Anda di halaman 1dari 37

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PERLOMBAAN MEMANCING DENGAN SISTEM


GALATAMA IKAN LELE”
(Studi Kasus Pada Kolam Pemancingan Desa Pangalengan
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung).
Muhamad Hendrik Yuliana
NPM 10010214129
KELAS C
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

A. Latar Belakang Masalah


Memancing adalah salah satu aktifitas
masyarakat yang sangat digemari pada jaman sekarang.
Aktifitas memancing yang dahulu lebih berorientasi
kepada mencari nafkah, berbanding terbalik pada jaman
sekarang. Masyarakat lebih memilih memancing dengan
orientasi bersenang-senang bahkan malas untuk
membawa ikan pulang.
Berdasarkan fenomena masyarakat inilah yang
dilihat para pihak panitia pemancingan dan atau pemilik
kolam pemancingan pada jaman sekarang untuk
mengalih fungsikan kolam pemancingannya sebagai
tempat usaha. Mereka mengubah semua sistem dan
akadnya sedemikian rupa agar pemancing lebih tertarik
dan tergiur untuk memancing. Terdapat beberapa sistem
dengan menganut sewa-menyewa, sistem pemancingan
tersebut adalah sistem pemancingan galatama, pada
prinsip dasarnya perlombaan memancing dengan sistem
galatama sama saja diberbagai daerah dan tempat, yang
membedakan hanyalah dalam peraturan dan
pelaksanaannya.
Sebagai mahkluk sosial manusia tidak bisa lepas
untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga secara
pribadi manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Harus terdapat aturan yang menjelaskan
tentang hak dan kewajibannya berdasarkan kesepakatan,
proses untuk membuat kesepakatan lazim disebut dengan
melakukan akad atau berakad. Salah satu proses
membuat kesepakatan dalam Islam ialah Ijarah (sewa-
menyewa) merupakan akad yang diridhai Allah SWT,
yaitu suatu peroses kesepakatan dengan mengalihkan
hak atas barang dan jasa dengan kompensasi, ketentuan
tersebut meliputi ijab dan qabul, kemudian dalam hal
benda yang disewakan harus jelas manfaat dan
faedahnya, secara garis besar benda tersebut harus
bersifat syara atau benda dan jasa yang tidak dilarang
oleh hukum Islam. Perlombaan (musabaqah) adalah
suatu ajang yang menunjukan keterampilan dan keahlian
peserta, lebih mengedepankan sifat kekeluargaan,
sportifitas, dan bertujuan akhir kepada kemaslahatan
umat.
Pemancingan galatama pada kolam pemancingan
Desa Pangalengan dalam praktek perlombaannya
mewajibkan peserta membayar uang yang sudah
ditetapkan pihak panitia perlombaan, kemudian peserta
perlombaan memancing mendapatkan kupon undian
tempat duduk yang telah disediakan panitia perlombaan.
Uang pendaftaran peserta kemudian diserahkan sebagian
kepada pemilik kolam pemancingan untuk menyewa
kolam yang sudah terdapat ikan lele di dalamnya,
kemudian peserta dituntut bersaing secara ketat demi
mendapatkan hadiah dalam perlombaan dengan hadiah
yang menggiurkan, hadiah tersebut keseluruhan
diperoleh dari uang pendaftaran peserta.
Salah satu hadiah yang sangat menggiurkan
dalam pemancingan galatama adalah jekpot, yaitu
apabila peserta pemancingan mendapatkan sebuah ikan
unik atau berbeda dari ikan yang lain dengan pita berupa
lempengan besi berdiameter 1 yang terpasang dibagian
insang luar ikan tersebut, terlihat ikan tersebut
menggunakan aksesoris (anting).
Namun jekpot merupakan hadiah yang bukan
menjadi prioritas pemancing, karena mereka
menganggap mendapatkan jekpot (ikan pita) atau
mendapatkan satu ekor ikan yang berpita dalam satu
kolam yang terdapat ratusan bahkan ribuan ikan adalah
hal yang sulit. Demi menimbulkan rasa antusias yang
tinggi dalam hal mendapatkan jekpot maka sebagian
oknum pemancing (peserta) menyalahgunakan kebijakan
panitia pemancingan dan atau pemilik kolam
pemancingan. Penyalahgunaan kebijakan panitia dan
atau pemilik kolam pemancingan pada kolam
pemancingan Desa Pangalengan oleh sebagian pihak
pemancing (peserta) harus mempunyai kejelasan status
hukumnya, penyalahgunaan ini sudah menimbulkan
sesuatu kerusakan (kemafsadatan), harus terdapat sebuah
metode istinbath hukum untuk mengatur secara syar’i
bagaimana Islam memandang penyalahgunaan kebijakan
yang dilakukan oleh sebagain peserta pemancingan.
Ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan,
maka mestinya ia juga membolehkan segala hal yang
akan mengantarkan kepada hal tersebut. Begitupun
sebaliknya, jika seseorang melarang suatu perbuatan,
maka mestinya ia pun melarang segala hal yang bisa
mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Hal ini senada
dengan ungkapan Ibnu Qayyim dalam kitab A’lâm al-
Mûqi’în: Ketika Allah melarang suatu hal, maka Allah
pun akan melarang dan mencegah segala jalan dan
perantara yang bisa mengantarkan kepadanya. Hal itu
untuk menguatkan dan menegaskan pelarangan tersebut.
Namun jika Allah membolehkan segala jalan dan
perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang dengan
pelarangan yang telah ditetapkan.
Fenomena inilah yang akan dikaji lebih dalam
oleh penulis dalam bentuk artikel yang berjudul
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PERLOMBAAN MEMANCING DENGAN SISTEM
GALATAMA IKAN LELE” (Studi Kasus Pada Kolam
Pemancingan Desa Pangalengan Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek pemancingan galatama kolam di
Desa Pangalengan kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang
perlombaan memancing tersebut?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perlombaan
pemancingan galatama kolam di desa Pangalengan .
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang
perlombaan memancing secara galatama.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian bermakna seperangkat
pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan
logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan
masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil sebuah
kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara
penyelesaiannya.
Sutrisno Hadi dalam bukunya menuliskan : “Metode

