Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TETAP BIOKIMIA II

PEMBUATAN TEMPE

Oleh :

Nama : Dini Sri Octaviani

NIM : 06101181419021

Kelompok : 2 (Dua)

Dosen Pembimbing : Desi.,S.Pd.M.T

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
I. Percobaan Ke : 2 (Dua)
II. Tanggal Percobaan : 10 Februari 2017
III. Judul Percobaan : Pembuatan Tempe
IV. Tujuan Percobaan : Setelah melakukan percobaan ini praktikan dapat:
 Mengetahui proses yang terjadi dalam
pembuatan tempe
V. Landasan Teori
Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub
family Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang
disebut Glycineunriensis ( Samsudin, 1985 ). Menurut Ketaren (1986), secara
fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya.
Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi
dimana kedelai tersebut dibudidayakan.

Gambar 2.1. Tanaman dan Biji Kedelai


Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging
(kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi
kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat
kasar, 4,5% abu, dan 6,6% air (Snyder and Kwon, 1987).
Tempe merupakan salah satu produk olahan hasil fermentasi kedelai. Tempe
sebagai produk makanan telah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia maupun
masyarakat luar. Walaupun tempe merupakan makanan yang sederhana, tetapi
tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang cukup tinggi.
Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia
maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh
Mikroorganisme selama proses pembuatan tempe, menguraikan protein menjadi
asam-asam amino, sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe bersifat lebih
mudah dicerna karena selama proses fermentasi terjadi perubahan senyawa
komplek menjadi senyawa sederhana yang sifatnya lebih mudah larut.Tempe
dengan biji kedelai pecah memiliki kandungan biji yang lebih baik jika
dibandingkan dengan butiran kedelai utuh.Hal tersebut disebabkan karena dalam
keadaan butiran yang pecah mikroorganisme lebih mudah menembus biji kedelai
dan lebih mudah menguraikan ikatan protein untuk menghasilkan asam-asam amino
bebas.
Fermentasi pada pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus
oligosporus. Prinsip dasar pembuatan tempe ialah menumbuhkan kapang pada
media kedelai untuk mendapatkan suatu produk baru tanpa mengurangi atau
menghilangkan nilai gizi pada kedelai (Sarwono, 2003). Proses pembuatan tempe
melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai (kedelai),
mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan
kelembaban).
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih
kompak. Proses fermentasi tempe dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pertumbuhan cepat (0 – 30 jam fermentasi), terjadi kenaikan jumlah
asam lemak bebas, kenaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, dengan terlihat
terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga
menunjukkan masa yang lebih kompak.
2. Tahap transisi (30 – 50 jam fermentasi), merupakan tahap optimal fermentasi
dan siap dipasarkan. Pada tahap ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam
lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah
sedikit, flavor spesifik tempe optimal dan tekstur lebih kompak.
3. Tahap pembusukan atau fermentsi lanjut (50 – 90 jam fermentasi), terjadi
kenaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur
menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi
perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia.
Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-
ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Warna Putih.
Warna putih ini disebabkan adanya miselum kapang yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai.
b. Tekstur Tempe Kompak.
Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium
sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya
(Lestari, 2005).
c. Aroma dan rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi
komponen – komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.

Gambar 2.2 Tempe yang bagus


Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari
aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas
dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi
berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan
amonia (Astawan, 2004).
Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para
peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan.
Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang
mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh
tubuh. Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan
toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Jamur Rhizopus oryzae mempunyai
kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino.
Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease. Rhizopus
oryzae tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu
fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin
menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum
jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur
lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang
sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan
oleh jamur. Pada tempe terdapat jamur Rhizopus oryzae yang mengalami
fermentasi.
Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi dan
pembersihan biji, hidrasi atau fermentasi asam, penghilangan kulit, perebusan,
penirisan, pendinginan, inokulasi dengan ragi tempe, pengemasan, inkubasi dan
pengundukan hasil. Tahapan proses yang melibatkan jamur dalam pembuatan
tempe adalah saat inokulasi atau fermentasi.
VI. Alat dan Bahan
Alat:
 Kompor
 Panci
 Pengaduk
 Wadah
Bahan:
 Plastik
 Daun Pisang
 Lilin
 Korek Api
 Kacang Kedelai 1 kg
 Ragi Tempe
 Air

