Anda di halaman 1dari 12

PSORIASIS

PENDAHULUAN
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.1
Psoriasis merupakan penyakit hiperproliferatif dan inflamasi kronis pada kulit
dengan manifestasi klinis serupa pada tiap etnik. Penyakit ini berhubungan dengan penyakit
hiperproliferatif kulit derajat ringan sampai dengan berat dan peradangan sendi. Onset
penyakit dan derajat penyakit dipengaruhi oleh usia dan genetik, dan dicetuskan oleh
berbagai faktor internal dan eksternal, seperti cedera fisik pada kulit, pengobatan sistemik,
infeksi, dan stres emosional.2
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif.1 Insidens psoriasis tersebar di seluruh dunia, namun
prevalensinya bervariasi pada etnik dan dareah geografisnya. Terapi psoriasis memiliki
variasi minimal pada tiap etnik.2

1.1. Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Ausplitz, dan Kobner. 1
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa. 1

1.2. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa
perjalannya menahun dan residif.1 Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia
22,5 tahun (pada anak, usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55
tahun. Onset dini memprediksikan derajat penyakit dan penyakit yang menahun, dan
biasanya disertai riwayat psoriasis pada keluarga. Tidak terdapat perbedaan insidens antara
pria dan wanita.3 Psoriasis mempengaruhi 1,5 – 2% populasi dari negara barat.3

1
Di Amerika Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta orang menderita psoriasis. Kebanyakan
dari mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar 300.000 orang menderita psoriasis
generalisata.3 Prevalensi psoriasis lebih tinggi pada populasi Eropa Utara, secara spesifik
pada Skandinavia. Sebaliknya, psoriasis lebih jarang terjadi pada populasi dengan kulit
hitam. Secara spesifik, terdapat beberapa studi yang dipublikasi mengenai psoriasis di
penduduk asli Amerika, Amerika Selatan dan populasi Amerika Latin. Juga tercatat sejumlah
grup kecil dari populasi yang terisolasi di India, Jepang, dan Afrika, studi besar dari
prevalensi psoriasis berdasarkan perbedaan warna kulit belum dilaporkan.

1.3. Etiopatogenesis
Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan
berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik dan data
laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada epidermis. Epidermis
pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal
di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali,
dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui sel epidermis yang tebal.
Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator
inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara
dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis
baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.2
Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko psoriasis
12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34 –
39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini
bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang
menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis
tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan
dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.1
Faktor imunologik, juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan
pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada
dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam
epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD 8.
Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah.1

2
Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya
proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun
endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3 –
4 hari, sedangkan kulit normal lamanya 27 hari.1
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di
antaranya stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena kobner), endokrin, gangguan
metabolik, obat, juga alkohol dan merokok. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama.
Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis pada
waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada
masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialisis
telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif
ialah betaadrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak
kortikosteroid sistemik.1
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini,
yaitu:4
- Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.
- Faktor- faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian menyebutkan
bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan
penyakitnya lebih berat dan hebat.
- Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
- Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.
- Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
- Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim
panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.

1.4. Gejala Klinis


Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi
eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku
serta lutut, dan daerah lumbosakral (Gambar 2.1). 1

3
3
Gambar 2.1 Tempat predileksi dari psoriasis.

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan skuama
di atasnya. Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium penyembuhan
sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama
berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dapat berkonfluensi, jika seluruhnya atau
sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa
1
muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus. Lesi primer pada pasien psoriasis
dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak
yang berbatas tegas (Gambar 2.2 sampai dengan 2.4). Lokasi plak pada umumnya terdapat
pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal.2 Pada pasien psoriasis dengan kulit
gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan denan sisik
abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule
steril dan menebal pada waktu yang bersamaan. Trauma eksternal, meliputi goresan dan
garukkan pada kulit menyebabkan plak psoriatik yang lama, hal ini dikenal dengan
2
Fenomen Kobner. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Kobner (isomorfik). Kedua yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang
terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit
1
lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.
Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau
darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya
4
demikian: skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas.
Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu
dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang
merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan
kelainan yang sama dengan psoriasis dan disebut fenomen kobner yang timbul kira-kira
1
setelah 3 minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-
kira 50% , yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-
lekukan miliar. Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya
terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya (hyperkeratosis subungual), dan
1
onikolisis.
Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelainan pada sendi. Penyakit ini umumnya bersifat poliartikular,
tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30 –
50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan
1
pada mukosa jarang ditemukan.
Psoriasis arthritis diklasifikasikan menjadi 5 subgrup: (1) asimetris
oligoartrikular arthritis, ditemukan pada 70% pasien dengan arthritis dan ditandai dengan
sausage-shaped digits, (2) keterlibatan sendi metakarpofalangeal simetris, (3) keterlibatan
sendi interfalang distal, dengan deformitas swan neck, (4) arthritis mutilans,
ditandaidenganresorpsi tulang, dan (5) spondiliti atau spondiloarhtropati. Usia puncak
2
seiktar 40 tahun, dan sering kali onset bersifat akut.
1
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:
1. Psoriasis Vulgaris : Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut
vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk
1
plak.
2. Psoriasis Gutata : Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas
bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda.
1
Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bakterial maupun viral.
2
Pada pasien dengan kulit yang gelap, lesi predominan ungu dan abu-abu.
3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural) : Psoriasis tersebut mempunyai tempat
1
predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya.

