Anda di halaman 1dari 10

UANG PANAI’ DALAM TINJAUAN SYARIAH

Oleh: Nashirul Haq Marling1

Abstrak

Dalam tradisi pernikahan di Indonesia terdapat keragaman dalam hal persiapan biaya
saat mempersunting wanita. Daerah sulawesi, khususnya suku Bugis dikenal dengan uang panai'
yang paling tinggi, dengan kisaran puluhan sampai ratusan juta. Uang panai itu sendiri
merupakan biaya yang dihabiskan selama acara pernikahan. Selain itu juga terdapat istilah
sompa, yang bermakna mahar, khusus dipegang oleh mempelai wanita, tetapi jumlahnya relatif
lebih sedikit. Dalam pandangan suku bugis, keduanya merupakan kewajiban adat dan agama yang
harus ditunaikan. Dalam Islam, uang panai merupakan tradisi yang secara hukum bisa diterima
selama tidak bertentangan dengan syariat. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat suku Bugis
tanpa merasa terbebani dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk. Tradisi
pemberian uang panai’ juga sesuai dengan asas hukum perkawinan Islam karena di dalamnya
terdapat asas kerelaan dan kesepakatan antara pihak mempelai laki-laki dan pihak mempelai
perempuan dalam penentuan nilai uang panai’. Menurut syariat seharusnya jumlah uang panai’
tidak ditentukan, apalagi jumlahnya sangat tinggi. Yang penting ada dan sesuai kemampuan laki-
laki. Justru yang perlu jumlahnya tinggi adalah mahar atau sompa. Karena sompa adalah hak
milik istri yang akan digunakan ke depannya sedangkan dui’ menre akan habis terpakai untuk
membiayai pesta perkawinan.

keyword: Uang Panai’, Syariah

A. Pendahuluan1 Arab yang kurang mampu kemudian ter-


paksa menunda rencana perkawinannya
Setiap daerah tidak bisa lepas dari atau menikah dengan wanita dari negara
tradisi dan kebudayaannya, ini karena tradisi lain. Hal ini berakibat pada banyaknya pe-
tersebut sudah melekat pada masyarakatnya. rempuan Arab yang jadi perawan tua karena
Termasuk juga tradisi pernikahan, bahkan sulitnya mencari suami. Bagi pemuda kurang
tradisi seperti ini menjadi kebanggaan dan mampu yang nekat ingin menikah, mereka
kekayaan yang harus tetap dijaga agar tidak harus berhutang ke bank dan membayar
hilang karena perkembangan zaman saat ini. kredit bulanan.
Di negara-negara Arab seperti Arab Hal senada dengan skala lebih kecil
Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan lain-lain, terjadi juga di Indonesia. Ada keragaman
calon pengantin laki-laki harus menyediakan dalam tradisi pernikahan di seluruh Nusan-
dana minimal Rp. 500.000.000 (lima ratus tara, contohnya saja dalam hal seberapa
juta rupiah) atau setengah miliar untuk besar uang atau mahar yang harus di-
perkawinannya. Uang sebanyak itu sudah keluarkan untuk mempersunting seorang
termasuk biaya mahar, biaya perkawinan wanita. Hampir di setiap wilayah di Indo-
yang ditanggung pengantin laki-laki, biaya nesia, tradisi mahar selalu ada. Pemberian
rumah, beli mobil dan biaya bulan madu. Di mahar merupakan sebuah bentuk peng-
sebagian masyarakat Arab, semakin tinggi hormatan terhadap wanita menjelang per-
mahar semakin bangga mereka karena itu nikahan. Memberi mahar kepada mempelai
seakan sebagai bukti bahwa anak perem- wanita ibarat memberikan kado atau ucapan
puan mereka mendapat calon suami dengan terima kasih atas kesediaan sang calon
status sosial tinggi.2 mempelai tersebut untuk menikah dengan
Konsekuensinya, tidak sedikit pria calon mempelai laki-laki. Di beberapa wila-
yah di Indonesia, pemberian mahar ber-
1 Penulis adalah dosen di Sekolah Tinggi Ilmu
langsung tidak seperti biasa bahkan cen-
Syariah Hidayatullah Balikpapan. derung luar biasa.
2 Mahmud Sallam Zanati, ‫ نظم العرب القبليت المعاصرة‬, Aceh merupakan salah satu daerah
University of California, 1992, hlm. t.t
48 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017

dengan nilai maskawin terbesar. Nilai mahar B. Pengertian Uang Panai’