penelitian merupakan usaha untuk menemukan,


mengembangkan dan menguji kebenaran atas suatu
pengetahuan akad atau perjanjian sewa-menyewa
(ijarah) pada pemancingan galatama dan sistem yang
dilakukan dalam pemancingan galatama yang mana
dilakukan dengan jalan menggunakan metode ilmiah.
1. Jenis Penelitian
Menurut jenisnya penelitian ini termasuk
penelitian lapangan (field research). Yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari lokasi
atau lapangan, yakni dari berbagai informasi yang
berkaitan dan dari buku-buku yang membahas
tentang perjanjian sewa-menyewa (ijarah) yang
terkhusus pada perjanjian sewa-menyewa, termasuk
juga data primer hasil interview penulis dengan para
pihak yang bersangkutan sebagai objek penelitian.
2. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat Deskriptif Analisis yang
hanya memaparkan situasi dan peristiwa, tidak
mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji
hipotesis atau membuat prediksi. Dalam penelitian
deskriptif, dititik beratkan pada observasi dan setting
alamiah, peneliti bertindak sebagai pengamat yang
hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala
dan mencatatnya dengan tidak memanipulasi
variable.
3. Sumber data yang diambil adalah sebagai berikut:
a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari
sumber asli dari lapangan atau lokasi penelitian
yang memberikan informasi langsung pada
peneliti, informasi tersebut diperoleh dari:
1). Pemilik kolam pemancingan.
2). Panitia perlombaan.
3). Pemancing.
b) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari
perpustakaan yang dilaksanakan dengan cara
membaca, menelaah, dan mencatat sebagai
literatur atau bahan yang sesuai dengan pokok
pembahasan, kemudian disaring dan dituangkan
dalam kerangka pemikiran teoritis
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Ijarah
Dalam islam Al-ijarah menurut bahasa berasal
dari kata Al-ajru, yang berarti Al-iwadhu (ganti).
Menurut pengertian syara, al-ijarah adalah suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan pengganti. Adapun menurut istilah al-ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/ milkiyah) atas barang itu sendiri.
Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan
prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek
transaksinya barang, pada ijarah objek
transaksinya adalah barang maupun jasa.
Kemudian menurut istilah beberapa
ulama‟ mendefinisikan sebagai berikut:
a. Ulama‟ Hanafiyah mendefinisikannya dengan:
َ ‫دققعَ ض ا‬
2 ‫اوٍِعِب‬ َ َ ‫عف‬
‫انَم َىل َع د‬ ِ
ِ
Artinya: Transaksi terhadap suatu manfaat
dengan imbalan.
b. Ulama‟ Syafi‟iyah mendefinisikan dengan:
‫ ق‬3 َ‫دققع‬ َ ‫ف ق‬
‫نَم َىل َع د‬ َ ‫صققمَ ة‬ َ ‫قاوٍ لقذَبقلل ةَلبَاقَ ة‬
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ِ‫ا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫وٍُل ق‬
‫عم‬ َ ‫ع‬ ُ ٍ‫و‬
‫ةد ق‬
َ ‫بم‬ُ ‫حا‬ َ ‫حابل‬ َ ‫ضااوٍَعب ة‬

Artinya: Transaksi terhadap suatu manfa‟at


yang dituju tertentu, bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
c.
4 ‫ضوِعِب‬
ِ
َ ِ َ ‫كيٍِقل‬
‫ت‬ ‫انَم ُ ق‬
َ َ ‫عف‬
ِ
ِ ‫ش‬
َ ٍ‫بم ا قئي‬
ُ ‫ةحا‬
َ َ ‫ما قوُِلقَم ة‬
َُ‫دم‬

Artinya: Pemilikan manfa‟at sesuatu yang


dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu
imbalan.
Dari ketiga definisi ijarah yang sudah
dikemukakan oleh ketiga ulama di atas dapat
disimpulkan bahwa ijarah merupakan
pemindahan atas suatu barang dan jasa dengan
imbalan yang disepakati antara penyewa dan
yang menyewakan, mempunyai nilai
kemanfaatan atas barang yang disewakan,
memiliki batas waktu tertentu, dan bukan benda
atau barang yang dilarang oleh syara‟.
2. Dasar Hukum Ijarah
Hukum Ijarah shahih adalah tetapnya
kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah
bagi pekerja atau orang yang menyewakan
ma‟qud „alaih, sebab ijarah termasuk jual-beli
pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatannya.
Dasar-dasar hukum ijarah diterangkan dalam
al-Quran , Al-Sunnah dan Al-Ijma yaitu :
a. Menurut Al-Qur‟an
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah
ayat 233, yaitu:
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
makan dan Pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan Karena anaknya dan seorang
ayah Karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan,
Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah
dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan.
b. Dasar hukum ijarah dari al-Sunnah yang
diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy
dari Sa‟d bin Abi Waqas menyebutkan:
c.
ُ َََ‫ض قرِ َقل ىِرِقَكََنَْ اَن‬
‫ك قنََََا‬ َ
ِ َ
‫ب‬ َ َ َ‫عرِقزلَ نََََم ى ق اوٍَسل‬
ِ ‫ىلع ا‬ ََِ ِ
ِ َ‫ىه َنَ َف‬
َ

َ ٙ ِ‫لص وٍِولل ُلوِقس ََُ َر‬


‫ض ََِف وٍقَا‬ َ
َ
‫لس َوٍ وٍِيقَلَع ووٍلل ى‬
َ
َ
َ ‫َانَرِق َمَاوٍَ َكِلَذ نَق‬
َ‫ع م‬

