Perusahaan?
B Y S Y IT I R O M M A LL A ON F E B R U A R Y 2 1 , 2 0 1 8
POST VIEWS: 1,729
Bukan hal asing lagi bagi kita mendengar berbagai studi yang menyatakan bahwa cuti membawa
dampak yang baik bagi karyawan. Beragam kajian ilmiah mengatakan, penting bagi karyawan
memanfaatkan kesempatan cuti agar hidupnya lebih sehat, bahagia, dan seimbang. Karena itu
pulalah, pemerintah menetapkan hak cuti karyawan yang wajib dipenuhi perusahaan. Aturan cuti
karyawan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 79 menjelaskan
bahwa perusahaan harus memberikan cuti tahunan minimal 12 hari kerja per tahun. Namun,
praktiknya tidak jarang pula karyawan seperti dihalang-halangi mengambil cuti tahunan untuk
beristirahat atau berlibur.
Perusahaan yang keberatan dengan pemakaian hak cuti karyawan agaknya
punya perhitungan matematis tersendiri. Pertama, perusahaan itu tetap
wajib membayar karyawan yang mengambil cuti tahunan tersebut layaknya
dia masuk kerja seperti biasa. Kedua, karyawan itu tidak melakukan
pekerjaannya karena sedang cuti. Pada hari karyawan cuti, kontribusinya
pada perusahaan dianggap tidak ada. Ketiga, mungkin perusahaan harus
meminta karyawan lain menggantikan pekerjaan yang terbengkalai akibat
ada karyawan yang cuti. Karyawan pengganti ini pun harus dibayar atas
pekerjaan yang dilakukan. Bahkan, mungkin saja dirinya perlu lembur untuk
menyelesaikan pekerjaan karyawan lain yang sedang cuti itu, sehingga
menimbulkan beban upah lemburuntuk perusahaan. Dilihat dari perspektif
ini, mengizinkan karyawan mengambil jatah cuti tahunan memang dapat
dipandang sebagai ‘kerugian’ untuk perusahaan.
Akan tetapi, muncul tren baru belakangan ini. Saat ini, ada begitu banyak perusahaan yang justru
mendorong karyawannya untuk menggunakan hak cutinya. Malah, beberapa perusahaan
memberikan reward cuti untuk karyawan mereka yang dinilai berprestasi. Perusahaan-
perusahaan itu justru seperti berharap para karyawannya mengambil rehat sejenak dari tekanan
dan rutinitas kerja. Tren ini sangat berkebalikan dengan anggapan sebelumnya, bahwa
perusahaan merugi saat karyawan cuti.
Ternyata, perusahaan-perusahaan yang mendorong karyawan mengambil cuti itu pun punya
pertimbangan tersendiri. Tidak melulu hanya menguntungkan karyawan, hak cutiyang digunakan
oleh karyawan sebenarnya juga menguntungkan bagi perusahaan. Berikut ini manfaat cuti bagi
perusahaan:
Cuti sangat berguna menjaga kesehatan mental karyawan. Karyawan yang terus menerus ditekan
beban kerja sangat rentan mengalami burnout yang membuat produktivitasnya turun. The
Corporate Executive Board pernah melakukan survei terhadap 50.000 karyawan di berbagai
perusahaan di dunia. Hasilnya, karyawan yang merasakan work-life balanceakan bekerja 21%
lebih keras dibanding mereka yang merasakan kejenuhan tanpa kesempatan jeda. Kondisi mental
karyawan yang merasa bahagia akan meningkatkan produktivitas mereka. Sebaliknya, karyawan
yang frustrasi, depresi, dan stres karena pekerjaan akan kesulitan mencapai target-target
perusahaan.
Selain itu, cuti yang dimanfaatkan dengan tepat dapat membuat karyawan
juga lebih baik saat ia kembali bekerja. Cuti memberi kesempatan karyawan
menggali pengalaman-pengalaman berharga yang bisa memperluas
perspektifnya. Hal itulah yang dibutuhkan untuk meningkatkan kreativitas
saat mengahadapi pekerjaan.
Kesejahteraan fisik dan mental karyawan adalah juga kepentingan perusahaan. Tekanan kerja
yang berat dapat berdampak pada kondisi mental karyawan, dan sekaligus juga memicu
gangguan fisik. Sebuah studi tentang karyawan wanita dipublikasikan
secaraonline dalam journal PLoS ONE. Hasilnya, mereka yang mengalami tekanan pekerjaan
yang tinggi memiliki risiko 67% serangan jantung, dan 38% lebih mungkin
mengalamistroke atau hipertensi. Selain itu, kondisi stres sangat rentan menyebabkan depresi,
obesitas, sakit kepala, dan amnesia, serta memicu kebiasaan merokok dan minum minuman
keras. Dengan berkurangnya karyawan yang mengalami gangguan kesehatan akibat stres,
perusahaan dapat menghemat beban biaya perusahaan dalam melakukan klaim kesehatan
karyawan.
Perusahaan sebaiknya memanfaatkan software payroll untuk menguji perbandingan cuti yang
diambil dengan klaim kesehatan atau izin sakit karyawan. Kebijakan baru tentang optimalisasi
hak cuti dapat dibuat dengan data yang akurat sehubungan dengan pengaruhnya pada kesehatan
dan kesejahteraan karyawan.