di Aceh adalah sepuluh mayam emas. Satu
mayam emas setara dengan 3.3 gram. Jadi, Uang panai’ adalah sejumlah uang
seorang pemuda harus menyiapkan mahar yang wajib diberikan oleh pihak laki-laki
senilai 33 gram emas atau uang tunai sekitar kepada pihak wanita sebagai pemberian
Rp. 15.000.000 (lima belas juta). Nilai ini ketika akan melangsungkan perkawinan
tidak termasuk ke dalam seserahan atau selain mahar. Pemberian uang panai’ pada
hantaran lainnya yang berupa keperluan masyarakat bugis merupakan salah satu
hidup sehari-hari si wanita, seperti maka- lang-kah awal yang harus dilakukan oleh
nan, pakaian, sepatu, tas, kosmetika dan laki-laki ketika akan melangsungkan perka-
sebagainya.3 winan yang ditentukan setelah adanya
Di daerah Sumatera secara umum, proses lamaran. Jika lamaran telah diterima
acara lamaran tidak hanya membahas ten- maka tahap selanjutnya adalah penentuan
tang mahar tapi juga biaya resepsi per- uang panai’ yang jumlahnya ditentukan
kawinan pengantin perempuan yang menjadi terlebih dahulu oleh pihak wanita yang di-
tanggungan mempelai pria. Calon mempelai lamar dan jika pihak laki-laki me-
pria harus mengeluarkan setidaknya Rp. 15 nyanggupi maka tahap perkawinan selan-
juta untuk calon mempelai wanita. Tentunya, jutnya bisa segera di dilangsungkan.
itu di luar biaya resepsi di rumah mempelai Walaupun terkadang terjadi tawar-menawar
laki-laki itu sendiri.4 sebelum tercapainya kesepakatan jika pihak
Mahar pengantin “paling murah” di laki-laki keberatan dengan jumlah uang
Indonesia tampaknya terdapat di kalangan panai’ yang dipatok.
suku-suku di pulau Jawa seperti Betawi, Secara tekstual tidak ada peraturan
Sunda, Jawa dan Madura. Di kalangan suku- yang mewajibkan tentang pemberian uang
suku ini, mahar perkawinan nilainya sangat panai’ sebagai syarat sah perkawinan. Pem-
terjangkau berkisar antara 50.000 (lima berian wajib ketika akan melangsungkan
puluh ribu) sampai 1 juta. Dan tidak ada sebuah perkawinan dalam hukum Islam
tanggungan beban untuk membiayai resepsi hanyalah mahar dan bukan uang panai’.
pernikahan pengantin wanita. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam
Daerah Sulawesi, khususnya suku firman Allah swt:
ٍِ
Bugis, dikenal dengan uang panai’ yang ُ ُ‫ص ُدقَاتِِه َّن نِ ْحلَةً فَِإ ْن ِطْب َن لَ ُك ْم َع ْن َش ْيء مْن ُو نَ ْف ًسا فَ ُكل‬
‫وه‬ َ ‫اء‬
َ ‫ِّس‬
َ ‫﴿وآتُوا الن‬
َ
terkenal paling tinggi di Indonesia. Nilainya
]4 :‫َىنِ ًيئا َم ِر ًيئا﴾ [النساء‬
berkisar antara Rp. 20.000.000 (dua puluh
juta) sampai ratusan juta rupiah. Belum ter- “Berikanlah maskawin (mahar) kepada
masuk pemberian lainnya seperti sebidang wanita (yang kamu nikahi) sebagai
tanah, seperangkat perhiasan mas dan lain- pemberian dengan penuh kerelaan.
nya. Uang panai’ dimaksudkan sebagai kemudian jika mereka menyerahkan
penanda jika si laki-laki yang kelak akan kepada kamu sebagian dari maskawin
menjadi suami akan mampu menafkahi istri- itu dengan senang hati, Maka makanlah
nya. Sebaliknya, jika tidak mampu atau (ambillah) pemberian itu (sebagai
memiliki uang panai’, bagaimana mungkin makanan) yang sedap lagi baik
kelak akan memberi nafkah. Jika mampu akibatnya” (QS. An Nisa’: 4)
memberi uang panai’ berarti siap secara Adapun akibat hukum jika pihak laki-
lahir batin untuk membangun bahtera ru- laki tidak mampu menyanggupi jumlah uang
mah tangga. Menikah pun tak cukup jika panai’ yang ditargetkan, maka secara otoma-
hanya bermodalkan cinta.5 tis perkawinan akan batal dan pada umum-
nya implikasi yang muncul adalah pihak
keluarga laki-laki dan perempuan akan
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi: suatu pengantar,

Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 24


mendapat cibiran atau hinaan di kalangan
4 Ibid masyarakat setempat.
5 Adat dan upacara perkawinan daerah Sulawesi
Dewasa ini, interpretasi yang muncul
Tenggara, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan
Daerah Sulawesi Tenggara, 1978. dalam pemahaman sebagian orang Bugis
UANG PANAI’ DALAM TINJAUAN SYARIAH 49

