Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN OTITIS MEDIA KRONIK

DI RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

TUGAS APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

Oleh :
Ramayana Lestari Dewi
NIM 162310101255
KELAS C 2016

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Jl. Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto Jember Telp/Fax (0331) 323450
BAB 1
KONSEP TEORI

1.1 ANATOMI FISIOLOGI

Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ pendengaran yang
berada di luar otak dan batang otak yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam
dan saraf kokhlearis. Anatomi Telinga Luar Telinga luar merupakan bagian telinga
yang terdapat di lateral dari membrane Aurikulum merupakan tulang rawan fibro
elastis yang dilapisi kulit, berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat
pada tulang temporal melalui otot-otot dan Aurikulum dialiri arteri aurikularis
posterior dan arteri temporalis superfisialis. Aliran vena menuju ke gabungan vena
temporalis superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena emissary mastoid.
Inervasi oleh cabang nervus cranial V, VII, IX dan X. Anatomi Telinga Tengah
Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic cavity.
Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam yaitu
maleus, incus dan stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk
artikulasi. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang
temporal bagian petrosa, di dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi
struktur telinga dalam yaitu labirin. Labirin merupakan suatu rangkaian
berkesinambungan antara tuba dan rongga telinga dalam yang dilapisi epitel. Fungsi
telinga dalam ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau indera
pendengaran dan kanalis semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua organ
tersebut saling berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut mengalami
gangguan maka yang lain akan terganggu (Nugroho, 2009).
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea, Proses
mendengar melalui tiga tahapan yaitu tahap pemindahan energi fisik berupa stimulus
bunyi ke organ pendengaran, tahap konversi atau tranduksi yaitu pengubahan energi
fisik stimulasi tersebut ke organ penerima dan tahap penghantaran impuls saraf ke
kortek pendengaran. Pendengaran perifer dimulai dengan adanya sumber bunyi yang
ditangkap aurikula dan dilanjutkan ke saluran meatus akustikus eksternus kemudian
terjadi getaran pada membran timpani, membran timpani ini yang memiliki hubungan
dengan tulang pendengaran akan menggerakkan rangkaian tulang pendengaran yang
terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang menempel pada foramen ovale. Gerakan
stapes pada foramen ovale akan menggerakkkan cairan yang ada dalam organ koklea,
akibatnya terjadi potensial listrik mengakibatkan terjadinya perubahan energi
mekanik menjadi energi listrik yang diteruskan oleh saraf auditori ke batang otak
(disinilah batas sistem organ pendengaran perifer dan sentral) kemudian energi listrik
dilanjutkan ke kortek terletak pada bagian girus temporalis superior. Kortek serebri
membuat manusia mampu mendeteksi dan menginterpretasikan pengalaman auditori,
Sehingga pendengaran merupakan salah satu indera yang sangat penting bagi
manusia (Nugroho, 2009).

2.2 DEFINISI
Para ahli otologi beberapa tahun ini membuat kesepakatan untuk penerapan
istilah dalam gambaran klinik dan patologi dari OMSK. Gambaran dasar yang sering
pada semua kasus OMSK adalah dijumpai membrana timpani yang tidak intak.
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral
adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-
kurangnya pada annulus. Lokasi perforasi sentral ditandai oleh hubungannya dengan
manubrium mallei. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior
atau subtotal. Perforasi subtotal adalah suatu defek yang besar disekelilingnya dengan
annulus yang masih intak. Otitis media kronis terjadi dalam beberapa bentuk
melibatkan mukosa dan merusak tulang (kolesteatom). Menurut Ramalingam bahwa
OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel.
Dari definisi diatas terlihat bahwa adanya perforasi membran timpani merupakan
syarat yang harus dipenuhi untuk diagnosa OMSK, sedangkan sekret yang keluar bisa
ada dan bisa pula tidak.

2.3 ETIOLOGI

OMSK umumnya diawali dengan otitis media berulang pada anak, hanya
sedikit yang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari peradangan
nasofaring, mencapai telinga tengah melalui tuba eustakhius. Faktor-faktor yang
menyebabkan otitis media supuratif menjadi kronik sangat majemuk, beberapa
diantaranya :
1. Gangguan fungsi tuba eustakhius yang kronik akibat :
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba eustakhius parsial atau total.
2. Perforasi membrana timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologis menetap pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan skuesterisasi atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Studi epidemiologi mengatakan bahwa OMSK termasuk kejadian yang umumnya


terjadi pada negara berkembang. Persentase angka kejadian OMSK di negara maju
seperti Amerika Serikat didapatkan kurang dari 1%, sedangkan pada negara
berkembang didapatkan prevalensi sekitar 6-46% dari populasi pada negara
berkembang. Di Indonesia, angka kejadian OMSK berdasarkan survei sekitar 3,1%
dari jumlah penduduk. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-
18 tahun dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK.

