Kelayakan Ekonomi (Projob, Propoor, Pro Growth, Pro Environment)Teknik Value for Money
A. KONSEP ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI
Kelayakan ekonomi didefenisikan sebagai kelayakan bagi semua pihak yang
memanfaatkan, baik langsung maupun tidak langsung dari suatu pembangunan atau
pengembangan suatu sistem transportasi. Dalam kaitannya terhadap analisis ekonomi,
manfaat (benefit) yang diperoleh semestinya lebih besar jika dibandingkan dengan biaya
(cost) yang dikeluarkan. Oleh karena itu, perhitungan manfaat merupakan faktor vital
dalam memutuskan apakah suatu rencana pembangunan atau pengembangan, dalam
hal ini, monorel tersebut layak dilaksanakan atau tidak.
Dimana :
Bt = Present Value of benefit
Ct = Present Value of cost
t = The time of cash flow
n = the total time of the project
r = discount rate
Untuk melakukan perhitungan terhadap besar nilai Payback Period dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
Nilai IRR ini diperoleh dengan cara coba-coba, mula-mula memakai discount rate yang
diperkirakan mendekati besarnya IRR. Apabila telah memberikan NPV yang positif, maka
harus dicoba discount rate yang lebih tinggi, dan seterusnya sampai diperoleh NPV yang
negatif. Kemudian lakukan interpolasi antara discount rate yang tertinggi (i’) yang masih
memberi nilai NPV yang positif (NPV’), dan discount rate terendah (i”) yang memberi NPV
negatif (NPV”).
Apabila dari hasil analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai NPV < 0, nilai <
1, nilai PI < 1, serta nilai FIRR atau EIRR < r (tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek
ini akan dinyatakan tidak layak, akan tetapi sebaliknya apabila diperoleh hasil analisis
data menunjukkan bahwa nilai NPV > 0, nilai BCR > 1, nilai PI > 1, serta nilai FIRR atau
EIRR > r (tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek ini dinyatakan layak dan dapat
dilanjutkan.
Sumber: http://eng.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/RT190.pdf
Rizky Torang Surya Siagian dan Medis Sejahtera Surbakti, ANALISIS AWAL KELAYAKAN
EKONOMI DAN FINANSIAL DALAM PERENCANAAN MONOREL KOTA MEDAN, 2015 ,
Department of Civil Engineering USU
Model evaluasi kelayakan ekonomi dan finansial yang akan dipergunakan dalam studi ini
adalah evaluasi kelayakan ekonomi dan finansial yang memperhitungkan perbandingan
nilai biaya-manfaat dengan menggunakan indikator ekonomi dan finansial : Benefit-Cost
Ratio (BCR), Net Present Value (NPV) dan Economic Internal Rate of Return (EIRR).
Benefit-Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara total nilai arus manfaat dengan
total nilai arus biaya yang dikeluarkan. Total nilai arus manfaat ini diperoleh dari
perhitungan keuntungan langsung yang diperoleh dari :
Pengurangan biaya operasi kendaraan
Penghematan waktu perjalanan
Sedangkan total nilai arus biaya diperoleh dari total biaya konstruksi, biaya pemeliharaan
tahunan, dan pemeliharaan lima tahunan. Dalam hal ini indikator BCR dapat dinyatakan
dalam bentuk rumusan sebagai berikut :
BCR = (B – (E-C))/C
Dimana:
BCR = Indikator Benefit-Cost Ratio
B = Benefit (Manfaat/Pendapatan)
C = Biaya Kontruksi
E = Total Biaya
Net Present Value (NPV) didapatkan dari total manfaat yang diperoleh dari
pembangunan selama umur proyek dikurangi dengan total biaya selama umur proyek
dan dihitung berdasarkan nilai sekarang (present value).
Economic Internal Rate of Return (EIRR) dinyatakan sebagai suatu tingkat diskonto (suku
bunga) dimana nilai sekarang dari keuntungan adalah sama besarnya dengan nilai
sekarang dari biaya-biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain EIRR merupakan tingkat
diskonto pada kondisi nilai NPV = 0 atau nilai BCR = 1.0
Metode ini dirumuskan sebagai berikut :
Sumber:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=321528&val=6723&title=ANALISI
S%20KELAYAKAN%20FINANSIAL%20DAN%20EKONOMI%20TERHADAP%20PELABUHAN
%20SUMBA%20TENGAH
Bagi usaha kecil, kebijakan difokuskan pada pemaksimalan kualitas produk dan jasa,
efisiensi usaha dan daya saing. Sedangkan usaha menengah mendapat fokus pada
kontribusi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing. Dengan konsep
pertumbuhan berkeadilan, maka diharapkan tidak hanya ada pertumbuhan
ekonomi, namun juga diikuti dengan pertumbuhan yang berkualitas yang dinikmati
secara luas.
Salah satu rencana dan strategi kebijakan pemerintah yang pro–growth diwujudkan
melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). MP3EI ini ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2025.