Makassar tentang pengertian mahar masih atau uang panai’ dan uang jujuran adalah
banyak yang keliru. Dalam adat perkawinan kewajiban menurut adat masyarakat setem-
mereka, terdapat dua istilah yaitu sompa pat.
dan dui’ menre’ (Bugis) atau uang panai’/doi Selain sebagai suatu ketentuan
balanja (Makassar). Sompa atau mahar yang diharuskan dalam perkawinan, berda-
adalah pemberian berupa uang atau harta sarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya
dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan dapat dikatakan bahwa uang panai’ me-
sebagai syarat sahnya pernikahan menurut ngandung tiga makna, pertama, dilihat dari
ajaran Islam. Sedangkan dui’ menre’ atau kedudukannya uang panai’ seolah-olah di-
uang panai’ adalah “uang antaran” yang anggap sebagai salah satu syarat atau rukun
harus diserahkan oleh pihak keluarga calon perkawinan di kalangan masyarakat Bugis.
mempelai laki-laki kepada pihak keluarga Kedua, dari segi fungsinya uang panai’
calon mempelai perempuan untuk mem- merupakan pemberian hadiah bagi pihak
biayai prosesi pesta pernikahan.6 mempelai wanita sebagai biaya resepsi
Adapun pengertian uang jujuran perkawinan dan bekal di kehidupan kelak
adalah uang yang diberikan oleh pihak laki- yang sudah berlaku secara turun temurun
laki kepada pihak wanita sebagai pembe- mengikuti adat istiadat. Ketiga, dari segi tu-
rian ketika akan melangsungkan perkawi- juannya pemberian uang panai’ adalah un-
nan selain mahar. Adat pemberian uang tuk memberikan prestise (kehormatan) bagi
jujuran menganut sistem patrilineal yang pihak keluarga perempuan jika jumlah uang
menggunakan sistem perkawinan jujur. Jujur panai’ yang dipatok mampu dipenuhi
dalam sistem patrilineal bermakna pem- oleh calon mempelai pria. Kehormatan
berian uang dan barang dari kelompok yang dimaksudkan di sini adalah rasa
kerabat calon mempelai laki-laki kepada penghargaan yang diberikan oleh pihak
calon mempelai wanita dengan tujuan me- calon mempelai pria kepada wanita yang
masukkan wanita yang dinikahi ke dalam ingin dinikahinya dengan memberikan pesta
gens suaminya, demikian pula anak-anaknya. yang megah untuk pernikahannya melalui
Fungsi uang jujuran yang diberikan uang panai’ tersebut.
secara ekonomis membawa pergeseran ke-
kayaan karena uang jujuran yang diberi-
kan mempunyai nilai tinggi. Secara sosial C. Sejarah Uang Panai’
wanita mempunyai kedudukan yang tinggi
dan dihormati. Secara keseluruhan uang Simbolik dui’ menre atau uang panai’
jujuran merupakan hadiah yang diberikan adalah simbolik untuk warga masyarakat
calon mempelai laki-laki kepada calon Sulawesi Selatan khususnya untuk suku
istrinya sebagai keperluan perkawinan dan Bugis. Sejarah awal uang panai’ bermula
rumah tangga. Fungsi lain dari uang jujuran pada masa kerajaan Gowa-Tallo dan Bone.
tersebut adalah sebagai imbalan atau ganti Apabila ada seorang laki-laki yang ingin
terhadap jerih payah orang tua mem- meminang perempuan keluarga bangsawan
besarkan anaknya. atau keturunan raja maka mempelai laki-
Secara sepintas, ketiga istilah terse- laki harus mempersiapkan sajian berupa dui’
but di atas memang memiliki pengertian dan menre, sompa, dan erang-erang yang megah
makna yang sama, yaitu ketiganya sama- untuk membuktikan kemampuan laki-laki
sama merupakan kewajiban. Namun jika dalam memberikan kemakmuran kepada
dilihat dari sejarah yang melatarbelakangi- istri dan anaknya kelak. Namun, dari zaman
nya, pengertian ketiga istilah tersebut jelas ke zaman adat dui’ menre mulai beradaptasi
berbeda. Sompa atau yang lebih dikenal terus ke bawah lapisan kasta masyarakat
dengan mas kawin/mahar adalah kewajiban bahkan pada perkembangannya saat ini
dalam tradisi Islam, sedangkan dui’ menre’ dijadikan syarat mutlak dalam adat per-
nikahan Bugis-Makassar-Mandar.7
6 Moh. Ikbal, Tinjauan Hukum Islam Tentang “uang

Panai’”(uang Belanja) dalam Perkawinan Adat Suku Bugis


Makassar Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota 7 Adat Uang Panai’ Dalam Pernikahan Mandar,

Makassar, (IAIN-Sunan Ampel, 2012), hlm. 64 http://budaya-indonesia.org/Adat-uang-panai’- dalam-


