Anda di halaman 1dari 54

1.

Kelayakan Ekonomi (Projob, Propoor, Pro Growth, Pro Environment)Teknik Value for Money
A. KONSEP ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI
Kelayakan ekonomi didefenisikan sebagai kelayakan bagi semua pihak yang
memanfaatkan, baik langsung maupun tidak langsung dari suatu pembangunan atau
pengembangan suatu sistem transportasi. Dalam kaitannya terhadap analisis ekonomi,
manfaat (benefit) yang diperoleh semestinya lebih besar jika dibandingkan dengan biaya
(cost) yang dikeluarkan. Oleh karena itu, perhitungan manfaat merupakan faktor vital
dalam memutuskan apakah suatu rencana pembangunan atau pengembangan, dalam
hal ini, monorel tersebut layak dilaksanakan atau tidak.

Metode analisis data


Dalam analisis yang dilakukan pada penelitian ini akan digunakan beberapa nilai yang
biasa digunakan sebagai parameter dalam menentukan kriteria penerimaan terhadap
suatu investasi sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya suatu proyek. Adapun nilai-
nilai tersebut yaitu NPV (Net Present Value), BCR (Benefit/Cost Ratio), (E/F)IRR
(Economic/Financial Internal Rate of Return), PI (Profitability Index), serta Payback Period
yang merupakan kriteria evaluasi yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan
analisis kelayakan ekonomi dan finansial. masing-masing dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :

sedangkan untuk melakukan perhitungan besaran nilai BCR (Benefit/Cost Ratio)


digunakan rumus :

Dimana :
Bt = Present Value of benefit
Ct = Present Value of cost
t = The time of cash flow
n = the total time of the project
r = discount rate
Untuk melakukan perhitungan terhadap besar nilai Payback Period dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :

Nilai IRR ini diperoleh dengan cara coba-coba, mula-mula memakai discount rate yang
diperkirakan mendekati besarnya IRR. Apabila telah memberikan NPV yang positif, maka
harus dicoba discount rate yang lebih tinggi, dan seterusnya sampai diperoleh NPV yang
negatif. Kemudian lakukan interpolasi antara discount rate yang tertinggi (i’) yang masih
memberi nilai NPV yang positif (NPV’), dan discount rate terendah (i”) yang memberi NPV
negatif (NPV”).
Apabila dari hasil analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai NPV < 0, nilai <
1, nilai PI < 1, serta nilai FIRR atau EIRR < r (tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek
ini akan dinyatakan tidak layak, akan tetapi sebaliknya apabila diperoleh hasil analisis
data menunjukkan bahwa nilai NPV > 0, nilai BCR > 1, nilai PI > 1, serta nilai FIRR atau
EIRR > r (tingkat suku bunga yang berlaku) maka proyek ini dinyatakan layak dan dapat
dilanjutkan.
Sumber: http://eng.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/RT190.pdf
Rizky Torang Surya Siagian dan Medis Sejahtera Surbakti, ANALISIS AWAL KELAYAKAN
EKONOMI DAN FINANSIAL DALAM PERENCANAAN MONOREL KOTA MEDAN, 2015 ,
Department of Civil Engineering USU
Model evaluasi kelayakan ekonomi dan finansial yang akan dipergunakan dalam studi ini
adalah evaluasi kelayakan ekonomi dan finansial yang memperhitungkan perbandingan
nilai biaya-manfaat dengan menggunakan indikator ekonomi dan finansial : Benefit-Cost
Ratio (BCR), Net Present Value (NPV) dan Economic Internal Rate of Return (EIRR).
Benefit-Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara total nilai arus manfaat dengan
total nilai arus biaya yang dikeluarkan. Total nilai arus manfaat ini diperoleh dari
perhitungan keuntungan langsung yang diperoleh dari :
 Pengurangan biaya operasi kendaraan
 Penghematan waktu perjalanan

Sedangkan total nilai arus biaya diperoleh dari total biaya konstruksi, biaya pemeliharaan
tahunan, dan pemeliharaan lima tahunan. Dalam hal ini indikator BCR dapat dinyatakan
dalam bentuk rumusan sebagai berikut :
BCR = (B – (E-C))/C
Dimana:
BCR = Indikator Benefit-Cost Ratio
B = Benefit (Manfaat/Pendapatan)
C = Biaya Kontruksi
E = Total Biaya

Besaran nilai indikator BCR tersebut dapat diartikan sebagai berikut :


 BCR > 1 : mengindikasikan bahwa rencana proyek (pembangunan) menghasilkan
keuntungan yang lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan sehingga
pembangunan dapat dilaksanakan.
 BCR = 1 : mengindikasikan bahwa rencana proyek (pembangunan) memberikan
keuntungan yang hanya cukup untuk menutup biaya konstruksi.
 BCR < 1 : mengindikasikan bahwa rencana proyek (pembangunan) tidak
menghasilkan keuntungan, atau akan menghasilkan keuntungan pada jangka waktu
yang cukup lama.

Net Present Value (NPV) didapatkan dari total manfaat yang diperoleh dari
pembangunan selama umur proyek dikurangi dengan total biaya selama umur proyek
dan dihitung berdasarkan nilai sekarang (present value).
Economic Internal Rate of Return (EIRR) dinyatakan sebagai suatu tingkat diskonto (suku
bunga) dimana nilai sekarang dari keuntungan adalah sama besarnya dengan nilai
sekarang dari biaya-biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain EIRR merupakan tingkat
diskonto pada kondisi nilai NPV = 0 atau nilai BCR = 1.0
Metode ini dirumuskan sebagai berikut :

EIRR = Tingkat Pengembalian Ekonomi dan finansial Rata- rata


DF = faktor diskonto
Interval = perbedaan antara faktor diskonto rata-rata
NPV p = NPV pada diskonto rata-rata positif
NPV n = NPV pada diskonto rata-rata negatif

Sumber:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=321528&val=6723&title=ANALISI
S%20KELAYAKAN%20FINANSIAL%20DAN%20EKONOMI%20TERHADAP%20PELABUHAN
%20SUMBA%20TENGAH

A. KONSEP PROJOB, PROPOOR, PRO GROWTH, PRO ENVIRONMENT


 Pro-growth
Pro-growth adalah konsep yang meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah yang
mendukung dan memihak pada pertumbuhan ekonomi. Artinya, berbagai
kebijakan pemerintah baik kebijakan mikroekonomi maupun makroekonomi,
dilakukan dengan tujuan agar mampu mendukung peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia.

Pendekatan melalui mekanisme ekonomi ini berusaha untuk mendorong


pertumbuhan perekonomian yang kuat tidak hanya pada kalangan industri besar,
namun juga pada industri UMKM. Untuk kebijakan bagi usaha mikro difokuskan
pada kesempatan berusaha dan stabilitas pendapatan.

Bagi usaha kecil, kebijakan difokuskan pada pemaksimalan kualitas produk dan jasa,
efisiensi usaha dan daya saing. Sedangkan usaha menengah mendapat fokus pada
kontribusi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing. Dengan konsep
pertumbuhan berkeadilan, maka diharapkan tidak hanya ada pertumbuhan
ekonomi, namun juga diikuti dengan pertumbuhan yang berkualitas yang dinikmati
secara luas.

Salah satu rencana dan strategi kebijakan pemerintah yang pro–growth diwujudkan
melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). MP3EI ini ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2025.

Beberapa strategi dicanangkan sebagai upaya mencapai pertumbuhan ekonomi


yang tinggi, inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Strategi tersebut, melalui:
 Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi
 Peningkatan konektivitas melalui perbaikan dan pembangunan infrastruktur
Regulasi dan kebijakan
 Meningkatkan kemampuan SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi

Sumber: https://portal-ilmu.com/konsep-pertumbuhan-ekonomi-berkeadilan-di-
indonesia/

 Pro-poor
Pro-poor merupakan kebijakan sosial pemerintah yang berpihak kepada
masyarakat kecil atau orang miskin. Batasan kemiskinan yang dimaksud bukan
hanya pada ketidakmampuan ekonomi, namun juga mencakup kegagalan dalam
memenuhi hak-hak dasar serta perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
sekolompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber
daya alam, serta hak berpartisipasi.

Program Penanggulangan Kemiskinan pemerintah ini dapat dikelompokkan dalam


tiga klaster, yakni Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga, Program-program
Pemberdayaan masyarakat, dan Program-program pemberdayaan usaha mikro
dan kecil.

Kemiskinan yang terkait dengan ketidakadilan sosial, dapat juga digariskan dalam
tiga dimensi besar sebagai latar belakang yang relevan dibicarakan. Dimensi
tersebut adalah keadilan sosial, keadilan ekonomi dan keadilan lingkungan. Ketiga
dimensi tersebut menggambarkan adanya permasalahan pelik yang dihadapi
pemerintah dalam kemiskinan.

Dimensi keadilan sosial melihat adanya permasalahan keterbelakangan


(underdevelopent) dan praktek diskriminasi yang masih terjadi yang menyebabkan
kemiskinan terus bertahan. Pada umumnya, penanggulangan kemiskinan
dijalankan dengan mengatasi keterbelakangan. Namun, meski keterbelakangan
telah dapat diatasi, tidak pula ada jaminan akan ketiadaan kesenjangan,
ketimpangan sosial, dan rasa keadilan.

Hal ini misalnya dapat terlihat pada daerah yang berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi serta mengurangi angka kemiskinan dengan sukses, namun
masih juga terdapat masalah ketidakadilan dengan kesenjangan sosial ekonomi
yang tinggi. Keterbelakangan muncul dalam bentuk perasaan diperlakukan tidak
adil.

Dimensi keadilan sosial terkait juga dengan adanya keadilan ekonomi.


Pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak merata dapat turut menyebabkan
kesenjangan. Dengan demikian, kemiskinan pada pihak tertentu menjadi awet.

Masalah ketidakadilan adalah hal yang cukup sensitif, mengingat cakupan masalah
ini yang luas dan meliputi hal seperti kelas, gender, identitas budaya, dan kawasan.
Ketidakadilan ini misalnya berupa adanya diskriminasi terhadap kaum difabel,
hingga marginalisasi kaum minoritas. Bahkan dari segi pendidikan, kita dapat
melihat kondisi kualitas dan kuantitas fasilitas pendidikan yang tidak setara yang
ada di semua daerah.

Dalam hal keadilan lingkungan, hal ini berpengaruh pada potensi konflik sosial dan
konflik komunal. Konflik biasanya bersumber dari berbagai bentuk persinggungan
yang terjadi akibat ekspansi industri kehutanan dan perkebunan.

Untuk menghadapi permasalahan yang ada, pemerintah menggariskan pro-poor


dalam upapa-upaya strategis untuk menanggulangi kemiskinan. Upaya tersebut
diantaranya dengan menyempurnakan program perlindungan sosial, penigkatan
akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, pembangunan yang ingklusif
serta melalui pemberdayaan masyarakat.

Adapun contoh program pemerintah sebagai kebijakan pro–poor adalah: Program


Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS) – Infrastruktur Jalan Pedesaan,
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Rakyat Miskin (RASKIN), Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk Keluarga
Miskin (JPK-GAKIN, Digabungkan dengan Askeskin), Proyek Pengembangan
Wilayah Berbasis Pertanian Sulawesi (SAADP), Program Penyediaan Air dan Sanitasi
untuk Masyarakat Pendapatan Rendah (WSLIC2), Program Pengembangan
Prasarana Pedesaan, Proyek Kemitraan bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL),
Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K).

 Pro-job
ro-job adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan
lapangan pekerjaan yang berguna dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan semakin meningkatnya peluang kerja, maka akan semakin baik pula
kualitas hidup masyarakat.

Dalam konsep pro-job ini, dikenal pula pro-job strategy yang mencakup
peningkatan kapasitas tenaga kerja, perlindungan tenaga kerja, dan kebijakan atau
program sektor riil yang didukung dengan perbaikan iklim investasi, kerangka
regulasi, kerangka anggaran, serta kerja sama dengan swasta.

Pro-Job identik dengan perbincangan tentang pembukaan lapangan kerja.


Lapangan kerja ini berkaitan langsung dengan keberadaan pengangguran yang
menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Secara sederhana, jumlah
ketidaktersediaan pekerjaan akan berbanding lurus dengan jumlah pengangguran.

Permasalahan pengangguran muncul disebabkan oleh beberapa aspek, meliputi :


tingkat pendidikan rendah, kurangnya lapangan kerja, dan kurangnya keterampilan
atau sumber daya manusia yang rendah. Maka dari itu, untuk mengatasi berbagai
permasalahan ini, pemerintah berupaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan
sebanyak-banyaknya. Pemerintah merasa perlu untuk merancang berbagai
program seperti:
 Pembukaan lapangan kerja baru
 Pemberian insentif bagi perusahaan agar mampu menyerap tenaga kerja
lebih banyak lagi
 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Sumber: https://portal-ilmu.com/konsep-pertumbuhan-ekonomi-berkeadilan-di-
indonesia/

B. KONSEP VALUE FOR MONEY


Value for money yang didukung oleh konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Ekonomi
berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas
tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana
masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya
guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran/pengelolaan organisasi tersebut
harus mencapai target yang diinginkan untuk kepentingan publik.

Mahmudi (2013:83) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja value for money adalah
pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan,
program, dan organisasi. Pengukuran kinerja value for money memberikan informasi
yang dapat membentuk fungsi-fungsi pengendalian serta mendorong tanggungjawab
manajer dalam melaksanakan fungsi akuntabilitas. Oleh karena itu, value for money
dapat membantu pihak manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan yang
lebih baik. Indikator kinerja harus dapat memberikan manfaat kepada pihak internal yaitu
berperan untuk menunjukkan, memberikan indikasi atau memfokuskan perhatian pada
bidang yang relevan dilakukan tindakan perbaikan maupun kepada pihak eksternal yaitu
mengontrol dan sekaligus memberikan informasi dalam rangka mengukur tingkat
akuntabilitas publik.
Sedangkan Mardiasmo (2009:4) value for money merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada 3 (tiga) elemen utama yaitu: ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

 Ekonomi
Perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Ekonomi menggambarkan hubungan antara harga pasar dan masukan atau dengan
kata lain ekonomi merupakan pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas
tertentu pada harga yang terendah. Dimana input dalam hal ini merupakan sumber
daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas.
Mahsun (2006:179) rasio ekonomi adalah mengukur tingkat kehematan dari
pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik, dimana pengukuran tersebut
memerlukan data anggaran dan realisasinya. Dalam hal ini ekonomi merupakan
ukuran relatif, berbagai pertanyaan yang perlu diperhatikan dalam pengukuran
ekonomi, antara lain ;
1) Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi;
2) Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi sejenis yang
dapat diperbandingkan; dan
3) Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansial secara maksimal
Tiga pertanyaan ini dapat dikatakan sebagai pertanyaan mendasar, dan selanjutnya
masih dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mengetahui tingkat ekonomisnya.
 Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan output/input. Pencapaian output yang
maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input terendah untuk
mencapai output tertentu. Halim (2008:164) rasio efisien adalah menggambarkan
perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memungut pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima.
Dimana output dalam hal ini merupakan hasil yang dicapai dari suatu program,
aktivitas, dan kebijakan. Pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Efisiensi alokasi yaitu terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan
sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal.
2) Efisiensi teknis atau manajerial yaitu terkait dengan kemampuan
mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output tertentu.
 Efektivitas
Efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya. Dengan kata lain efektivitas merupakan perbandingan antara outcome
dengan output. Yang dimaksud outcome dalam hal ini adalah dampak yang
ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Halim (2008:234) rasio efektivitas adalah
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Sumber:
Risa Dwi Agustin dan Anang Subardjo, KONSEP VALUE FOR MONEY DALAM
MENGUKUR KINERJA PELAYANAN SEKTOR PUBLIK, 2017, Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
https://ejournal.stiesia.ac.id/jira/article/viewFile/3279/2794

2. Kelayakan Finansial (Life Cycle Cost)


Konsep cost of capital (biaya-biaya untuk menggunakan modal) dimaksudkan untuk menentukan
berapa besar biaya riil dari masing-masing sumber dana yang dipakai dalam investasi. Aspek
finansial merupakan suatu gambaran yang bertujuan untuk menilai kelayakan suatu usaha untuk
dijalankan atau tidak dijalankan dengan melihat dari beberapa indikator yaitu keuntungan, Break
Event Point (BEP) dan Payback Period (PP) yang dapat diuraikan sebagaiberikut :
1. Keuntungan suatu perusahaan didapatkan dari hasil penjualan produk setelahdikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untukmemproduksi produk tersebut.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahuibesarnya keuntungan dari usaha yang dilakukan
dan semakin besarkeuntungan maka semakin baik.
2. Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembalipengeluaran
investasi (initial cash investment) dengan menggunakan alirankas, yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa lama modal yang telahditanamkan dapat kembali dalam satuan
waktu.
3. Break Event Point (BEP) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampaibatas mana usaha
yang dilakukan dapat memberikan keuntungan atau padatingkat tidak rugi dan tidak
untung. Estimasi ini digunakan dalam kaitannyaantara pendapatan dan biaya (Syarif, 2011).
Setiap usul investasi perlu mendapat penilaian terlebih dahulu, baik ditinjau dari aspek ekonomi,
teknis, pemasaran, maupun aspek keuangannya. Dari aspek keuangan suatu usul investasi akan
dinilai apakah akan menguntungkan atau tidak dengan menggunakan berbagai metode antara lain
dengan 3 (tiga) metode alternatif dalam melakukan investasi sebagai berikut :
1. Metode Net Present Value (NPV)
2. Metode Internal Rate of Return (IRR)
3. Metode Payback Period (PP)
a. Metode Net Present Value (NPV)
Metode ini dikenal sebagai metode Present Worth dan digunakan untuk menentukan apakah
suatu rencanamempunyai keuntungan dalam periode analisa, yaitudengan menentukan base year
market value dari proyek. Net Present Value dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (present
value) antaraBenefit (manfaat) dibandingkan dengan Cost (biaya). Bentuk persamaan secara
matematis adalah sebagai berikut :
NPV = PVB – PVC
Dimana : NPV = Net Present Value
PVB = Present Value of Benefit
PVC = Present Value of the Cost
Menurut Riyanto (1995) dalam metode NPV dari sisi investor pertama-tama menghitung nilai
sekarang dariarus kas yang diharapkan atas dasar discount rate tertentu, kemudian jumlah nilai
sekarang dari jumlah investasi (initial outlay). Selisih nilai sekarang dari keseluruhan arus kas
dengan nilai sekarang dari pengeluaran untuk investasi (initial outlay) dinamakan nilai bersih
sekarang (Net Present Value). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut;

Dengan:
i = Discount rate yang digunakan
At = Arus kas tahunan setelah pajak dalam periode tahunan t
t = Jumlah tahun analisaI
O = Jumlah investasi (Initial Outlay)
n =Periode yang terakhir dari arus kas yang diharapkan

b. Metode Internal Rate of Return (IRR)


Riyanto (1995) mendefinisikan Internal Rate of Return (IRR) sebagai tingkat suku bunga yang akan
dijadikan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal proyek. Secara Matematis dirumuskan
sebagai berikut :

Dengan ;
i = Discount rate yang digunakan
Bt = Jumlah benefit dalam periode tahun t
T = Jumlah tahun analisa
Ct = Jumlah cost dalam periode tahun
tn = Periode yang terakhir dari arus kas yang diharapkan

c. Metode Payback Period (PP)


Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk dapat mengembalikan investasi yang
telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek.