Sumber: https://portal-ilmu.com/konsep-pertumbuhan-ekonomi-berkeadilan-di-
indonesia/
Pro-poor
Pro-poor merupakan kebijakan sosial pemerintah yang berpihak kepada
masyarakat kecil atau orang miskin. Batasan kemiskinan yang dimaksud bukan
hanya pada ketidakmampuan ekonomi, namun juga mencakup kegagalan dalam
memenuhi hak-hak dasar serta perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
sekolompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber
daya alam, serta hak berpartisipasi.
Kemiskinan yang terkait dengan ketidakadilan sosial, dapat juga digariskan dalam
tiga dimensi besar sebagai latar belakang yang relevan dibicarakan. Dimensi
tersebut adalah keadilan sosial, keadilan ekonomi dan keadilan lingkungan. Ketiga
dimensi tersebut menggambarkan adanya permasalahan pelik yang dihadapi
pemerintah dalam kemiskinan.
Hal ini misalnya dapat terlihat pada daerah yang berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi serta mengurangi angka kemiskinan dengan sukses, namun
masih juga terdapat masalah ketidakadilan dengan kesenjangan sosial ekonomi
yang tinggi. Keterbelakangan muncul dalam bentuk perasaan diperlakukan tidak
adil.
Masalah ketidakadilan adalah hal yang cukup sensitif, mengingat cakupan masalah
ini yang luas dan meliputi hal seperti kelas, gender, identitas budaya, dan kawasan.
Ketidakadilan ini misalnya berupa adanya diskriminasi terhadap kaum difabel,
hingga marginalisasi kaum minoritas. Bahkan dari segi pendidikan, kita dapat
melihat kondisi kualitas dan kuantitas fasilitas pendidikan yang tidak setara yang
ada di semua daerah.
Dalam hal keadilan lingkungan, hal ini berpengaruh pada potensi konflik sosial dan
konflik komunal. Konflik biasanya bersumber dari berbagai bentuk persinggungan
yang terjadi akibat ekspansi industri kehutanan dan perkebunan.
Pro-job
ro-job adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan
lapangan pekerjaan yang berguna dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan semakin meningkatnya peluang kerja, maka akan semakin baik pula
kualitas hidup masyarakat.
Dalam konsep pro-job ini, dikenal pula pro-job strategy yang mencakup
peningkatan kapasitas tenaga kerja, perlindungan tenaga kerja, dan kebijakan atau
program sektor riil yang didukung dengan perbaikan iklim investasi, kerangka
regulasi, kerangka anggaran, serta kerja sama dengan swasta.
Sumber: https://portal-ilmu.com/konsep-pertumbuhan-ekonomi-berkeadilan-di-
indonesia/
Mahmudi (2013:83) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja value for money adalah
pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan,
program, dan organisasi. Pengukuran kinerja value for money memberikan informasi
yang dapat membentuk fungsi-fungsi pengendalian serta mendorong tanggungjawab
manajer dalam melaksanakan fungsi akuntabilitas. Oleh karena itu, value for money
dapat membantu pihak manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan yang
lebih baik. Indikator kinerja harus dapat memberikan manfaat kepada pihak internal yaitu
berperan untuk menunjukkan, memberikan indikasi atau memfokuskan perhatian pada
bidang yang relevan dilakukan tindakan perbaikan maupun kepada pihak eksternal yaitu
mengontrol dan sekaligus memberikan informasi dalam rangka mengukur tingkat
akuntabilitas publik.
Sedangkan Mardiasmo (2009:4) value for money merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada 3 (tiga) elemen utama yaitu: ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Ekonomi
Perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Ekonomi menggambarkan hubungan antara harga pasar dan masukan atau dengan
kata lain ekonomi merupakan pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas
tertentu pada harga yang terendah. Dimana input dalam hal ini merupakan sumber
daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas.
Mahsun (2006:179) rasio ekonomi adalah mengukur tingkat kehematan dari
pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik, dimana pengukuran tersebut
memerlukan data anggaran dan realisasinya. Dalam hal ini ekonomi merupakan
ukuran relatif, berbagai pertanyaan yang perlu diperhatikan dalam pengukuran
ekonomi, antara lain ;
1) Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi;
2) Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi sejenis yang
dapat diperbandingkan; dan
3) Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansial secara maksimal
Tiga pertanyaan ini dapat dikatakan sebagai pertanyaan mendasar, dan selanjutnya
masih dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mengetahui tingkat ekonomisnya.
Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan output/input. Pencapaian output yang
maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input terendah untuk
mencapai output tertentu. Halim (2008:164) rasio efisien adalah menggambarkan
perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memungut pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima.
Dimana output dalam hal ini merupakan hasil yang dicapai dari suatu program,
aktivitas, dan kebijakan. Pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Efisiensi alokasi yaitu terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan
sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal.
2) Efisiensi teknis atau manajerial yaitu terkait dengan kemampuan
mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output tertentu.