50 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017

D. Perbedaan Uang Panai’ dengan Mahar keluarga calon mempelai laki-laki kepada
pihak keluarga calon mempelai perempuan
Budaya perkawinan pada tiap-tiap untuk membiayai prosesi pesta pernikahan.9
daerah tentu memiliki perbedaan dan Pengertian dari sompa atau mahar
memiliki keunikan yang sangat menarik dengan uang panai’ memang hampir mirip,
untuk dibahas. Karena yang terjadi dalam yaitu sama-sama merupakan kewajiban.
perkawinan bukan hanya tentang menya- Namun kedua hal ini sebenarnya berbeda.
tukan dua orang yang saling mencintai, Sompa atau mahar merupakan kewajiban
tetapi lebih dari itu ada nilai-nilai yang patut yang ada dalam Islam, sedangkan dui’ menre
dipertimbangkan dalam perkawinan seperti merupakan kewajiban dalam tradisi adat
status sosial, ekonomi, serta nilai budaya. masyarakat setempat.
Saat ini, pemahaman sebagian besar Sompa secara harfiah berarti
masyarakat suku Bugis tentang pengertian “persembahan” yang sekarang disimbolkan
mahar dan dui’ menre masih banyak yang dengan sejumlah uang rella’ (yakni rial, mata
keliru. Masih ada segelintir orang yang uang Portugis yang sebelumnya berlaku,
menyamakan kedudukan mahar dan dui’ antara lain di Malaka). Rella’ ditetapkan
menre, namun adapula yang membeda- sesuai status perempuan dan akan menjadi
kannya. hak miliknya.
Mahar adalah pemberian wajib yang Tingkatan dan jumlahnya sompa
diberikan kepada calon mempelai perem- dalam budaya bugis adalah sebagai beri-
puan oleh calon mempelai laki-laki baik kut:10
berupa barang maupun jasa ketika di- 1. Sompa bocco, diberikan kepada raja-raja
langsungkan akad nikah sebagai syarat perempuan (Bone, Wajo, dan Soppeng)
sahnya suatu pernikahan. yang memegang kekuasaan kerajaan.
Pemberian Mahar diserahkan sesuai Jumlah sunreng, 14 kati doi lama. Nilai
dengan kemampuan dan kerelaan yang nominal 1 kati doi lama = 88 real + 8
bersangkutan yang telah ditetapkan atas oang + 8 doi’. Bersama itu diserahkan
persetujuan kedua pihak, karena pemberian pula seorang ata dan seekor kerbau.
itu harus dilakukan dengan ikhlas dan tanpa 2. Sompaana’bocco, diberikan kepada putri-
paksaan dari pihak mana pun. Sedangkan putri (darah penuh) dari tiga Raja
sompa dan dui’ menre sebetulnya berbeda Tellumpocco atau bangsawan tinggi
dengan Mahar dalam ajaran Islam. Jumlah lainnya. Jumlah maharnya ialah 7 kati
uang mahar biasanya hanya berkisar Rp. doi’ lama.
10.000 sampai jutaan. Mahar untuk saat ini 3. Sompa kati, diberikan kepada putri
biasanya lebih mengutamakan aset seperti raja-raja bawahan. Jumlahnya 1 kati doi’
emas dan tanah.8 lama atau 88 real + 8 oang + 8 doi’ lama.
Dalam adat perkawinan Bugis, Bersama itu seorang ata.
terdapat dua istilah yaitu sompa dan 4. Sompa ana’mattola, diberikan kepada
dui’menre’ (Bugis) atau uang panai’/doe’ putri-putri ana’mattola. Jumlahnya 3
balanja (Makassar). Sompa atau mahar kati doi’ lama.
adalah pemberian berupa uang atau harta 5. Sompa ana’rajeng, diberikan kepada
dari pihak laki-laki kepada pihak perem- anak-anak rajeng. Jumlah maharnya 2
puan sebagai syarat sahnya pernikahan kati doi’ lama.
menurut ajaran Islam. Sedangkan dui’menre’ 6. Sompa cera’sawi, untuk puti-putri
atau uang panai’/doe’ balanja adalah “uang ana’sawi (Wajo), kira-kira sama dengan
antaran” yang harus diserahkan oleh pihak
9 Syarifuddin dan Ratna Ayu Damayanti, “Story of

pernikahan-Mandar/ , diakses pada tanggal 30 November Bride Price: Sebuah Kritik Atas Fenomena Uang Panai’ Suku
2016, pukul 16.00 Wib Makassar”, Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Fakultas
8 51 Adat Uang Panai’ dalam Pernikahan Mandar, Ekonomi dan Bisnis Unhas, Vol. 6, Nomor 27 April 2015, hlm.
http://budaya-indonesia.org/Adat-uang-panai’- dalam- 82
pernikahan-Mandar/, diakses tanggal 30 November 2016, 10 Mattulada, Latoa, Hasanuddin University Press,

