Anda di halaman 1dari 33

PUji Klinis Acak Terkontrol Tersamar Ganda Prospektif Antara Pemberian Dopamin

dan Epinefrin Sebagai Obat Vasoaktif Lini Pertama pada Syok Septik Anak
Andréa M. C. Ventura, MD; Hsin H. Shieh, MD; Albert Bousso, MD; Patrícia F. Góes, MD;
Iracema de Cássia F. O. Fernandes, MD; Daniela C. de Souza, MD; Rodrigo P. P. Locatelli,
MD; Fabiana Chagas,MD; Alfredo E. Gilio,MD

Tujuan :
Luaran primer penelitian adalah membandingkan efek dopamin pada sepsis berat terhadap
kematian 28-hari, luaran skunder adalah angka kejadian infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan, kebutuhan obat vasoaktif, dan nilai disfungsi organ multipel.
Desain :
Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda prospektif dari 1 Februari 2009 hingga 31 Juli 2013
Tempat :
PICU, Rumah Sakit Universitario da Universidade de Sao Paulo, Brazil
Pasien :
Anak-anak yang berusia 1 bulan hingga 15 tahun dan memenuhi kriteria syok sepsis yang
refrakter terhadap cairan diambil secara konsekutif. Kriteria eksklusi adalah mereka yang
menerima obat vasoaktif sebelum masuk ke rumah sakit, memiliki penyakit jantung, telah
berpartisipasi dalam penelitian lain selama mondok di rumah sakit yang sama, menolak
berpartisipasi, atau telah berada pada keadaan do-not resuscitate.
Intervensi :
Pasien di acak sebelum menerima dopamin (5-10 μg/kg/menit) atau epinefrin (0,1-0,3
μg/kg/menit) melalui akses perifer atau intraosseous. Pasien yang tidak mencapai kriteria
stabilisasi setelah pemberian dosis maksimum dikalsifikasikan sebagai gagal tatalaksana,
dimana dokter secara bertahap akan menghentikan pemberian obat dan memulai katekolamin
yang lain.
Pengukuran dan hasil utama :
Data klinis dan laboratorium dicatat. Data karakteristik dijabarkan dalam bentuk proporsi dan
mean (± SD) dan dibandingkan dengan menggunakan uji statistik yang sesuai. Analisis
regresi multipel dilakukan, dan signifikansi secara statistik didefinisikan dengan nilai p
kurang dari 0,05. Karakteristik dan terapi intervensi yang diberikan pada 120 anak yang
diikutkan (63 dopamin; 57 epinefrin) adalah sama. Terdapat 17 kematian (14,2%) yaitu 13
(20,6%) pada kelompok dopamin dan 4 (7%) pada kelompok epinefrin (p=0,033). Dopamin
berhubungan dengan kematian (odds ratio 6,5; 95% CI, 1,1-37,8; p=0,037) dan infeksi yang

1
berhubungan dengan pelayanan kesehatan (odss ratio 67,7; 95%CI, 5,0-910,8; p = 0,001).
Pengunaan epinefrin berhubungan dengan angka bertahan hidup dengan nilai odds ratio 6,49.
Kesimpulan :
Dopamin berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dan infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan. Pemberian epinefrin awal secara perifer atau intraosseous
berhubungan dengan peningkatan angka bertahan hidup pada populasi ini. Kelemahan
penelitian ini harus diamati selama menginterpretasi hasil (Crit Care Med 2015; XX: 00-00)
Kata kunci : children; dopamin; epinephrine; mortality; septic shock; vasoactive drug.

Sepsis berat merupakan suatu masalah kesehatan yang signifikan terjadi di dunia. Prevalensi
sepsis pada anak dengan sakit kritis meningkat seiring dengan lebih banyaknya penyakit yang
sebelumnya dipertimbangkan dapat menyebabkan kematian. Pada pasien anak, case-fatality
rate pada negara yang sudah berkembang adalah 10% dan pada negara yang sedang
berkembang adalah 18%. Pada syok septik, angka mortalitas dapat mencapai 50%.
Usaha kolaborasi internasional telah dilakukan dalam dekade terakhir ini guna
memperbaiki diagnosis dan penatalaksanaan sepsis pada anak dan neonatus. Pendekatan
terhadap pedoman rekomendasi telah menurunkan angka kematian pada negara yang telah
berkembang (survival odds ratio, 6,81; 95% CI, 1,26-36,80) dan di negara yang sedang
berkembang (mortality odds ratio, 0,33; 95% CI, 0,13-0,85). Walaupun demikian beberapa
aspek dari pedoman tersebut masih menjadi perdebatan. Salah satunya adalah, masih
sedikitnya penelitian mengenai hal ini, yang mana obat vasoaktif lini pertama yang
merupakan pilihan terbaik pada anak dengan syok septik yang refrakter terhadap terapi
cairan. Karena disfungsi miokard telah dilaporkan pada pasien dewasa dan pasien anak
dengan sepsis berat, kami memiliki hipotesis bahwa anak dengan syok septik yang refrakter
terhadap cairan dapat diberikan inotropik yang kuat.
Untuk membuktikan hipotesis ini, kami melakukan penelitian dengan pusat tunggal,
prospektif, acak, tersamar ganda yang melibatkan anak dengan syok septik untuk menentukan
apakah dopamin atau epinefrin menurunkan angka kematian 28-hari. Luaran sekundernya
adalah infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare-associated infection (HAI),
kebutuhan akan obat vasoaktif, dan skor disfungsi organ multipel.