Efektivitas
Efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya. Dengan kata lain efektivitas merupakan perbandingan antara outcome
dengan output. Yang dimaksud outcome dalam hal ini adalah dampak yang
ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Halim (2008:234) rasio efektivitas adalah
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Sumber:
Risa Dwi Agustin dan Anang Subardjo, KONSEP VALUE FOR MONEY DALAM
MENGUKUR KINERJA PELAYANAN SEKTOR PUBLIK, 2017, Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
https://ejournal.stiesia.ac.id/jira/article/viewFile/3279/2794
Dengan:
i = Discount rate yang digunakan
At = Arus kas tahunan setelah pajak dalam periode tahunan t
t = Jumlah tahun analisaI
O = Jumlah investasi (Initial Outlay)
n =Periode yang terakhir dari arus kas yang diharapkan
Dengan ;
i = Discount rate yang digunakan
Bt = Jumlah benefit dalam periode tahun t
T = Jumlah tahun analisa
Ct = Jumlah cost dalam periode tahun
tn = Periode yang terakhir dari arus kas yang diharapkan
Fitriani Heni, Analisa Kelayakan Finansial Pasar Tradisional Modern Plaju Palembang, Jurnal
Sriwijaya, 2010
Berikut beberapa pengertian Life Cycle Cost (biaya siklus hidup) dari beberapa sumber :
1) Menurut Sieglinde. K. Fuller dan Stephen. R. Petersen dalam National Institute of
Standards and Technology (NIST) Handbook 135 (1996) Life CycleCost (LCC) adalah suatu
metode ekonomi dalam mengevaluasi proyek atas semua biaya yang timbul mulai dari
tahap pengelolaan, pengoperasian, pemeliharaan, dan pembuangan suatu komponen
dari sebuah proyek, dimana hal ini dijadikan pertimbangan yang begitu penting untuk
mengambil suatu keputusan.
2) Menurut Paul Barringer dan David Weber (1996) Life Cycle Cost (LCC) adalah suatu konsep
pemodelan perhitungan biaya dari tahap permulaan sampai pembongkaran suatu aset
dari sebuah proyek sebagai alat untuk mengambil keputusan atas sebuah studi analisis
dan perhitungan dari total biaya yang ada selama siklus hidupnya.
3) Menurut I Nyoman Pujawan (2004) LifeCycle Cost dari suatu item adalah jumlah semua
pengeluaran yang berkaitan dengan item tersebut sejak dirancang sampai tidak terpakai
lagi. Dengan kata lain biaya bangunan adalah biaya selama umur rencana bangunan.
Karena itu, Life Cycle Cost dapat dirumuskan seperti di bawah ini.
Dimana :
Biaya awal = Biaya perencanaan pelaksanaan bangunan
Biaya penggunaan = Biaya yang dikeluarkan selama bangunan beroperasi
Biaya Perawatan dan Penggantian =Biaya untuk perawatan dan penggantian komponen-
komponen penyusun bangunan selama umur rencana bangunan.
Life Cycle Cost merupakan suatu cara yang setidaknya dalam teori, memiliki 254 potensial untuk
mengevaluasi pekerjaan konstruksi. Tentu, dengan melakukan evaluasi proyek hanya berdasarkan
biaya konstruksi awal saja tidaklah cukup.
Analisis Life Cycle Cost Pada Pembangunan Gedung (Studi Kasus: Sekolah St. Ursula Kotamobagu)
Yellih Kristti Wongkar ; Jermias Tjakra ; Pingkan A. K. Pratasis
Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado, Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.4 April
2016 (253-262) ISSN: 2337-6732
3. Beneficiaries Teknologi
4. Rantai pasok
Rantai Pasokan
Li (2007:5) memaparkan bahwa definisi rantai pasokan sebagai berikut: “Merupakan sekumpulan
aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasikan pemasok, manufaktur,
gudang, jasa transportasi, pengecer dan konsumen secara efisien”. Dengan demikian barang dan
jasa dapat di distribusikan dalam jumlah, waktu dan lokasi yang tepat untuk meminimumkan biaya
demi memenuhi kebutuhan konsumen. Dan menekankan pada semua aktifitas dalam memenuhi
kebutuhan konsumen yang didalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari bahan
baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan uang. Selanjutnya rantai
pasokan adalah sistem organisasi orang, teknologi, aktivitas, informasi, dan sumber daya yang
terlibat di dalam proses penyampaian produk / jasa dari pemasok ke konsumen. Aktifitas-aktifitas
dalam rantai pasokan mengubah sumber daya alam, bahan baku, dan komponen-komponen
dalam menjadi produk-produk jadi akan disalurkan ke konsumen akhir.
Manajemen Rantai Pasokan
Levi, & S. Levi (2003) mendefinisikan Manajemen Rantai Pasokan sebagai suatu pendekatan yang
digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari pemasok, pabrikan, distributor,
pengecer, dan pelanggan. Artinya barang dapat diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat
yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai suatu biaya dari sistem secara
keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan.
Mengelola Rantai Pasok
Bagi seorang wirausahawan, menurut Pujawan (2005) pengelolaan rantai pasok terdiri dari lima
area, yaitu; 1. Product development, melakukan riset pasar dan pengembangan produk dengan
melibatkan supplier, distributor, dan para pengecer. 2. Procurement, kegiatan pengadaan material
dan bahan baku dengan memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, memonitor resiko rantai
pasok, serta membina dan memelihara hubungan dengan supplier. 3. Planning and control,
kegiatan peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
4. Production and quality control, kegiatan melakukan produksi dan pengendalian kualitas. 5.
Distribution, kegiatan perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, memelihara
hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor tingkat pelayanan pelanggan.