VII. Prosedur Percobaan


1. Disiapkan kacang kedelai sebanyak 1500 gram yang telah dilakukan
penyortiran sebelumnya dan disiapkan pula ragi tempe sebanyak 3 gram.
2. Kacang kedelai dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.
3. Dilakukan perebusan pertama kacang kedelai hingga mendidih.
4. Dilakukan pengupasan kulit yang terdapat pada kacang kedelai.
5. Kacang kedelai yang telah bersih, selanjutnya direndam selama 24 jam.
6. Dilakukan perebusan kedua kacang kedelai selama 30 menit.
7. Setelah itu, kacang kedelai ditiriskan dan diletakkan dalam wadah dan
didinginkan.
8. Setelah dingin, dimasukkan ragi ke dalam kacang kedelai tersebut.
9. Selanjutnya, kacang kedelai dibungkus ke dalam plastik dengan ketebalan
2-3 cm dan ditutup rapat dengan menggunakan lilin dan diberi lubang
pada setiap sisi atas dan sisi bawah
10. Setelah dibungkus, dilakukan proses fermentasi atau pemeraman, 24 jam
pertama ditutup rapat, lalu dibuka dan disimpan di atas rak hingga
terbentuk tempe.
VIII. Diagram Alir

Kacang
Kedelai

Dibersihkan

Direndam selama 1 malam

Dikupas Kulit
arinya

Dicuci bersih dan di


kukus selama 1 jam

Diberikan ragi
Angkat dan dinginkan
tempe

Dicetak dan di bungkus rapi

Diragikan selama 1 malam

Dibuka dan letakkan di dalam


ruangan terbuka

Dibiarkan selama 1 malam

TEMPE
IX. Data Hasil Pengamatan

Pengamatan
Hari ke-1 Masih berwujud kedelai utuh dan belum ada
miselium
Hari ke-2 Mulai terjadi penguapan di dalam bungkusan
tempe, sudah muncul serat-serat miselium
berwarna putih (jamur) di sekitar kedelai.
Hari ke-2 Serat-serat miselium di dalam bungkusan
kedelai semakin banyak, sehingga kedelai
semakin padat, dan terasa hangat.

Sifat Tempe Kedelai bungkus


Organoleptik plastik dan daun pisang
Warna Putih
Aroma Khas Tempe
Rasa Khas kedelai
Tekstur Keras, Padat

Penampakan Tidak buyar

X. Persamaan Reaksi

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP


XI. Analisa Data
 Menghitung Massa Ragi Tempe yang Digunakan
Massa kedelai = 1 kg = 1000 gram
Massa ragi tempe = 2 gram
Massa ragi tempe = Massa kedelai × Persentase ragi
2 gram = 1000 gram × % ragi
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
% Ragi = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100%

% Ragi = 0,02%
 Menghitung Rendemen Tempe
Massa tempe = 850 gram
Massa kedelai yang sudah direndam = 1900 gram
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒
Rendemen tempe = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑑𝑒𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎𝑚 × 100%
850 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1900 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100%

