Cuti sangat berguna menjaga kesehatan mental karyawan. Karyawan yang terus menerus ditekan
beban kerja sangat rentan mengalami burnout yang membuat produktivitasnya turun. The
Corporate Executive Board pernah melakukan survei terhadap 50.000 karyawan di berbagai
perusahaan di dunia. Hasilnya, karyawan yang merasakan work-life balanceakan bekerja 21%
lebih keras dibanding mereka yang merasakan kejenuhan tanpa kesempatan jeda. Kondisi mental
karyawan yang merasa bahagia akan meningkatkan produktivitas mereka. Sebaliknya, karyawan
yang frustrasi, depresi, dan stres karena pekerjaan akan kesulitan mencapai target-target
perusahaan.
Selain itu, cuti yang dimanfaatkan dengan tepat dapat membuat karyawan
juga lebih baik saat ia kembali bekerja. Cuti memberi kesempatan karyawan
menggali pengalaman-pengalaman berharga yang bisa memperluas
perspektifnya. Hal itulah yang dibutuhkan untuk meningkatkan kreativitas
saat mengahadapi pekerjaan.
Kesejahteraan fisik dan mental karyawan adalah juga kepentingan perusahaan. Tekanan kerja
yang berat dapat berdampak pada kondisi mental karyawan, dan sekaligus juga memicu
gangguan fisik. Sebuah studi tentang karyawan wanita dipublikasikan
secaraonline dalam journal PLoS ONE. Hasilnya, mereka yang mengalami tekanan pekerjaan
yang tinggi memiliki risiko 67% serangan jantung, dan 38% lebih mungkin
mengalami strokeatau hipertensi. Selain itu, kondisi stres sangat rentan menyebabkan depresi,
obesitas, sakit kepala, dan amnesia, serta memicu kebiasaan merokok dan minum minuman
keras. Dengan berkurangnya karyawan yang mengalami gangguan kesehatan akibat stres,
perusahaan dapat menghemat beban biaya perusahaan dalam melakukan klaim kesehatan
karyawan.
Perusahaan sebaiknya memanfaatkan software payroll untuk menguji perbandingan cuti yang
diambil dengan klaim kesehatan atau izin sakit karyawan. Kebijakan baru tentang optimalisasi
hak cuti dapat dibuat dengan data yang akurat sehubungan dengan pengaruhnya pada kesehatan
dan kesejahteraan karyawan.