Sumber: L. S. Tubagus., M. Mangantar., H. Tawas, ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN)
KOMODITAS CABAI RAWIT DI KELURAHAN KUMELEMBUAI KOTA TOMOHON, 2016, Universitas
Sam Ratulangi Manado
https://media.neliti.com/media/publications/140041-ID-analisis-rantai-pasokan-supply-chain-
kom.pdf
1. Pengertian Risiko
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas
yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi.
Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian
(uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko
pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
a. Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu
pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
b. Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
c. Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya
(Siahaan, 2007).
Prinsip Dasar Analisis Risiko; https://www.scribd.com
Menurut Darmawi (2006), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat
buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Hal ini didukung pendapat
Djojosoedarso (1999), bahwa risiko mempunyai karakteristik :
a. merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa,
b. Merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Berdasarkan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa risiko adalah suatu pontensi
kejadian yang dapat merugikan yang disebabkan karena adanya ketidakpastian atas
terjadinya suatu peristiwa, dimana ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko yang bersumber dari berbagai aktivitas
Manajemen Risiko Operasional Dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)
Regional Banglidi Kabupaten Bangli;
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jsn/article/view/5795/4369; https://www.google.com
2. Kajian Risiko
Kajian risiko meliputi risiko teknis, risiko operasi dan pemeliharaan, serta risiko legal. Risiko
dikelola berdasarkan prinsip alokasi risiko yang memadai dengan mengalokasikan risiko
kepada pihak yang paling mampu mengendalikan.
a. Risiko teknis
Risiko ini terjadi akibat kekurangmampuan manajer dalam mengambil keputusan. Risiko
yang sering terjadi:
1) Biaya produksi yang tinggi (inefisien),
2) Pemakaian sumber sumber daya yang tidak seimbang (tenaga kerja terlalu banyak),
3) Terjadi pencurian, akibat pengawasan yang kurang baik,
4) Terjadi kebakaran, akibat keteledoran dan kurang kecermatan,
5) Terus menerus rugi karena biaya yang terus membengkak serta harga jual tak berubah,
6) Penempatan tenaga kerja yang kurang tepat sehingga produktivitas kerja menurun,
Perencanaan dan desain yang salah, sehingga sulit dioperasionalkan, serta hal-hal yang
berhubungan dengan ketatalaksana-an perusahaan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dapat ditempuh upayaupaya sebagai berikut:
1) Manajer atau Wirausaha menambah pengetahuan tentang:
a) Keterampilan teknis (technological skill), terutama yang berkaitan dengan proses
produksi yang dihasilkan. Diupayakan dengan memakai metode yang dapat
menurunkan biaya produksi (efisien). Misalnya yang semula dengan teknologi
tradisional diganti dengan teknologi tepat guna atau teknologi modern.
b) Keterampilan mengorganisasi (organizational skiil), yaitu kemampuan meramu
yang tepat dari factor produksi dalam usaha, mencakup sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya modal. Ibarat membuat kue, bagaimana agar
rasanya enak, murah, dan disenangi pembeli.
c) Keterampilan memimpin (managerial skill), yaitu kemampuan untuk mencapai
tujuan usaha dan dapat dikerjakan dengan baik dan serasi oleh semua orang yang
ada pada organisasi. Untuk ini, setiap pimpinan dituntut membuat konsep kerja
yang baik (conceptional skill).
2) Membuat strategi usaha yang terarah untuk masa depan, yang meliputi strategi
produksi, strategi keuangan, strategi sumber daya manusia, strategi operasional,
strategi pemasaran, dan strategi penelitian dan pengembangan. Tujuan strategi ada
tiga, yaitu tetap memperoleh keuntungan, hari depan lebih baik dari sekarang (usaha
berkembang) dan tetap bertahan (survive).
3) Mengalihkan kerugian pada perusahaan asuransi, dengan konsekuensi setiap saat
harus membayar premi asuransi yang merupakan pengeluaran tetap.
Macam-Macam Resiko,Nisa,http://tugas-kuliah-tugas.blogspot.co.id
Materi Kewirausahaan, http://arif1112kwuor.blogspot.co.id
b. Risiko operasi dan pemeliharaan
Risiko operasional (operational risk) adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh
kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai
akibat dari kejadian eksternal.
Risiko Operasional; https://ircboy.wordpress.com/
Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal
perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem control
manajemen (management control system) yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan. Contoh risiko operasional adalah risiko pada computer (computer risk)
karena telah terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan
dalam pencatatan pembukuan secara manual (manual risk), kesalahan pembelian barang
dan tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar kembali, dan
sebagainya. Ada beberapa factor yang mampu memberi pengaruh pada terbentuknya
operational risk, yaitu :
1) Risiko pada Komputer (Computer Risk)
Risiko pada bidang computer ini biasa terjadi karena berbagai faktor seperti faktor
masuknya virus disebabkan oleh proteksi software yang tidak memadai. Dalam suatu
perusahaan kebutuhan seorang IT (informan technology) yang memiliki kualitas dan
kompetensi yang memadai bahkan jika diperlukan memiliki reputasi sangat
diperlukan. Pada era sekarang ini setiap kemajuan teknologi perangkat lunak selalu
diikuti dengan berbagai permasalahan yang timbul.