Fitriani Heni, Analisa Kelayakan Finansial Pasar Tradisional Modern Plaju Palembang, Jurnal
Sriwijaya, 2010

Life Cycle Cost

Berikut beberapa pengertian Life Cycle Cost (biaya siklus hidup) dari beberapa sumber :
1) Menurut Sieglinde. K. Fuller dan Stephen. R. Petersen dalam National Institute of
Standards and Technology (NIST) Handbook 135 (1996) Life CycleCost (LCC) adalah suatu
metode ekonomi dalam mengevaluasi proyek atas semua biaya yang timbul mulai dari
tahap pengelolaan, pengoperasian, pemeliharaan, dan pembuangan suatu komponen
dari sebuah proyek, dimana hal ini dijadikan pertimbangan yang begitu penting untuk
mengambil suatu keputusan.
2) Menurut Paul Barringer dan David Weber (1996) Life Cycle Cost (LCC) adalah suatu konsep
pemodelan perhitungan biaya dari tahap permulaan sampai pembongkaran suatu aset
dari sebuah proyek sebagai alat untuk mengambil keputusan atas sebuah studi analisis
dan perhitungan dari total biaya yang ada selama siklus hidupnya.
3) Menurut I Nyoman Pujawan (2004) LifeCycle Cost dari suatu item adalah jumlah semua
pengeluaran yang berkaitan dengan item tersebut sejak dirancang sampai tidak terpakai
lagi. Dengan kata lain biaya bangunan adalah biaya selama umur rencana bangunan.
Karena itu, Life Cycle Cost dapat dirumuskan seperti di bawah ini.

Dimana :
Biaya awal = Biaya perencanaan pelaksanaan bangunan
Biaya penggunaan = Biaya yang dikeluarkan selama bangunan beroperasi
Biaya Perawatan dan Penggantian =Biaya untuk perawatan dan penggantian komponen-
komponen penyusun bangunan selama umur rencana bangunan.

Life Cycle Cost merupakan suatu cara yang setidaknya dalam teori, memiliki 254 potensial untuk
mengevaluasi pekerjaan konstruksi. Tentu, dengan melakukan evaluasi proyek hanya berdasarkan
biaya konstruksi awal saja tidaklah cukup.
Analisis Life Cycle Cost Pada Pembangunan Gedung (Studi Kasus: Sekolah St. Ursula Kotamobagu)
Yellih Kristti Wongkar ; Jermias Tjakra ; Pingkan A. K. Pratasis
Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado, Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.4 April
2016 (253-262) ISSN: 2337-6732

3. Beneficiaries Teknologi

Mardikanto(1996) mengganti istilah sasaran penyuluhan menjadi penerima manfaat


(beneficiaries). Adapun penerima manfaat mengandung makna:
 Penerima manfaat memiliki kedudukan yang sama denganpenentu kebijakan, fasilitator,
dan pemangku kepentinganpembangunan yang lain.
 Penerima manfaat ditempatkan pada posisi terhormat yang perlu dilayani atau difasilitasi
dalam rekan sekerja dalam menyukseskan pembangunan
 Penerima manfaat memiliki posisi tawar yang harusdihargai untuk menerima atau
menolak inovasi yangdisampaikan fasilitatornya.
 Penerima manfaat memiliki kedudukan setara danmemiliki kebebasan untuk mengikuti
atau menolak inovasi yang disampaikan fasilitator/penyuluh.
 Proses belajar bersama yang partisipatif
Sumber:
https://www.academia.edu/31054371/PENERIMA_MANFAAT_SASARAN_DAN_STRATEGI_P
EMBERDAYAAN_MASYARAKAT
Sebuah studi kelayakan sebuah bisnis akan memiliki manfaat yang berguna bagi beberapa
pihak menurut Umar (2005,p19), yaitu:
a) Investor: bertindak sebagai pihak yang paling berkepentingan atas hasil studi kelayakan
karena mereka mempertaruhkan modal besar dalam proyek bisnis yang menjadi objek
studi kelayakan. Studi kelayakan tidak dapat dibuat asal-asalan atau mengolah data fiktif
karena hanya akan menghasilkan penilaian yang menyimpang, tidak faktual, dan tidak
objektif. Malah, jika hal ini dilakukan akan merugikan pihak-pihak yang berkepentingan
atas hasil studi kelayakan tersebut. Lagipula, pada umumnya investor tidak akan
menerima begitu saja sebuah hasil studi kelayakan sebelum mendiskusikan dan
mengonsultasikannya secara detail bersama tim ahli untuk benar-benar memastikan
apakah hasil studi kelayakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Dalam
melakukan penilaian terhadap hasil studi kelayakan, calon investor lebih terpusat pada
aspek ekonomis dan finansial karena pada aspek inilah mereka dapat memutuskan
tingkat pengembalian modal (IRR), aliran kas, payback period, dan pastinya proyeksi laba-
rugi. Di tahapan ini, mereka juga dapat memperhitungkan return dan risiko yang mungkin
ditemui.
b) Mitra penyerta modal; calon investor biasanya membutuhkan mitra penyerta modal baik
perseorangan maupun perusahaan. Hasil studi kelayakan ini akan membantu calon
investor dalam meyakinkan mitranya. Jika berhasil, dana segar akan mengalir ke kas dan
bisnis dapat segera direalisasikan.
c) Perbankan: pada dasarnya perbankan selalu mencari proyek-proyek bisnis yang
menjanjikan dan prospektif. Untuk mendanai sebuah bisnis ataupun menyalurkan
kreditnya, dokumen yang menjadi acuan dan sumber informasi bagi pihak perbankan
adalah laporan studi kelayakan bisnis. Jika laporan hasil studi kelayakan
merekomendasikan bahwa proyek yang akan dikerjakan itu feasible (dapat dilakukan),
besar kemungkinan perbankan akan menyetujui dan memberikan bantuan dana segar.
d) Pemerintah: pihak ini yang paling bertanggung jawab atas proyek yang dikerjakan di
wilayah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Penilaian pemerintah terhadap
studi kelayakan biasanya terfokus pada aspek legalitas dan perizinan. Pemerintah
berkepentingan dalam memberikan izin prinsip atau izin operasional proyek. Dalam hal
ini, studi kelayakan bisnis yang disusun perlu mempertimbangkan kebijakan-kebijakan
yang telah diatur oleh pemerintah karena bagaimanapun, pemerintah baik secara
langsung maupun tidak langsung memberikan efek/dampak/pengaruh terhadap
kebijakan perusahaan. Penghematan devisa negara, penggalakan ekspor nonmigas dan
pemakaian tenaga kerja massal misalnya merupakan contoh-contoh kebijakan
pemerintah di sektor ekonomi. Proyek-proyek bisnis yang membantu kebijakan
pemerintahlah yang umumnya diprioritaskan, misalnya dengan bantuan subsidi dan
keringanan lain.
e) Manajemen perusahaan: studi kelayakan yang dilaksanakan untuk mengembangkan
sebuah unit bisnis baru pada perusahaan yang sudah berdiri akan berkaitan dengan pihak
manajemen perusahaan, terutama kalangan direksi. Dalam hal ini, informasi dari studi
kelayakan bisnis dijadikan acuan utama oleh direksi untuk melanjutkan ide
pengembangan bisnis atau tidak.
f) Masyarakat: kondisi sosial kemasyarakatan di Indonesia makin terbuka, transparan dan
responsif terhadap setiap perubahan dan pembangunan di wilayahnya. Mereka
menuntut transparansi pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam
dan bentuk investasi di wilayahnya. Salah satu yang menjadi acuan penilaian masyarakat
yang biasanya diwakili oleh LSM (Lembaga Swadaya Masayarakat) adalah laporan studi
kelayakan, terutama untuk aspek AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Proyek yang mengeksploitasi dan mengeksplorasi hasil bumi harus menyertakan laporan
tentang analisis mengenai dampak lingkungan, dan AMDAL ini menjadi bagian wajib dari
aspek studi kelayakan untuk proyek-proyek besar.
g) Bagi Tujuan Pembangunan Ekonomi. Penyusunan studi kelayakan bisnis perlu juga
menganalisis manfaat yang akan didapat atau biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek
terhadap perekonomian nasional. Aspek-aspek yang perlu dianalisis untuk mengetahui
biaya dan manfaat tersebut antara lain ditinjau dan aspek Rencana Pembangunan
Nasional, distribusi nilai tambah pada seluruh masyarakat, nilai investasi per tenaga
kerja, pengaruh sosial, dan analisis kemanfaatan serta beban sosial.
http://www.inirumahpintar.com/2017/05/10-manfaat-studi-kelayakan-bisnis.html

