Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH BUNGA MELATI

Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang hidup menahun. Di
Indonesia, salah satu jenis melati dijadikan sebagai “puspa bangsa” atau simbol nasional yaitu
melati putih (Jasminum sambac), karena bunga putih kecil yang harum ini melambangkan
kesucian dan kemurnian, serta dikaitkan dengan berbagai tradisi dari banyak suku di negara ini.
Bunga ini merupakan suatu keharusan hiasan rambut pengantin dalam upacara perkawinan
berbagai suku di Indonesia, terutama suku Jawa dan Sunda. Jenis lain yang juga populer adalah
melati gambir (J. officinale). Di Indonesia nama melati dikenal oleh masyarakat di seluruh
wilayah Nusantara. Nama-nama daerah untuk melati adalah Menuh (Bali), Meulu atau Riwat
(Aceh)[1], Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru (Menado), Mundu (Bima
dan Sumbawa) dan Manyora (Timor), Melati Salam (UMI), Malete (Madura) serta Beruq-
beruq(Mandar).

Di Italia, melati casablanca (Jasminum officinalle), yang disebut Spanish Jasmine ditanam tahun
1692 untuk dijadikan parfum. Tahun 1665 di Inggris dibudidayakan melati putih (J. sambac)
yang diperkenalkan oleh Duke Casimo de Medici. Dalam tahun 1919 ditemukan melati J.
parkeridi kawasan India Barat Laut yang kemudian dibudidayakan di Inggris pada tahun 1923.

Manfaat
Bunga melati bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan industri minyak wangi, kosmetika, parfum,
farmasi, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran atau pengharum teh, seperti teh melati
yang populer di Indonesia.

Makna dan Filosofi Bunga Melati

Makna penting Bunga Melati Putih dalam budaya Indonesia sudah dikenal sejak dahulu. Bunga
Melati Putih dikenal sebagai Bunga Suci dalam tradisi Indonesia yang melambangkan kesucian,
keanggunan yang sederhana, dan ketulusan. Bunga Melati Putih juga melambangkan keindahan
dalam kesederhanaan dan kerendahan hati, dikarenakan meskipun Bunga Melati Putih ini kecil
dan sederhana, tetapi wanginya harum semerbak. Bunga Melati Putih merupakan bunga yang
paling penting dalam upacara pernikahan bagi berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia,
terutama di Pulau Jawa.

Bunga melati adalah melati. Yang selalu berwarna putih, suci tak ternodai. Memiliki makna
yang amat kuat bagi negara ini. Melati adalah melati, melati yang tak pernah berdusta dengan
apa yang ditampilkannya. Yang tak memiliki warna lain dibalik warna putihnya juga tak pernah
menyimpan warna lain untuk berbagai
Pembahasan

Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang hidup menahun.
Melati merupakan genus dari semak dan tanaman merambat dalam keluarga zaitun (Oleaceae).
Terdiri dari sekitar 200 spesies tumbuhan asli daerah beriklim tropis dan hangat dari Erusia,
Australia dan Oseania. Melati secara luas dibudidayakan untuk aroma khas bunga mereka. Di
Indonesia, salah satu jenis melati dijadikan sebagai “puspa bangsa” atau simbol nasional yaitu
melati putih (Jasminum sambac).

Adapun ciri-ciri bunga melati, yaitu: 1) Jika dilihat dari bentuk daunnya, bunga melati
mempunyai bentuk daun pinnatus atau majemuk dan menyirip; 2) daun bunga ini biasa tumbuh
sebelah kiri dan kanan tangkai berbentuk seperti sirip ikan; 3)

Bunga Melati Putih ditetapkan sebagai Puspa Bangsa, satu diantara tiga Bunga Nasional
Indonesia.

Makna penting Bunga Melati Putih dalam budaya Indonesia sudah dikenal sejak dahulu. Bunga
Melati Putih dikenal sebagai Bunga Suci dalam tradisi Indonesia yang melambangkan kesucian,
keanggunan yang sederhana, dan ketulusan. Bunga Melati Putih juga melambangkan keindahan
dalam kesederhanaan dan kerendahan hati, dikarenakan meskipun Bunga Melati Putih ini kecil
dan sederhana, tetapi wanginya harum semerbak. Bunga Melati Putih merupakan bunga yang
paling penting dalam upacara pernikahan bagi berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia,
terutama di Pulau Jawa. Kuncup Bunga Melati Putih yang belum sepenuhnya mekar biasanya
dipetik, dikumpulkan dan dirangkai menjadi roncean Bunga Melati Putih. Pada hari pernikahan,
pengantin adat Jawa atau Sunda dihiasi roncean Bunga Melati Putih yang membentuk jaring
pembungkus konde, dan sebagian lainnya membentuk rantai rumit roncean melati yang
menggantung pada kepala sang mempelai wanita. Bunga Melati Putih juga menghiasi keris sang
mempelai pria, rangkaian ini disebut roncen usus-usus yang merujuk kepada bentuknya yang
menyerupai usus dan dikaitkan dengan legenda Arya Penangsang. Pengantin Makassar dan
Bugis juga menghiasi rambutnya dengan kuncup Bunga Melati Putih yang disematkan ke rambut
menyerupai butiran mutiara. Melati juga sering dipakai sebagai bunga sesajen untuk hyang,
arwah dan dewa-dewa, terutama oleh umat Hindu Bali, Bunga Melati Putih juga sering
digunakan sebagai bunga taburan dalam upacara pemakaman atau ziarah makam.