َْ‫اهب ِرقَكن‬َ ‫ابىََذِب‬


d.
Artinya: Dahulu kami menyewa tanah
dengan jalan membayar dengan hasil
tanaman yang tumbuh di sana. Rasulullah
lalu melarang cara yang demikian dan
memerintahkan kami agar membayarnya
dengan uang mas atau perak.
Landasan Ijma‟nya ialah semua umat
bersepakat, bahwa ijarah diperbolehkan.
Tidak ada seorang ulama pun yang
membantah kesepakatan Ijma ini, sekalipun
ada beberapa orang di antara mereka yang
berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak
dianggap.
3. Rukun Dan Syarat Ijarah
Rukun-rukun dan syarat-syarat Ijarah adalah
sebagai berikut:
a. Mu‟jir dan Musta‟jir, yaitu orang yang
melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Mu‟jir adalah yang memberikan
upah yang menyewakan, Musta‟jir adalah
orang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu dan yang menyewa sesuatu.
Bagi orang yang berakad ijarah juga
disyaratkan mengetahui manfaat barang yang
diakadkan dengan sempurna sehingga dapat
mencegah terjadinya perselisihan.
Syaratnya :
1). Baligh
2). Berakal
3). Atas kehendak sendiri

b. Shighat ijab kabul antar Mu‟jir dan


Musta‟jir, ijab kabul sewa-menyewa dan
upah-mengupah, ijab kabul sewa-menyewa
misalnya: Aku sewakan mobil ini kepadamu
setiap hari Rp 5.000,00, maka musta‟jir
menjawab Aku terima sewa mobil tersebut
dengan harga demikian setiap hari.
Ijab kabul upah mengupah misalnya
seseorang berkata, Kuserahkan kebun ini
kepada mu untuk dicangkuli dengan upah
setiap hari Rp5.000,00, kemudian Musta‟jir
menjawab, Aku akan kerjakan pekerjaan itu
sesuai dengan apa yang engkau ucapkan.
c. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh
kedua belah pihak, baik dalam sewa-
menyewa maupun upah-mengupah.
Syaratnya:
1). Tidak berkurang nilainya
2). Harus jelas
3). Bisa membawa manfaat yang jelas
4). Barang yang disewakan atau sesuatau
yang dikerjakan dalam upah-mengupah,
disyaratkan

Pada barang yang disewakan dengan


beberapa syarat yaitu :
a). Hendaklah barang yang menjadi objek
akad sewa-menyewa dan upah mengupah
dapat diamanfaatkan kegunaannya. Tidak
untuk dikonsumsi. Dalam arti
menghilangkan kemanfaatan benda
Ijarah.
b). Hendaklah benda yang menjadi objek
sewa-menyewa dan upah-mengupah
dapat diserahkan kepada penyewa dan
pekerja berikut kegunaannya (khusus
dalam sewa-menyewa). Bersifat jelas dan
tidak abstrak atau samar.
c). Manfaat dari benda yang disewakan
adalah perkara yang mubah (boleh)
menurut syara‟ bukan hal yang dilarang
(diharamkan).
d). Benda yang disewakan disyaratkan kekal
ain(zat)-nya hingga waktu yang
ditentukan menurut perjanjian dalam
akad. Bersifat Isti‟maly bisa
dipergunakan secara terus menerus.

4. Macam-macam Ijarah

Ijarah terbagi menjadi dua bagian, yaitu Ijarah


terhadap benda atau sewa-menyewa, dan Ijarah
atas pekerjaan atau upah-mengupah.
a. Sewa-Menyewa
Diperbolehkan Ijarah atas barang mubah
seperti rumah, kamar, dan lain-lain, tetapi
dilarang Ijarah terhadap benda-benda yang
diharamkan.
1). Cara memanfaatkan barang sewaan.
a). Sewa Rumah
Jika seseorang menyewa rumah,
dibolehkan untuk memanfaatkannya
sesuai kemauannya, baik dimanfaatkan
sendiri atau dengan orang lain, bahkan
boleh disewakan lagi atau dipinjamkan
kepada orang lain
b). Sewa tanah
Sewa tanah diharuskan untuk
menjelaskan tanaman apa yang akan
ditanam atau bangunan apa yang akan
didirikan disana. Jika tidak dijelaskan,
Ijarah dipandang rusak.
c). Sewa kendaraan
Dalam menyewa kendaraan, baik hewan
atau kendaraan lainnya harus dijelaskan
salah satu diantara dua hal, yaitu waktu
dan tempat. Juga harus dijelaskan barang
yang akan dibawa atau benda yang akan
diangkut.
2). Perbaikan barang sewaan.
Menurut ulama Hanafiyah, jika barang
yang disewakan rusak, seperti pintu rusak
atau dinding jebol dan lain-lain. Pemiliknya
lah yang berkewajiban memperbaikinya,
tetapi ia tidak boleh dipaksa sebab pemilik
barang tidak boleh dipaksakan untuk
memperbaiki barangnya sendiri. Apabila
penyewa bersedia memperbaikinya, ia tidak
diberikan upah sebab dianggap suka rela.
3). Kewajiban penyewa setelah habis masa
sewa Diantara kewajiban penyewa setelah
masa sewa habis, yaitu:
a). Mengembalikan apa yang sudah disewa.
Misalnya, jika menyewa rumah maka
harus mengembalikan kunci kepada
pemilik rumah
b). Jika yang disewakan kendaraan, maka
harus dikembalikan ketempat asalnya.