4. Rantai pasok

Rantai Pasokan
Li (2007:5) memaparkan bahwa definisi rantai pasokan sebagai berikut: “Merupakan sekumpulan
aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasikan pemasok, manufaktur,
gudang, jasa transportasi, pengecer dan konsumen secara efisien”. Dengan demikian barang dan
jasa dapat di distribusikan dalam jumlah, waktu dan lokasi yang tepat untuk meminimumkan biaya
demi memenuhi kebutuhan konsumen. Dan menekankan pada semua aktifitas dalam memenuhi
kebutuhan konsumen yang didalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari bahan
baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan uang. Selanjutnya rantai
pasokan adalah sistem organisasi orang, teknologi, aktivitas, informasi, dan sumber daya yang
terlibat di dalam proses penyampaian produk / jasa dari pemasok ke konsumen. Aktifitas-aktifitas
dalam rantai pasokan mengubah sumber daya alam, bahan baku, dan komponen-komponen
dalam menjadi produk-produk jadi akan disalurkan ke konsumen akhir.
Manajemen Rantai Pasokan
Levi, & S. Levi (2003) mendefinisikan Manajemen Rantai Pasokan sebagai suatu pendekatan yang
digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari pemasok, pabrikan, distributor,
pengecer, dan pelanggan. Artinya barang dapat diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat
yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai suatu biaya dari sistem secara
keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan.
Mengelola Rantai Pasok
Bagi seorang wirausahawan, menurut Pujawan (2005) pengelolaan rantai pasok terdiri dari lima
area, yaitu; 1. Product development, melakukan riset pasar dan pengembangan produk dengan
melibatkan supplier, distributor, dan para pengecer. 2. Procurement, kegiatan pengadaan material
dan bahan baku dengan memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, memonitor resiko rantai
pasok, serta membina dan memelihara hubungan dengan supplier. 3. Planning and control,
kegiatan peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
4. Production and quality control, kegiatan melakukan produksi dan pengendalian kualitas. 5.
Distribution, kegiatan perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, memelihara
hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor tingkat pelayanan pelanggan.
Sumber: L. S. Tubagus., M. Mangantar., H. Tawas, ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN)
KOMODITAS CABAI RAWIT DI KELURAHAN KUMELEMBUAI KOTA TOMOHON, 2016, Universitas
Sam Ratulangi Manado
https://media.neliti.com/media/publications/140041-ID-analisis-rantai-pasokan-supply-chain-
kom.pdf

Definisi Manajemen Rantai Pasok


Untuk memahami apa yang dimaksud dengan manajemen rantai pasok (supply chain
management), terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai definisi rantai pasok (supply chain).
Sampai saat ini belum ada sebuah definisi yang baku untuk menjelaskan pengertian dari rantai
pasok. Namun, dalam bukunya Hugos (2003, 2-3) memberikan beberapa definisi rantai pasok,
sebagai berikut :
”A supply chain is the alignment of firms that bring products or services to market” (Lambert,
Stock and Ellram di dalam Hugos, 2003, 2).
“A supply chain consists of all stages involved, directly or indirectly, in fulfilling a customer
request. The supply chain not only includes the manufacturer and suppliers, but also
transporters, warehouses, retailers, and customers themselves.” (Chopra and Meindl, di dalam
Hugos, 2003, 2).
“A supply chain is a network of facilities and distribution options that performs the functions of
procurement of materials, transformation of these materials into intermediate and finished
products, and the distribution of these finished products to customers” (Ganeshan and Harrison
di dalam Hugos, 2003, 3).
Menurut Chopra and Meindl (2007, 20), rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun
melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk dan uang. Disamping itu,
Chopra and Meindl juga menjelaskan bahwa tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan keuntungan. Sementara itu, Ling Li (2007, 3)
memaparkan bahwa rantai pasok lebih menekankan pada semua aktivitas dalam memenuhi
kebutuhan konsumen yang di dalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari bahan
baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan uang.
Setelah mengetahui beberapa definisi rantai pasok, maka selanjutnya akan dijelaskan
definisi dari manajemen rantai pasok (supply chain management) itu sendiri. Seperti rantai pasok
yang memiliki beberapa definisi, manajemen rantai pasok juga memiliki beberapa definisi. Berikut
ini dua buah definisi manajemen rantai pasok di dalam Hugos (2003, 3-4) :
“The systematic, strategic coordination of the traditional business function and the tactics
across these business functions within a particular company and across businesses within the
supply chain, for the purposes of improving the long-term performance of individual companies
and the supply chain as a whole” (Mentzer, DeWitt, Deebler, Min, Nix, Smith, and Zakaria di
dalam Hugos, 2003, 3).
“Supply Chain Management is the coordination of production, inventory, location, and
transportation among the participants in a supply chain to achieve the best mix of
responsiveness and efficiency for the market being served” (Hugos, 2003, 4).
Proses Bisnis dalam Rantai Pasok
Menurut James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2001, 68 – 71), pengelolaan rantai pasok
yang sukses membutuhkan sistem yang terintegrasi. Masing-masing unit dalam rantai pasok
menjadi satu kesatuan, tidak berdiri sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok
tradisional. Kegiatan operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang
berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhan konsumen. Dalam hal ini konsumen menjadi fokus dalam setiap operasi yang dilakukan.
James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2001, 68 – 71) juga menyatakan bahwa dalam
rantai pasok yang terintegrasi terdapat proses-proses berikut ini :
1. Customer Relationship Management
Merupakan pengelolaan hubungan baik dengan konsumen, dimulai dengan
mengidentifikasi siapa konsumen kita, apa kebutuhannya, seperti apa spesifikasi yang
dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian, secara periodik dapat dilakukan evaluasi
sejauh mana tingkat kepuasan konsumen telah terpenuhi.
2. Customer Services Management
Berfungsi sebagai pusat informasi bagi konsumen, menyediakan informasi yang
dibutuhkan secara real time mengenai jadwal pengiriman, ketersediaan produk,
keberadaan produk, harga dan lain sebagianya. Termasuk pula di dalamnya pelayanan
purna jual yang dapat melayani konsumen secara efisien untuk penggunaan produk dan
aplikasi lainnya.
3. Demand Management
Manajemen permintaan (demand management) berfungsi untuk menyeimbangkan
kebutuhan konsumen dengan kapasitas perusahaan yang menyediakan produk atau jasa
yang dibutuhkan. Didalamnya termasuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan
konsumen dan kapan dibutuhkannya. Sistem manajemen permintaan yang baik
menggunakan point of sale dan data konsumen untuk mengurangi ketidakpastian serta
meningkatkan efisiensi aliran barang dalam rantai pasok. Kebutuhan pemasaran dan
rencana produksi harus dikoordinasikan, kebutuhan konsumen dan kapasitas produksi
harus diselaraskan agar persediaan secara global dapat dikelola dengan baik.
4. Customer Order Fulfillment
Proses pemenuhan permintaan konsumen tepat waktu, bahkan lebih cepat dari yang
disepakati dengan biaya pemenuhan yang seminimal mungkin, memerlukan koordinasi
yang baik dari setiap anggota rantai pasok. Tujuan utamanya adalah menciptakan satu
proses pemenuhan permintaan dengan lancar mulai dari pemasok bahan baku sampai
konsumen akhir.
5. Manufacturing Flow Management
Proses produksi diupayakan sedemikian rupa agar secepat mungkin dapat menyediakan
produk yang diperlukan dengan tingkat persediaan yang minimal. Untuk itu diperlukan
persiapan yang memadai dan kesesuaian permintaan dengan kapasitas produksi.
Termasuk persiapan proses produksi adalah ketersediaan bahan baku yang terjamin
sehingga kelancaran proses produksi dapat dipertahankan. Untuk itu perlu dijalin
hubungan yang baik dengan pemasokpemasok terkait.
6. Product Development and Commercialization
Dimulai dengan evaluasi kebutuhan konsumen dan keluhan-keluhan yang ada dari produk
yang telah ada. Pengembangan produk baru memerlukan kerjasama yang baik dengan
para pemasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang diperlukan. Selain itu, perlu
dipersiapkan pula teknologi dalam bidang produksi yang dapat menunjang pengembangan
produk ini.
7. Returns
Pengelolaan produk kembalian merupakan proses yang penting dan dapat dijadikan
sebagai salah satu keunggulan daya saing perusahaan. Kinerja pengelolaan produk
kembalian bisa diukur
Sumber: Juliana Rouli, FE UI 2008
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/121222-T%2025760-
Evaluasi%20supplyTinjauan%20literatur.pdf