pukul 16.07 Wib. Ujung Pandang, 1995, hal. 47


UANG PANAI’ DALAM TINJAUAN SYARIAH 51

putri-putri anak arung sipue (Bone), Bahkan yang lebih parah, tak jarang
jumlah maharnya satu kati doi’ lama. pasangan tersebut malah kawin lari atau
masyarakat suku Bugis menyebutnya
Sedangkan dui’ menre’ atau uang silariang.
panai’ adalah “uang antaran” pihak laki-laki Penyebab tingginya jumlah dui’
kepada keluarga pihak perempuan untuk menre yang ditentukan oleh keluarga calon
digunakan melaksanakan pesta perkawinan. mempelai perempuan disebabkan oleh
Besarnya dui’ menre’ ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah status
keluarga perempuan.11 sosial calon isteri serta tinggi rendahnya
Dui’ menre jumlahnya lebih tinggi jenjang pendidikan calon isteri.
daripada jumlah mahar. Saat ini biasanya Dalam hal ini, jumlah dui’ menre yang
jumlah uang panai’ berkisar antara 20 juta merupakan kewajiban adat masyarakat
hingga ratusan juta tergantung kesepakatan Bugis dapat mencapai ratusan juta rupiah.
dari kedua belah pihak pada saat negosiasi. Sebaliknya mahar yang merupakan kewa-
Tolok ukur tingginya dui’ menre jiban dalam Islam tidak dipermasalahkan,
disebabkan beberapa faktor, seperti: jumlahnya tergantung kerelaan dan
1. Status sosial keluarga perempuan apa kemampuan calon suami.
ia dari keluarga bangsawan atau tidak. Inti dari perkawinan Bugis adalah
Namun, untuk sekarang faktor ini sudah kaidah tentang pembayaran resmi sejumlah
tidak terlalu diperhatikan lagi. mahar oleh mempelai laki-laki kepada orang
2. Status ekonomi keluarga pihak tua pengantin perempuan sebagai lambang
perempuan, semakin kaya calon status sosial pihak pengantin wanita.
mempelai semakin tinggi pula uang Berhubung karena perkawinan pertama
panai’ yang dipatok. selalu diliputi dengan manusia kesetaraan
3. Jenjang pendidikan, besar kecilnya status sosial, nilai mahar yang diserahkan
uang panai’ sangat terpengaruh jenjang juga menjadi suatu indikator untuk melihat
pendidikan calon istri, apabila status sosial pengantin wanita.12
pendidikannya hanya tingkat Sekolah Mahar dan sompa dipegang oleh istri
Dasar maka semakin kecil pula uang dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri.
panai’ yang dipatok begitu pula Dui’ menre dipegang oleh orang tua istri
sebaliknya jika calon istri lulusan sarjana untuk membiayai semua kebutuhan jalannya
maka semakin tinggi pula jumlah resepsi pernikahan. Tetapi, sebagian masya-
nominal uang panai’. rakat Bugis Makassar memandang bahwa
4. Kondisi fisik calon istri. Yang dimaksud nilai kewajiban dalam adat lebih tinggi
ialah paras yang cantik, tinggi badan, dan daripada nilai kewajiban dalam syariat
kulit putih. Semua faktor ini tetap saling Islam. Padahal, seharusnya mereka lebih
berhubungan, bisa saja calon istri tidak mengedepankan nilai kewajiban syariat
memiliki paras yang cantik tapi kondisi Islam daripada nilai kewajiban menurut
ekonomi yang kaya, tetap saja uang adat.
panai’ akan tetap tinggi. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Mahar atau mas kawin
Kenyataannya dui’ menre yang
adalah kewajiban dalam dalam tradisi Islam,
diberikan kepada keluarga calon mempelai
sedangkan sompa/sunreng dan dui’
perempuan jumlahnya lebih banyak dari-
menre/uang panai’ adalah kewajiban
pada jumlah mahar. Terkadang, karena
menurut adat kepercayaan masyarakat
tingginya jumlah uang panai’ yang dipatok
setempat. Ketiga istilah tersebut tidak
keluarga calon mempelai perempuan justru
hanya berbeda dari segi pengertian saja,
menimbulkan masalah. Diantaranya, banyak
akan tetapi berbeda pula dalam hal jumlah,
pemuda yang gagal menikah karena tidak
kegunaan dan pemegang ketiganya.
dapat menyanggupi jumlah dui’ menre.

11 Christian Pelras, Manusia Bugis, Nalar bekerja 12 Susan Bolyard Miliar, Perkawinan Bugis: Refleksi

sama dengan Forum Jakarta-Paris EFEO, Jakarta, Status Sosial dan Budaya di Baliknya,
2006, hlm. 180 Ininnawa, Makassar, 2009, hal.
52 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017

niat suci untuk menikah.


E. Uang Panai dan Mahar dalam Perkawinan sebagai sunnah Nabi
Pandangan Syariat hendaknya dilakukan dengan penuh
Dalam kenyataan yang ada uang kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan
panai’ bisa mencapai ratusan juta rupiah sehingga tidak ada unsur pemborosan di
karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, dalamnya karena Islam mencela
justru sebaliknya mahar yang tidak terlalu pemborosan. Firman Allah saw:
ِ ِ ِ ‫الشي‬
dipermasalahkan sehingga jumlah ﴾‫ورا‬ َّ ‫اطي ِن َوَكا َن‬
ً ‫الشْيطَا ُن ل َربِّو َك ُف‬ َ َّ ‫ين َكانُوا ِإ ْخ َوا َن‬
َ ‫﴿إِ َّن ال ُْمَب ِّذ ِر‬
nominalnya diserahkan kepada kerelaan ]72 :‫[اإلسراء‬
suami yang pada umumnya hanya berkisar “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
Rp. 10.000 – Rp. 5.000.000, saja. Mengenai adalah saudara-saudara syaitan dan
masalah tersebut dalam sebuah hadits syaitan itu adalah sangat ingkar
Rasulullah saw bersabda : kepada Tuhannya.” (QS. Al Isra’: 27)
ِ ‫إِ َّن أَ ْعظَ َم النَّ َك‬
.‫اح بَ َرَك ًة أَيْ َس ُرهُ ُم ْؤنَ ًة‬
“Pernikahan yang paling besar Dalam hukum Islam dikenal prinsip
keberkahannya ialah yang paling mudah mengutamakan kemudahan dalam segala
maharnya”.13 urusan. Terlebih lagi dalam hal perkawinan
prinsip ini sangat ditekankan. Para wanita
Melihat dari makna hadits tersebut tidak diperkenankan meminta hal yang
maka sangat tidak etis jika uang panai’ yang justru memberatkan pihak laki-laki karena
diberikan oleh calon suami lebih banyak hal ini mempunyai beberapa dampak
daripada uang mahar. Hadits di atas sangat negatif, diantaranya:
jelas menganjurkan kepada wanita agar 1. Menjadi hambatan ketika akan melang-
meringankan pihak laki-laki untuk menu- sungkan perkawinan terutama bagi
naikan kewajibannya membayar mahar mereka yang sudah serius dan saling
apalagi uang panai’ yang sama sekali tidak menerima.
ada ketentuan wajib dalam hukum Islam. 2. Mendorong dan memaksa laki-laki untuk
Nabi Muhammad saw ketika meni- berhutang demi mendapatkan uang yang
kahkan Fatimah ra tidak meminta mahar disyaratkan oleh pihak wanita.
yang banyak kepada Ali ra dan Ali hanya 3. Mendorong terjadinya kawin lari dan
memberikan baju besi. Hal ini bertujuan terjadinya hubungan di luar nikah.
memudahkan dan tidak membebani Ali atas
tuntutan mahar. Selain hal yang tersebut di atas,
Pada hadits tersebut Rasulullah saw dampak lain yang dapat ditimbulkan adalah
sangat jelas menekankan kepada Ali ra agar banyaknya wanita yang tidak kawin dan
memberikan mahar kepada Fatimah ra menjadi perawan tua karena para lelaki
sebagai syarat sah dalam perkawinan mengurungkan niatnya untuk menikah
walaupun hanya dengan baju besi, asalkan disebabkan banyaknya tuntutan yang harus
dipandang berharga dan mempunyai nilai. disiapkan oleh pihak laki-laki demi sebuah
Agama Islam sebagai agama rahma- pernikahan. Lebih jauh lagi akibat yang
tan lil ‘alamiin tidak menyukai penentuan timbul karena besarnya tuntutan yang harus
mahar yang memberatkan pihak laki-laki dipenuhi adalah dapat mengakibatkan para
untuk melangsungkan perkawinan, demikian pihak yang ingin menikah terjerumus dalam
pula uang panai’ dianjurkan agar tidak kemaksiatan dan perbuatan dosa.
memberatkan bagi pihak yang mempunyai Pemberian uang panai’ di kalangan
suku Bugis merupakan suatu kewajiban yang
harus dipenuhi dan biasanya dalam jumlah
13. Hadits dari Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh yang tidak sedikit. Namun demikian dari
Imam Ahmad ibn Hanbal di dalam kitab Al-Musnad, Tahqiq: hasil penelitian yang dilakukan oleh Moh.
Syuaib al Arnauth dll, Isyraf: Abdullah At Turky, no. 24529,
(Muassasah Ar Risalah, cet. 1, 1421 H/2001 M), Jilid 41, hlm. Ikbal dalam skripsinya diperoleh gambaran
75. bahwa para lelaki yang ingin menikahi
UANG PANAI’ DALAM TINJAUAN SYARIAH 53