2) Kerusakan Maintenance
Bagi setiap perusahaan khususnya perusahaan yang memiliki mesin sangat
mengandalkan pada kualitas peralatannya dalam menunjang produksi, maka biaya
pada pemeliharaan, perawatan dan pergantian peralatan bersifat rutin. Peralatan atau
maintenancejika dilihat dari segi harga dipasaran memiliki nilai yang berbeda-beda,
ada yang rendah,sedang dan tinggi.Serta lebih jauh ada yang dapat diperoleh didalam
negri ada yang harus diimpor.jika harus diimpor maka artinya perusahaan harus
menyediakan mata uang asing untuk dapat memesan dan membeli peralatan
tersebut. Oleh karena itu,beberapa resiko yang harus ditanggung oleh suatu industri
pada saat timbulnya kerusakan maintenance pabrik adalah
a) Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat.
b) Biaya service (service cost) dengan mendatangkan tenaga ahli, jika perusahaan
tidak memilikinya;
c) Biaya pergantian dalam bentuk pembelian baru beberapa peralatan.
3) Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja terjadi pada saat suatu perusahaan tidak menerapkan dan
memberlakukan suatu konsep keselamatan dan jaminan bekerja sesuai barang dengan
aturan dan ketentuan yang berlaku. Kadang kala beberapa perusahaan tidak
mengindahkan serta menerapkan konsep keselamatan dan jaminan kerja sesuai
dengan ketentuan, dengan tujuan menghindari pengeluaran biaya (cost).
4) Kesalahan dalam Pembukaan Secara Manual (Manual Risk)
Resiko dalam bidang pembukaan secara manual sebenarnya terjadi karna bebrapa
sebab seperti :
1. Pembukaan secara manual ditulis atau dicatat umumnya di kertas,sehingga pada
saat suatu kantor mengalami kebanjiran,kebakaran,kesalahan dalam tidak bisa atau
sulit untuk mencari penggantinya.
2. Jika kesalahan dalam pencatat secara pembukuan terjadi maka penyelesaian dan
pencarian sumber masalahnya juga harus dilakukan secara manual.
3. Proses penyusunan pembukuan akan berlangsung dengan waktu yang lama
sehingga pekerjaan menjadi tidak efisien dan efektif.
4. Setiap pengiriman informasi harus dilakukan melalui kantor pos atau jasa
pengiriman surat.sementara dengan penggunaan teknologi sudah dapat dilakukan
dengan cara email atau via internet.
5) Kesalahan Pembelian Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa Barang yang Dibeli
Dapat Ditukar Kembali.
Resiko seperti ini timbul pada saat kesepakatan dalam setiap pembelian barang tidak
diikuti dengan perjanjian bahwa barang tersebut bisa di tukar kembali dan berbagai
kesepakatan lainnya.
6) Pegawai Outsourcing
Penerimaan dan penempatan pegawai secara konsep outsourcing memberi pengaruh
besar bagi perusahaan baik secara jangka pendek dan jangka panjang. Pegawai
outsourcing biasanya pegawai yang disediakan oleh suatu lembaga penyedia pegawai
dan kemudiaan suatu perusahaan menghubungi perusahaan tersebut untuk
dipekerjakan sebagai kontrak pada perusahaan, atau suatu perusahaan sebagai
pegawai dengan perjanjian secara outsourcing
7) Globalisasi dalam Konsep dan Produk
Era globalisasi telah memberi perubahaan besar bagi konsep konsep bisnis pada
seluruh sektor bisnis, baik finansial dan non finansial, sehingga penciptaan konsep
produk dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak maka
artinya produk tersebut tidak akan laku di perusahaan secara baik. Mayarakat pada
era sekarang ini adalah sebuah bentuk dari struktur masyarakat global yang
menggunakan produk global dan menerapkan cara berfikir global.
Risiko Operasional; SELLA ALVIANA dan RITA SALAM, STIM YAPIM MAROS 2016;
http://thawonk.blogspot.co.id/
c. Risiko legal / Risiko hukum
Legal risk/ risiko hukum merupakan risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan
atau kontrak tidak berjalan sesuai dengan rencana. Risiko ini akibat kelemahan masalah
hukum, mulai dari tuntutan hukum, tidak adanya kerangka hukum, dan kelemahan
perjanjian. Contoh: perselisihan dengan perusahaan lain sehingga adanya persoalan
seperti ganti rugi.
Resiko Legal; Satrio Purrnamo; http://satriopurnamo.blogspot.co.id/
Risiko hukum adalah risiko yang timbul karena ketidakmampuan manajemen
perusahaan dalam mengelola munculnya permasalahan hukum yang dapat menimbulkan
kerugian atau kebangkrutan bagi perusahaan. Risiko hukum antara lain dapat bersumber
daripada operasional, perjanjian dengan pihak ketiga, ketidakpastian hukum dan
kelalaian penerapan hukum, hambatan dalam proses litigasi untuk penyelesaian klaim,
serta masalah yurisdiksi antar negara.