b. Upah-mengupah
Upah-mengupah atau Ijarah „ala al-
a‟mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku
dalam beberapa hal seperti menjahit pakaian,
membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah „ala
al-a‟mal terbagi dua,yaitu:
1). Ijarah khusus
Ijarah khusus yaitu Ijarah yang
dilakukan oleh seorang pekerja.
Hukumnya, orang yang bekerja tidak
boleh bekerja selain dengan orang yang
telah memberi upah.
2). Ijarah Musytarik
Ijarah musytarik yaitu ijarah yang
dilakukan secara bersama-sama atau
melalui kerja sama. Hukumnya
dibolehkan bekerjasama dengan orang
lain.
5. Batal Dan Berakhirnya Ijarah
Pada dasarnya perjanjian sewa-menyewa
merupakan perjanjian yang lazim, di mana
masing-masing pihak yang terikat dalam
perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk
membatalkan perjanjian itu tidak mempunyai hak
untuk membatalkan perjanjian (tidak mempunyai
hak pasakh), karena jenis perjanjian termasuk
kepada perjanjian timbal balik.
Para ulama‟ fiqh menyatakan bahwa akad
Al-Ijarah akan berakhir yaitu apabila:
a. Apabila barang yang menjadi objek
perjanjian merupakan barang yang bergerak,
seperti kendaraan.
b. Apabila obyek sewa menyewa
dikualifikasikan sebagai barang tidak
bergerak, maka pihak penyewa berkewajiban
mengembalikannya kepada pihak yang
menyewakan dalam keadaan kosong,
maksudnya tidak ada harta pihak penyewa di
dalamnya, misal dalam perjanjian sewa
menyewa rumah
c. Jika yang menjadi obyek perjanjian sewa
menyewa adalah barang yang berwujud
tanah, maka pihak penyewa wajib
menyerahkan tanah kepada pihak pemilik
dalam keadaan tidak ada tanaman penyewa di
atasnya. Qur‟an, al-Sunnah, dan al-Ijma,
yaitu:
6. Konsep Perlombaan (Musabaqah) Dalam
Islam
Berkompetisi adalah kata kerja
Intransitive yang berarti tidak membutuhkan
objek sebagai korban kecuali ditambah dengan
pasangan kata lain seperti against (melawan),
over (atas), atau with (dengan). Disesuaikan
dengan kepentingan menurut jenis tertentu.
Menurut Deaux, Dane, dan wrightsman (1993),
kompetisi adalah tujuan untuk mencapai maksud
tertentu dengan cara mengalahkan orang lain atau
kelompok. Individu atau kelompok memilih
bekerja sama dengan orang lain atau
berkompetisi tergantung reward dalam suatu
situasi.
Allah S.W.T berfirman dalam Al-Qur‟an
surat Al-Baqarah ayat 148:
Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.
di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari
kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
Berlomba-lomba dalam kebaikan artinya menaati
dan patuh terhadap perintah Allah dan menjauhi
larangannya dengan semangat yang tinggi,
perbuatan baik sekecil apapun pasti akan
mendapatkan balasannya, demikian juga
sebaliknya perbuatan yang keji akan
mendapatkan balasan yang setimpal. Tidak ada
satupun manusia yang dapat meloloskan diri dari
pengadilan Allah. Maka berlomba-lombalah
demi mendapatkan kebaikan dunia akhirat.
a. Pengertian Perlombaan
Dalam bahasa Arab disebut dengan
musabaqoh, perlombaan disyariatkan karna
termasuk olahraga yang terpuji. Hukumnya
berubah-ubah, bisa sunnah, mubah, bisa pula
haram.tergantung pada niat dan
pelaksanaanya. Perlombaan biasanya
menggunakan anak panah, senjata, kuda, dan
keledai.
Dalil yang membahas tentang perlombaan
terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah,
seperti perlombaan dengan anak panah,
lembing, dan segala senjata yang dapat
dilemparkan.
b. Dasar Hukum Perlombaan
Dalam firman Allah S.W.T surat Al-Anfal
ayat 60:
Artinya: Dan siapka`nlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu dan orang orang selain mereka
yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya (dirugikan).
Dalam hadist menjelaskan Rosulullah S.A.W,
bahwa semua permainan adalah haram
kecuali yang tiga , hadisnya sebagai berikut :
َْ‫ن‬ ِ َََ
ُ ََ‫د الل وِ بق‬ َ ‫حَََد‬
ُ ََ‫ث َنَا َعبق‬ ‫ا‬
َ ‫صوِر‬
ُ َْ‫نَْ مَََقن‬
ُ ‫د بق‬ َ ‫حَد‬
ُ ٍ‫ث َنَا سَعِي‬ َ

‫ا‬
‫َلم‬ َ َ ََ‫ح‬
َ‫دَِثنَْ أبََُوِ س‬
‫ِ ا‬
َ ِ‫جََابر‬
َ َْ‫ن‬
ِ
َ َ ‫د ال ق‬
ِ ََ‫رِحََِنَْ بقََُنَْ يَزيَد بق‬ ُ ََ‫حَدَِثنَْ َعبق‬ ِ ‫ق‬
َ ‫المَُْبارَك‬

ِ‫ت َرسََُوَِل اللَََو‬


ُ ‫ع‬
ِ
َ ‫عنَْ ُعقق َبةَ قبِنَْ َعامِرِا َقا‬
‫ل َسََ ق‬
‫ا‬
‫زيد َ ق‬‫نَْ َ ق‬
ِ ِ
ِ ‫خالد قب‬َ َْ‫عن‬
‫َ ق‬

َ ‫ل بِال‬
‫ََهَِم‬
‫س ق‬ ُ ‫ل يََُقدخ‬
ِ
َ َ ‫نَ ال‬
َ َََ‫لوِ عََََز وٍَج‬ َ ‫لم يَُقوُِل ِإ‬
َ َ‫س‬ َ ِ‫عَليٍقََو‬
َ ٍ‫و‬
ِ
َ ِ‫صلَى اللَََ ُو‬َ