wanita dari suku Bugis Makassar merasa bahwa adat kebiasaan telah mendapatkan
tidak terbebani dengan nilai uang panai’ peran penting dalam mengatur lalu lintas
yang relatif tinggi karena dalam penentuan hubungan dan tertib sosial di kalangan
jumlah uang panai’ itu terjadi proses tawar anggota masyarakat. Adat kebiasaan berke-
menawar terlebih dahulu sampai tercapai dudukan pula sebagai hukum yang tidak
sebuah kesepakatan sehingga masih dalam tertulis dan dipatuhi karena dirasakan se-
jangkauan kemampuan pihak laki-laki untuk suai dengan rasa kesadaran hukum mereka.
memenuhi uang panai’ yang disyaratkan. Adat kebiasaan yang tetap sudah menjadi
Selain itu para lelaki memang telah tradisi dan telah mendarah-daging dalam
mengetahui sebelumnya akan adat tentang kehidupan masyarakatnya.
uang panai’ tersebut sehingga mereka telah Sebelum Nabi Muhammad saw
mempersiapkan segalanya sebelum me- diutus, adat kebiasaan sudah banyak berlaku
langkah ke jenjang yang lebih serius.14 pada masyarakat dari berbagai penjuru
Namun perlu dicatat bahwa dunia. Adat kebiasaan yang dibangun oleh
pemberian uang panai’ yang tidak mem- nilai-nilai yang dianggap baik dari masya-
persulit terjadinya pernikahan maka hal rakat itu sendiri, yang kemudian diciptakan,
tersebut tidak bertentangan dengan syariat dipahami, disepakati, dan dijalankan atas
Islam. Jadi hal yang paling penting dalam dasar kesadaran. Nilai-nilai yang dijalankan
masalah ini adalah jangan sampai ada unsur terkadang tidak sejalan dengan ajaran Islam
keterpaksaan memberikan uang panai’. dan ada pula yang sudah sesuai dengan
Perbedaan tingkat sosial masyarakat ajaran Islam.
sangat berpengaruh terhadap nilai uang Agama Islam sebagai agama yang
panai’ yang disyaratkan. Di antaranya adalah penuh rahmat menerima adat dan budaya
status ekonomi wanita yang akan dinikahi, selama tidak bertentangan dengan Syariah
kondisi fisik, jenjang pendidikan, jabatan, Islam dan kebiasaan tersebut telah menjadi
pekerjaan, dan keturunan. suatu ketentuan dan dianggap sebagai
Agama Islam tidak membeda- aturan atau norma yang harus diikuti, maka
bedakan status sosial dan kondisi seseorang adat tersebut dapat dijadikan sebagai suatu
apakah kaya, miskin, cantik, jelek, berpen- pijakan hukum Islam. Hal ini berdasarkan
didikan atau tidak. Semua manusia di mata sebuah kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
Allah mempunyai derajat dan kedudukan ٌ‫ال َْعا َدةُ ُم َح َّك َمة‬
15