Risiko Hukum; https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama
Ada beberapa yang menyebabkan risiko hukum perusahaan, sebagai berikut :
1) Kelemahan Yuridis
Kelemahan yuridis berkaitan dengan kondisi bahwa peraturan atau kesepakatan yang
berlaku tidak kuat. Seperti perusahaan melakukan kontrak dengan pihak lain.
Kelemahan peraturan atau kesepakatan kontrak bisa terjadi jika kontrak kontrak yang
dibuat tidak sejalan dengan hukum yang berlaku. Bagaimanapun hukum yang diatas
dapat mengeliminasi kesepakatan atau peraturan perusahaan.
2) Perubahan Hukum
Perubahan hukum dapat mengubah kondisi yang ada. Peraturan yang cenderung
akrab lingkungan menutut perubahan yang mendasar pada perusahaan-perusahaan
yang selama ini kurang memberi perhatian pada lingkungan. Perubahan yang awalnya
merasa aman mulai merasakan dampak dari perubahan hukum tersebut. Meskipun
sampai saat ini penerapan hukum masaih lemah, setidaknya banyak pihak yang
berkepentingan dengan berlakunya hukum yang baru.
3) Kesalahan dalam Kontrak
Risiko hukum juga dapat terjadi akibat kesalahan dalam kontrak. Hal ini terkait dengan
risiko operasional, khususnya risiko SDM. Kesalahan kontrak dapat terjadi karena isi
klausal yang keliru. Kesalahan juga terjadi karena ketidaksesuaian dengan kontrak
lainnya sehingga kontrak yang bersangkutan tidak dapat dieksekusi.
4) Kegagalan Dokumentasi
Dokumen yang gagal berarti dokumen yang tidak dapat berfungsi. Pada dasarnya ada
dua hal utama yang berkaitan dengan tidak berfungsinya dokumen. Pertama, adanaya
kesalahan penulisan dalam dokumen. Kesalahan nama yang tidak sesuai dengan nama
dalam karty identitas yang akan menyebabkan masalah di kemudian hari. Kedua, jika
dokumen yang diperlukan tidak lengkap.
5) Kegagalan berupa Kebangkrutan
Salah satu penyebab risiko kebangkrutan bersumber dari masalah hukum. Paling
utama adalah adanya kemungkinan perlakuan yang berbeda oleh pengadilan terhadap
perusahaan yang akan dibangkrutkan atau telah bangkrut.
Manajemen resiko hukum; Taufiq rizal; http://taufiqrizal27.blogspot.co.id/
3. Macam Risiko
Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor
ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam
risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya,
yaitu lain:
a. Risiko berdasarkan sifat
1) Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar
dilain pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang
disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk,
dan sebagainya.
2) Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat
menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan,
pencurian, dan sebagainya.
b. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
1) Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek
yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi.
Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan
asuransi.
2) Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko
spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
c. Risiko berdasarkan asal timbulnya
1) Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Misalnya
risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko
kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.
2) Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar
perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik,
dan sebagainya.
Selain macam – macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga
mengemukakan beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :
a. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena
perubahan waktu)
1) Risiko Statis. Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.
Contoh risiko spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil. Contoh risiko
murni statis: Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian
secara acak (secara random).
2) Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis :
urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau
perubahan peraturan pemerintah.
b. Risiko Subyektif dan Risiko Obyektif
1) Risiko Subyektif
Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu
atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu.
2) Risiko Obyektif
Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata - rata) sesuai
pengalaman.
Sumber: Prinsip Dasar Analisis Risiko; https://www.scribd.com
4. Manajemen Risiko
Menurut Djojosoedarso (1999), Manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsifungsi
manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi,
perusahaan, keluarga, dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan,
mengorganisir, menyususun, memimpin/mengkoordinir dan mengawasi program
penanggulangan risiko. Menurut Kerzner (1995), manajemen risiko adalah seperangkat
kebijakan, prosedur yang lengkap yang dimiliki organisasi untuk mengelola, memonitor dan
mengendalikan risiko yang mungkin muncul. Sistem manajemen risiko tidak hanya
mengidentifikasi tapi juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek,
hasilnya adalah apakah risiko itu dapat diterima atau tidak.
