Abstrak
Dalam tradisi pernikahan di Indonesia terdapat keragaman dalam hal persiapan biaya
saat mempersunting wanita. Daerah sulawesi, khususnya suku Bugis dikenal dengan uang panai'
yang paling tinggi, dengan kisaran puluhan sampai ratusan juta. Uang panai itu sendiri
merupakan biaya yang dihabiskan selama acara pernikahan. Selain itu juga terdapat istilah
sompa, yang bermakna mahar, khusus dipegang oleh mempelai wanita, tetapi jumlahnya relatif
lebih sedikit. Dalam pandangan suku bugis, keduanya merupakan kewajiban adat dan agama yang
harus ditunaikan. Dalam Islam, uang panai merupakan tradisi yang secara hukum bisa diterima
selama tidak bertentangan dengan syariat. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat suku Bugis
tanpa merasa terbebani dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk. Tradisi
pemberian uang panai’ juga sesuai dengan asas hukum perkawinan Islam karena di dalamnya
terdapat asas kerelaan dan kesepakatan antara pihak mempelai laki-laki dan pihak mempelai
perempuan dalam penentuan nilai uang panai’. Menurut syariat seharusnya jumlah uang panai’
tidak ditentukan, apalagi jumlahnya sangat tinggi. Yang penting ada dan sesuai kemampuan laki-
laki. Justru yang perlu jumlahnya tinggi adalah mahar atau sompa. Karena sompa adalah hak
milik istri yang akan digunakan ke depannya sedangkan dui’ menre akan habis terpakai untuk
membiayai pesta perkawinan.
Makassar tentang pengertian mahar masih atau uang panai’ dan uang jujuran adalah
banyak yang keliru. Dalam adat perkawinan kewajiban menurut adat masyarakat setem-
mereka, terdapat dua istilah yaitu sompa pat.
dan dui’ menre’ (Bugis) atau uang panai’/doi Selain sebagai suatu ketentuan
balanja (Makassar). Sompa atau mahar yang diharuskan dalam perkawinan, berda-
adalah pemberian berupa uang atau harta sarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya
dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan dapat dikatakan bahwa uang panai’ me-
sebagai syarat sahnya pernikahan menurut ngandung tiga makna, pertama, dilihat dari
ajaran Islam. Sedangkan dui’ menre’ atau kedudukannya uang panai’ seolah-olah di-
uang panai’ adalah “uang antaran” yang anggap sebagai salah satu syarat atau rukun
harus diserahkan oleh pihak keluarga calon perkawinan di kalangan masyarakat Bugis.
mempelai laki-laki kepada pihak keluarga Kedua, dari segi fungsinya uang panai’
calon mempelai perempuan untuk mem- merupakan pemberian hadiah bagi pihak
biayai prosesi pesta pernikahan.6 mempelai wanita sebagai biaya resepsi
Adapun pengertian uang jujuran perkawinan dan bekal di kehidupan kelak
adalah uang yang diberikan oleh pihak laki- yang sudah berlaku secara turun temurun
laki kepada pihak wanita sebagai pembe- mengikuti adat istiadat. Ketiga, dari segi tu-
rian ketika akan melangsungkan perkawi- juannya pemberian uang panai’ adalah un-
nan selain mahar. Adat pemberian uang tuk memberikan prestise (kehormatan) bagi
jujuran menganut sistem patrilineal yang pihak keluarga perempuan jika jumlah uang
menggunakan sistem perkawinan jujur. Jujur panai’ yang dipatok mampu dipenuhi
dalam sistem patrilineal bermakna pem- oleh calon mempelai pria. Kehormatan
berian uang dan barang dari kelompok yang dimaksudkan di sini adalah rasa
kerabat calon mempelai laki-laki kepada penghargaan yang diberikan oleh pihak
calon mempelai wanita dengan tujuan me- calon mempelai pria kepada wanita yang
masukkan wanita yang dinikahi ke dalam ingin dinikahinya dengan memberikan pesta
gens suaminya, demikian pula anak-anaknya. yang megah untuk pernikahannya melalui
Fungsi uang jujuran yang diberikan uang panai’ tersebut.
secara ekonomis membawa pergeseran ke-
kayaan karena uang jujuran yang diberi-
kan mempunyai nilai tinggi. Secara sosial C. Sejarah Uang Panai’
wanita mempunyai kedudukan yang tinggi
dan dihormati. Secara keseluruhan uang Simbolik dui’ menre atau uang panai’
jujuran merupakan hadiah yang diberikan adalah simbolik untuk warga masyarakat
calon mempelai laki-laki kepada calon Sulawesi Selatan khususnya untuk suku
istrinya sebagai keperluan perkawinan dan Bugis. Sejarah awal uang panai’ bermula
rumah tangga. Fungsi lain dari uang jujuran pada masa kerajaan Gowa-Tallo dan Bone.