yang sama, hal yang membedakan hanyalah “Adat kebiasaan dapat dijadikan pijakan
takwa. Allah berfirman:
hukum”
‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَى َو َج َعلْنَا ُك ْم ُش ُعوبًا َوقَبَائِ َل‬
ُ ‫﴿يَا أَيُّ َها الن‬ Adat dan kebiasaan selalu berubah-
﴾‫يم َخبِ ٌير‬ ِ ِ ِ ِ
ٌ ‫لتَ َع َارفُوا إِ َّن أَ ْك َرَم ُك ْم عنْ َد اللَّو أَتْ َقا ُك ْم إِ َّن اللَّوَ َعل‬ ubah dan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan zaman dan keadaan. Realitas
]31 :‫[الحجرات‬ yang ada dalam masyarakat berjalan terus
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menerus sesuai dengan kemaslahatan
menciptakan kamu dari seorang laki- manusia karena berubahnya gejala sosial
laki dan seorang perempuan dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kemas-
menjadikan kamu berbangsa-bangsa lahatan manusia itu menjadi dasar setiap
dan bersuku-suku supaya kamu saling jenis hukum. Oleh karena itu sudah menjadi
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang kewajaran apabila terjadi perubahan hukum
yang paling mulia diantara kamu disisi yang disebabkan perubahan zaman atau
Allah ialah orang yang paling taqwa keadaan. Sebagaimana kaidah fikih berikut:
‫َح َو ِال‬ ِِ
ْ ‫تَ غَيُّ ِر الْ َف ْت َوى بِتَ غَيُّ ِر ْاْلَ ْزمنَة َو ْاْل‬
diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. al-Hujurat : 13) "Perubahan fatwa berdasarkan
perubahan waktu dan keadaan"16
Hukum Islam mengakui adat sebagai
15. Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asybah wa an-Nadzhair, (Beirut:
sumber hukum karena sadar akan kenyataan Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990 M/1411 H), hlm. 89.
16 Ibn Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqqi’in,
14 Moh. Ikbal, Op.Cit, hlm. 68. (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1991 M/1411 H), Juz III,
54 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017

Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan


Masyarakat suku Bugis dalam bahwa adanya saling pengertian perihal
menjalankan kebiasaan memberikan uang pemberian dalam perkawinan berupa per-
panai’ tidak merasa terbebani dan tidak hiasan atau pakaian adalah termasuk hadiah
menganggap itu merupakan sesuatu hal dan bukan sebagian dari mahar dan hal
yang buruk, sehingga hal ini sudah diang- ini menurut beliau merupakan ‘urf shahih.20
gap kebiasaan baik yang memang harus Tradisi pemberian uang panai’ juga
ditunaikan bagi para pihak yang akan sesuai dengan asas hukum perkawinan Islam
menikahi gadis Bugis.17 karena di dalamnya terdapat asas kerelaan
Hasbi Ash-Shiddieqiy menyebutkan dan kesepakatan antara pihak mempelai
bahwa adat dapat dijadikan sebagai sumber laki-laki dan pihak mempelai perempuan
hukum Islam, jika memenuhi syarat sebagai dalam penentuan nilai uang panai’.
berikut:18 Mahar dan dui’ menre dalam per-
1. Adat kebiasaan dapat diterima oleh kawinan adat Bugis adalah suatu kesatuan
perasaan sehat dan diakui oleh pendapat yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam
umum. prakteknya kedua hal tersebut memiliki
2. Berulang kali terjadi dan sudah umum posisi yang sama dalam hal kewajiban dan
dalam masyarakat. harus dipenuhi. Akan tetapi dui’ menre
3. Kebiasaan itu sudah berjalan atau lebih mendapatkan perhatian dan dianggap
sedang berjalan, tidak boleh adat yang sebagai suatu hal yang sangat menentukan
akan berlaku. kelancaran jalannya proses perkawinan.
4. Tidak ada persetujuan lain kedua Sehingga jumlah dui’ menre yang ditentu-
belah pihak, yang berlainan dengan kan oleh pihak keluarga perempuan biasa-
kebiasaan. nya lebih banyak daripada jumlah mahar
5. Tidak bertentangan dengan nash. yang diminta.
Menurut syariat seharusnya jumlah
Pemberian uang panai’ merupakan uang panai’ tidak ditentukan, apalagi jumlah-
tradisi yang bersifat umum, dalam artian nya sangat tinggi. Yang penting ada dan
berlaku pada setiap orang yang bersuku sesuai kemampuan laki-laki. Justru yang
Bugis. Walaupun pemberian uang panai’ perlu jumlahnya tinggi adalah mahar atau
tidak diatur secara gamblang dalam sompa. Karena sompa adalah hak milik istri
hukum Islam, namun pemberian uang yang akan digunakan ke depannya sedang-
panai’ sudah merupakan suatu tradisi yang kan dui’ menre akan habis terpakai untuk
harus dilakukan pada masyarakat tersebut membiayai pesta perkawinan. Sehingga akan
dan selama hal ini tidak bertentangan lebih baik apabila jumlah dui’ menre sama
dengan akidah dan syariah maka hal ini dengan jumlah sompa atau jumlah sompa
diperbolehkan. lebih tinggi daripada jumlah uang panai’.21
Fenomena pemberian uang panai’
dalam hukum Islam dapat dikatakan sebagai F. Kesimpulan
kebiasaan yang baik (‘urf shahih) yaitu
kebiasaan yang dipelihara oleh masyarakat
Dari uraian tentang uang panai’
dan tidak bertentangan dengan hukum
dalam pandangan Islam, dapat disimpulkan
Islam, tidak mengharamkan sesuatu yang
beberapa hal berikut:
halal, tidak membatalkan sesuatu yang wajib,
1. Secara tekstual tidak ada ketentuan
tidak menggugurkan cita kemaslahatan,
tentang pemberian uang panai’ sebagai
serta tidak mendorong timbulnya
syarat sah perkawinan. Jenis pemberian
kerusakan.19
hlm. 90
hlm. 38. 20 ‘Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum
17 Moh. Ikbal, Op.Cit, hlm. 72. Islam, (Jakarta: Rajawali, 1993), hlm. 134.
18 Hasbi Ash-Shiddieqiy, Falsafah Hukum Islam, 21 A. Mega Hutami Adiningsih, Tinjauan hukum