Manajemen Risiko Operasional Dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)
Regional Banglidi Kabupaten Bangli;
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jsn/article/view/5795/4369; https://www.google.com
Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses
yang dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari
berbagai literatur yang didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor–faktor risiko secara sistematis
diidentifikasi, diukur, dan dicari
b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana
dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang
memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam
mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa
proyek.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Terdapat
beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan–tahapan dalam
manajemen risiko. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. Tahapan Manajemen Risiko
Tahapan Manajemen Risiko Sumber Referensi
a. Identifikasi risiko
b. Menafsir kerugian yang dapat terjadi (menentukan
probabilitas dan dampaknya)
Williams dan Heins, 1985
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
e. Memonitor dan mengevaluasi
pengimplementasiannya
a. Identifikasi misi
b. Menafsir risiko dan ketidakpastian Williams, Smith, Young,
c. Mengontrol risiko 1995
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program
a. Identifikasi risiko
b. Evaluasi risiko Trieschmann, Gustavon,
c. Memilih teknik manajemen risiko Hoyt, 1995
d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali
keputusan yang dibua
a. Menafsir risiko
b. Menganalisa risiko (menentukan probabilitas dan
Kerzner, 1995
konsekuensinya)
c. Menangani risiko
d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko
a. Mengidentifikasi kerugian
b. Menganalisa kerugian
c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol Redja, 2008
risiko dan membiayai risiko)
d. Mengimplementasikan dan memonitor program
manajemen risiko
a. Mengidentifikasi risiko Loosemore, Raftery, Reilly,
b. Menafsir dan menganalisa risiko Higgon, 2006
c. Mengontrol risiko
a. Identifikasi risiko
Al Bahar dan Crandall,
b. Analisa risiko dan proses evaluasi
1990
c. Respon manajemen
d. Administrasi sistem
Sumber: Prinsip Dasar Analisis Risiko; https://www.scribd.com
6. Kelembagaan
Building dan OM
Tenaga Kerja : Quality and Quantity
https://www.slideshare.net/obburr/kelembagaan-dalam-pengelolaan-air-limbah
Adapun struktur kelembagaan pengelolaan air limbah domestik adalah sebagai berikut:
1. Ketua umum pokja, yang diampu oleh Sekretaris Daerah Kota yang secara formal memiliki
kewenangan koordinatif terhadap berbagai pembangunan sanitasi di tingkat
pemerintah kota dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh sekretaris umum yang diampu
oleh Kepala Bappeda Kota Semarang.
2. Tim pengarah, yang diisi oleh kepala-kepala SKPD dan Kepala Bidang serta pimpinan
perwakilan organisasi non-pemerintah yang tergabung dalam pokja.
3. Tim teknis/pelaksana, yang diisi oleh Kepala Seksi dan Staff dari SKPD terkait dan
anggota lain yang berasal dari organisasi non pemerintah dalam rangka memudahkan
proses akomodasi program dan kegiatan sanitasi yang telah tertuang di dalam SSK
ke dalam rencana kerja dan anggaran SKPD, maka keberadaan kepala bidang
perencanaan dari setiap SKPD terkait sanitasi di tingkat kota sangatlah penting di dalam
tim teknis pokja sanitasi.
4. Tim teknis/pelaksana ini akan terdiri dari lima komponen bidang yaitu bidang
kelembagaan dan pendanaan, bidang teknis, bidang komunikasi, bidang penyehatan
dan pemberdayaan masyarakat, serta bidang monitoring dan evaluasi.
5. Tim sekretariat, yang diisi perwakilan staf dari SKPD terkait yang tergabung dalam pokja.
Tim ini merupakan tim yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan kerja tim
pengarah, dan tim teknis serta bertanggung jawab untuk menjalankan kegiatan
administratif organisasi pokja.
Tidak berarti pula penciptaan sosial budaya itu kemudian tak memiliki dampak negatif.
Bila kebudayaan yang ada kemudian menimbulkan akses negatif bagi kehidupan sosial
adalah sesuatu yang perlu dipikirkan ulang, jika ingin menciptakan sebuah budaya. Beberapa
dampak negative kebudayaan bagi kehidupan sosial manusia, antara lain:
Menurut Venkatesh & Morris (2000) dalam Sanjaya (2005), TAM di gunakan untuk
melihat pemahaman individual yang secara terus menerus menggunakan teknologi
informasi dalam aktifitanya. Penggunaan sistem informasi pada individu untuk melakukan
aktivitas dan pemanfaatannya masih menjadi perhatian penting bagi peneliti, walaupun
terdapat kemajuan yang cukup berarti dalam kemampuan hardware dan software. Tingginya
penggunaan suatu sistem informasi menandakan bermanfaat dan mudahnya suatu sistem
informasi. Seseorang akan memanfaatkan sistem informasi dengan alasan bahwa sistem
tersebut akan menghasilkan manfaat bagi dirinya. Tujuan dari TAM adalah untuk dapat
menjelaskan faktor-faktor utama perilaku pengguna teknologi informasi tehadap
penerimaan pengguna teknologi informasi itu sendiri. Model ini menggambarkan bahwa
pengguna sistem infornasi akan dipengaruhi oleh variabel manfaat (usefuliness) dan variabel
kemudahan pemakaian (ease of use), dimana keduanya memiliki determinan yang tinggi dan
validitas yang telah teruji secara empiris. TAM meyakini bahwa penggunaan sistem informasi
akan meningkatkan kinerja individu atau organisasi, disamping itu penggunaan sistem
informasi tergolong lebih mudah dan tidak memerlukan usaha keras untuk memakainya.