5
4. Psoriasis Eksudativa : Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan
psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis
1
akut.
5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis) : Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan
gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering
menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim,
1
juga terdapat pada tempat seboroik.
6. Psoriasis Pustulosa : Ada 2 pendapat mengenai psoriasi pustulosa,pertama dianggap
sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2
bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata. Bentuk lokalisata,
contohnya psoriasis pustulosa palmo- plantar (Barber). Sedangkan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch).1
Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak
tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-
kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas ulit yang eritematosa, disertai rasa
1
gatal.
7. Eritroderma Psoriatik : Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi
yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama
tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar, yakni
1
eritematosa dan kulitnya lebih meninggi. Manifestasi klinis tipe ini, difus,
eritema generalis dan sisik yang meluas. Kulit merasa hangat dan aliran
2
darah kutaneus meningkat.

1.5. Histopatologi
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis dan
akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut pula abses
1
Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan
keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di
dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel (parakeratosis). Di dalam stratum
korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang
polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro.4
6
Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai
4
oleh sebukan sel radang limfosit dan monosit.

1.6.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur.
Pada pemeriksaan dermatopatologi dapat ditemukan penebalan lapisan epidermis
(akantosis), dan penipisan epidermis pada bagian pemanjangan papila dermal,
peningkatan mitosis sel keratinosit, fibroblast dan endothelial, parakerotik hyperkeratosis,
serta inflamasi sel dermis (limfosit dan monosit) dan epidermis (limfosit dan
3
polimorfonuklear), membentuk mikroabses Munro pada stratum korneum.

1.7. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis berupa papul dan plak
eritematosa khas dengan skuama tebal berwarna perak pada tempat-tempat yang klasik.
Pada kasus psoriasis gutatadapat ditemukan riwayat infeksi tenggorokan karena
streptokokus; riwayat psoriasis pada keluarga juga membantu, khususnya bila lesi awal
yang ditemukan. Cari lekukan kuku sebagai temuan tambahan. Kadang-kadang
diperlukan biopsi untuk membedakan penyakit ini dari penyakit papuloskuamosa lainnya.
4
Ambil spesimen biopsi dari lesi yang belum diobati dan yang paling berkembang.
1.8. Diagnosis Banding
Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak
khas, maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatosis
1
eritroskuamosa. Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa psoriasis
terdapat tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis,
1
fenomena tetesan lilin, dan fenomena Auspitz.
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi hanya di
pinggir hingga menyerupai “dermatofitosis”. Perbedaannya ialah keluhan pada
1
dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Sifilis stadium
II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Penyakit tersebut
sekarang jarang terdapat, perbedaannya pada sifilis terdapat sanggama tersangka,
pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, dan tes serologic untuk sifilis (T.S.S)
1
positif.
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan
7
1
kekuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik. Psoriasis gutata akut
didiagnosis banding dengan erupsi obat makulopapular, sifilis sekunder dan pityriasis
rosea.
Plak dengan sisik kecil didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik,
likenplanus kronis simpleks, tinea korporis, dan mikosis fungoides. Psoriasis dengan
plak luas didiagnosis banding dengan tinea korporis dan mikosis fungoides. Psoriasis pada
daerah skalp didiagnosis banding dengan tinea kapitis dan dermatitis seboroik.
Psoriasis inverse didiagnosis banding dengan tinea, kandidiasis, intertrigo, penyakit Paget
3
ekstramamme. Psoriasis pada kuku didiagnosis banding dengan onikomikosis.

1.9. Pengobatan
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada pengobatan psoriasis
gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah infeksi tersebut
1
diobati umumnya psoriasis akan sembuh sendiri.