= 44,7%

XII. Pembahasan
Pembuatan tempe dilakukan dengan fermentasi kacang kedelai dengan
menggunakan ragi tempe. 1 kg kacang kedelai di cuci dan di rendam di dalam air
selama satu hari dengan penggantian air rendaman beberapa kali. Tujuan
perendaman biji kedelai adalah untuk menghilangkan bau langu pada kedelai.
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air biji
naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses
perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat
sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5 – 5,3. Penurunan pH
biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk.
Setelah direndam kacang kedelai direbus, hal ini dilakukan untuk
memudahkan pengupasan kulit ari pada kedelai. Baru kemudian kacang kedelai di
kupas kulit arinya. Pengupasan kulit ari perlu dilakukan karena dalam kulit ari
tersebut mengandung senyawa anti jamur yaitu zat tanduk (khitin). Maka dari itu
kulit biji kedelai dikupas, agar miselium kapang dapat menembus biji kedelai
selama proses fermentasi. Pada pengupasan kulit ari diusahakan keping biji
kedelai terpisah karena penetrasi miselium kapang banyak terjadi pada permukaan
yang datar daripada permukaan yang melengkung. Bila pengupasan sudah selesai,
dilakukan perebusan kedua selama 20-30 menit yang bertujuan untuk membunuh
bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor, membantu
membebaskan senyawa senyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan
jamur.
Setelah matang, kacang kedelai ditiriskan dan didinginkan, hal ini
dilakukan agar kandungan air dalam kacang kedelai berkurang dan mengering.
Karena air yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan jamur dan
menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan, sehingga menyebabkan
pembusukan. Pendinginan dilakukan untuk menurunkan suhu biji sampai sesuai
dengan kondisi pertumbuhan jamur yaitu pada suhu antara 25°-30° C atau suhu
kamar. Kemudian baru dilakukan peragian. Peragian dilakukan dengan cara
ditebar diatas permukaan kacang kedelai yang telah dingin dan kering, lalu diaduk
rata. Jumlah lagi yang ditambahkan setidaknya 0,2% - 0,5% dari berta bahan yang
dibuat menjadi tempe. Keaktifan ragi dapat mempengaruhi fermentasi tempe.
Ragi yang disimpan terlalu lama akan mengurangi keaktifannya, karena itu pada
pembuatan tempe sebaiknya digunakan ragi yang belum lama disimpan agar
dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Kemudian kedelai dikemas dengan mengkondisikan sedikit oksigen sesuai
kebutuhan kapang. Oksigen diperlukan dalam pertumbuhan kapang, tetapi bila
berlebihan dan tak seimbang dengan pembuangnya (panas yang ditimbulkan
menjadi lebih besar dari pada panas yang dibuang dari bungkusan). Jika hal ini
terjadi maka suhu kedelai yang sedang difermentasi menjadi tinggi dan
mengakibatkan kapangnya mati selain itu juga kelebihan oksigen menyebabkan
proses metabolismenya terlalu cepat, sehingga suhu pada kedelai naik. Oleh
karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan menggunakan
lidi dengan jarak 1-2 cm yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan
tempe. Setelah itu baru dilakukan inkubasi pada suhu 25°-37° C selama 36-48
jam.
Fermentasi pada pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang
Rhizopus oligosporus. Mikroorganisme ini selama proses pembuatan tempe,
menguraikan protein menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya
akan mengalami peningkatan. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe
akan lebih mudah dicerna. Selama fermentasi sebagian nutrisi kacang akan
dimetabolisme oleh jamur dan lepaslah air, adanya panas oleh proses metabolisme
juga menghasilkan uap air. Uap air akibat proses metabolisme kapang akan
dilepaskan keluar, namun karena tertahan oleh kemasan maka uap air tersebut
akan jatuh kembali ke tempe, sehingga dapat meningkatkan kadar air tempe.
Proses yang fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan
jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan
menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,
tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi
tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat.
Secara umum, tempe yang bagus mempunyai warna putih karena
pertumbuhan miselium kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada
fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Tempe yang kami
hasilkan mempunyai warna putih, dengan aroma khas tempe dan tekstur keras
padat tidak buyar.
XIII. Kesimpulan
1. Fermentasi pada pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang
Rhizopus oligosporus yang menguraikan protein menjadi asam-asam
amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan
sehingga kedelai pada tempe akan lebih mudah dicerna.
2. Proses perendaman menyebabkan biji mengalami proses hidrasi hingga
kadar air naik menjadi 62-65%, memberi kesempatan pertumbuhan
bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji
menjadi sekitar 4,5 – 5,3.
3. Pengupasan kulit ari perlu dilakukan agar miselium fungi dapat menembus
biji kedelai selama proses fermentasi karena terdapat senyawa antijamur
yaitu zat tanduk (khitin) pada kulit ari.
4. Penetrasi miselium kapang banyak terjadi pada permukaan yang datar
daripada lengkung, sehingga pada saat pengupasan kulit ari kedelai
dipecah.
5. Proses fermentasi yang terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan
jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga
menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk
amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses
pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak.
6. Tempe yang bagus mempunyai warna putih, tekstur yang memadat serta
memiliki rasa dan aroma khas.
Daftar Pustaka

Anonim. 2014. Fermentasi Tempe. (online) http://documents.tips/documents


/fermentasi-tempe.html. (Diakses Tanggal 10 Maret 2017)

Deliani. 2008. Pengaruh Lama Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam
Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tidak Dipublikasikan.
Universitas Sumatera Utara, Medan

Faisal, Ibnu. 2013. Laporan Pembuatan Tempe. (online) http://faishalibnu.


blogspot.co.id/2013/03/laporan-pembuatan-tempe.html. (Diakses Tanggal
10 Maret 2017)

Sulistyowati, Eddy. 2004. Studi Pengaruh Lama Fermentasi Tempe Kedelai


Terhadap Aktivitas Tripsin. Tidak Dipublikasikan. Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Lampiran

Proses pengupasan kulit ari

Proses Perebusan

Tempe yang telah dibungkus Tempe yang telah jadi

Anda mungkin juga menyukai