2
METODE
Desain penelitian
Protokol penelitian dan informed-consent telah disetujui oleh komite etik dari rumah sakit
Universitario da Universidade de Sao Paulo, Brazil. Selama pelatihan 3 bulan, kami
memvalidasi software yang digunakan untuk mengalokasi pasien kedalam grup A (dopamin)
atau grup B (epinefrin) dan menjumlahkan volum obat vasoaktif, volum kristaloid yang
digunakan untuk dilusi, dan angka kecepatan. Informed-consent yang tertulis didapatkan dari
semua pasien, sanak famili atau wali lainnya sebagai pembuat keputusan yang sesuai.
Pengacakan dilakukan dengan menggunakan komputer. Perawat yang terdaftar bertanggung
jawab dalam mengecek kode pengacakan dan mengakses perangkat lunak yang terproteksi
oleh pasword untuk peresepan obat. Perawat memasukkan data berat badan pasien (dalam
kg), inisial, nomor rekam medis, dan nomor kasus. Setelah mempersiapkan vial yang tidak
teridentifikasi, peresepan yang tercetak dijaga dalam amplop yang tersegel. Perawat tidak
terlibat dalam proses pembuatan keputusan selama protokol atau penilaian ulang pasien.
Dokter dan fellow bertangung jawab dalam memperoleh informed consent, menilai ulang
pasien dan proses pembuatan keputusan.
Poster yang menggambarkan diagram penelitian dan nilai normal tanda-tanda vital
ditempatkan di ruangan bagian gwaat darurat dan PICU. Pelaihan berkelanjutan untuk
residen, perawat dan dokter dilaksanakan selama penelitian berlangsung.
Anak yang berusia 1 hingga 15 bulan dan memenuhi kriteria syok sepsis yang
refrakter terhadap cairan dimasukkan dalam penelitian setelah dilakukan skrining yang
memenuhi syarat kriteria penelitian. Pasien dieksklusi apabila mereka telah mendapat obat
vasoaktif sebelum masuk ke dalam rumah sakit, memiliki penyakit jantung, dan telah
berpartisipasi dalam penelitian lain selama memasuki periode mondok yang sama, menolak
berpartisipasi dan telah berada dalam kondisi do-not-resuscitate.
Definisi
Kami mengadopsi rekomendasi pedoman dari American College of Critical Care
Medicine/Pediatric Advanced Life Support dalam mendefinisikan sepsis berat (sepsis dengan
hipoperfusi). Tanda klinis hipoperfusi terdiri dari detak jantung yang abnormal sesuai usia,
perubahan status mental, perubahan capillaty refill time (CRT) (>2 detik), nadi perifer yang
kurang kuat atau tidak dapat diraba, ektremitas yang dingin dan mottled, dan produksi urin
yang rendah yaitu dibawah 1 ml/kgBB/jam. Syok sepsis yang refrakter terhadap cairan
didefinisikan sebagai munculnya tanda klinis hipoperfusi walaupun telah diberikan bolus
cairan kristaloid atau koloid minimal 40 ml/kgBB. Respon terhadap penatalaksanaan
3
meliputi: laju detak jantung yang normal sesuai usia, status mental normal, Systolic Blood
Pressure (SBP) lebih dari persentil ke-5 sesuai usia, cappilary refill time kurang dari 2 detik,
pulsasi perifer yang teraba dan tidak ada perbedaan antara denyut sentral dan perifer, akral
hangat, dan produksi urin lebih dari 1 ml/kg/jam. Bila kateter sentral telah dipasang, kami
juga menjadikan saturasi oksigen vena sentral (Saturation Central Venous Oxygen / SCVO2)
lebih dari 70% dan Mean Arterial Pressure (MAP) dikurangi Central venous pressure (CVP)
sesuai usia (4,5). Lama resusitasi didefinisikan sebagai durasi selama dosis obat vasoaktif
ditingkatkan atau ketika pasien diberikan bolus cairan kristaloid atau koloid sebanyak 20
mL/kg.
Persiapan Obat
Perangkat lunak komputer digunakan untuk alokasi dan peresepan obat dan dikembangkan
oleh seseorang yang ahli dalam sistem analisis dan perkembangan perangkat lunak
menyesuaikan volum obat dengan menggunakan berat pasien dalam kilogram dan dosis
inisial yang diinginkan, yaitu 5 μg/kg/menit untuk dopamin dan 0,1 μg/kg/menit untuk
epinefrin. Volum kristaloid dikalkulasi untuk mempertahankan konsentrasi maksimal yaitu
4μg/ml untuk epinefrin dan 1600 μg/ml untuk dopamin. Dokter harus waspada terhadap laju
kecepatannya. Laju kecepatan pertama sesuai dengan : 5 μg/kg/menit untuk dopamin dan 0,1
μg/kg/menit untuk epinefrin (dosis X). Laju kecepatan kedua sesuai dengan : 7,5 μg/kg/menit
untuk dopamin dan 0,2 μg/kg/menit untuk epinefrin (dosis Y). Laju kecepatan ketiga sesuai
dengan : 10 μg/kg/menit untuk dopamin dan 0,3 μg/kg/menit untuk epinefrin (dosis Z).
Peningkatan laju kecepatan terjadi pada durasi interval 20 menit. Kami menggunakan
infusion pump (Colleague 3, Baxter, Deerfield, IL) dan set infus yang terlindungi cahaya
untuk kedua grup. Larutan diganti setiap 24 jam untuk menjamin stabilitasnya di suhu kamar.
Data Klinik dan Laboratorium
Perolehan data klinik untuk setiap pasien terjadi pada data dasar, setelah bolus cairan dan
sebelum randomisasi. Setelah randomisasi, setiap pasien dinilai ulang setiap interval 2 menit
sampai mencapai kriteria respon penanganan yang didefinisikan di atas, kemudian setiap jam
selama 6 jam, dan selanjutnya setiap jam sampai selama paling lama 72 jam dari penanganan
awal sampai penghentian obat. Data klinis terdiri dari laju denyut jantung, tekanan darah,
Shock Index (SI=HR/SBP), produksi urin, Cappilary refill time, Saturasi Oksigen Arteri,
MAP-CVP, dan SCVO2 bagi yang telah terpasang kateter vena sentral. Data klinis ( Detak
jantung, SBP, SI, dan MAP-CVP) dibandingkan dengan data dasar, sebelum randomisasi, 6
jam setelah randomisasi dan pada akhir resusitasi. Profil klinis pasien selama penggunaan
obat dalam penelitian dideskripsikan sebagai syok dingin atau syok hangat, didefinisikan
4
sebagai berikut : syok dingin munculnya akral dingin dan/atau sianosis, CRT lebih dari 2
detik, denyut perifer yang lemah, takikardi atau bradikardi sesuai usia dan tekanan nadi yang
sempit; sedangkan syok hangat didefinisikan sebagai munculnya ekstremitas yang hangat
atau kemerahan, CRT lebih dari 2 detik, nadi perifer yang jelas, takikardi sesuai usia, dan
tekanan nadi yang lebar. Data laboratorium dikumpulkan dari saat mulai awal, pada jam ke-
6, 12, 24 dan 48 jam dan saat akhir resusitasi(jika berbeda dari sebelumnya) dan termasuk
kadar laktat darah (mmol/L), troponin (ng/mL), dan D-dimer.
Intervensi penelitian
Pasien secara acak ditetapkan untuk menerima apakah dopamin atau epinefrin melalui kateter
perifer atau intraosseous (EZ-IO; Vidacare, San Antonio, TX) jika tanda klinis hipoperfusi
tidak membaik setelah pemberian 40 ml/kg cairan kristaloid (Gambar 1). Setelah
pengacakan, pasien menerima bolus cairan yang ketiga yaitu sebanyak 20 mL/kg cairan
kristaloid atau koloid bersama dengan dosis awal dopamin 5 μg/kg/menit atau epinefrin 0,1
μg/kg/menit (dosis X) melalui kateter khusus perifer atau intraosseus. Bila tidak ada respon
terhadap dosis awal, dosis penaikan obat vasoaktif diijinkan dan diikuti dengan peningkatan
laju kecepatan ) dosis Y dan dosis Z, berturut-turut). Bila tidak ada respon terhadap dosis
obat yang tertinggi, pemilihan obat vasoaktif diserahkan kepada keputusan dokter. Dosis dan
obat yang diketahui dimulai bersamaan dengan infus obat secara bertahap dikurangi sampai
dengan dihentikan.
Luaran penelitian
Luaran utama adalah kematian oleh karena beberapa penyebab sampai 28 hari setelah
dilakukan inklusi. Luaran skunder adalah HAI, kebutuhan akan obat vasoaktif lainnya, dan
skor disfungsi organ multipel. HAI didefinisikan sesuai U.S Centers for Disease Control and
Prevention dan termasuk infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateter sentral,
pneumonia yang berhubungan dengan ventilator, infeksi di lokasi bedah, dan pneumonia
nosokomial. Kebutuhan akan obat vasoaktif yang lain dianalisa sebagai “ya” atau “tidak”,
dan kami menghitung jumlah obat vasoaktif yang digunakan dengan cara menghitung
Vasopressor Inotropic Score (VIS) selam 48 jam pertama (VIS 24 jam dan VIS 48 jam).
Kami menggunakan rerata skor PELOD (Pediatric Logistic Organ Dysfunction) pada 5 hari
pertama perawatan di rumah sakit untuk menganalisis perbedaan disfungsi organ multipel
antar kelompok-kelompok.

5
SEVERE SEPSIS Obtain informed consent

Fluid bolus crystalloid 20 ml/kg in 20 minutes


Start antibiotics

Responsive NOT RESPONSIVE

Observe/Reasses Repeat crystalloid 20 ml/kg in 20 minutes


s

Responsive NOT RESPONSIVE*

Observe/Reassess Repeat crystalloid/colloid 20 ml/kgϪ


Grup allocation

Drug infusion = X dose+ 20 minute
interval

Responsive NOT RESPONSIVE*

Observe/Reasses Increase drug = Y dose+


s
20 minute
Responsive NOT RESPONSIVE* interval


Observe/Reassess Increase drug = Z dose+
20 minute
interval
Responsive NOT
RESPONSIVE*
Observe/Reassess
Non-blind selection of a
vasoactive drug (s)
Gradually reduction until
discontinuation of study drug

Gambar 1. Protokol penelitian. “Respon terapi meliputi semua dari : laju detak jantung
sesuai usia, status mental yang normal, tekanan darah sistolik > persentil ke-5 sesuai usia,
cappilary refill time< 2 s, denyut perifer yang teraba dan tidak ada perbedaan denyut sentral
dan perifer, produksi urin >1 ml/kg/jam; Ϫtanda pengamatan overload cairan : hepatomegali,
ronki, peningkatan usaha nafas atau ritme gallop; ᵴPertimbangkan intubasi endotrakeal/ nasal
CPAP (Continuous Positive Airway Pressure), +X dose: dopamin = 5μg/kg/menit dan
epinefrin = 0,1 μg/kg/menit, Y dose: dopamin = 7,5μg/kg/menit dan epinefrin = 0,2
μg/kg/menit, Z dose: dopamin = 10μg/kg/menit dan epinefrin = 0,3 μg/kg/menit.