2.5 KLASIFIKASI

OMSK secara klinis dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu :


1. Tipe tubotimpani / tipe jinak / tipe benigna Tipe benigna ditandai dengan adanya
perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah,
disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia sel goblet, metaplasia dari mukosa telinga
tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit
tubotimpani terbagi atas:
a. Fase benigna aktif Pada jenis ini terdapat otorea atau sekret pada telinga dan
penurunan fungsi pendengaran. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi
saluran nafas atas melalui tuba eutachius atau gaya hidup seperti setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar
jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip
yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap.
b. Fase benigna tidak aktif Tipe tidak aktif dikatakan jika pada pemeriksaan
telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah
yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.2
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1) Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2) Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3) Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi.
4) Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5) Otitis media supuratif akut yang berulang.
2. Tipe atikoantral / tipe tulang / tipe maligna Otitis media supuratif kronik tipe
maligna bersifat progresif, ditandai dengan ditemukannya kolesteatoma.
Kolesteatoma adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotik. Semakin luas
kolesteatoma, akan mendestruksi tulang yang disekitarnya. Infeksi sekunder akan
menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan nekrosis septik di jaringan
lunak yang disekitar kolesteatoma. Destruksi jaringan lunak di sekitar
kolesteatoma mengancam terjadinya komplikasi.

2.6 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan tuba


eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun faktor anatomik. Tuba
eustakhius memiliki fungsi penting yang berhubungan dengan kavum timpani,
diantaranya fungsi ventilasi, fungsi proteksi, dan fungsi drainase. Penyebab endogen
maupun eksogen dapat mengganggu fungsi tuba dan menyebabkan otitis media.
Penyebab endogen misalnya gangguan silia pada tuba, deformitas palatum, atau
gangguan otot-otot dilatator tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi
yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.13,17 Mayoritas OMSK merupakan
kelanjutan atau komplikasi otitis media akut (OMA) yang mengalami perforasi.
Namun, OMSK juga dapat terjadi akibat kegagalan pemasangan pipa
timpanostomi (gromet tube) pada kasus otitis media efusi (OME). Perforasi membran
timpani gagal untuk menutup spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang dari
telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea
yang persisten. Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius sehingga kavum
timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengann otorea terus-
menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses
kongesti vaskuler, mengakibatkan terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya
terjadi titik nekrotik yang berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat
penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya
perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga
timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari
kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam
kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani menyebabkan
infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus.
Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan penggolongan stadium
didasarkan pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran
patologi disebabkan oleh proses yang bersifat eksaserbasi atau persisten, efek dari
kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan sikatrik. Selama fase aktif, epitel
mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik yang memiliki sel goblet
yang mengekskresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret
persisten yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses
pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase. Keadaan seperti ini menyebabkan
OMSK menjadi penyakit persisten. Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi.
Pada proses penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke
telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi telinga
tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder.
Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi pertumbuhan kuman patogen
dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga mampu
menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh
reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses
kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel.18 Pada proses penutupan membran
timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur
jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis OMSK, yaitu :
1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid (
seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya
jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari
liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-
abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat
keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom
yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih
baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan
penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat
tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali
juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan
fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin
tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila
ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada
tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan
riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai


berikut : (Nursiah, 2003)
1. Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK
biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli
sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan
tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala
timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan
ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas
pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
2. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit
telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan
mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom.
3. Bakteriologi Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang
sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus
aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H.
influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E.
Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi
telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal,
adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus,
streptokokus, atau hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak
berbeda. Karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal
dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-
faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu
pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi
kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung
dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dengan konservatif
dan operasi.
OMSK benigna tenang keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran. OMSK benigna aktif prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. Pembersihan liang telinga dan
kavum timpan ( toilet telinga) tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan
yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
2. Pemberian antibiotika : topikal antibiotik (antimikroba) dan sistemik. Pemberian
antibiotik topikal Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan
antibiotik topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga
dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Pemberian antibiotik sistemik Pemilihan antibiotik sistemik
untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian
antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan antimikroba,
sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing - masing jenis kuman
penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab,
daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap
kondisi tubuhnya.
2.10 KOMPLIKASI
Otitis media supuratif kronik mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Komplikasi yang dapat diakibatkan oleh OMSK, antara lain :
1. Kerusakan yang permanen dari telinga atau ketulian.
2. Mastuiditis
3. Cholesteatoma
4. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
5. Paralisis wajah
6. Labirin titis.
BAB 2
CLINICAL PATHWAY