5. Kajian Risiko (TEKNIS, OP, LEGAL)

1. Pengertian Risiko
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas
yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi.
Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian
(uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko
pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
a. Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu
pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
b. Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
c. Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya
(Siahaan, 2007).
Prinsip Dasar Analisis Risiko; https://www.scribd.com
Menurut Darmawi (2006), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat
buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Hal ini didukung pendapat
Djojosoedarso (1999), bahwa risiko mempunyai karakteristik :
a. merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa,
b. Merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Berdasarkan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa risiko adalah suatu pontensi
kejadian yang dapat merugikan yang disebabkan karena adanya ketidakpastian atas
terjadinya suatu peristiwa, dimana ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko yang bersumber dari berbagai aktivitas
Manajemen Risiko Operasional Dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)
Regional Banglidi Kabupaten Bangli;
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jsn/article/view/5795/4369; https://www.google.com
2. Kajian Risiko
Kajian risiko meliputi risiko teknis, risiko operasi dan pemeliharaan, serta risiko legal. Risiko
dikelola berdasarkan prinsip alokasi risiko yang memadai dengan mengalokasikan risiko
kepada pihak yang paling mampu mengendalikan.
a. Risiko teknis
Risiko ini terjadi akibat kekurangmampuan manajer dalam mengambil keputusan. Risiko
yang sering terjadi:
1) Biaya produksi yang tinggi (inefisien),
2) Pemakaian sumber sumber daya yang tidak seimbang (tenaga kerja terlalu banyak),
3) Terjadi pencurian, akibat pengawasan yang kurang baik,
4) Terjadi kebakaran, akibat keteledoran dan kurang kecermatan,
5) Terus menerus rugi karena biaya yang terus membengkak serta harga jual tak berubah,
6) Penempatan tenaga kerja yang kurang tepat sehingga produktivitas kerja menurun,
Perencanaan dan desain yang salah, sehingga sulit dioperasionalkan, serta hal-hal yang
berhubungan dengan ketatalaksana-an perusahaan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dapat ditempuh upayaupaya sebagai berikut:
1) Manajer atau Wirausaha menambah pengetahuan tentang:
a) Keterampilan teknis (technological skill), terutama yang berkaitan dengan proses
produksi yang dihasilkan. Diupayakan dengan memakai metode yang dapat
menurunkan biaya produksi (efisien). Misalnya yang semula dengan teknologi
tradisional diganti dengan teknologi tepat guna atau teknologi modern.
b) Keterampilan mengorganisasi (organizational skiil), yaitu kemampuan meramu
yang tepat dari factor produksi dalam usaha, mencakup sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya modal. Ibarat membuat kue, bagaimana agar
rasanya enak, murah, dan disenangi pembeli.
c) Keterampilan memimpin (managerial skill), yaitu kemampuan untuk mencapai
tujuan usaha dan dapat dikerjakan dengan baik dan serasi oleh semua orang yang
ada pada organisasi. Untuk ini, setiap pimpinan dituntut membuat konsep kerja
yang baik (conceptional skill).
2) Membuat strategi usaha yang terarah untuk masa depan, yang meliputi strategi
produksi, strategi keuangan, strategi sumber daya manusia, strategi operasional,
strategi pemasaran, dan strategi penelitian dan pengembangan. Tujuan strategi ada
tiga, yaitu tetap memperoleh keuntungan, hari depan lebih baik dari sekarang (usaha
berkembang) dan tetap bertahan (survive).
3) Mengalihkan kerugian pada perusahaan asuransi, dengan konsekuensi setiap saat
harus membayar premi asuransi yang merupakan pengeluaran tetap.
 Macam-Macam Resiko,Nisa,http://tugas-kuliah-tugas.blogspot.co.id
 Materi Kewirausahaan, http://arif1112kwuor.blogspot.co.id
b. Risiko operasi dan pemeliharaan
Risiko operasional (operational risk) adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh
kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai
akibat dari kejadian eksternal.
Risiko Operasional; https://ircboy.wordpress.com/
Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal
perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem control
manajemen (management control system) yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan. Contoh risiko operasional adalah risiko pada computer (computer risk)
karena telah terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan
dalam pencatatan pembukuan secara manual (manual risk), kesalahan pembelian barang
dan tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar kembali, dan
sebagainya. Ada beberapa factor yang mampu memberi pengaruh pada terbentuknya
operational risk, yaitu :
1) Risiko pada Komputer (Computer Risk)
Risiko pada bidang computer ini biasa terjadi karena berbagai faktor seperti faktor
masuknya virus disebabkan oleh proteksi software yang tidak memadai. Dalam suatu
perusahaan kebutuhan seorang IT (informan technology) yang memiliki kualitas dan
kompetensi yang memadai bahkan jika diperlukan memiliki reputasi sangat
diperlukan. Pada era sekarang ini setiap kemajuan teknologi perangkat lunak selalu
diikuti dengan berbagai permasalahan yang timbul.
2) Kerusakan Maintenance
Bagi setiap perusahaan khususnya perusahaan yang memiliki mesin sangat
mengandalkan pada kualitas peralatannya dalam menunjang produksi, maka biaya
pada pemeliharaan, perawatan dan pergantian peralatan bersifat rutin. Peralatan atau
maintenancejika dilihat dari segi harga dipasaran memiliki nilai yang berbeda-beda,
ada yang rendah,sedang dan tinggi.Serta lebih jauh ada yang dapat diperoleh didalam
negri ada yang harus diimpor.jika harus diimpor maka artinya perusahaan harus
menyediakan mata uang asing untuk dapat memesan dan membeli peralatan
tersebut. Oleh karena itu,beberapa resiko yang harus ditanggung oleh suatu industri
pada saat timbulnya kerusakan maintenance pabrik adalah
a) Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat.
b) Biaya service (service cost) dengan mendatangkan tenaga ahli, jika perusahaan
tidak memilikinya;
c) Biaya pergantian dalam bentuk pembelian baru beberapa peralatan.
3) Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja terjadi pada saat suatu perusahaan tidak menerapkan dan
memberlakukan suatu konsep keselamatan dan jaminan bekerja sesuai barang dengan
aturan dan ketentuan yang berlaku. Kadang kala beberapa perusahaan tidak
mengindahkan serta menerapkan konsep keselamatan dan jaminan kerja sesuai
dengan ketentuan, dengan tujuan menghindari pengeluaran biaya (cost).
4) Kesalahan dalam Pembukaan Secara Manual (Manual Risk)
Resiko dalam bidang pembukaan secara manual sebenarnya terjadi karna bebrapa
sebab seperti :
1. Pembukaan secara manual ditulis atau dicatat umumnya di kertas,sehingga pada
saat suatu kantor mengalami kebanjiran,kebakaran,kesalahan dalam tidak bisa atau
sulit untuk mencari penggantinya.
2. Jika kesalahan dalam pencatat secara pembukuan terjadi maka penyelesaian dan
pencarian sumber masalahnya juga harus dilakukan secara manual.
3. Proses penyusunan pembukuan akan berlangsung dengan waktu yang lama
sehingga pekerjaan menjadi tidak efisien dan efektif.
4. Setiap pengiriman informasi harus dilakukan melalui kantor pos atau jasa
pengiriman surat.sementara dengan penggunaan teknologi sudah dapat dilakukan
dengan cara email atau via internet.
5) Kesalahan Pembelian Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa Barang yang Dibeli
Dapat Ditukar Kembali.
Resiko seperti ini timbul pada saat kesepakatan dalam setiap pembelian barang tidak
diikuti dengan perjanjian bahwa barang tersebut bisa di tukar kembali dan berbagai
kesepakatan lainnya.
6) Pegawai Outsourcing
Penerimaan dan penempatan pegawai secara konsep outsourcing memberi pengaruh
besar bagi perusahaan baik secara jangka pendek dan jangka panjang. Pegawai
outsourcing biasanya pegawai yang disediakan oleh suatu lembaga penyedia pegawai
dan kemudiaan suatu perusahaan menghubungi perusahaan tersebut untuk
dipekerjakan sebagai kontrak pada perusahaan, atau suatu perusahaan sebagai
pegawai dengan perjanjian secara outsourcing
7) Globalisasi dalam Konsep dan Produk
Era globalisasi telah memberi perubahaan besar bagi konsep konsep bisnis pada
seluruh sektor bisnis, baik finansial dan non finansial, sehingga penciptaan konsep
produk dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak maka
artinya produk tersebut tidak akan laku di perusahaan secara baik. Mayarakat pada
era sekarang ini adalah sebuah bentuk dari struktur masyarakat global yang
menggunakan produk global dan menerapkan cara berfikir global.
Risiko Operasional; SELLA ALVIANA dan RITA SALAM, STIM YAPIM MAROS 2016;
http://thawonk.blogspot.co.id/
c. Risiko legal / Risiko hukum
Legal risk/ risiko hukum merupakan risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan
atau kontrak tidak berjalan sesuai dengan rencana. Risiko ini akibat kelemahan masalah
hukum, mulai dari tuntutan hukum, tidak adanya kerangka hukum, dan kelemahan
perjanjian. Contoh: perselisihan dengan perusahaan lain sehingga adanya persoalan
seperti ganti rugi.
Resiko Legal; Satrio Purrnamo; http://satriopurnamo.blogspot.co.id/
Risiko hukum adalah risiko yang timbul karena ketidakmampuan manajemen
perusahaan dalam mengelola munculnya permasalahan hukum yang dapat menimbulkan
kerugian atau kebangkrutan bagi perusahaan. Risiko hukum antara lain dapat bersumber
daripada operasional, perjanjian dengan pihak ketiga, ketidakpastian hukum dan
kelalaian penerapan hukum, hambatan dalam proses litigasi untuk penyelesaian klaim,
serta masalah yurisdiksi antar negara.
Risiko Hukum; https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama
Ada beberapa yang menyebabkan risiko hukum perusahaan, sebagai berikut :
1) Kelemahan Yuridis
Kelemahan yuridis berkaitan dengan kondisi bahwa peraturan atau kesepakatan yang
berlaku tidak kuat. Seperti perusahaan melakukan kontrak dengan pihak lain.
Kelemahan peraturan atau kesepakatan kontrak bisa terjadi jika kontrak kontrak yang
dibuat tidak sejalan dengan hukum yang berlaku. Bagaimanapun hukum yang diatas
dapat mengeliminasi kesepakatan atau peraturan perusahaan.
2) Perubahan Hukum
Perubahan hukum dapat mengubah kondisi yang ada. Peraturan yang cenderung
akrab lingkungan menutut perubahan yang mendasar pada perusahaan-perusahaan
yang selama ini kurang memberi perhatian pada lingkungan. Perubahan yang awalnya
merasa aman mulai merasakan dampak dari perubahan hukum tersebut. Meskipun
sampai saat ini penerapan hukum masaih lemah, setidaknya banyak pihak yang
berkepentingan dengan berlakunya hukum yang baru.
3) Kesalahan dalam Kontrak
Risiko hukum juga dapat terjadi akibat kesalahan dalam kontrak. Hal ini terkait dengan
risiko operasional, khususnya risiko SDM. Kesalahan kontrak dapat terjadi karena isi
klausal yang keliru. Kesalahan juga terjadi karena ketidaksesuaian dengan kontrak
lainnya sehingga kontrak yang bersangkutan tidak dapat dieksekusi.
4) Kegagalan Dokumentasi
Dokumen yang gagal berarti dokumen yang tidak dapat berfungsi. Pada dasarnya ada
dua hal utama yang berkaitan dengan tidak berfungsinya dokumen. Pertama, adanaya
kesalahan penulisan dalam dokumen. Kesalahan nama yang tidak sesuai dengan nama
dalam karty identitas yang akan menyebabkan masalah di kemudian hari. Kedua, jika
dokumen yang diperlukan tidak lengkap.
5) Kegagalan berupa Kebangkrutan
Salah satu penyebab risiko kebangkrutan bersumber dari masalah hukum. Paling
utama adalah adanya kemungkinan perlakuan yang berbeda oleh pengadilan terhadap
perusahaan yang akan dibangkrutkan atau telah bangkrut.
Manajemen resiko hukum; Taufiq rizal; http://taufiqrizal27.blogspot.co.id/
3. Macam Risiko
Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor
ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam
risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya,
yaitu lain:
a. Risiko berdasarkan sifat
1) Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar
dilain pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang
disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk,
dan sebagainya.
2) Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat
menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan,
pencurian, dan sebagainya.
b. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
1) Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek
yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi.
Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan
asuransi.
2) Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko
spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
c. Risiko berdasarkan asal timbulnya
1) Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Misalnya
risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko
kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.
2) Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar
perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik,
dan sebagainya.
Selain macam – macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga
mengemukakan beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :
a. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena
perubahan waktu)
1) Risiko Statis. Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.
Contoh risiko spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil. Contoh risiko
murni statis: Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian
secara acak (secara random).
2) Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis :
urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau
perubahan peraturan pemerintah.
b. Risiko Subyektif dan Risiko Obyektif
1) Risiko Subyektif
Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu
atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu.
2) Risiko Obyektif
Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata - rata) sesuai
pengalaman.
Sumber: Prinsip Dasar Analisis Risiko; https://www.scribd.com
4. Manajemen Risiko
Menurut Djojosoedarso (1999), Manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsifungsi
manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi,
perusahaan, keluarga, dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan,
mengorganisir, menyususun, memimpin/mengkoordinir dan mengawasi program
penanggulangan risiko. Menurut Kerzner (1995), manajemen risiko adalah seperangkat
kebijakan, prosedur yang lengkap yang dimiliki organisasi untuk mengelola, memonitor dan
mengendalikan risiko yang mungkin muncul. Sistem manajemen risiko tidak hanya
mengidentifikasi tapi juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek,
hasilnya adalah apakah risiko itu dapat diterima atau tidak.
Manajemen Risiko Operasional Dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)
Regional Banglidi Kabupaten Bangli;
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jsn/article/view/5795/4369; https://www.google.com
Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses
yang dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari
berbagai literatur yang didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor–faktor risiko secara sistematis
diidentifikasi, diukur, dan dicari
b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana
dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang
memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam
mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa
proyek.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Terdapat
beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan–tahapan dalam
manajemen risiko. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. Tahapan Manajemen Risiko
Tahapan Manajemen Risiko Sumber Referensi
a. Identifikasi risiko
b. Menafsir kerugian yang dapat terjadi (menentukan
probabilitas dan dampaknya)
Williams dan Heins, 1985
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
e. Memonitor dan mengevaluasi
pengimplementasiannya
a. Identifikasi misi
b. Menafsir risiko dan ketidakpastian Williams, Smith, Young,
c. Mengontrol risiko 1995
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program
a. Identifikasi risiko
b. Evaluasi risiko Trieschmann, Gustavon,
c. Memilih teknik manajemen risiko Hoyt, 1995
d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali
keputusan yang dibua
a. Menafsir risiko
b. Menganalisa risiko (menentukan probabilitas dan
Kerzner, 1995
konsekuensinya)
c. Menangani risiko
d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko
a. Mengidentifikasi kerugian
b. Menganalisa kerugian
c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol Redja, 2008
risiko dan membiayai risiko)
d. Mengimplementasikan dan memonitor program
manajemen risiko
a. Mengidentifikasi risiko Loosemore, Raftery, Reilly,
b. Menafsir dan menganalisa risiko Higgon, 2006
c. Mengontrol risiko
a. Identifikasi risiko
Al Bahar dan Crandall,
b. Analisa risiko dan proses evaluasi
1990
c. Respon manajemen
d. Administrasi sistem
Sumber: Prinsip Dasar Analisis Risiko; https://www.scribd.com

