana (UR)
2. Menetukan Nilai I (Faktor Pertumbuhan
3. Mencari R (faktor Pengali pertumbuhan lalu lintas)
4. Menentukan Nilai VDF4 dan VDF5
5. Menentukan nilai DD dan DL
6. Menghitung nilai CESA4 dan CESA5

Menetukan jenis struktur perkerasan jalannya

Menentukan tebal perkerasan Jalan

Selesai
3.2 Prosedur Perkerasan Kaku
Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan beton semen

Anda mungkin juga menyukai