6
Efek samping
Efek samping yang serius dicatat selama infus obat penelitian dan digolongkan ke dalam
kardiak, iskemik, atau lainnya. Efek kardiak didefinisikan sebagai gangguan ritme
(takiaritmia). Takiaritmia didefinisikan sebagai frekuensi detak jantung yang lebih tinggi
sesuai umur dan dapat berupa atrial fibrilasi, atrial flutter, supraventrikuler takikardi, atau
ventrikular takikardi. Kami menganalisa efek iskemik yang muncul dari ekstravasasi obat.
Efek lainnya yang kami pantau adalah intoleransi pemberian makanan, konsentrasi gula
darah, dan kadar laktat serum yang meningkat. Intoleransi pemberian makanan didefinisikan
sesuai protokol institusi, salah satu diantar berikut : peningkatan volume residu lambung (di
atas 50% volum yang diinfs 3 jam sebelumnya), distensi abdomen, muntah, perubahan pola
defekasi, puasa lebih dari 72 jam, atau membutuhkan nutrisi parenteral khusus atau
suplemental. Kadar gula darah dipantau setiap 6 jam dalam 72 jam pertama perawatan di
PICU. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah lebih dari 126 mg/dl, dan
hiperglikemia berat didefinisikan sebagai kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dl pada
kapanpun dalam rentang waktu 72 jam pertama. Laktat serum dikumpulkan dengan tujuan
memantau efek samping, bukan sebagai target resusitasi. Nilai normal berkisar dari 0,33
sampai 1,46 mmol/L dengan menggunakan pemeriksaan metode laktat oksidase otomatis.
Bila nilainya lebih dari batas atas pada 24 jam pertama penatalaksanaan, kami
menggolongkan hal tersebut sebagai efek samping jika pasien sudah dipertimbangkan
resusitasi.
Analisis Statistik
Kami menentukan sampel sebesar 152 pasien akan dibutuhkan dalam penelitian dengan
power sebesar 80% untuk mendeteksi 15% reduksi absolut pada kematian dalam 28 hari,
dengan dasar mortalitas yang diperkirakan sebesar 25% untuk kelompok kontrol (kelompok
dopamin), dengan nilai α satu sisi kurang dari 0,05 mengindikasikan signifikan secara
statistik. Untuk menjamin keamanan, kami meningkatkan besar sampel menjadi 180 pasien
dengan analisis dua interim terhadap luaran primer setelah mengikutkan 60 dan 120 pasien.
Analisis pertama diidentfikasi ternyata peningkatan mortalitas tidak signifikan antara
kelompok A dan B (22,6% X 6,9%; p = 0,15; berturut-turut) protokol dihentikan hingga 120
pasien karena perbedaan mortalitas.
Semua analisis dilakukan dalam basis Intention-to-treat dan dilakukan dengan dua
orang ahli statistik yang independen yang bukan merupakan bagian dari penelitian dan
sebelum randomisasi kode di pecahkan. Variabel kuantitatif diekspresikan sebagai rata-rata
(± SD ) dan dibandingkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney atau uji Student t.
7
Variabel kualitatif diekspresikan sebagai frekuensi absolut dan relatif dan diuji dengan
menggunakan uji chi-square, uji Fisher exact, atau uji likelihood ratio, jika sesuai.
Pengukuran berhubungan dengan risiko kematian pada 28 hari, kebutuhan akan obat
vasoaktif, dan rasio HAI (dalam persentase) yang diperoleh dengan menggunakan rasio odds
dan interval kepercayaan 95% pada model logistik regresi sederhana. Model linear
multivariat diperkirakan untuk setiap luaran, dan kami memasukkan semua variabel yang
menunjukkan level signifikan kurang dari 0,02 dalam uji biavariat. Waktu kematian
dikalkulasi dengan menggunakan fungsi Kaplan-Meier, dan perbandingan antara kelompok-
kelompok dilakukan dengan uji Log-rank.
Karena distribusi mean PELOD pada hari pertama di PICU tidak simetris, kami
menggunakan model linear yang digeneralisasikan untuk membandingkan nilai antara
kategori variabel kualitatif dan mengkalkulasi koefisien Spearman utnuk variabel kuantitatif.
Suatu model linear multivariat dilakukan untuk mean PELOD pada 5 hari pertama di PICU
dengan menggunakan model linear yang digeneralisasikan dengan variabel-variabel yang
dalam uji biavariat menunjukkan tingkar signifikansi kurang dari 0,02. Tingkat signifikansi
didefinisikan dengan nilai p kurang dari 0,05
Semua analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20.0
(Statistik SPSS untuk Window, V20; Chicago, IL) dan PASS 13 ( analisis kekuatan dan
perangkat lunak ukuran sampel (NCSS< Kaysville, UT)
HASIL
Selama 4,5 tahun (1 Februari 2009, hingga 31 Juli 2013) terdapat 1.648 pasien yang masuk
ke dalam perawatan PICU RS Universitario, dan 357 pasien menerima resusitasi cairan
karena Sepsis dengan tanda hipoperfusi (Sepsis berat = 21,7%). Total 217 pasien mengalami
perbaikan dengan cairan, 140 pasien diklasifikasikan dengan Syok sepsis refrakter cairan.
Kriteria eksklusi terdapat pada 16 pasien. Tiga deviasi protokol terjadi, dan 1 pasien menolak
persetujuan, sehingga pada akhirnya jumlah subjek penelitian terdiri dari 120 pasien
(Gambar 2).

8
Gambar 2. Skrining, randomisasi, dan follow up pasien dalam penelitian

Pada karakteristik dasar, pasien berada pada umur yang sama (p= 0,145), jenis kelamin laki-
laki (p= 0,516), status gizi (p= 0,142), derajat keparahan penyakit (Pediatric Risk of Mortality
[PRISM] II dan nilai PELOD: p = 0,527 dan 0,582, berturut-turut, kehadiran penyakit dasar
(p= 0,955), sumber infeksi (p=0,788) dan etiologi (p=0,735) (Tabel 1). Pada saat penelitian
dan selama protokol berlangsung (penggunaan obat penelitian), profil klinis pasien adalah
sama, dengan 88,3% dan 70,2% pada kelompok dopamin dan kelompok epinefrin mengalami
syok dingin, berturut-turut (p= 0,818).

9
Tabel 1. Karakteristik 120 anak dengan syok septik dalam keadaan dasar

a
Mann-Whitney test
b
Chi-square test
c
Fisher exact test

Intervensi penelitian juga mirip pada kedua kelompok (Tabel 2). Penggunaan cairan dalam
resusitasi utamanya adalah dengan menggunakan kristaloid (salin normal pada semua pasien
dalam 1 jam pertama); 5% albumin berperan dalam 22,4 dan 20,5 ml/kg volum yang diterima
dalam 6 jam pertama pada kelompok dopamin dan epinefrin , berturut-turut. Sel darah merah
diberikan kepada 2 anak dalam kelompok dopamin (3,2%) dan 3 anak dalam kelompok
epinefrin sebelum randomisasi(5,3%) (p= 0,567). Semua anak menerima antibiotik dalam 6
jam pertama, dan sebagian besar menerima antibiotik dalam 1 jam pertama penanganan baik
pada kelompok epinefrin maupun kelompok dopamin. Anak dalam kelompok dopamin
memiliki periode resusitasi yang lebih panjang secara signifikan (p= 0,024), dan persentase
yang lebih tinggi berada pada kelompok ini berkenaan dengan perolehan terapi pengganti
ginjal dibandingkan dengan kelompok epinefrin (p=0,001).