6. Kelembagaan

 Building dan OM
 Tenaga Kerja : Quality and Quantity
https://www.slideshare.net/obburr/kelembagaan-dalam-pengelolaan-air-limbah

Adapun struktur kelembagaan pengelolaan air limbah domestik adalah sebagai berikut:

1. Ketua umum pokja, yang diampu oleh Sekretaris Daerah Kota yang secara formal memiliki
kewenangan koordinatif terhadap berbagai pembangunan sanitasi di tingkat
pemerintah kota dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh sekretaris umum yang diampu
oleh Kepala Bappeda Kota Semarang.
2. Tim pengarah, yang diisi oleh kepala-kepala SKPD dan Kepala Bidang serta pimpinan
perwakilan organisasi non-pemerintah yang tergabung dalam pokja.
3. Tim teknis/pelaksana, yang diisi oleh Kepala Seksi dan Staff dari SKPD terkait dan
anggota lain yang berasal dari organisasi non pemerintah dalam rangka memudahkan
proses akomodasi program dan kegiatan sanitasi yang telah tertuang di dalam SSK
ke dalam rencana kerja dan anggaran SKPD, maka keberadaan kepala bidang
perencanaan dari setiap SKPD terkait sanitasi di tingkat kota sangatlah penting di dalam
tim teknis pokja sanitasi.
4. Tim teknis/pelaksana ini akan terdiri dari lima komponen bidang yaitu bidang
kelembagaan dan pendanaan, bidang teknis, bidang komunikasi, bidang penyehatan
dan pemberdayaan masyarakat, serta bidang monitoring dan evaluasi.
5. Tim sekretariat, yang diisi perwakilan staf dari SKPD terkait yang tergabung dalam pokja.
Tim ini merupakan tim yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan kerja tim
pengarah, dan tim teknis serta bertanggung jawab untuk menjalankan kegiatan
administratif organisasi pokja.

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK UNTUK WILAYAH KECAMATAN


NGALIYAN, TUGU, SEMARANG UTARA, SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG

Muhammad Yuda Pranata, Wiharyanto Oktiawan, ST, MT,)

*Ir. Irawan Wisnu Wardana, MS )*, 2016

7. Kajian Sosial Budaya (TECH ACCEPTANCE, KEBERLANJUTAN OP TEKNOLOGI, EXIT STRATEGY)

1. Pengertian Sosial Budaya


Sosial Budaya terdiri dari 2 kata, yang pertama definisi sosial, menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta, sosial ialah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan
umum (kata sifat). Sedangkan budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan
akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal
budinya yang mengandung cipta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan,
moral, hukum, kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu. Maka definisi sosial budaya itu
sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya
untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat
sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan pun memiliki peran dalam kehidupan social manusia, diantaranya adalah :
a. Sebagai pedoman dalam hubungan antara manusia dengan komunitas atau
kelompoknya.
b. Sebagai simbol pembeda antara manusia dengan binatang
c. Sebagai petunjuk atau tata cara tentang bagaimana manusia harus berperilaku dalam
kehidupan sosialnya.
d. Sebagai modal dan dasar dalam pembangunan kehidupan manusia.
e. Sebagai suatu cirri khas tiap kelompok manusia.

Tidak berarti pula penciptaan sosial budaya itu kemudian tak memiliki dampak negatif.
Bila kebudayaan yang ada kemudian menimbulkan akses negatif bagi kehidupan sosial
adalah sesuatu yang perlu dipikirkan ulang, jika ingin menciptakan sebuah budaya. Beberapa
dampak negative kebudayaan bagi kehidupan sosial manusia, antara lain:

a. Menimbulkan kerusakan lingkungan dan kelangsungan ekosistem alam


b. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang kemudian menjadi penyebab munculnya
penyakit-penyakit sosial, termasuknya tingginya tingkat kriminalitas
c. Mengurangi bahkan dapat menghilangkan ikatan batin dan moral yang biasanya dekat
dalam hubungan sosial antar masyarakat.

Pengertian Sosial Budaya; Nurul Fadhilah;https://nurulfadhilah30091.wordpress.com/

2. Technology Acceptance Model (TAM)

Dalam penggunaaan sistem informasi, para pengguna mempertimbangkan manfaat dan


kegunaan sistem tersebut. Dalam menggunakan teknologi dilakukan dengan menggunakan
Technology Acceptence Model (TAM). Teori ini dikemukakan oleh Davis (1989) dan
dikembangkan lagi oleh beberapa peneliti seperti Adam et. al. (1992), Szajna (1994), Igbaria
et. al. (1995), Venkatesh & Morris (2000), Venkatesh & Davis (2000), dan Sanjaya (2005).
Model TAM dilandasi oleh Theory of Reasoned Action (TRA) (Ajzen dan Fisbein, 1980, dalam
Sanjaya, 2005). TRA adalah suatu well-researched intention sebagai model khusus yang telah
terbukti berhasil untuk memprediksi dan menjelaskan tentang perilaku seseorang dalam
memanfaatkan dengan beraneka ragam bidang.
TRA telah digunakan untuk memprediksi suatu perilaku dalam banyak hal. TRA juga
dapat di jelaskan sebagai sebuah model yang mempelajari secara luas psikologi sosial
berkaitan dengan perilaku seseorang yang dilakukan secara sadar (Fishbein & Ajzen, 1975.
dalam Sanjaya, 2005). Dalam TRA, perilaku merupakan seperangkat perbuatan dan tindakan
seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan
karena adanya nilai yang diyakini. Jadi minat berperilaku adalah suatu ukuran tentang tujuan
seseorang untuk melakukan tindakan khusus. Attitude adalah perasaan positif seseorang
tentang penentuan tujuan dan target perilaku. Berdasarkan TRA, pengguna suatu system
ditentukan oleh persepsi individu dan sikap yang pada akhirnya akan membentuk perilaku
seseorang dalam penggunaan suatu teknologi informasi.