tersebut adalah sebagai imbalan atau ganti Apabila ada seorang laki-laki yang ingin
terhadap jerih payah orang tua mem- meminang perempuan keluarga bangsawan
besarkan anaknya. atau keturunan raja maka mempelai laki-
Secara sepintas, ketiga istilah terse- laki harus mempersiapkan sajian berupa dui’
but di atas memang memiliki pengertian dan menre, sompa, dan erang-erang yang megah
makna yang sama, yaitu ketiganya sama- untuk membuktikan kemampuan laki-laki
sama merupakan kewajiban. Namun jika dalam memberikan kemakmuran kepada
dilihat dari sejarah yang melatarbelakangi- istri dan anaknya kelak. Namun, dari zaman
nya, pengertian ketiga istilah tersebut jelas ke zaman adat dui’ menre mulai beradaptasi
berbeda. Sompa atau yang lebih dikenal terus ke bawah lapisan kasta masyarakat
dengan mas kawin/mahar adalah kewajiban bahkan pada perkembangannya saat ini
dalam tradisi Islam, sedangkan dui’ menre’ dijadikan syarat mutlak dalam adat per-
nikahan Bugis-Makassar-Mandar.7
6 Moh. Ikbal, Tinjauan Hukum Islam Tentang “uang
D. Perbedaan Uang Panai’ dengan Mahar keluarga calon mempelai laki-laki kepada
pihak keluarga calon mempelai perempuan
Budaya perkawinan pada tiap-tiap untuk membiayai prosesi pesta pernikahan.9
daerah tentu memiliki perbedaan dan Pengertian dari sompa atau mahar
memiliki keunikan yang sangat menarik dengan uang panai’ memang hampir mirip,
untuk dibahas. Karena yang terjadi dalam yaitu sama-sama merupakan kewajiban.
perkawinan bukan hanya tentang menya- Namun kedua hal ini sebenarnya berbeda.
tukan dua orang yang saling mencintai, Sompa atau mahar merupakan kewajiban
tetapi lebih dari itu ada nilai-nilai yang patut yang ada dalam Islam, sedangkan dui’ menre
dipertimbangkan dalam perkawinan seperti merupakan kewajiban dalam tradisi adat
status sosial, ekonomi, serta nilai budaya. masyarakat setempat.
Saat ini, pemahaman sebagian besar Sompa secara harfiah berarti
masyarakat suku Bugis tentang pengertian “persembahan” yang sekarang disimbolkan
mahar dan dui’ menre masih banyak yang dengan sejumlah uang rella’ (yakni rial, mata
keliru. Masih ada segelintir orang yang uang Portugis yang sebelumnya berlaku,
menyamakan kedudukan mahar dan dui’ antara lain di Malaka). Rella’ ditetapkan
menre, namun adapula yang membeda- sesuai status perempuan dan akan menjadi
kannya. hak miliknya.
Mahar adalah pemberian wajib yang Tingkatan dan jumlahnya sompa
diberikan kepada calon mempelai perem- dalam budaya bugis adalah sebagai beri-
puan oleh calon mempelai laki-laki baik kut:10
berupa barang maupun jasa ketika di- 1. Sompa bocco, diberikan kepada raja-raja
langsungkan akad nikah sebagai syarat perempuan (Bone, Wajo, dan Soppeng)
sahnya suatu pernikahan. yang memegang kekuasaan kerajaan.
Pemberian Mahar diserahkan sesuai Jumlah sunreng, 14 kati doi lama. Nilai
dengan kemampuan dan kerelaan yang nominal 1 kati doi lama = 88 real + 8
bersangkutan yang telah ditetapkan atas oang + 8 doi’. Bersama itu diserahkan
persetujuan kedua pihak, karena pemberian pula seorang ata dan seekor kerbau.
itu harus dilakukan dengan ikhlas dan tanpa 2. Sompaana’bocco, diberikan kepada putri-
paksaan dari pihak mana pun. Sedangkan putri (darah penuh) dari tiga Raja
sompa dan dui’ menre sebetulnya berbeda Tellumpocco atau bangsawan tinggi
dengan Mahar dalam ajaran Islam. Jumlah lainnya. Jumlah maharnya ialah 7 kati
uang mahar biasanya hanya berkisar Rp. doi’ lama.
10.000 sampai jutaan. Mahar untuk saat ini 3. Sompa kati, diberikan kepada putri
biasanya lebih mengutamakan aset seperti raja-raja bawahan. Jumlahnya 1 kati doi’
emas dan tanah.8 lama atau 88 real + 8 oang + 8 doi’ lama.