10
Tabel 2. Pemberian Terapi

MV : mechanical ventilation
a
Values are expressed as mean ± SD
b
Mann-Whitney test
c
Chi-square

Tabel 3 menyediakan suatu perbandingan penggunaan obat vasoaktif sesuai dengan


kelompok penelitian. Durasi penggunaan dopamin lebih pendek secara signifikan (p=0,03);
setengah dari jumlah anak dalam kelompok dopamin membutuhkan obat vasoaktif lain (tidak
signifikan) dan menunjukkan periode tanpa vasoaktif yang lebih pendek secara signifikan
(p=0,028). Kategori VIS mirip antara kedua kelompok baik pada 24 jam atau 48 jam pertama.
Tidak ada anak dalam kelompok dopamin yang menerima dopamin setelah dipertimbangkan
tidak responsif terhadap obat penelitian. Sebaliknya, epinefrin merupakan pilihan sebagai
pilihan tunggal atau salah satu dari obat vasoaktif pada 36,5% pasien dalam kelompok
dopamin dan 33,3% pasien dalam kelompok epinefrin yang dipertimbangkan tidak responsif
terhadap obat penelitian. Pasien dalam kelompok dopamin memiliki HR yang lebih tinggi
secara signifikan pada kondisi baseline dan sebelum randomisasi.
Pasien dalam kelompok epinefrin memiliki SBP dan MAP-CVP yang lebih tinggi
pada 6 jam setelah randomisasi dan pada akhir resusitasi. SI juga lebih tinggi dalam
kelompok epinefrin pada 6 jam setelah randomisasi. Scvo2 mirip antara kedua kelompok
sepanjang waktu (Tabel 4).

11
Tabel 3. Profil penggunaan obat vasoaktif sesuai kelompok penelitian

VIS : vasoactive inotropic score, NA : not applicable


a
Values are expressed as mean ± SD
b
Mann-Whitney test
c
Chi-square

Tabel 4. Tanda vital sesuai kelompok

SCVO2 : central venous oxygen saturation


a
Values are expressed as mean ± SD
b
Mann-Whitney test
c
Chi-square

12
Tabel 5 memberikan data laboratorium. Kami mengamati nilai rata-rata kadar laktat,
troponin dan D-dimer tinggi pada kondisi baseline dengan kecenderungan untuk meningkat
selama resusitasi. Kelompok epinefrin dan kelompok dopamin tidak menunjukkan perbedaan
pada hasil uji laboratorium.
Tabel 5. Uji laboratorium sesuai kelompok

a
Mann-Whitney test
b
Student t test
Values are exressed as mean ±SD (limits)

Variabel independen yang berhubungan dengan luaran disajikan dalam Tabel 6.


Kemungkinan kematian meningkat pada 22% dengan peningkatan setiap unit dalam skor
PELOD (p < 0,001). Pasien yang mendapatkan dopamin memiliki kemungkinan kematian
6,51 kali lipat dibandingkan dengan yang menerima epinefrin (p =0,037). Terapi pengganti
ginjal meningkatkan kemungkinan kematian pada semua pasien (p < 0,001). Variabel yang
berhubungan dengan berkembangnya HAI adalah penggunaan dopamin (p = 0,001), terapi
pengganti ginjal (p = 0,004), dan durasi perawatan di ICU. Untuk setiap hari yag dihabiskan
pasien dalam perawatan di ICU, terdapat peningkatan 13% kemungkinan mengalami HAI
(p=0,01). HAI terjadi pada 18 dari 63 pasien dalam kelompok dopamin (28,5%) dan 4 dari
57 pasien dalam kelompok epinefrin (2,3%). Ventilator-associated pneumonia merupakan
sumber infeksi dan didiagnosis pada 11 dari 18 pasien dalam kelompok dopamin dan 2 dari 4
pasien dalam kelompok epinefrin.

13
Tabel 6. Analisis regresi logistik multipel: luaran odds ratio atau relative risk dengan
interval kepercayaan 95%

OR :odds ratio, PELOD : Pediatric Logistic Organ Dysfunction


Penggunaan hidrokortison dalam syok refrakter (p < 0,001) merupakan prediktor
independen kebutuhan obat vasoaktif lainnya. Setiap jam peningkatan durasi resusitasi
berhubungan dengan peningkatan risiko sebesar 10% akan kebutuhan obat vasoaktif lainnya
(p = 0,004).
Kebutuhan obat vasoaktif lainnya berhubungan dengan peningkatan 60% skor
PELOD. Sebagai tambahannya, untuk setiap 1% dalam nilai PRISM, terdapat peningkatan
0,6% nilai PELOD rata-rata, dan untuk setiap jam resusitasi terdapat 02% peningkatan skor
PELOD.
Anak yang mendapatkan epinefrin memiliki rasio odd bertahan hidup 6,49
dibandingkan anak yang mendapatan dopamin sebagai obat vasoaktif lini pertama. Pasien
dalam kelompok dopamin secara signifikan meninggal lebih dulu selama perjalanan
penyakitnya dibandingkan kelompok epinefrin (p = 0,047) (Gambar 3).

Gambar 3. Kaplan-Meyer survival sesuai kelompok

14
Frekuensi efek samping mirip diantara 2 kelompok (Tabel 7). Kecuali hiperglikemia,
dimana lebih tinggi secara signifikan pada kelompok epinefrin (p = 0,017). Walaupun
demikian, prevalensi hiperglikemia sedang dan berat adalah sama pada kedua kelompok
(p=0,07 dan p=0,26 berturut-turut). Tidak ada peristiwa iskemik yang berhubungan dengan
infus obat yang diamati dalam populasi ini.
Tabel 7. Perbandingan efek samping

NA : not applicable
aChi-square test
bThere were 61 patients in the dopamine and 55 pastients in epinefrin group included for this
adverse event analysis

DISKUSI
Sejauh yang kami ketahui sampai saat ini, penelitian ini merupakan penelitian prospektif,
terkontrol, randomisasi yang pertama yang membandingkan efek 2 obat vasoaktif sebagai
obat lini pertama pada pasien syok septik anak. Pada populasi ini, kami mengamati bahwa
penggunaan epinefrin berhubungan secara independen dengan survival yang lebih baik dan
angka HAI yang lebih rendah dibandingkan dengan dopamin.
Jika hal ini dapat ditiru, maka hasil ini dapat menjadi penting dalam menangani anak
pada kondisi dengan sumber daya yang terbatas dimana angka mortalitasnya tinggi.
Penelitian ini menunjukkan adanya perbaikan dalam angka mortalitas dengan pemberian
inisiasi yang lebih awal infus epinefrin baik intravena maupun intraosseous. Bilamana suatu
pedoman telah dipublikasikan, hal ini harus diadaptasi untuk menjamin ketaatan, dan
menunda administrasi obat vasoaktif sampai akses vena sentral atau perifer terpasang
merupakan penghalang terhadap ketaatan ini. Kesejangan ini sangatlah penting, misalnya,
tertundanya pemberian awal obat vasoaktif berhubungan dengan meningkatnya sepsis
meningokokus pada pasien pediatri di Inggris. Pada rumah sakit kami dan mungkin di
sebagian besar divisi gawat darurat di Brazil, kateter vena sentral jarang dilakukan sebelum
perawatan di PICU. Alasan utamanya adalah dokter yang berkerja di UGD rumah sakit di
Brazil adalah dokter umum dan tidak familiar dengan kateterisasi vena sentral. Ultrasound-
guided cannulation vena sentral pada anak adalah alternatif yang menarik karena