Menurut Venkatesh & Morris (2000) dalam Sanjaya (2005), TAM di gunakan untuk
melihat pemahaman individual yang secara terus menerus menggunakan teknologi
informasi dalam aktifitanya. Penggunaan sistem informasi pada individu untuk melakukan
aktivitas dan pemanfaatannya masih menjadi perhatian penting bagi peneliti, walaupun
terdapat kemajuan yang cukup berarti dalam kemampuan hardware dan software. Tingginya
penggunaan suatu sistem informasi menandakan bermanfaat dan mudahnya suatu sistem
informasi. Seseorang akan memanfaatkan sistem informasi dengan alasan bahwa sistem
tersebut akan menghasilkan manfaat bagi dirinya. Tujuan dari TAM adalah untuk dapat
menjelaskan faktor-faktor utama perilaku pengguna teknologi informasi tehadap
penerimaan pengguna teknologi informasi itu sendiri. Model ini menggambarkan bahwa
pengguna sistem infornasi akan dipengaruhi oleh variabel manfaat (usefuliness) dan variabel
kemudahan pemakaian (ease of use), dimana keduanya memiliki determinan yang tinggi dan
validitas yang telah teruji secara empiris. TAM meyakini bahwa penggunaan sistem informasi
akan meningkatkan kinerja individu atau organisasi, disamping itu penggunaan sistem
informasi tergolong lebih mudah dan tidak memerlukan usaha keras untuk memakainya.
Gambar. Prinsip Sederhana Model Penerimaan Tegnologi / Technology Acceptance Model

Sumber: https://upload.wikimedia.org

Namun pada perkembangan selanjutnya, sejumlah peneliti dibidang TAM tidak


menyertakan variabel attitude dalam analisisnya, karena berdasarkan fakta empiris
ditemukan hubungan mediasi attitude yang lemah antara belierfs dan behavior intention
(Vankatesh, 1999 dalam Wijaya, 2006).

Ada banyak variabel yang mempengaruhi penggunaan sistem informasi. Ada dua
determinan yang penting yaitu:

a. Manfaat adalah kecenderungan seseorang menggunakan atau tidak menggunakan


aplikasi karena suatu keyakinan bahwa aplikasi tersebut akan dapat membantu mereka
untuk melakukan aktifitasnya lebih baik lagi. Manfaat merupakan penentu yang kuat
terhadap penggunaan suatu teknologi, adopsi, dan perilaku para pengguna (Davis, 1989,
Mathinshon, 1991, serta Venktesh & Davis, 2000 dalam Sanjaya, 2005).
b. Kemudahan adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa penggunaan suatu teknologi
akan membebaskannya dari usaha (Davis, 1989 dalam Sanjaya, 2005). Sementara
kemudahan dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang menyakini bahwa
penggunaan sistem informasi merupakan hal yang mudah dan tidak memerlukan usaha
yang keras dari pemakainya. Konsep ini mencakup kejelasan penggunaan sistem
informasi dan kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan yang sesuai dengan
keinginan pemakai.
Teori Technology Acceptance Model; http://www.hestanto.web.id/

TAM mengadopsi TRA dari Fishbein dan Ajzen (Fishbein, 1967) yang digunakan untuk
melihat tingkat penggunaan responden dalam menerima teknologi informasi. Konstruksi asli
TAM sendiri yang dirumuskan oleh Davis (1989), adalah persepsi kegunaan (perceived
usefulness), persepsi kemudahan pemakaian (perceived ease of use), sikap (attitude), niat
perilaku (behavioral intention), penggunaan sebenarnya (actual use) dan ditambahkan
beberapa perspektif eksternal yaitu, pengalaman (experience) serta kerumitan (complexity).

a. Persepsi Kegunaan Penggunaan (Usefulness)


Perspektif penggunaan (perceived usefulness) adalah merupakan suatu fase dimana
seseorang percaya bahwa pemakai suatu sistem tertentu akan dapat menambah prestasi
kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi itu dapat diartikan bahwa kegunaan dari
penggunaan TIK dapat menambah kinerja, prestasi kerja siapapun yang
menggunakannya.Thompson et. al (Thompson) [4] kemudian mengemukakan
kesimpulan bahwa kemanfaatan teknologi informasi merupakan dampak yang
diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam menjalankan tugas mereka.
Thompson (1991) juga menyatakan bahwa individu akan menggunakan teknologi
informasi, jika orang tersebut memiliki pemahaman mengenai manfaat atau kegunaan
(usefulness) yang baik atas kegunaannya. Kemudahan penggunaan juga merupakan salah
satu poin dalam model TAM, yang telah diuji dalam penelitian Davis et al. (1989). Hasil
penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor ini terbukti secara empiris, dapat
menjelaskan alasan pengguna akhir dalam menggunakan sistem informasi serta
menjelaskan bahwasanya sistem baru yang ketika itu sedang dikembangkan, diterima
oleh para pengguna pengguna akhir.
b. Perspektif Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use)
Perspektif kemudahan penggunaan dapat meyakinkan pengguna bahwasanya teknologi
informasi yang akan diaplikasikan adalah suatu hal yang mudah dan bukan merupakan
beban bagi mereka. TIK yang tidak sulit digunakan akan terus diaplikasikan oleh
perusahaan. Davis (1989) dalam bukunya juga menyatakan bahwa perspektif kemudahan
pengaplikasian (perceived ease of use) merupakan sebuah tingkatan dimana seseorang
percaya bahwasanya penggunaan sistem tertentu, mampu mengurangi usaha seseorang
dalam mengerjakan sesuatu. Frekwensi penggunaan dan interaksi antara pengguna
(user) dengan sistem juga mampu menunjukan kemudahan penggunaan. Sistem yang
lebih sering digunakan menunjukan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah
dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya.
c. Sikap Terhadap Pengaplikasian (Attitude Toward Using)
Sikap terhadap pengaplikasian sesuatu menurut Aakers dan Myers (1997) adalah, sikap
pro atau kontra terhadap pengaplikasian sebuah produk. Sikap pro atau kontra terhadap
suatu produk ini dapat diaplikasikan guna memprediksi tingkah laku ataupun niat
seseorang untuk menggunakan suatu produk atau tidak menggunakannya. Sikap
terhadap pengaplikasian teknologi (attitude toward using technology), diartikan sebagai
evaluasi dari pemakai tentang keingintahuannya dalam menggunakan teknologi.
d. Perilaku Keinginan Untuk Menggunakan (Behavioral Intention to Use)
Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap mengaplikasikan
sebuah teknologi (Davis, 1989). Tingkat pengunaan sebuah teknologi komputer pada
seseorang dapat diprediksi dari sikap serta perhatian sang pengguna terhadap teknologi
tersebut, contohnya adalah adanya keinginan untuk menambah peripheral pendukung,
keinginan untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk mempengaruhi pengguna
lain.
e. Pemakaian actual (Actual Use)
Pemakaian aktual (actual system usage) adalah kondisi nyata pengaplikasian sistem
(Davis,1989). Seseorang akan merasa senang untuk menggunakan sistem jika mereka
yakin bahwa sistem tersebut tidak sulit untuk digunakan dan terbukti meningkatkan
produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan. Bentuk pengukuran
pemakaian aktual (actual system usage) adalah seberapa kerap dan durasi waktu
pemakaian terhadap TIK. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual technology use),
diukur melalui jumlah akumulasi waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan
teknologi dan seberapa kali seringnya menggunakan teknologi tersebut.
f. Kesesuaian Tugas (Job Fit)
Thompson et al. (1991) membuat model penelitian yang mengambil sebagian teori yang
diusulkan oleh Triandis [5], tolak ukur yang mempengaruhi pengaplikasian teknologi
informasi adalah diantaranya tolak ukur sosial, dampak, tingkat kerumitan, kesesuaian
tugas, efek jangka panjang, serta kondisi yang memfasilitasi pemanfaatan teknologi
informasi. Kesesuaian tugas diinpretasikan sebagai koresponden antara kebutuhan tugas,
kemampuan seseorang dan fungsi dari teknologi. Kesesuaian tugas dan teknologi
dipengaruhi diantaranya oleh hubungan antara karakteristik individu pemakai, teknologi
yang diaplikasikan, dan tugas yang berbasis teknologi.
g. Pengalaman (Experience)
Ajzein dan Fishbein (1980) [6]dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaaan yang
menonjol antara user yang berpengalaman dengan yang unexperienced dalam
mempengaruhi penggunaan yang sebenarnya. Kajian Taylor dan Todd (1995) dalam
meneliti pengguna yang berpengalaman, juga menunjukan bahwa ada korelasi yang
signifikan antara minat menggunakan suatu teknologi serta perilaku penggunaan
(behavioral usage) suatu teknologi yang berpengalaman
h. Kerumitan (Complexity)
Thompson et.al (1991)[7] memaparkan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, maka
akan semakin rendah pula tingkat pengaplikasiannya. Inovasi terhadap sebuah TIK bisa
mempengaruhi pemahaman pengguna untuk menggunakan TIK.

Model penerimaan teknologi; https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama

3. Keberlanjutan OP Teknologi
a. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,
masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Laporan Brundtland dari PBB,
1987). Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan
berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama
dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait
dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Skema pembangunan berkelanjutan:pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi
Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep
pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "keragaman budaya penting
bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian
"pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga
sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual".
dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup
kebijakan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan
dari pembangunan bekelanjutan, di mana pembangunan Hijau lebih mengutamakan
keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung
Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi
keberlanjutan menyeluruh di mana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit
diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah
mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di
wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.

