Anamnese :
AQ sejak kecil tinggal bersama dengan orangtua kandung di Kalimantan. Ayah sudah meninggal di
tahun 2015, usia AQ kurang lebih 9 hingga 10 tahun saat ayahnya meninggal. Kemudian AQ diasuh oleh
ibu kandung (tuna netra), kakek dan bibinya. AQ memiliki adik kandung yang berusia 4 tahun. Selama
tinggal dengan keluarga kandung di Kalimantan, lingkungan pergaulan AQ sangat tidak kondusif untuk
perkembangan anak-anak. Anggota keluarga yang lebih dewasa selalu bersikap keras da cenderung kasar
pada AQ, tetangga dan lingkungan bermainnya banyak diantaranya preman dan pemabuk. Jika AQ bermain
dengan teman-temannya seringkali berjalan sampai ketempat yang jauh dan berbahaya ( ke pinggir jalan tol
untuk melihat balap liar).
Sejak 3 tahun lalu, AQ di asuh oleh bibi dari pihak ayahnya dan dibawa ke Bondowoso. Karena
sifatnya yang agresif dan malas melakukan aktivitas selain yang diinginkan (makan, tidur dan menonton
televisi) AQ dikirim ke pondok pesantren dengan harapan dapat bertumbuh menjadi anak yang lebih baik.
AQ juga memiliki rutinitas harian yang buruk, pola makan yang kurang baik, dan pola tidur yang tidak
teratur. Makan dalam porsi banyak ( 1 piring penuh) untuk anak usia 13 tahun, jam tidur yang terlalu
panjang sehingga tidak memiliki waktu untuk melakukan aktivitas lain ( beribadah, belajar, olahraga,
mengekplorasi diri dan lingkungan), juga perilaku komsumtif yang semakin meningkat (berapapun jumlah
uang yang diberikan selalu habis dalam 1 waktu).
Di pesantren, guru mengeluhkan bahwa AQ yang tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.
Masih tetap malas dan cenderung agresif, bahkan menjadi ketua Gank di asramanya. AQ harus
mendapatakan ancaman dan hukuman agar mau melakukan kegiatan pesantren. Guru selalu mengeluhkan
perilaku AQ yang membangkang dengan sikap diam dan acuh / tidak memperhatikan serta sering memukul
teman-temannya, seringkali berbohong dan memiliki sifat konsumtif yang tinggi. Sebagai ketua Gank, AQ
sering mentraktir teman-temannya, terdapat kecederungan untuk membeli teman dengan menggunakan
uang.
Saat tinggal di Bondowoso, AQ juga harus menghadapi konflik dari keluarga almarhum ayahmya
yang tidak menyetujui AQ tinggal dan diasuh oleh keluarga besar ayahnya. Di Bondowoso jika pulang dari
peantren, AQ tinggal bersama dengan kakek dan bibinya ( keluarga dari pihak ayah). Kakek AQ seringkali
membeda-bedakan AQ dengan cucu-cucunya yang lain. Riwayat pendidikan AQ memang kurang baik, dia 2
kali tinggal kelas di tambah dengan adanya gangguan perilaku. Akhirnya konflik ini pun mempengaruhi
hubungan kakek dan bibi AQ.
Dinamika Psikologi :
Kebutuhan dasar manusia pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya kepercayaan terhadap
orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar, juga adanya kemampuan membangun otonomi dirinya untuk
menghadapi tantangan dari luar. Kebutuhan dasar akan kepercayaan tidak dimiliki oleh AQ, kemungkinan
disebabkan karena kekurangan (secara fisik dan keilmuan) dari ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama
di rumah setelah ayah. Peran pendidik dilakukan secara berbarengan ( ibu, kakek dan bibi dari pihak ibu)
yang mana berdasarkan anamnese memiliki ciri kepribadian keras dan sering menghukum. Kebingungan
akan konsep-kondep pendidikan dasar dirasakan oleh AQ sehingga faktor kepercayaan terhadap keluarga
tidak terbentuk sempurna. Hal inilah yang kemudian menciptakan suatu pola pembelajaran dalam diri AQ
untuk berbohong. Bohong merupakan tindakan aman dan pertahanan diri agar tidak selalu menerima
hukuman (verbal maupun fisik). Sikap otonomi juga gagal terbentuk, ditandai dengan kelemahan AQ
membangun hubungan pertemanan yang sehat, menolak permintaan teman yang dirasa sulit untuk
dilakukan secara mandiri oleh AQ. Hubungan pertemanan bagi AQ adalah siapa yang mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan anggota kelompoknya (membeli teman).
AQ juga tidak memiliki Role Model dalam dunianya. Ayah sebagai pelindung dan panutan sudah meninggal
ketika AQ masih berusia muda, ibu sebagai pendidik utama setelah ayah mengalami kecacatan yang
menghambat aktivitas sehari-hari, sebagian besar orang-orang yang dikenalnya bersikap keras dan senang
menghukum juga membanding-bandingkannya dengan anak-anak lain. Maka AQ pun belajar bersikap keras
serta agresif sebab tidak ada yang menjadi panutan dan yang mampu menunjukkan bagaimana seharusnya
kasih sayang terhadap anak sehingga mereka dapat bertumbuh dengan baik.
______________________ ______________________________
Laily Abida, M.Psi., Psikolog dr. Dewi Priska Sembiring, Sp.Kj