Gambar. Prinsip Sederhana Model Penerimaan Tegnologi / Technology Acceptance Model
Sumber: https://upload.wikimedia.org
Ada banyak variabel yang mempengaruhi penggunaan sistem informasi. Ada dua
determinan yang penting yaitu:
TAM mengadopsi TRA dari Fishbein dan Ajzen (Fishbein, 1967) yang digunakan untuk
melihat tingkat penggunaan responden dalam menerima teknologi informasi. Konstruksi asli
TAM sendiri yang dirumuskan oleh Davis (1989), adalah persepsi kegunaan (perceived
usefulness), persepsi kemudahan pemakaian (perceived ease of use), sikap (attitude), niat
perilaku (behavioral intention), penggunaan sebenarnya (actual use) dan ditambahkan
beberapa perspektif eksternal yaitu, pengalaman (experience) serta kerumitan (complexity).
3. Keberlanjutan OP Teknologi
a. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,
masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Laporan Brundtland dari PBB,
1987). Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan
berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama
dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait
dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Skema pembangunan berkelanjutan:pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi
Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep
pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "keragaman budaya penting
bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian
"pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga
sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual".
dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup
kebijakan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan
dari pembangunan bekelanjutan, di mana pembangunan Hijau lebih mengutamakan
keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung
Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi
keberlanjutan menyeluruh di mana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit
diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah
mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di
wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
Exit Strategy Untuk Dampak Berkelanjutan; Dr. Maria R. Nindita Radyati - Majalah Real
Estate Indonesia, Juli 2017; http://www.mmcsrtrisakti.com/id
8. Kelayakan Lingkungan
Kelayakan lingkungan dalam suatu studi kelayakan, dapat melalui penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan. AMDAL merupakan suatu proses yang panjang dengan sistematika urutan
langkah tertentu menurut PP 29 tahun 1986. Adapun langkah – langkah tersebut adalah :
1. Usulan Proyek. Usulan proyek datang dari pemprakarsa, yaitu orang atau badan yang
mengajukan dan bertanggung jawab atas suatu rencana kegiatan yang dilaksanakan.
2. Penyajian Informasi Lingkungan. Usulan proyek kemudian mengalami penyaringan yang
bertujuan untuk menentukan perlu atau tidak perlu dile4ngkapi dengan ANDAL.
Penyaringan dilakukan dengan Penyajian Informasi Lingkungan atau disebut PIL.
perlu dibuatkan ANDAL, karena dinilai proyek akan menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan
tidak perlu dibuatkan ANDAL, karena diperkirakan tidak akan
menimbulkan dampak penting.
PIL kurang lengkap dan dikembalikan ke pemprakarsa proyek untuk perbaikan
Sebelum diajukan kembali.
3. Menyusun Kerangka Acuan
Bila instansi yang bersangkutan memutuskan perlu membuat ANDAL, pemprakarsa
bersama instansi tersebut menyusun kerangka acuan TOR sesuai dengan pedoman yang
telah ditetapkan bagi analisis dampak lingkungan.
4. Membuat ANDAL
Pemprakarsa membuat ANDAL sesuai dengan pedoman yang ditetapkan, kemudian
mengajukannya kepada instansi yang bertanggung jawabuntuk dikaji lebih dulu sebelum
mendapatkan keputusan. Kemungkinan hasil penillaian ada 3, yaitu :
1) ANDAL disetujui, kemudian pemprakarsa melanjutkan pembuatan RKL dan RPL.
2) ANDAL ditolak karena dianggap kurang lengkap atau kurang sempurna.Untuk ini
perlu perbaikan dan diajukan kembali.
3) ANDAL ditolak karena dampak negatofmya, karena tidak dapat ditanggulangi oleh
ilmu dan teknologi yang telah ada, diperkirakan lebih besar daripada dampak
positifnya.
Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang
akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai disusun,
pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk
dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah
75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
5. Membuat RKL dan RPL
Bila ANDAL telah disetujui maka pemprakarsa dapat melanjutkannya dengan membuat
Rencana Pengelolaan Lingkungan ( RPL ) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL )
untuk diajukan kepada instansi yang berwenang.
6. Implementasi Pembangunan Proyek Dan Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Bila RKL dan
RPL telah disetujui, maka implementasi proyek dapat dimulai, lalu dilanjutkan dengan
pelaksanaan aktivitas pengelolaan lingkungan.
4. Pengelolaan Lingkungan
Upaya pengelolaan lingkungan yang di utarakan juga mencakup upaya pengoperasian unit
atau sarana pengendalian dampak (misal unit pengelolaan limbah),bila unit atau sarana yang
dimaksud dinyatakan sebagai aktivitas dari rencana usaha atau kegiatan.
5.Lokasi Pengelolaan Lingkungan
Utarakan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan dengan memperhatikan sifat
dampak penting yang dikelola. Sedapat mungkin lengkap pula dengan peta /sketsa/ gambar.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya PemantauanLingkungan Hidup (UPL)
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).Kegiatan yang tidak
wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya
pemantauan lingkungan.Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan
menyusun.
AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL-UPL
merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan
dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan. Proses dan prosedur UKL-
UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
Identitas pemrakarsa
Rencana Usaha dan/atau kegiatan
Dampak Lingkungan yang akan terjadi
Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Tanda tangan dan cap
http://ofosiharefa-anknias.blogspot.co.id/2011/09/study-kelayakan-bisnis-ditinjau-dari.html