(Jakarta: Bulan Bintang, Cet. V, 1993), hlm. 475. Islam tentang Dui’Menre (uang Belanja) dalam Perkawinan
19 Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqhi, Op.Cit, Adat Bugis, Fak. Hukum Universitas Hasanuddin, 2016, hlm 62
UANG PANAI’ DALAM TINJAUAN SYARIAH 55

yang wajib dalam pernikahan hanyalah


mahar atau disebut sompa dalam bahasa
Bugis.
2. Islam menerima adat dan budaya selama
tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah dan kebiasaan tersebut
telah diterima dan dianggap sebagai
sesuatu yang baik dan mulia. Bahkan
adat yang demikian itu dapat dijadikan
sebagai suatu pijakan hukum Islam
sebagaimana yang dijelaskan oleh para
ulama.
3. Islam mengedepankan kemudahan
dalam setiap urusan, termasuk dalam hal
perkawinan. Karenanya pihak wanita
tidak pantas meminta sesuatu yang
terlalu memberatkan pihak laki-laki,
sebab bisa menimbulkan dampak negatif,
misalnya: menghambat dilangsungkan-
nya perkawinan, memaksa pihak laki-
laki untuk berhutang, dan bisa men-
dorong terjadinya kawin lari atau
hubungan di luar nikah.
Dalam pandangan syariat Islam
jumlah uang panai’ seharusnya tidak
ditentukan, apalagi jumlahnya sangat tinggi,
namun harus disesuaikan dengan kemam-
puan laki-laki. Akan tetapi justru yang pantas
lebih besar jumlahnya adalah mahar atau
sompa, sebab mahar adalah hak milik istri
yang akan dia gunakan untuk kebutuhannya.
Adapun uang panai’ atau dui’ menre akan
habis digunakan untuk biaya walimah atau
pesta perkawinan. Wallahu Ta’ala A’lam.
56 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017

DAFTAR PUSTAKA Syarifuddin dan Ratna Ayu Damayanti. “Story


of Bride Price: Sebuah Kritik Atas
Adiningsih, Mega Hutami. Tinjauan hukum Fenomena Uang Panai’ Suku
Islam tentang Dui’Menre (Uang Makassar”, Jurnal Akuntansi
Belanja) dalam Perkawinan Adat Multiparadigma, Fakultas Ekonomi
Bugis, Fak. Hukum Universitas dan Bisnis Unhas, Vol. 6, Nomor 27
Hasanuddin, 2016. April 2015.

Khallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-Kaidah Adat dan upacara perkawinan daerah


Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1993. Sulawesi Tenggara, Proyek Penelitian
dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Hanbal, Ahmad ibn. Al-Musnad, Tahqiq: Sulawesi Tenggara, 1978.
Syuaib al Arnauth dll, Isyraf:
Abdullah At Turky, Muassasah Ar http://budaya-indonesia.org/Adat-uang-
Risalah, cet. 1, 1421 H/2001 M. panai’- dalam-pernikahan-Mandar/

Pelras, Christian. Manusia Bugis, Nalar


bekerja sama dengan Forum Jakarta-
Paris EFEO, Jakarta, 2006.

Ash-Shiddieqiy, Hasbi. Falsafah Hukum Islam,


Jakarta: Bulan Bintang, Cet. V, 1993.

al-Jauziyah, Ibn Qayyim. I’lam al-Muwaqqi’in,


Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah,
1991 M/1411 H.

As-Suyuti, Jalaluddin. Al-Asybah wa an-


Nadzhair, Beirut: Daar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1990 M/1411 H.

Zanati, Mahmud Sallam. ‫نظم العرب القبليت المعاصرة‬,


University of California, 1992.

Mattulada. Latoa. Hasanuddin University


Press, Ujung Pandang, 1995.

Ikbal, Moh. Tinjauan Hukum Islam Tentang


“Uang Panai’”(uang Belanja) dalam
Perkawinan Adat Suku Bugis
Makassar Kelurahan Untia
Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar, (IAIN-Sunan Ampel, 2012).

Soekanto, Soerjono. Sosiologi: suatu


pengantar, Raja Grafindo Persada,
2007.

Miliar, Susan Bolyard. Perkawinan Bugis:


Refleksi Status Sosial dan Budaya di
Baliknya, Ininnawa, Makassar, 2009.

Anda mungkin juga menyukai