15
berhubungan dengan peningkatan angka kesuksesan di unit gawat darurat dan PICU;
bagaimanapun teknologi ultrasound tidak tersedia di setiap daerah di dunia.
Penelitian yang membandingkan inotropik lini pertama belum dilakukan pada pasien
anak dengan syok septik. Pada orang dewasa dengan syok septik, penelitian-penelitian yang
menganalisis pengaruh vasopresor lini pertama (dopamin atau norepinefrin) terhadap
morbiditas dan mortalitas memiliki konflik terhadap hasil-hasilnya, sama seperti penelitian
yang melibatkan bayi baru lahir, termasuk penelitian mengenai pemberian dopamin pada
bayi.
Baik anak maupun orang dewasa dengan syok septik yang datang dengan disfungsi
miokardial, namun anak dengan community-acquired septic shock tampak muncul sebagian
besar dengan cardiac output yang rendah pada 1 jam pertama penanganan, dimana dapat
menjadi lebih lama pada beberapa pasien. Bayi dan anak berbeda secara perkembangannya
dibandingkan orang dewasa dalam hal menjelaskan perbedaan respon hemodinamik terhadap
sepsis, begitu pula respon terhadap terapi. Beberapa perbedaan ini terdiri dari HR yang tetap
meningkat, berkurangnya massa ventrikel kiri secara relatif dibandingkan miokardium
dewasa, peningkatan rasio kolagen tipe 1 (berkurangnya elastisitas) terhadap kolagen tipe 3
(bertambahnya elastisitas), meningkatnya kandungan jaringan ikat dalam jantung bayi, dan
berkurangnya kandungan aktin dan miosin. Oleh karena itu, dalam populasi ini, beralasan
untuk mempertimbangkan inotropik sebagai obat vasoaktif lini pertama sampai akses vena
sentral diperoleh.
Dopamin dan epinefrin merupakan obat vasoaktif yang kompleks yang memiliki efek
melalui peningkatan cyclic-adenosine-monophospate, dengan aksi simpatomimetik yang
bergantung dosis bersama dengan efek metabolik, endokrin, dan imunomodulasi. Infus
epinefrin berhubungan dengan meningkatnya kondisi jantung pada model eksperimental dan
pada neonatus dan dewasa dengan syok septik. Peningkatan sementara kadar laktat darah dan
menurunnya pH darah arteri terdapat pada infus epinefrin yang diberikan pada orang dewasa
dengan sakit kritis dan pada model ekperimental hewan. Glikolisis berlebihan yang dimediasi
oleh stimulasi Na+K+ TP ase dalam otot mugkin bertanggungjawab terhadap efek metabolik.
Efek metabolik epinefrin digambarkan terbentang pada semua rentang dosis. Kami
mengamati peningkatan kadar laktat darah pada anak yang ditangani dengan epinefrin,
walaupun hal ini tidak menopang lebih lama dari 24 jam, dan hiperglikemia ringan. Epinefrin
memiliki efek merusak pada penggunaan oksigen (peningkatan konsumsi oksigen dan
berkurangnya aliran darah dalam sirkulasi splanknik), kemungkinan dikarenakan oleh
dsitribusi aliran darah dan perburukan hipoksia jaringan. Kami tidak mengukur aliran darah
16
splanknik atau produksi CO2 melalui tonometri lambung tapi sebagai penggantinya kami
menggunakan intoleransi makan sebagai pengganti pertanda hipoperfusi regional. Kami
mengamati angka yang tinggi terhadap intoleransi makan, kemungkinan karena definisi yang
luas, namun anak yang ditangani dengan epinefrin tidak menunjukkan peristiwa intoleransi
makan dibandingkan dengan anak yang ditangani dengan dopamin. Kami mencatat bahwa
efek epinefrin pada aliran darah splanknik digambarkan pada dosis epinferin yag lebih tinggi
dibandingkan yang digunakan pada populasi kami.
Kami tidak dapat mengkonfirmasi bahwa dosis setiap obat vasoaktif disamakan.
Hipoksia, perbedaan potensial metabolisme obat, jumlah, afinitas, dan maturasi reseptor
adrenergik, dan refleks kardiovaskular selama sepsis semuanya dapat memodifikasi profil
aksi obat. Sepsis men-down regulasi β-adrenoreceptor dengan cara fosforilasi dan
internalisasi, mengurangi densitas reseptor dalam sel. Beberapa pasien mendapatkan manfaat
dari efek α-agonist lebih awal jika vasodilatasi merupakan persoalan utama berkaitan dengan
syok. Dopamin biasanya menggunakan efek vasopresor karena α adrenergik menstimulasi
pada dosis yang lebih tinggi (15 μg/kg/menit). Profil klinis, didefinisikan sebagai syok dingin
atau syok hangat, memiliki keterbatasan dalam melukiskan cardiac output dan resistansi
vaskular perifer. Kami mengamati sebagian besar pasien dengan syok dingin, dapat
dipengaruhi hasil negatif dengan penggunaan dopamin.
Sebelum randomisasi, pasien dalam kelompok dopamin memiliki HR yang lebih
tinggi secara signifikan untuk mereka dengan syok hangat. Takikardi dapat terjadi karena
beberapa faktor (anemia dan nyeri) namun juga dilakukan resusitasi, walaupun pasien-pasien
menerima jumlah cairan yang sama selama satu dan enam jam pertama.
Sesuai tanda vital lainnya, kami mengambil kesimpulan bahwa resusitasi dengan
epinefrin adalah lebih efektif. Durasi penggunaan dopamin mungkin lebih pendek karena
pasien-pasien dipertimbangkan tidak responsif; sebagian besar anak yang menerima dopamin
membutuhkan obat vasoaktif yang lain; dan BP, SI, dan MAP-CVP lebih tinggi pada
kelompok epinefrin pada 6 jam pertama setelah randomisasi.
Kami dapat mengambil kesimpulan bahwa dokter tidak sadar obat penelitian yang
digunakan dan mereka melanjutkan untuk memilih epinefrin sebagai satu-satuanya atau salah
satu obat vasoaktif pada 36,5% pasien dalam kelompok dopamin dan 33,3% pasien pada
kelompok epinefrin setelah pasien dipertimbangkan tidak responsif terhadap obat penelitian.
Juga, karena ketika seorang pasien dipertimbangkan tidak responsif, dopamin bukan
merupakan obat pilihan pada populasi ini yang ditangani oleh sekelompok dokter.

17
Fokus penelitian adalah inisiasi awal inotropik yang poten; oleh karena itu, kami tidak
dapat meramalkan hasil pada pasien-pasien kami yang menerima obat vasoaktif nanti selama
perjalanan penyakitnya. Keputusan untuk memulai obat bersamaan dengan pemberian bolus
cairan yang ketiga, yaitu, sebelum 60 ml/kg, dibuat karena anak sering datang ke rumah sakit
lama setelah mulainya proses sebagai hasil dari pengenalan orang tua yang terlambat,
penanganan terlambat karena kurangnya pengenalan mengenai sepsis dan derajat
keparahannya, dan penanganannya pada kondisi gawat darurat yang padat dapat menjadi
sulit. Anak pada kelompok dopamin menerima obat sekitar 1 jam lebih lambat dibandingkan
pada kelompok epinefrin. Walaupun keterlambatan ini tidak signifikan secara statistik, hal ini
dapat mempengaruhi luaran pada pasien individu
Penggunaan dopamin berhubungan dengan angka HAI yang lebih tinggi. Walaupun
terdapat kemungkinan penjelasan patofisiologi, kami tidak menyelidiki status imunologi pada
populasi kamu untuk mengkonfirmasi hubungan ini.
Keterbatasan penelitian kami seharusnya dipertimbangkan ketika menganalisis hasil.
Kondisi single-centre membatasi validasi eksternal, dan populasi utamanya terdiri dari bayi
yang sebelumnya sehat. Hasil dari penelitian single-centre jarang dapat ditiru, dan pilihan
pasien, ujung akhir penanganan, pemenuhan protokol, dan potensi antagonis, atau sinergis
dengan satu atau lebih prosedur penelitian unik terhadap ICU khusus dapat menjelaskan
perbedaan ini. Penilaian awal pasien dan keputusan untuk memulai, menghentikan, atau
meningkatkan obat penelitian murni berdasarkan variabel klinis, dimana hal ini memiliki
sensitifitas tinggi namun kurang spesifik. Keterbatasan lainnya adalah efek merugikan dari
penggunaan katekolamin yang lain pada pasien yang awalnya menerima dopamin dan tidak
berespon (misalnya skor VIS pada 24 dan 48 jam lebih tinggi pada kelompok dopamin
walaupun tidak signifikan secara statistik) atau potensi antagonis atau sinergis dengan satu
atau lebih prosedur penanganan yang tidak diikutkan dalam analisis (misalnya keseimbangan
cairan)
Penelitian multisenter lebih lanjut atau penelitian-penelitian single-centre dibutuhkan
untuk memverifikasi kemampuan reproducibility hasil penelitian kami. Skenario penelitian
terbaik dapat dikendalikan saat awal dan katekolamin selanjutnya dengan prioritas yang
diberikan yang tidak meningkatkan cAMP. Hasil penelitian kami dapat berguna pada negara-
negara dengan angka mortalitas sama, namun jika keadaan lokal lebih superior dibandingkan
yang kami amati pada penelitian single-centre kami, hasil kami tidak boleh diaplikasikan.
Penggunaan dopamin pada populasi ini berhubungan dengan meningkatnya kematian
dan odds ratio HAI. Pemberian awal epinefrin intraosseous atau perifer adalah aman dan
18
berhubungan dengan meningkatnya angka survival dibandingkan dengan dopamin.
Keterbatasan seharusnya diamati ketika menginterpretasi hasil ini.