‫ب ِفَ ص َََقنَْ عَتََوِ قالَََيَق َر‬


ِ ِ
ُ
ِ
‫اقلوَِاح د َثلثَََةَ نَََفَارِ ق َالنَََةَ صَََانَعَ ُوِ َ قَيتََس‬
ِ ِ ََِ

‫ب َِإل‬ ُ ََ‫ت قرمَُوِا َأح‬ َ َ‫يَ بِوِِ َوٍ ُمقنَْ ِبَلوُِ َوٍارقمَُوِا َوٍاركقَبََُوِا وٍَأَقن‬ ِ
َ ‫رِام‬َ ‫َوٍال‬
َ ‫ِق‬
‫ث‬ ‫إل َثل د‬ َ
ِ‫اللهَقِو‬ َْ‫ن‬ِ
‫س م ق‬ َ ‫كرَِبُوِا َليٍق‬
‫ق‬ َ َ‫نَْ أَقن‬
‫ت‬ ‫م ق‬
ِ

ِ‫سوِِ وٍََنَبقلو‬
ِٙٙ ِ ِ ِ َ
‫ع َبُتوُِ أقىَلوُِ وٍَرَمقيٍُوُِ بَقوِق‬
َ ‫سوُِ وٍَمَُل‬َ ‫ر‬ َ ‫تَقأدِ يبُ الَرِجُِل‬
َ َ‫ف‬

Artinya: telah menceritkan kepada kami Sayyid


bin Mansyur, telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Al-Mubarak, telah menceritakan
kepada kami Abdurahman bin Yazud, telah
menceritakan kepadaku Abussalam dari Khalid
bin Zaid dari „Uqbah, ia berkata; Saya
mendengar rosulullah Sallallu Alaihi Wassalam
bersabda „sesungguhnya Allah memasukkan tiga
orang ke dalam surga karna satu anak panah:
yaitu membuatnya yang menginginkan kebaikan
dalam membuatnya, orang yang memanah
dengannya, serta orang yang mengambilkan
anak panah untuknya, panah d`an naiklah kuda.
Bukan termasuk hiburan (yang disunahkan)
kecuali` tiga perkara: seseorang melatih
kudanya, bercanda dengan istrinya, dan
memanah dengan busurnya serta anak
panahnya.
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah tentang sistem dan
praktek perlombaan yang diterapkan dalam
pemancingan galatama kolam di Desa Pangalengan
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung , penulis
dapat menganalisa suatu fenomena langka secara islam
yang terjadi pada sistem pemancingan galatama
tersebut, yaitu mengenai penerapan dan pengaplikasian
metode istinbath hukumnya.
1. Gambaran daerah penelitian
Pangalengan merupakan sebuah kecamatan yang
masuk dalam lingkup wilayah Kabupaten Bandung,
Jawa Barat. Hal yang menarik dari Desa
Pangalengan ialah 12 dari 13 desa kelurahannya
berada pada ketinggian antara 1.400 - 1.600 di atas
permukaan laut (dpl). Hanya satu desa/kelurahan
yang berada di bawah ketinggian 1.000 meter dpl,
yaitu Lamajang. Desa/Kelurahan Pangalengan
sendiri sebagai pusat kota di Kecamatan
Pangalengan berada pada ketinggian 1.448 meter
dpl

Desa Pangalengan berhawa sangat sejuk dan


memiliki pemandangan alam yang indah, tak heran
jika dikenal sebagai ssalah satu daerah tujuan
wisata. Di kawasan ini pun banyak terdapat
perkebunan milik negara, hortikultura dan
peternakan ,
Kecamatan Pangalengan secara keseluruhan
memiliki luas wilayah 272,95 km2 (sekitar 1,6 kali
luas Kota Bandung), merupakan kecamatan paling
luas di Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk
Kecamatan Pangalengan pada tahun 2012 sebanyak
145.773 jiwa, sehingga kepadatan penduduk
mencapai 534 jiwa per km2. Adapun penduduk
Desa/Kelurahan Pangalengan mencapai 21.528
jiwa. Dengan demikian untuk Desa/Kelurahan
Pangalengan saja sudah dapat dikategorikan sebagai
kota kecil (berpenduduk antara 20.000 s.d. 50.000
orang. Umumnya berstatus ibukota kecamatan.)
2. Gambaran Umum Pemancingan Galatama Balong
Pemancingan galatama di desa Pangalengan bernama
pemancingan galatama Tatang Pahat, merupakan tempat
kegiatan usaha yang bergerak di bidang perikanan,
khususnya di bidang jasa perikanan. Pemancingan kolam
ini awalnya didirikan hanya sebagai tempat pemancingan
pribadi. Awal berdirinya pemancingan galatama di desa
Pangalengan adalah dengan terlihatnya peluang pasar
yang cukup besar pada usaha pemancingan. Mulai pada
tahun 2005, pemancingan resmi berdiri. Kolam galatama
berlokasi di Desa Pangalengan , Kecamatan Pangalengan
, Kabupaten Bandung .
A. Sejarah Pemancingan Galatama Lele
Pada awal berdirinya, galatama adalah pemancingan
yang sudah masuk dalam golongan pemancingan
menengah. Hal tersebut terjadi, karena galatama
merupakan pemancingan ikan yang memiliki:
1). Kolam penyimpanan khusus,
2).Kolam-kolam yang ukurannya beraneka ragam
sesuai dengan berat ikan yang akan dipancing
3). Stok ikan lele yang cukup banyak dan terdiri atas
berbagai ukuran atau size ikan,
4). Memiliki luas areal mencapai 1.000 m2.