8
LAPORAN KASUS

Seorang pria, suku Batak, bangsa Indonesia, usia 61 tahun, menikah, wiraswasta,
dengan hobby memancing dan memakai topi datang ke poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan sub bagian alergi pada tanggl 24 November 2012
dengan keluhan utama bercak merah terasa gatal di kulit kepala sejak 1 bulan lalu. Keluhan
ini dialami penderita 1 bulan ini, bercak merah awalnya disertai dengan sisik tebal kering
putih dan berlapis pada kepala yang mudah terlepas. Penderita mengaku dalam sebulan ini
memang sedang memiliki masalah mengenai pekerjaannya. Sebelumnya penderita sudah
pernah mengkonsumsi obat ketokonazol tablet dan shampo anti-ketombe. Namun keluhan
tidak berkurang.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum yang baik, kesadaran kompos
mentis, status gizi baik, suhu badan afebris dan tanda vital lainnya dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai skalp, lesi tersebar simetris dan terdapat
plak eritematosa berbatas tegas bentuk bervariasi oval, bulat dan tidak beraturan dengan
ukuran bervariasi 5-10 cm diatasnya terdapat skuama tebal, kering, putih, sebagian
transparan. Saat skuama transparan digores, skuama menjadi keruh putih mengikuti goresan
(fenomena goresan lilin positif).
Pasien didiagnosa banding dengan Psoriasis dan Dermatitis Seboroik.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan terapi metil prednison , interhistin dan
shampo ketombed. Shampo ketombed diaplikasikan selama 15 menit pada kulit kepala yang
telah dibasahi, setelah itu dibilas bersih.
Prognosis: (ubah jadi soal cerita)
Dubia ad Vitam : dubia ad bonam
Dubia ad funchionam : dubia ad bonam

Dubia ad sanctionam : dubia ad bonam

9
FOTO PASIEN

Gambar 1. Plak eritema sirkumskrip diserta skuama berlapis-lapis kasar putih pada
daerah oksipital dextra

Gambar 2. Plak eritema sirkumskrip pada daerah auricularis magnus

10
DISKUSI KASUS
Diagnosis psoriasis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis dijumpai.. (Namira)
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis banding pasien ini
adalah dermatofitosis, dermatitis seboroik, sifilis psoriasiformis, pitiriasis rosea, dan mikosis
fungoides. Diagnosa sementara adalah psoriasis vulgaris. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa diagnosis banding psoriasis adalah dermatofitosis, dermatitis
seboroik, sifilis psoriasiformis, pitiriasis rosea, dan mikosis fungoides, berdasarkan dari
temuan klinis penderita yaitu dijumpai skalp, lesi tersebar simetris dan terdapat plak
eritematosa berbatas tegas bentuk bervariasi oval, bulat dan tidak beraturan dengan ukuran
bervariasi 5-10 cm diatasnya terdapat skuama tebal, kering, putih, sebagian transparan.
Penatalaksanaan pasien ini secara umum adalah menjaga kebersihan kulit,
menghindari faktor pecetus seperti memakai topi, menggaruk-garuk kulit kepala, dan
sebaiknya berjemur terkena sinar UV. Penatalaksanaan secara khusus yaitu diberikan terapi
metil prednison, interhistin dan shampo ketombed. Shampo ketombed diaplikasikan selama
15 menit pada kulit kepala yang telah dibasahi, setelah itu dibilas bersih. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada psoriasis pengobatan khusus terbagi dua,
yaitu sistemik dan topikal. Pengobatan sistemik diberikan kortikosteroid oral dimulai dengan
prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain dengan dosis
ekivalen.1,6 Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan. Golongan Sitostatik, yaitu
metotreksat (MTX). Indikasinya ialah untuk psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis
dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol dengan obat. Dosis 2,5-5
mg/hari selama 14 hari dengan istirahat yang cukup. DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai
sebagai pengobatan Psoriasis Pustulosa tipe Barber dengan dosis 2×100 mg/hari. Etretinat
merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain. Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula
digunakan untuk psoriasis eritroderma. Obat lain yang digunakan Asitretin (neotigason),
Siklosporin digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional dosisnya 1-4
mg/kgbb/hari, dan Eritromisin. Terapi topikal seperti preparat ter, preparat ter digunakan
dengan konsentrasi 2-5 %. Kortikosteroid, yaitu Fluorinate, triamcinolone 0,1 % dan
flucinolone topikal efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak.

11
Prognosis pada pasien ini adalah baik. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa, meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis
dan residif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 3.
2. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose N, editor.Textbook of
Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell Science, 2000.p ; 880 - 88.
3. Djuanda A. Kelainan Pigmen. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.p; 296-298.
4. Harahap Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.2000.p: 151-156.
5. Graham robin brown, Burn tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta. 2005.p; 126-132
6. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo. In : Cutaneous Medicine And Surgery. Vol 2, W.B.
Saunders Company, 1996 ; 1210 -16.
7. Vitiligo. In: Handbook of Dermatology & Venereology.
http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm.
8. Wolf Klaus, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.7 th Edition. United
State Of America. 2003.p; 616-622
9. Vlada Groysman. Vitiligo. http://emedicine.medscape.com/article/1068962-
overview#showall

12

Anda mungkin juga menyukai