19
TELAAH KRITIS
KAJIAN STRUKTUR PENULISAN ILMIAH

1. Judul
 Menarik
 Judul terlalu panjang : terdiri dari 19 kata
 Informatif dan menggambarkan isi dari penelitian, namun pemakaian kata
“prospektif” dalam judul tidak diperlukan
 Tidak mengandung singkatan

2. Penulis dan Institusi


 Nama penulis dicantumkan tidak sesuai kaidah penulisan jurnal yaitu terdapat gelar
pada nama-nama tersebut
 Nama institusi dan alamat dicantumkan secara lengkap
 Waktu publikasi dicantumkan
 Alamat korespondensi dicantumkan dengan jelas

3. Abstrak
 Terstruktur dan informatif
 Terlalu panjang, terdiri dari 279 kata
 Didukung pustaka yang relevan
 Terdapat kata kunci, jumlah 6 kata, berhubungan dengan isi penelitian
 Tidak menggunakan singkatan yang tidak baku, singkatan yang digunakan:
- PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
- CI (Confidence Interval)

4. Pendahuluan
 Terdiri dari 3 paragraf, tidak lebih dari satu halaman
 Terdapat latar belakang pada paragraf 1 dan 2
 Tujuan penelitian dituliskan pada pendahuluan
 Terdapat hipotesis penelitian pada pendahuluan
 Didukung pustaka yang relevan

20
5. Hipotesis
Disebutkan secara jelas yaitu anak dengan syok sepsis yang refrakter terhadap cairan
akan bermanfaat bila diberikan inotropik yang poten.

6. Metode
 Jenis penelitian: eksperimental
 Desain penelitian: double-blind randomized controlled trial
 Tujuan penelitian: tujuan primernya adalah membandingkan efek dopamin atau
epinefrin pada penanganan sepsis berat terhadap kematian 28 hari, dan tujuan
skundernya adalah angka HAI (Healthcare-associated infection, kebutuhan akan
obat vasoaktif lainnya, dan skor disfungsi organ multipel.
 Tempat penelitian: PICU Rumah sakit Universitario da Universidade de Sao Paulo,
Brazil
 Waktu penelitian: 1 Februari 2009 hingga 31 Juli 2013
 Populasi target: semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi
kriteria syok sepsis yang refrakter terhadap cairan.
 Populasi terjangkau: semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi
kriteria syok sepsis yang refrakter terhadap cairan yang dirawat di PICU Rumah
sakit Universitario da Universidade de Sao Paulo, Brazil dari periode 1 Februari
2009 hingga 31 Juli 2013
 Sampel: semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi kriteria syok
sepsis yang refrakter terhadap cairan yang dirawat di PICU Rumah sakit
Universitario da Universidade de Sao Paulo, Brazil dari periode 1 Februari 2009
hingga 31 Juli 2013 yang masuk kriteria inklusi penelitian
 Teknik sampling: consecutive sampling
 Kriteria inklusi:
- Anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi krtiteria syok sepsis
refrakter cairan
 Kriteria eksklusi:
- Mendapat obat vasoaktif sebelum masuk rumah sakit
- Memiliki penyakit jantung

21
- Telah berpartisipasi dalam penelitian lain selama dirawat di rumah sakit dalam
waktu yang sama.
- Menolak berpartisipasi
- Berada dalam keadaan do-not-resuscitate
 Penghitungan jumlah subyek: disebutkan cara perhitungan subyek penelitian,
sampel sebesar 152 pasien dibutuhkan dalam penelitian dengan power sebesar 80%
untuk mendeteksi 15% reduksi absolut pada kematian dalam 28 hari, dengan dasar
mortalitas yang diperkirakan sebesar 25% untuk kelompok kontrol (kelompok
dopamin), dengan nilai α satu sisi kurang dari 0,05 mengindikasikan signifikan
secara statistik. Untuk menjamin keamanan, kami meningkatkan besar sampel
menjadi 180 pasien dengan analisis dua interim terhadap luaran primer setelah
mengikutkan 60 dan 120 pasien. Analisis pertama diidentfikasi ternyata peningkatan
mortalitas tidak signifikan antara kelompok A dan B (22,6% X 6,9%; p = 0,15;
berturut-turut) protokol dihentikan hingga 120 pasien karena perbedaan mortalitas.
 Persetujuan etik: disebutkan penelitian disetujui oleh Komite Etik rumah sakit
Universitario da Universidade de Sao Paulo, Brazil.
 Instrumen yang digunakan: catatan medis dan data klinis mengenai laju denyut
jantung, tekanan darah, Shock Index (SI=HR/SBP), produksi urin, Cappilary refill
time, Saturasi Oksigen Arteri, MAP-CVP, dan SCVO2, serta data laboratoris meliputi
kadar laktat darah (mmol/L), troponin (ng/mL), dan D-dimer.
 Analisis statistik:
Semua analisis dilakukan dalam basis Intention-to-treat dan dilakukan dengan dua
orang ahli statistik yang independen yang bukan merupakan bagian dari penelitian
dan sebelum randomisasi kode di pecahkan. Variabel kuantitatif diekspresikan
sebagai rata-rata (± SD ) dan dibandingkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney
atau uji Student t. Variabel kualitatif diekspresikan sebagai frekuensi absolut dan
relatif dan diuji dengan menggunakan uji chi-square, uji Fisher exact, atau uji
likelihood ratio, jika sesuai
7. Hasil Penelitian
 Disajikan dalam bentuk skema berupa jumlah pasien yang masuk secara konsekutif
dari awal (1.648 pasien) hingga jumlah sampel akhir yang digunakan yaitu sejumlah
120 pasien.
 Disertakan 7 tabel dan 3 gambar:

22
Tabel 1 : Karakteristik 120 anak dengan syok septik dalam keadaan dasar
Tabel 2 : Pemberian Terapi
Tabel 3 : Profil penggunaan obat vasoaktif sesuai kelompok penelitian
Tabel 4 : Tanda vital sesuai kelompok
Tabel 5 : Uji laboratorium sesuai kelompok
Tabel 6 : Analisis regresi logistik multipel: luaran odds ratio atau relative risk
dengan interval kepercayaan 95%
Tabel 7 : Perbandingan efek samping
Gambar 1 : Protokol penelitian
Gambar 2 : Skrining, randomisasi, dan follow up pasien dalam penelitian
Gambar 3 : Kaplan-Meyer survival sesuai kelompok
 Penulisan tabel tepat: judul di atas tabel tidak diakhiri dengan titik, tabel terbuka
dengan garis horizontal tanpa garis kolom vertikal, tidak ada garis di antara angka-
angka dalam tabel
 Penulisan gambar tepat: judul di bawah gambar
 Tabel dan gambar informatif
 Hasil penelitian yang penting disebutkan dengan jelas
 Hasil uji statistik dengan interval kepercayaan 95% dan nilai p < 0,05

8. Pembahasan
 Dicantumkan pembahasan hasil yang relevan dengan penelitian
 Tidak mengulang penjelasan yang sudah disajikan dalam hasil
 Dicantumkan perbandingan dengan hasil penelitian lain
 Dicantumkan keterbatasan penelitian

9. Kesimpulan
 Menjawab pertanyaan penelitian berdasar hasil penelitian
 Dicantumkan saran untuk penelitian selanjutnya

10. Ucapan Terima Kasih


Tidak disebutkan

23
11. Daftar Pustaka
Ditulis dengan benar sesuai kaidah sistem Vancouver

24
KAJIAN KRITIS ILMIAH
(Critical Appraisal Worksheet)

1. Apakah perumusan masalah pada penelitian ini?


Perumusan masalah penelitian adalah apakah dopamin atau epinefrin dapat menurunkan
angka kematian 28-hari pada anak dengan syok sepsis?