Bunga Melati Putih memiliki makna luas dalam tradisi Indonesia. Bunga Melati Putih adalah
bunga kehidupan, keindahan, dan pernikahan, akan tetapi seringkali dikaitkan dengan arwah
orang yang telah wafat dan kematian. Dalam lagu dan puisi perjuangan Indonesia, gugurnya
Bunga Melati Putih seringkali dijadikan perlambang gugurnya pahlawan yang berkorban demi
bangsa dan negara. Makna ini sangat mirip dengan gugurnya bunga sakura dalam tradisi Jepang
yang melambangkan gugurnya para pejuang. Lagu patriotik “Melati di Tapal Batas” (1947)
karya Ismail Marzuki dan “Melati Suci” (1974) karya Guruh Sukarnoputra menggambarkan
melati sebagai pahlawan yang gugur di medan perjuangan, yang harumnya senantiasa hadir
sebagai kusuma yang menghiasi Ibu Pertiwi. Lagu “Melati dari Jayagiri” karya Iwan
Abdurachman mengibaratkan melati sebagai kecantikan seorang gadis suci dan cinta masa lalu
yang telah hilang dan senantiasa dirindukan.

Lalu bagaimana dengan filosofi bunga melati?. Bunga melati adalah melati. Yang selalu
berwarna putih, suci tak ternodai. Memiliki makna yang amat kuat bagi negara ini. Melati adalah
melati, melati yang tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Yang tak memiliki
warna lain dibalik warna putihnya juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai
keadaannya baik panas, hujan, terik ataupun badai yang datang melati tetap putih. Kemanapun
dan dimanapun ditemukan, melati akan tetap menjadi melati selalu putih. Melati. Pada debu ia
tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya hingga menutup warna kelopaknya.

Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu- debu itu agar ia tetap putih
berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat embusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri
ia pun ikut. Namun melati tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah
angin, ia akan segera kembali pada tangkainya. Yang seharusnya dapat di tiru oleh kita sebagai
manusi. Dengan mengikuti arah kemana takdir dan nasib yang membawanya. Namun, sama
halnya dengan melati yang tetap teguh pada pendirian yang akan kembali pada tangkainya meski
tertiup keasana-kemari. Begitu pun manusia harus memiliki pendirian yang teguh selayaknya
mrlati.

Melati. Pada hujan ia menangis agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang
menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti
menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes.
Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan akan selalu datang, karena hanya hujan yang mau
memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya untuk
mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena hanya hujan
yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Pada hujan pula ia mendapati
keteduhan, dengan airnya yang sejuk.

Melati. Pada tangkai ia bersandar agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap
sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya agar kelak, apapun cobaan yang
datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta
dan kasih Sang Pencipta.

Manusia pun sama halnya dengan melati, mempunyai tempat mengadu, tempat bersandar dari
segala keluh dan kesahnya. Manusia akan menangis memperlihatkan kelemhannya pada orang ia
cintai, sama halnya dengan melati yang akan menangis pada hujan yang ia cintai. Manusia pun
memiliki tempat ia bersandar, yaitu Tuhan sang Maha Pencipta. Tempat berkeluh kesah, atas
segala kepdihan, kesedihan dan kesukaran yang ia hadapi maupun kebahagiaan yang Tuhan
berikan padanya.
Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan? Pada dedaunan
ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar
sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, menguning atau luruh oleh
waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya
tak lagi putih? Maka, melati akan terus berhati-hati membawa diri. Ia akan tetap mawas diri dan
menyadari kodratnya adalah melati. Dan haruslah tetap menjadi melati. Dan manusia seharusnya
mencontohi sifat melati yang satu ini. Meminta pendapat akan diri sendiri pada orang lain, tidak
merasa yang paling hebat. Menyadari kodrat manusia, sebagai makhluk tuhan yang sempurna
namun tidak sempurna. Karena, satu-satunya yang sempurna adala tuhan. Selama ia tetap
menjadi manusia, ia akan tetap menjadi manusia.

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan, tak
ada perlombaan menjadi yang tercantik karena masing-masing memahami tugas dan peranannya.
Melati tak pernah iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Dan satu
lagi dari melati yang dapat kita tiru. Bersahabat dengan orang lain tanpa memandang siapa dia.
Saling bahu membahu dalam melestarikan alam. Tidak saling bersaing akan kehidupan fana
yang sementara. Tak seharusnya adanya saling lomba siapa yang terhebat, siapa yang tercantik
dan lain sebagainya, karena setiap manusia memiliki potensinya masing-masing. Tidak memiliki
rasa iri terhadap orang yanh lebih memiliki dari pada yang kita miliki.
BUNGA MELATI

KELOMPOK 5

NAMA ANGGOTA :

YUNI DARMA YANTI

MISRAWATI

DEWI SINTA

RIZKI

AL’AM ALMUBARAK

SISKA WAHYUNI A.A

SMA NEGERI 1 PULAU LAUT TIMUR

TAHUN AJARAN 2018 – 2019

Anda mungkin juga menyukai