Di dirikan oleh bapak Tatang Pahat pada tahun


2000 sebagai pemancingan kiloan, dengan sistem
yang mewajibkan kepada pemancing untuk
menimbang hasil pancingannya berdasarkan satuan
kilogram, harga ikan sesuai dengan katagori berat
ikan dalam satuan kilogram yang mengacu kepada
pasaran harga sebenarnya, namun dengan sistem
seperti ini hasil yang didapat tidak sesuai dengan
ekspektasi pemilik, pada tahun 2003 kolam
pemancingan mengalami penyusutan perkembangan
usaha, dan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Kemudian pada tahun 2004, kolam mulai
dikembangkan dalam beberapa sistem pemancingan,
setelah melalui peroses yang cukup lama dan
berusaha melihat peluang usaha yang cukup
menggiurkan dalam bidang pemancingan dan
perikanan. Sistem pemancingan galatama mulai
dikembangkan di kolam pemancingan Bapak Tatang
Pahat, sistem seperti ini sudah banyak dikembangkan
diberbagai pemancingan lainnya dengan cara
penyewaan kolam terhadap pengelola atau panitia
pemancingan galatama. Dan seiring
perkembangannya yang cukup pesat pada akhirnya
pemancingan Balong mengalami kemajuan yang
cukup pesat dan bisa dikategorikan sebagai
pemancingan kelas atas.
Kemajuan pemancingan galatama lele terlihat
dengan bertambahnya berbagai fasilitas umum
penunjang perusahaan pemancingan tersebut, di
anataranya meliputi, area parkir, tempat ibadah, dan
warung. Kemudian Bapak Tatang Pahat memperluas
kolam pemancingannya yang pada awalnya memiliki
luas wilayah 1.000 m2 kemudian menjadi 1.540 m2.
3. Praktek pemancingan galatama ikan lele di Desa
Pangalengan Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung
Pemancing atau peserta perlombaan memancing
galatama wajib membayar uang pendaftaran sebesar
Rp100.000 kepada pihak pengelola kolam
pemancingan, kemudian pihak pemilik kolam dalam
hal ini panitia perlombaan memancing membagi
uang pendaftaran peserta kepada beberapa bagian di
antaranya ialah uang sewaan kolam pemancingan
sebesar Rp1.000.000, uang untuk pemasukan panitia
sebesar Rp4.000.000, kemudian untuk hadiah
pemenang perlombaan sebesar Rp4.500.000, dan
untuk uang kas galatama sebesar Rp5.00.000.
peraturan dalam perlombaan diatur dan ditetapkan
keseluruhan oleh pihak panitia perlombaan, pemilik
kolam hanya sebatas menyewakan tempat (kolam)
yang sudah diisi ikan di dalamnya kepada panitia.
Kriteria pemenang diklasifikasikan menjadi empat
kriteria pemenang perlombaan beserta hadiah yang
didapatnya, yaitu juara jekpot (ikan pita) berhak
atas , pemenang LED TV 29 inc,pemenang pertama
berhak atas uang sebesar Rp2.000.00 , pemenang
kedua berhak atas uang sebesar Rp1,500,000 , dan
pemenang ketiga berhak atas uang sebesar Rp
1000,000.
Kemudian peserta dapat dinobatkan menjadi
juara pertama kedua dan ketiga yaitu peserta dengan
berat ikan hasil tangkapan peserta dengan berat ikan
tertinggi pertama, kedua, dan ketiga berdasarkan
satuan kilogram, kemudian ikan hasil tangkapan
peserta yang sudah melalui proses penimbangan
dikembalikan ke dalam kolam pemancingan untuk
dipancing dan diperlombakan kembali. Perlombaan
berlangsung satu kali dalam satu minggu,
pelaksanaan pemancingan dilaksanakan pada hari
minggu dengan dua putaran perlombaan.
Dalam pelaksanaan di lapangan yang terjadi
dalam balong pemancingan Desa Pangalengan
terdapat oknum peserta perlombaan (pemancing)
yang menyalah gunakan kebijakan panitia, terlihat di
mana sebagian pemancing saling berkomitmen
membuat perjanjian untuk saling bertaruhan dalam
hal mendapatkan jekpot, setiap peserta yang
bertaruhan mengumpulkan sejumlah uang yang
sudah disepakati kepada salah satu peserta yang
bertaruh, kemudian jika salah satu peserta yang
bertaruh mendapatkan jekpot (hadiah tertinggi dalam
galatama) berupa ikan pita, ia berhak atas
keseluruhan uang yang dikumpulkan tersebut.
Jumlah nominal uang taruhan dan jumlah oknum
pemancing yang ikut dalam taruhan hadiah jekpot
tidak bisa diprediksi, karena tergantung keinginan
dan perjanjian yang disepakati para pihak yang
bertaruh. Hal ini sudah terorganisir ketika
perlombaan berjalan, yaitu salah satu peserta
mengajak taruhan kepada pemancing lain untuk ikut
serta dalam hal taruhan, peristiwa seperti ini adalah
salah satu rutinitas sebagian pemancing untuk
menambah rasa antusiasnya dalam melaksanakan
perlombaan memancing. Peristiwa ini tidak
dipungkiri oleh pengelola perlombaan pemancingan
dan atau pihak pemilik kolam pemancingan di Desa
Pangalengan , bahkan mereka seolah mendukung
intrik yang terjadi di antara sebagian peserta yang
bertaruhan tersebut, mereka berasumsi bahwa hal ini
memberikan manfaat tersendiri untuk menimbulkan
daya tarik pemancing lain agar ikut serta dalam
perlombaan, dalam kata lain panitia mendapatkan
keuntungan inmaterial dalam peristiwa ini.
4. Tinjauan hukum Islam tentang pemancingan
galatama ikan lele di Desa Pangalengan.
Salah satu ketentuan Islam pada akad ijarah ialah
benda yang disewakan (Ma’qud Alaih), mempunya
kejelasan dan manfaat untuk digunakan, kemudian
harus bersifat benda yang dapat dipergunakan secara
berulang kali (Isti’maly), tanpa merusak zat dari