2. Apa metode penelitian yang digunakan?


Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan desain double-blind
randomized controlled trial

3. Apakah metode yang dipilih sesuai dengan rumusan masalah?


Metode yang digunakan sudah sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian.

4. Apa populasi penelitian?


Populasi target : semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi
kriteria syok sepsis yang refrakter terhadap cairan.
Populasi terjangkau : semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi
kriteria syok sepsis yang refrakter terhadap cairan yang dirawat di
PICU Rumah sakit Universitario da Universidade de Sao Paulo,
Brazil dari periode 1 Februari 2009 hingga 31 Juli 2013
Apa sampling frame-nya dan metode sampling?
 Sampling frame: semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi
kriteria syok sepsis yang refrakter terhadap cairan yang dirawat di PICU Rumah
sakit Universitario da Universidade de Sao Paulo, Brazil dari periode 1 Februari
2009 hingga 31 Juli 2013 yang masuk kriteria inklusi penelitian
 Metode sampling: consecutive sampling.

25
5. Apa study factor dan bagaimana cara pengukurannya?
Study factor: Pemberian obat vasoaktif epinefrin atau dopamin pada pasien anak dengan
syok septik yang refrakter cairan
Cara pengukuran:
Pasien secara acak ditetapkan untuk menerima apakah dopamin atau epinefrin melalui
kateter perifer atau intraosseous jika tanda klinis hipoperfusi tidak membaik setelah
pemberian 40 ml/kg cairan kristaloid. Setelah pengacakan, pasien menerima bolus cairan
yang ketiga yaitu sebanyak 20 mL/kg cairan kristaloid atau koloid bersama dengan dosis
awal dopamin 5 μg/kg/menit atau epinefrin 0,1 μg/kg/menit (dosis X) melalui kateter
khusus perifer atau intraosseus

6. Apa outcome factor dan bagaimana cara pengukurannya?


Outcome factor : Data kematian 28 hari, HAI, kebutuhan akan obat vasoaktif, skor
disfungsi organ multipel
Cara pengukuran :
HAI didefinisikan sesuai U.S Centers for Disease Control and Prevention dan termasuk
infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateter sentral, pneumonia yang
berhubungan dengan ventilator, infeksi di lokasi bedah, dan pneumonia nosokomial.
Kebutuhan akan obat vasoaktif yang lain dianalisa sebagai “ya” atau “tidak”, dan kami
menghitung jumlah obat vasoaktif yang digunakan dengan cara menghitung Vasopressor
Inotropic Score (VIS) selam 48 jam pertama (VIS 24 jam dan VIS 48 jam). Kami
menggunakan rerata skor PELOD (Pediatric Logistic Organ Dysfunction) pada 5 hari
ertama perawatan di rumah sakit untuk menganalisis perbedaan disfungsi organ multipel
antar kelompok-kelompok.

7. Apa saja bias yang relevan pada penelitian ini?


Bias pengukuran subyek: dapat terjadi karena pasien dinilai oleh dokter yang berbeda-
beda
Bias seleksi: tidak didapatkan karena pengambilan sampel secara consecutive sehingga
semua subyek diikutkan dalam penelitian.

8. Bagaimanakah cara perhitungan besar sampel?


Rumus perhitungan besar sampel disebutkan. sampel sebesar 152 pasien akan
dibutuhkan dalam penelitian dengan power sebesar 80% untuk mendeteksi 15% reduksi
26
absolut pada kematian dalam 28 hari, dengan dasar mortalitas yang diperkirakan sebesar
25% untuk kelompok kontrol (kelompok dopamin), dengan nilai α satu sisi kurang dari
0,05 mengindikasikan signifikan secara statistik. Untuk menjamin keamanan, kami
meningkatkan besar sampel menjadi 180 pasien dengan analisis dua interim terhadap
luaran primer setelah mengikutkan 60 dan 120 pasien. Analisis pertama diidentfikasi
ternyata peningkatan mortalitas tidak signifikan antara kelompok A dan B (22,6% X
6,9%; p = 0,15; berturut-turut) protokol dihentikan hingga 120 pasien karena perbedaan
mortalitas.

9. Apakah kekuatan penelitian disebutkan?


Ya. Penelitian menggunakan desain penelitian double-blind prospective randomized
controlled trial.

10. Apakah analisis statistik disebutkan?


Analisis statistik disebutkan. Semua analisis dilakukan dalam basis Intention-to-treat
dan dilakukan dengan dua orang ahli statistik yang independen yang bukan merupakan
bagian dari penelitian dan sebelum randomisasi kode di pecahkan. Variabel kuantitatif
diekspresikan sebagai rata-rata (± SD ) dan dibandingkan dengan menggunakan uji
Mann-Whitney atau uji Student t. Variabel kualitatif diekspresikan sebagai frekuensi
absolut dan relatif dan diuji dengan menggunakan uji chi-square, uji Fisher exact, atau
uji likelihood ratio, jika sesuai.
Pengukuran berhubungan dangean risiko kematian pada 28 hari, kebutuhan akan obat
vasoaktif, dan rasio HAI (dalam persentase) yang diperoleh dengan menggunakan rasio
odds dan interval kepercayaan 95% pada model lositik regresi sederhana. Model linear
multivariat diperkirakan untuk setiap luaran, dan kami memasukkan semua variabel
yang menunjukkan level signifikan kurang dari 0,02 dalam uji biavariat. Waktu
kematian dikalkulasi dengan menggunakan fungsi Kaplan-Meier, dan perbandingan
antara kelompok-kelompok dilakukan dengan uji Log-rank.
Karena distribusi mean PELOD pada hari pertama di PICU tidak simetris, kami
menggunakan model linear yang digeneralisasikan untuk membandingkan nilai antara
kategori variabel kualitatif dan mengkalkulasi koefisien Spearman utnuk variabel
kuantitatif. Suatu model linear multivariat dilakukan untuk mean PELOD pada 5 hari
pertama di PICU dengan menggunakan model linear yang digeneralisasikan dengan

27
variabel-variabel yang dalam uji biavariat menunjukkan tingkar signifikansi kurang dari
0,02. Tingkat signifikansi didefinisikan dengan nilai p kurang dari 0,05

11. Apa kesimpulan yang diambil dari penelitian?


Dopamin berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dan infeksi yang
berhubungan dengan pelayanann kesehatan. Pemberian epinefrin awal secara perifer atau
intraosseous berhubungan dengan peningkatan angka bertahan hidup pada populasi ini.
Apakah setuju dengan kesimpulan penelitian?
Setuju.

12. Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan?


Hasil penelitian dapat diterapkan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

28
EVIDENCE BASED MEDICINE

1. Apakah pertanyaan penelitian ini?


Pertanyaan penelitian adalah penelitian adalah apakah dopamin atau epinefrin dapat
menurunkan angka kematian 28-hari pada anak dengan syok sepsis?

2. Apakah PICO penelitian ini?


(P)opulation : semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi kriteria
syok sepsis yang refrakter terhadap cairan.
(I)ntervention : Pemberian obat epinefrin
(C)omparison : Pemberian obat dopamin
(O)utcome : kematian sampai 28-hari, HAI, kebutuhan akan obat vasoaktif lainnya,
dan skor disfungsi organ multipel.
PICO penelitian ini sudah sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Apakah desain penelitian yang digunakan sudah dapat menjawab menjawab


pertanyaan penelitian?
Ya. Desain penelitian sudah dapat menjawab pertanyaan penelitian.

4. Ke mana penelitian ini ditujukan?


Penelitian ini ditujukan untuk anak usia 1 bulan hingga 15 tahun yang terdiagnosis syok
sepsis refrakter terhadap cairan dimana pemberian awal epinefrin intraosseous atau
perifer adalah aman dan berhubungan dengan meningkatnya angka survival
dibandingkan dengan dopamin.