Invasi bakteri

Infeksi telinga tengah

Proses peradangan Peningkatanproduk Tekanan udara Terdapat kolesteatom


si cairan serosa telinga tengah (-) pada telinga tengah

Nyeri

Akumulasi cairan Retraksi membran Ketidaktauan klien


mukus dan serosa timpani mengenai pentingnya
kebersihan telinga

Hantaran
udara/suara yang Sekret berbentuk nanah
diterima menurun dan bau khas

Otore=PUS pada MAE


Gangguan persepsi (Kental/Busuk)
sensori

Gangguan citra tubuh

Ansietas
BAB 3
PROSES KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN TERKAIT PENYAKIT


1. Anamnesa :
Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri
serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai mulai
serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya
tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada
membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga
tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah
mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran
berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti
tentang cara pencegahannya.
2. Pemeriksaan Fisik :
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada
harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis
eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga
(membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian
telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada
telinga tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang
sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat
batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus
digunakan stetoskop.
3. Riwayat Kesehatan :
a. OMA lebih dari 2 bulan
b. Pengobatan OMA yang tidak tuntas
4. Data Subjektif :
a. Telinga terasa penuh
b. Nyeri pada telinga yang sakit
c. Vertigo
5. Data Objektif :
a. Terdapat abses atau kite retroaurikuler
b. Terdapat polip
c. Terlihat Kolesteatoma pada epitimpano
d. Ottorhoe
e. Sekret terbentuk nanah dan berbau

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hantaran udara/suara yang


diterima menurun

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dengan bau yang keluar
dari telinga kanannya.
3. Nyeri kronis berhubungan dengan peradangan karena agens pencedera
4. Ansietas berhubungan dengan stresoor penyakit yang dialaminya
5. Resiko terjadi injuri/trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin :
vertigo.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalak-sanaan OMA yang tepat.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji tingkat nyeri pasien
berhubungan diharapkan : 2. Kaji faktor yang memperberat dan
dengan 1. Nyeri pasien berkurang memperingan nyeri
peradangan 3. Ajarkan teknik relaksasi untuk
karena agens menghilangkan nyeri
cedera 4. Anjarkan pada pasien untuk banyak
istirahat baring
5. Beri posisi yang nyaman
6. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan citra Setelah dilakukan 2x24 jam 1. Beritahu klien bahwa penyakitnya
tubuh intervensi diharapkan : dapat diatasi.
berhubungan 1. Klien tidak malu dengan 2. Anjurkan klien untuk menggunakan
dengan keadaan penyakitnya antibiotik secara teratur.
perubahan 2. Tidak tercium bau lagi 3. Anjurkan klien untuk membersihkan
dengan bau telinganya
yang keluar dari
telinganya.

3. Ansietas Setelah dilakukan 2x24 jam 1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan
berhubungan intervensi diharapkan : keluarga tentang prosedur tindakan
dengan stressor 1. Kecemasan pasien pembedahan
penyakit yang berkurang / hilang 2. Jelaskan pada pasien tentang apa
dialaminya yang harus dilakukan sebelum dan
sesudah tindakan pembedahan
3. Berikan reinforcement positif atas
kemampuan pasien
4. Libatkan keluarga untuk
memberikan semangat pada pasien

3.4 EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus
proses keperawatan. Jika sebaliknya, maka pasien akan masuk kembali ke dalam
siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang. Secara umum evaluasi ditunjukkan
untuk:

1. Melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mencapai tujuan


2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., H. Butcher, J. Dochterman, dan C. Wagner. 2013. Nursing Intevention


Classification. Elsevier Ltd.
Herdman, T. dan S. Kamitsuru. 2018. Nanda Diagnosis Keperawatan Definisi Dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H. dan S. Kamitsuru. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi Dan
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Nugroho, Puguh Setyo dan HMS Wiyadi. 2009. ANATOMI DAN FISIOLOGI
PENDENGARAN PERIFER. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. jurnal THT-KL. Volume 2 Nomer 2
halaman 76 - 85
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklada99f6a28full.pdf
(Diakses pada hari Selasa tanggal 15 Januari 2019 pukul 17.00 WIB)
Nursiah , Siti. 2003. POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN
KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT
FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Program Pendidikan Dokter
Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit THT – KL Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20nursiah.pdf (Diakses pada hari
Selasa tanggal 15 Januari 2019 pukul 17.54 WIB)

Anda mungkin juga menyukai