benda tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
penggunaan ikan dalam penelitian ini bukan
termasuk Ijarah, karena tidak sesuai dengan definisi
yang dimaksud. Yang juga tidak diketahui
kejelasannya atau keberadaannya di dalam air dan
tidak dinikmati kemanfaatannya. Sesuai dengan yang
diutarakan oleh bapak Candra selaku pemilik kolam
pemancingan galatama di Desa Pangalengan dalam
wawancara. Bahwa ikan dalam pemancingan
galatama sebagai objek pemancingan dan hanya
sekedar fasilitas, yang tidak boleh dibawa pulang
peserta perlombaan pemancingan galatama, hanya
sebatas memancing dan menimbang hasil
pancingannya kemudian dikembalikan pada kolam
pemancingan untuk diburu kembali. Dalam arti ikan
hanya sebatas objek hiburan dalam pemancingan
galatama.
Berdasarkan hasil penelitian, pada dasarnya
perlombaan pemancingan yang dibuat oleh panitia
perlombaan memancing dan atau pemilik kolam
pemancingan Desa Pangalengan Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung , diperbolehkan
dalam Islam, karena dalam sifatnya perlombaan ini
adalah perlombaan berburu. Secara islam dalam
berburu harus jelas objek buruannya, dan ikan adalah
salah satu objek buruan yang dihalalkan oleh Islam,
bersifat halal untuk dikonsumsi atau bukan benda
dan hewan yang dilarang oleh syara’
Kemudian di antara penetapan metode hukum yang
dikembangkan oleh para ulama adalah Sadd Adz-
Dzari’ah, metode hukum sadd add dza-riah
merupakan metode preventif agar tidak terjadi
sesuatu yang menimbulkan dampak negatif. Metode
hukum ini merupakan salah satu kekayaan khazanah
intelektual Islam yang sepanjang pengetahuan
penulis tidak dimiliki oleh agama lain. Selain Islam
tidak ada agama yang memiliki sistem hukum yang
didokumentasikan dengan baik dalam karya yang
sedemikian banyak.
Hukum Islam tidak hanya mengatur tentang prilaku
manusia yang sudah dilakukan tetapi juga yang
belum dilakukan hal ini bukan berarti hukum Islam
cenderung mengekang kebebasan manusia. Tetapi
karena salah satu tujuan hukum Islam adalah untuk
mewujudkan
kemaslahatan umat dan menghindari kerusakan
(kemafsadatan). Jika suatu perbuatan diduga keras
akan menimbulkan kerusakan, maka dilaranglah hal-
hal yang mengarah kepada perbuatan tersebut,
metode hukum inilah dikenal dengan Sadd Adz-
Dzari’ah. Sebaliknya, jika suatu perbuatan diduga
keras akan menimbulkan kebaikan (Rafqul Fi’li)
yaitu kebaikan dalam perbuatan, maka dianjurkan.
Hal ini dikenal dalam metode istinbath hukum
sebagai Fath Adz-Dzari’ah.
Secara terminologi bahwa Sadd Adz-Dzari’ah adalah
menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan
tertentu yang pada dasarnya diperbolehkan maupun
dilarang untuk mencegah terjadinya perbuatan lain
yang dilarang. Maka pengaplikasian istinbath hukum
mengenai taruhan yang dilakukan oleh sebagian
oknum peserta pemancingan galatama di balong
pemancingan desa Pangalengan kecamatan
Pangalengan kabupaten Bandung yaitu Sadd Adz-
Dzariah. Pada dasarnya konsep perlombaan
pemancingan yang dibuat oleh pihak pengelola
kolam (panitia perlombaan memancing) dan atau
pemilik kolam pemancingan di Desa Pangalengan
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung,
diperbolehkan dalam Islam. Namun karena
terindikasi perjudian yang disebabkan karena
permainan yang memakai uang sebagai taruhan yang
dilakukan oleh sebagian oknum pemancingan
galatama di Desa Pangalengan , maka menjadi tidak
halal. Sehingga perlu istinbath hukum sadd adz-
dzari’ah. Sebagaimana pendapat Ibn Qayyim yang
mengklasifikasikan metode tersebut kepada empat
bagian, yaitu:
a. Suatu perbuatan yang pada dasarnya
menimbulkan kerusakan (mafsadah), yaitu
adanya taruhan (rihan) yang terindikasi pada
perjudian (maysir) yang dilakukan oleh sebagian
peserta pemancingan.
b. Suatu perbuatan yang pada dasarnya
diperbolehkan atau dianjurkan (mustahab),
namun secara sengaja dijadikan perantara untuk
terjadi sesuatu keburukan (mafsadah), yaitu
pemancingan galatama di pemancingan galatama
ikan lele di Desa Pangalengan yang pada
dasarnya diperbolehkan, namun secara sengaja
dijadikan ajang taruhan yang dilakukan oleh
sebagian peserta perlombaan (pemancing)
sehingga menimbulkan perjudian, maka dilarang.
c. Suatu perbuatan yang pada dasarnya
diperbolehkan, namun tidak disengaja
menimbulkan suatu keburukan (mafsadah) dan
pada umumnya keburukan itu tetap terjadi
meskipun tidak disengaja atau bahkan terjadi
lebih besar akibatnya. Dalam penelitian ini
pemancingan galatama diperbolehkan dalam
hukum Islam. Namun secara tidak sengaja
taruhan yang terjadi di antara peserta perlombaan
memancing sudah memotifasi mereka untuk terus
berjudi dalam pemancingan galatama.
d. Suatu perbuatan yang pada dasarnya
diperbolehkan namun terkadang bisa
menimbulkan keburukan (mafsadah), yaitu
pemancingan galatama ikan lele di Desa
Pangalengan yang diperbolehkan dalam Islam
kemudian dilarang karena disalahgunanakan oleh
sebagian peserta perlombaan sebagai ajang
perjudian
Oleh karena itu pemancingan galatama ikan lele di
Desa Pangalengan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung di larang oleh Islam karena ada