5. Seberapa jauh penelitian yang sudah dilakukan?


Ini merupakan penelitian pertama yang dengan desain prospektif, randomisasai
terkontrol yang membandingkan efek dari 2 obat vasoaktif lini pertama pada anak
dengan syok septik. Terdapat beberapa penelitian yang
- Pada orang dewasa dengan syok septik, penelitian-penelitian yang menganalisis
pengaruh vasopresor lini pertama (dopamin atau norepinefrin) terhadap morbiditas
dan mortalitas memiliki konflik terhadap hasil-hasilnya, dalam suatu meta analisis
yang dilakukan De Backer pada tahun 2012 dengan total 2.768 sampel didapatkan
29
bahwa pemberian dopamin berhubungan dengan meningktanya mortalitas dan
meningkatnya insiden aritmia bila dibandingkan dengan pemberian norepinefrin.
- Penelitian yang dilakukan oleh Osborn D tahun 2002 pada 42 bayi dengan aliran
darah sistemik yang rendah, memberikan hasil bahwa pemberian dobutamin dapat
meningkatkan aliran darah dibandingkan dengan pemberian dopamin.
- Penelitian yang dilakukan oleh Filippi tahun 2007 terhadap 35 bayi dengan berat
badan yang sangat rendah memberikan hasil bahwa pemberian dopamin lebih efektif
dalam meningkatkan tekanan darah sitemik.

6. Apa hasil penelitian?


Subyek berjumlah 120 anak terdiri dari 63 anak masuk dalam kelompok dopamin dan 57
anak masuk dalam kelompok epinefrin.
- Karakteristik dasar pasien adalah sama antara kelompok dopamin dan kelompok
epinefrin baik dari segi umur, jenis kelamin laki-laki, status gizi, derajat keparahan
penyakit, sumber infeksi yaitu sebagian besar dari saluran pernapasan, etiologi yang
paing banyak adalah Streptococcus Pneumonia
- Selama intervensi penelitian, Anak dalam kelompok dopamin memiliki periode
resusitasi yang lebih panjang secara signifikan (p= 0,024), dan persentase yang lebih
tinggi berada pada kelompok ini berkenaan dengan perolehan terapi pengganti ginjal
dibandingkan dengan kelompok epinefrin (p=0,001).
- Durasi penggunaan dopamin lebih pendek secara signifikan (p=0,03); setengah dari
jumlah anak dalam kelompok dopamin membutuhkan obat vasoaktif lain (tidak
signifikan) dan menunjukkan periode tanpa vasoaktif yang lebih pendek secara
signifikan (p=0,028). Tidak ada anak dalam kelompok dopamin yang menerima
dopamin setelah dipertimbangkan tidak responsif terhadap obat penelitian.
Sebaliknya, epinefrin merupakan pilihan sebagai pilihan tunggal atau salah satu dari
obat vasoaktif pada 36,5% pasien dalam kelompok dopamin dan 33,3% pasien dalam
kelompok epinefrin yang dipertimbangkan tidak responsif terhadap obat penelitian
- Pasien dalam kelompok epinefrin memiliki SBP dan MAP-CVP yang lebih tinggi
pada 6 jam setelah randomisasi dan pada akhir resusitasi. SI juga lebih tinggi dalam
kelompok epinefrin pada 6 jam setelah randomisasi.
- Kelompok epinefrin dan kelompok dopamin tidak menunjukkan perbedaan pada hasil
uji laboratorium.

30
- Pasien yang mendapatkan dopamin memiliki kemunkinan kematian 6,51 kali lipat
dibandingkan dengan yang menerima epinefrin (p =0,037). HAI terjadi pada 18 dari
63 pasien dalam kelompok dopamin (28,5%) dan 4 dari 57 pasien dalam kelompok
epinefrin (2,3%)
- Frekuensi efek samping mirip diantara 2 kelompok , kecuali hiperglikemia, dimana
lebih tinggi secara signifikan pada kelompok epinefrin (p = 0,017)

7. Kesimpulan
Dopamin berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dan infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Pemberian epinefrin awal secara perifer atau
intraosseous berhubungan dengan peningkatan angka bertahan hidup.

VALIDITY
1. Siapakah subyek dan bagaimana metode samplingnya?
Subyek: semua anak berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang memenuhi kriteria syok
sepsis yang refrakter terhadap cairan yang dirawat di PICU Rumah sakit Universitario da
Universidade de Sao Paulo, Brazil dari periode 1 Februari 2009 hingga 31 Juli 2013
Metode sampling: consecutive sampling.
2. Apakah subyek bisa diikuti pada saat yang sama dalam perjalanan penyakitnya?
Ya. Subyek diikuti pada saat yang sama sejak terdiagnosis syok septik refrakter cairan
hingga selama perwatan di PICU
3. Apakah kriteria diagnosis, derajat penyakit, morbiditas dan keadaan dermografi
yang digunakan untuk inklusi dijabarkan dengan jelas?
Ya. Diagnosis diambil dari pedoman dari American College of Critical Care
Medicine/Pediatric Advanced Life Support dalam mendefinisikan sepsis berat (sepsis
dengan hipoperfusi) tanda klinis hipoperfusi terdiri dari detak jantung yang abnormal
sesuai usia, perubahan status mental, perubahan capillaty refill time (CRT) (>2 detik),
nadi perifer yang kurang kuat atau tidak dapat diraba, ektremitas yang dingin dan
mottled, dan produksi urin yang rendah yaitu dibawah 1 ml/kgBB/jam. Syok sepsis yang
refrakter terhadap cairan didefinisikan sebagai munculnya tanda klinis hipoperfusi
walaupun telah diberikan bolus cairan kristaloid atau koloid minimal 40 ml/kgBB.
Respon terhadap penatalaksanaan meliputi: laju detak jantung yang normal sesuai usia,
status mental normal, Systolic Blood Pressure (SBP) lebih dari persentil ke-5 sesuai usia,

31
cappilary refill time kurang dari 2 detik, pulsasi perifer yang teraba dan tidak ada
perbedaan antara denyut sentral dan perifer, akral hangat, dan produksi urin lebih dari 1
ml/kg/jam. Bila kateter sentral telah dipasang, kami juga menjadikan saturasi oksigen
vena sentral (Saturation Central Venous Oxygen / SCVO2) lebih dari 70% dan Mean
Arterial Pressure (MAP) dikurangi Central venous pressure (CVP) sesuai usia (4,5).
Lama resusitasi didefinisikan sebagai durasi selama dosis obat vasoaktif ditingkatkan
atau ketika pasien diberikan bolus cairan kristaloid atau koloid sebanyak 20 mL/kg.
4. Apakah kriteria keluaran telah ditetapkan dan digunakan dengan baik?
Ya. Luaran utama adalah kematian oleh karena beberapa penyebab sampai 28 hari
setelah dilakukan inklusi. Luaran skunder adalah HAI, kebutuhan akan obat vasoaktif
lainnya, dan skor disfungsi organ multipel yang dihitung dari skor PELOD

IMPORTANCY
1. Seberapa besar kepentingan klinis penelitian ini?
Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam penanganan syok septik yang refrakter
terhadap cairan dimana obat pilihan yang lebih efektif adalah epinefrin karena
berhubungan dengan peningkatan angka bertahan hidup.
2. Apakah hasil penelitian dapat menjawab masalah di lingkungan saya?
Ya. Kasus syok septik masih banyak jumlahnya di RSDK dan penanganannya dapat
menggunakan panduan penatalaksanaan Sepsis pada anak yang dikeluarkan oleh IDAI,
dimana salah satunya adalah penanganan syok septik refrakter cairan dengan penggunaan
obat pilihan epinefrin.

APPLICABILITY
1. Apakah hasil penelitian dapat diterapkan pada pasien yang dihadapi?
Ya. Penegakkan diagnosis tidak berbeda dengan pasien di RSDK, kondisi rumah sakit
juga tidak berbeda jauh dengan rumah sakit di Brazil, sehingga hasil penelitian ini dapat
diterapkan di lingkungan RSDK.
2. Apakah perlakuan yang diberikan dapat dilakukan dengan mudah di lingkungan
saya?
Ya. Pemberian obat vasoaktif epinefrin dapat diberikan pada pasien syok septik refrakter
cairan serta obat juga tersedia di RSDK.

32
3. Apakah potensi manfaat yang ada pada terapi ini lebih besar dari potensi bahaya
untuk pasien saya?
Ya. Pemberian epinefrin dapat meningkatkan angka bertahan hidup pada pasien syok
septik refrakter cairan.

33

Anda mungkin juga menyukai