Anda di halaman 1dari 4

Judul buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Penulis buku : Hamka

Penerbit buku : PT Bulan Bintang

Angkatan : 30 an ( pujangga baru )

Tebal buku : 224 Halaman, 21 cm

Tahun terbit : 1876-1992

Cetakan : 21

Jenis buku : Roman

Identifikasi unsur-unsur intrinsik novel:

Tema.

Suatu kisah cinta yang tak kesampaian antara dua muda mudi yang berakhir dengan kematian.

Alur.

alur longgar. Karena tokoh yang ada dalam cerita ini lebih dari 4 orang

Latar/setting.

a. Waktu : Mulai Zainudin lahir sampai Zainudin wafat. Kira-kira 30 tahun yang
lalu

b. Tempat : Kota Mengkasar, Kampung Batipuh, Padang Panjang, Tanah jawa

c. Suasana : Sedih, mengharukan

d. Peristiwa : Menyedihkan, tragis

Penokohan.

1. Zainudin : Sopan santun, iba hati, sabar, baik hatinya, tidak sombong

2. Hayati : Cantik, mudah tersentuh hatinya


3. Pandekar Sutan : Sopan santun, tegar, penyabar, berani, penyayang

4. Daeng Habibah : Setia, lemah lembut

5. Mak Base : sabar, baik, setia, amanah,

6. Datuk Mantari Labih: Serakah, tidak adil

7. Dt.. : wibawa, bijaksana

8. Muluk : Setia, baik, mudah bergaul

9. Azis : Gagah, gaul, kaya

10. Mamak : peduli

11. Daeng Manippi : Baik

12. Khadijah : Mata duitan, suka menghasut

Sinopsis (menceritakan kembali)

Pada zaman dahulu ada seorang anak bernama Zainudin, dia dari kecil hingga besar
selalu dirundungi kemalangan. Dia anak dari Pandekar Sutan dan Daeng Habibah.

Ibunya meninggal dunia ketika dia baru berumur 9 bulan. Ayahnya adalah anak buangan.
Dia dibuang dari negerinya yang bersuku, berlembaga serta berninik mamak. Negerinya itu
berkaum kepada kaum perempuan. Malang nasib seorang anak laki-laki jika tidak mempunyai
saudara perempuan. Inilah nasib Pandekar Sutan. Ketika Ibunya meninggal hartanya menjadi
milik mamaknya. Hidupnya jadi terlantar karena mamaknya Datuk Mantari Labih adalah seorang
yang serakah dan tidak adil.

Malang nasib Zainudin karena dalam negeri ibunya dia dianggap sebagai orang asing dan
didalam negeri ayahnya dia juga dianggap orang asing pula.

Zainudin penasaran dengan keindahan negeri ayahnya. Ia pun memutuskan untuk pergi
merantau ke negeri ayahnya. Dengan berat hati Mak Base melepaskannya.

Di sana ia bertemu dengan seorang wanita bernama Hayati. Mereka saling mencintai
dan sering berkirim-kiriman surat. Namun sayangnya di sana orang-orang belum mengenal
dengan percintaan suci. Mereka memandang perbuatan Zainudin dan Hayati adalah suatu
perbuatan yang menyalahi adat. Para kaum hawa yang belum kawin sangat marah dengan
Hayati karena mereka merasa dipermalukan dan direndahkan derajatnya seakan-akan kampung
tak berpenjaga. Terlebih-lebih persukuan Hayati yang merasa dihinakan. Mamak Hayati Dt..
sangat marah.

Dengan cara halus Zainudin diusir dari Batipuh. Dia pergi ke Padang Panjang. Di sana ia
tinggal di rumah seorang janda tua ber-anakkan satu. Tak berapa lama dia tinggal di Padang
Panjang dia mendapatkan surat dari Mengkasar yang isinya memberitahukan bahwa Mak
Basenya telah meninggal dunia dan dalam surat itu terdapat uang sebanyak Rp.3000,- yaitu
uang ayahnya untuknya yang disimpankan oleh Mak Basenya.

Dia tidak terlalu lama terlarut dalam kesedihan. Dengan uang Rp3000,- ia berani untuk
meminang Hayati. Dia tuliskan surat untuk mamak Hayati Dt.. tetapi tidak diberitahukannya
bahwa dia sudah ber-uang. Sayangnya niat baiknya ditolak oleh keluarga hayati. Namun dia
masih tegar karena di benaknya Hayati masih mencintainya. Namun pikirannya itu hilang ketika
teman Hayati Khadijah mengirimkan surat kepada Zainudin yang isinya memberitahukan bahwa
Hayati telah bertunangan dengan kakaknya Azis. Hati Zainudin sangat terpukul mendengar hal
itu.

Zainudin terlihat sangat pucat, mamak pun menanyakan ada apa dengan Zainudin
namun tak mau jujur. Mamak pun menyarankan agar Zainudin bertemu dengan Muluk anaknya,
mungkin dapat menolong masalahnya. Zainudin pun setuju. Zainudin dan Muluk menjadi teman
akrab sehidup semati.

Muluk banyak memberikan informasi tentang calon suami Hayati yang ternyata
berperangai kurang baik. Zainudin tidak rela jika Hayati disakiti oleh orang lain. Zainudin
memberitahukan Hayati tentang hal ini namun Hayati tidak memperdulikannya. Ketika hari
pernikahan Hayati dengan Azis tiba Zainudin sakit keras sehingga tak ada kemungkinan lagi
untuknya hidup. Namun ternyata 2 bulan kemudian penyakitnya mulai sembuh. Ternyata Allah
masih sayang kepadanya.

Semangat hidupnya mulai bangkit lagi. Dia menjalani hidupnya yang baru bersama
Muluk. Dia merantau dengan Muluk ke tanah Jawa. Usut punya usut ternyata Hayati dan
suaminya juga berpindah ke Jawa. Kehidupan rumah tangganya mulai kacau ketika sudah
berpindah. Azis sering minta uang kepada Zainudin. Tak berapa lama kemudian Azis dan Hayati
menjadi gelandangan. Mereka dibawa Zainudin tinggal di rumahnya.

Beberapa saat kemudian Azis berpamitan untuk pergi jauh mencari pekerjaan dan
menitipkan Hayati kepada Zainudin. Tak berapa lama kemudian terdengar kabar bahwa Azis
tewas karena bunuh diri dan mengirimkan surat kepada Hayati dan Zainudin agar mereka
menikah. Namun karena emosi dan sakit hati Zainudin menolaknya dan memilih memulangkan
Hayati ke kampungnya.

Hayati pulang menumpangi Kapal Van Der Wijck. Alangkah malangnya nasib Hayati
ternyata kapal yang ditumpanginya tenggelam. Walaupun dia selamat namun tak bertahan
berapa lama dia pun meninggal dunia. Zainudin sangat terpukul dan menyesal atas
keputusannya tadi karena dia sebenarnya masih mencintai Hayati. Tak berapa lama setelah
Hayati wafat Zainudin pun menyusul dan kuburannya berada disamping kuburan Hayati.

Anda mungkin juga menyukai