faktor lain (haram lighairihi). Walapun pada
dasarnya perlombaan tersebut diperbolehkan dalam
Islam, karena untuk mencegah terjadi perbuatan
yang dilarang, yaitu kerusakan (kemafsadatan).
Kaidah ini merupakan kaidah asasi yang bisa
mencakup masalah-masalah turunan di bawahnya.
Berbagai kaidah lain juga bersandar pada kaidah ini.
Karena itulah, sadd adz-dzari’ah pun bisa
disandarkan kepadanya. Hal ini juga bisa dipahami,
karena dalam sadd adz-dzari’ah terdapat unsur
mafsadah yang harus dihindari. Jumhur ulama
Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa unsur penting al-maysir itu
adalah taruhan. Dalam pandangan mereka, adanya
taruhan ini merupakan 'illah (sebab) bagi haramnya
al-maysir. Oleh karena itu, setiap permainan yang
mengandung unsur taruhan adalah al-maysir dan
hukum melakukannya adalah haram.
Konsep dasar penetapan istinbath hukum Sadd Adz-
Dzari’ah dalam pemancingan galatama ikan lele di
Desa Pangalengan Kecamatan Kabupaten Bandung
ialah ditetapkan pada suatu perbuatan dilarang atau
tidaknya yang melihat pada dua hal, yaitu:
a. Motif atau tujuan yang mendorong seseorang
untuk melaksanakan sesuatu perbuatan, dan akan
berdampak pada sesuatu yang dihalalkan atau
diharamkan. Dalam hal ini pemancingan
galatama bermotif hiburan, tetapi berdampak
pada timbulnya suatu perbuatan yang
diharamkan yaitu perjudian yang dilakukan oleh
sebagian peserta perlombaan memancing dalam
hal taruhan (haran lighairi).
b. Akibat yang terjadi dari suatu perbuatan, tanpa
harus melihat pada motif dan niat jika akibat atau
dampak yang sering terjadi adalah suatu yang
dilarang maka harus dicegah, karena membawa
kepada kemafsadatan (kerusakan). Dalam
penelitian ini jika pemancingan galatama ikan
lele berakibat kepada perjudian tanpa harus
melihat motif dan niat peserta perlombaan
(pemancing) maka pemancingan ini harus
dicegah.
Dengan begitu penentuan hukum pemancingan
galatama di Desa Pangalengan Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung bisa menjadi halal
dan bisapula menjadi haram. Haram jika berdampak
kepada kerusakan (kemafsadatan), dan akan menjadi
halal jika berdampak kepada kebaikan.
G. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan mengacu pada
kedua rumusan masalah di atas, maka dapat penulis
simpulkan bahwa pemancingan galatama ikan lele
di Desa Pangalengan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung , adalah sebagai berikut:
a. Setiap peserta lomba mancing pada pemancingan
galatama ikan lele di Desa Pangalengan
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
dikenakan biaya pendaftaran dengan rincian
sebagai berikut: biaya menyewa kolam yang
telah berisi ikan, biaya pengadaan hadiah bagi
pemenang lomba, biaya pemasukan panitia, dan
biaya untuk kas galatama. Untuk pemenang
lomba mancing dalam sistem galatama
ditentukan berdasarkan berat perolehan ikan yang
didapat masing-masing peserta, setiap pemenang
(juara 1, 2, dan 3) mendapatkan hadiah yang
telah ditetapkan panitia. Pada sisilain, sebagian
peserta mengadakan taruhan uang (judi) bagi
yang mendapatkan ikan pita (disebut jekpot) akan
mendapatkan TV LCD 29 Inc .
b. Pemancingan galatama ikan lele di Desa
Pangalengan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung terdapat unsur perjudian,
dan hal tersebut diketahui oleh pemilik dan
penyewa kolam pemancingan (panitia), tapi tidak
dilarang, bahkan terkesan memberi daya tarik
bagi penyewa dan peserta pemancingan.
Kenyataan ini merusak keabsahan lomba
memancing menurut hukum Islam, di mana
sistem pemancingan galatama yang pada
prinsipnya diperbolehkan kemudian menjadi
haram lighairihi karena ada faktor perjudian.
2. Saran
a. Hendaknya pemilik dan pengelola pemancingan
galatama ikan lele mengkaji kembali tentang
sistem pemancingan galatama yang
diaplikasikannya, dan menghentikan aktifitas
taruhan yang terjadi dikalangan pemancing
(peserta pemancingan) yang terjadi di Desa
Pangalengan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung.
b. Pemilik dan pengelola kolam (panitia) harus
bertindak tegas untuk melarang perjudian yang
terjadi di antara segelintir para pemancing
(peserta).
c. Mencari alternatif lain yang dijadikan objek
perlombaan selain ikan secara khusus,
berdasarkan ketentuan dan syariat dalam
melakukan musabaqah dan akad ijarah.
d. Bagi para penghobi memancing untuk tidak ikut
serta dalam pemancingan galatama di Desa
Pangalengan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung.
e. Pemancing harus lebih teliti untuk memilih dan
menentukan area atau denah yang tepat sebagai
ajang untuk meluapkan hobi memancingnya.

\
H. DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan, M. “Berbagai Macam Transaksi Dalam
Islam. (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2004)
Amiruddin Dan Zainal Asikin, Pengantar Penelitiaan
Hukum, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003
Harun, Nasrun. Figh Muamalah, Jakarta:Gaya Media
Pratama
Hamid Hakim, Abdul, Assulam. Jakarta, Maktabah
Assaadiyah Putra, 2007

Anda mungkin juga menyukai