Pembangunan berkelanjutan; https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama

Bagaimana mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan adalah tantangan besar bagi


umat manusia saat ini, yang harus segera dijawab dan diwujudkan. Kriteria yang
digunakan oleh UNFCC (United Nation Framework on Climate Change) dalam
mempertimbangkan keberlanjutan suatu proyek atau kegiatan adalah memenuhi 3-P.
Arti dari 3-P adalah Planet, Profits, and Persons. Atau dengan kata lain, keberlanjutan
tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi Lingkungan, Ekonomi, dan
Sosial. Secara diagram ketiga kriteria tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar
berikut ini:
Gambar. Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan

Sumber: Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan; Tjandra Setiadi;


https://www.researchgate.net

b. Tegnologi Untuk Pembangunan Berkelanjutan


Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan, peranan teknologi tidaklah
dapat diabaikan dan dikesampingkan, akan tetapi dengan tantangan yang besar. Akan
tetapi teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan –selanjutnya disebut sebagai
Teknologi Berkelanjutan- tidaklah cukup dengan perubahan teknologi yang bertujuan
memproduksi barang dan jasa dengan meminimalkan limbah saja, teknologi yang
diperlukan adalah teknologi dengan tujuan yang jauh lebih luas. Hal ini untuk
memungkinkan kita untuk memenuhi kebutuhan umat manusia dengan tanpa melebihi
kapasitas daya dukung dan daya
tampung ekologi planet bumi ini dan mempromosikan kesetaraan kebutuhan manusia.
Kata kunci dari teknologi berkelanjutan adalah adanya inovasi sistem yang mengubah
struktur sistem teknologi. Pengertian sistem di sini bukan saja pada skala mikro akan
tetapi mencakup inovasi sistem dalam skala besar yang melibatkan unsur unsur yang
berkontribusi dalam menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen. Inovasi sistem
adakalanya membutuhkan biaya investasi yang besar dan sering pula diiringi dengan
kehancuran keseluruhan sistem yang digantikannya.
Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan; Tjandra Setiadi;
https://www.researchgate.net
4. Exit Strategy dampak berkelanjutan
Suatu program disebut sebagai "Program Exit" adalah jika seluruh kegiatan dalam
program tersebut telah selesai dan semua sumberdaya ditarik dari area pelaksanaan
program (Rogers dan Macias, 2004). Sedangkan Exit Strategy atau Strategi Exit dari suatu
program adalah perencanaan yang dibuat untuk memastikan bahwa meski kegiatan telah
berhenti, pencapaian tujuan tidak terganggu dan kelanjutan kegiatan tetap dapat
berlangsung, serta dampak positif yang diciptakan bertahan keberlanjutannya. Misalnya:
sampah organik diolah untuk menghasilkan energy dan pupuk, sampah non-organik diolah
melalul recycle dan reuse. Akan tetapi setelah kegiatan pembangunan selesai, ternyata
perusahaan yang melakukan pemeliharaan terhadap real estat tidak slap melakukan semua
hal di atas ataupun tidak mampu mempersiapkan penduduk di real estat untuk menjalankan
sistem yang telah dibuat.

Exit Strategy Untuk Dampak Berkelanjutan; Dr. Maria R. Nindita Radyati - Majalah Real
Estate Indonesia, Juli 2017; http://www.mmcsrtrisakti.com/id

8. Kelayakan Lingkungan

Kelayakan lingkungan dalam suatu studi kelayakan, dapat melalui penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan. AMDAL merupakan suatu proses yang panjang dengan sistematika urutan
langkah tertentu menurut PP 29 tahun 1986. Adapun langkah – langkah tersebut adalah :
1. Usulan Proyek. Usulan proyek datang dari pemprakarsa, yaitu orang atau badan yang
mengajukan dan bertanggung jawab atas suatu rencana kegiatan yang dilaksanakan.
2. Penyajian Informasi Lingkungan. Usulan proyek kemudian mengalami penyaringan yang
bertujuan untuk menentukan perlu atau tidak perlu dile4ngkapi dengan ANDAL.
Penyaringan dilakukan dengan Penyajian Informasi Lingkungan atau disebut PIL.
 perlu dibuatkan ANDAL, karena dinilai proyek akan menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan
 tidak perlu dibuatkan ANDAL, karena diperkirakan tidak akan
menimbulkan dampak penting.
 PIL kurang lengkap dan dikembalikan ke pemprakarsa proyek untuk perbaikan
Sebelum diajukan kembali.
3. Menyusun Kerangka Acuan
Bila instansi yang bersangkutan memutuskan perlu membuat ANDAL, pemprakarsa
bersama instansi tersebut menyusun kerangka acuan TOR sesuai dengan pedoman yang
telah ditetapkan bagi analisis dampak lingkungan.
4. Membuat ANDAL
Pemprakarsa membuat ANDAL sesuai dengan pedoman yang ditetapkan, kemudian
mengajukannya kepada instansi yang bertanggung jawabuntuk dikaji lebih dulu sebelum
mendapatkan keputusan. Kemungkinan hasil penillaian ada 3, yaitu :
1) ANDAL disetujui, kemudian pemprakarsa melanjutkan pembuatan RKL dan RPL.
2) ANDAL ditolak karena dianggap kurang lengkap atau kurang sempurna.Untuk ini
perlu perbaikan dan diajukan kembali.
3) ANDAL ditolak karena dampak negatofmya, karena tidak dapat ditanggulangi oleh
ilmu dan teknologi yang telah ada, diperkirakan lebih besar daripada dampak
positifnya.
Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang
akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai disusun,
pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk
dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah
75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
5. Membuat RKL dan RPL
Bila ANDAL telah disetujui maka pemprakarsa dapat melanjutkannya dengan membuat
Rencana Pengelolaan Lingkungan ( RPL ) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL )
untuk diajukan kepada instansi yang berwenang.
6. Implementasi Pembangunan Proyek Dan Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Bila RKL dan
RPL telah disetujui, maka implementasi proyek dapat dimulai, lalu dilanjutkan dengan
pelaksanaan aktivitas pengelolaan lingkungan.

G. Rencana Pengelolaan Lingkungan

1.Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting


Uraikan secara singkat dan jelas komponen atau parameter lingkungan yang diprakirakan
mengalami perubahan mendasar.Dan Uraikan secara singkat sumber penyebab timbulnya dampak
penting: Apabila dampak penting timbul sebagai akibat langsung dari rencana usaha
atau kegiatan, maka uraikan secara singkat jenis usaha atau kegiatan yang merupakan penyebab
atau timbulnya dampak penting.

2.Tolok Ukur Dampak


Jelaskan tolok ukur dampak yang akan digunakan untuk mengukur komponen lingkungan
yang akan terkena dampak akibat rencana usaha atau kegiatan berdsasarkan baku mutu standar
(ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan); Keputusan para ahli yang dapat diterima
secara ilmiah, lazim digunakan, dan atau lebih ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan.

3.Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan


Sebagai misal , dampak yang secara strategis harus dikelola untuk suatu rencana industri
pulp (bubur kertas) dan kertas adalah kualitas air limbah ,maka tujuan upaya pengelolaan
lingkungan secara spesifik adalah : “Mengendalikan mutu limbah cair yang dibuang ke sungai xyz,
khususnya parameter BOD5, COD< Padatan Tersuspensi total, dan PH; agar tidak melampaui baku
mutu limbah cair sebagaimana yang ditetapkan pemerintah, tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi
kegiatan yang sudah Beroperasi”

4. Pengelolaan Lingkungan
Upaya pengelolaan lingkungan yang di utarakan juga mencakup upaya pengoperasian unit
atau sarana pengendalian dampak (misal unit pengelolaan limbah),bila unit atau sarana yang
dimaksud dinyatakan sebagai aktivitas dari rencana usaha atau kegiatan.
5.Lokasi Pengelolaan Lingkungan
Utarakan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan dengan memperhatikan sifat
dampak penting yang dikelola. Sedapat mungkin lengkap pula dengan peta /sketsa/ gambar.

6.Periode Pengelolaan Lingkungan


Pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dampak penting yang
dikelola (lama berlangsung sifat kumulatif, dan berbalik tidaknya dampak ),serta kemampuan
pemprakarsa (tenaga, dana).

7.Pembiayaan Pengelolaan Lingkungan


Pembiayaan untuk melaksanakan RKL merupakan tuygas dan tanggung jawab dari
pemprakarsa rencana usaha atau kegiatan yang bersangkutan. Pembiayaan tersebut mencakup :
a. Biaya investasi misalnya pembelian peralatan pengelolaan lingkungan serta biaya untuk
kegiatan teknis lainnya.
b. Biaya personal dan biaya operasional.
c. Biaya pendidikan serta latihan keterampilan operasional.

8.Institusi Pengelolaan Lingkungan


Pada setiap rencana pengelolaan lingkungan cantumkan institusi atau kelembagaan yang
akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan, sesuai
dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku baik ditingkat nasional maupun daerah.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan sebagaimana
diatur dalam pasal 18 UU Nomor 4 Tahun 1982.

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya PemantauanLingkungan Hidup (UPL)
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).Kegiatan yang tidak
wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya
pemantauan lingkungan.Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan
menyusun.
AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL-UPL
merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan
dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan. Proses dan prosedur UKL-
UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
 Identitas pemrakarsa
 Rencana Usaha dan/atau kegiatan
 Dampak Lingkungan yang akan terjadi
 Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
 Tanda tangan dan cap

http://ofosiharefa-anknias.blogspot.co.id/2011/09/study-kelayakan-bisnis-ditinjau-dari.html

Anda mungkin juga menyukai