Dalam adat perkawinan Bugis, Bersama itu seorang ata.
terdapat dua istilah yaitu sompa dan 4. Sompa ana’mattola, diberikan kepada
dui’menre’ (Bugis) atau uang panai’/doe’ putri-putri ana’mattola. Jumlahnya 3
balanja (Makassar). Sompa atau mahar kati doi’ lama.
adalah pemberian berupa uang atau harta 5. Sompa ana’rajeng, diberikan kepada
dari pihak laki-laki kepada pihak perem- anak-anak rajeng. Jumlah maharnya 2
puan sebagai syarat sahnya pernikahan kati doi’ lama.
menurut ajaran Islam. Sedangkan dui’menre’ 6. Sompa cera’sawi, untuk puti-putri
atau uang panai’/doe’ balanja adalah “uang ana’sawi (Wajo), kira-kira sama dengan
antaran” yang harus diserahkan oleh pihak
9 Syarifuddin dan Ratna Ayu Damayanti, “Story of
pernikahan-Mandar/ , diakses pada tanggal 30 November Bride Price: Sebuah Kritik Atas Fenomena Uang Panai’ Suku
2016, pukul 16.00 Wib Makassar”, Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Fakultas
8 51 Adat Uang Panai’ dalam Pernikahan Mandar, Ekonomi dan Bisnis Unhas, Vol. 6, Nomor 27 April 2015, hlm.
http://budaya-indonesia.org/Adat-uang-panai’- dalam- 82
pernikahan-Mandar/, diakses tanggal 30 November 2016, 10 Mattulada, Latoa, Hasanuddin University Press,
putri-putri anak arung sipue (Bone), Bahkan yang lebih parah, tak jarang
jumlah maharnya satu kati doi’ lama. pasangan tersebut malah kawin lari atau
masyarakat suku Bugis menyebutnya
Sedangkan dui’ menre’ atau uang silariang.
panai’ adalah “uang antaran” pihak laki-laki Penyebab tingginya jumlah dui’
kepada keluarga pihak perempuan untuk menre yang ditentukan oleh keluarga calon
digunakan melaksanakan pesta perkawinan. mempelai perempuan disebabkan oleh
Besarnya dui’ menre’ ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah status
keluarga perempuan.11 sosial calon isteri serta tinggi rendahnya
Dui’ menre jumlahnya lebih tinggi jenjang pendidikan calon isteri.
daripada jumlah mahar. Saat ini biasanya Dalam hal ini, jumlah dui’ menre yang
jumlah uang panai’ berkisar antara 20 juta merupakan kewajiban adat masyarakat
hingga ratusan juta tergantung kesepakatan Bugis dapat mencapai ratusan juta rupiah.
dari kedua belah pihak pada saat negosiasi. Sebaliknya mahar yang merupakan kewa-
Tolok ukur tingginya dui’ menre jiban dalam Islam tidak dipermasalahkan,
disebabkan beberapa faktor, seperti: jumlahnya tergantung kerelaan dan
1. Status sosial keluarga perempuan apa kemampuan calon suami.
ia dari keluarga bangsawan atau tidak. Inti dari perkawinan Bugis adalah
Namun, untuk sekarang faktor ini sudah kaidah tentang pembayaran resmi sejumlah
tidak terlalu diperhatikan lagi. mahar oleh mempelai laki-laki kepada orang
2. Status ekonomi keluarga pihak tua pengantin perempuan sebagai lambang
perempuan, semakin kaya calon status sosial pihak pengantin wanita.
mempelai semakin tinggi pula uang Berhubung karena perkawinan pertama
panai’ yang dipatok. selalu diliputi dengan manusia kesetaraan
3. Jenjang pendidikan, besar kecilnya status sosial, nilai mahar yang diserahkan
uang panai’ sangat terpengaruh jenjang juga menjadi suatu indikator untuk melihat
pendidikan calon istri, apabila status sosial pengantin wanita.12
pendidikannya hanya tingkat Sekolah Mahar dan sompa dipegang oleh istri
Dasar maka semakin kecil pula uang dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri.
panai’ yang dipatok begitu pula Dui’ menre dipegang oleh orang tua istri
sebaliknya jika calon istri lulusan sarjana untuk membiayai semua kebutuhan jalannya
maka semakin tinggi pula jumlah resepsi pernikahan. Tetapi, sebagian masya-
nominal uang panai’. rakat Bugis Makassar memandang bahwa
4. Kondisi fisik calon istri. Yang dimaksud nilai kewajiban dalam adat lebih tinggi
ialah paras yang cantik, tinggi badan, dan daripada nilai kewajiban dalam syariat
kulit putih. Semua faktor ini tetap saling Islam. Padahal, seharusnya mereka lebih
berhubungan, bisa saja calon istri tidak mengedepankan nilai kewajiban syariat
memiliki paras yang cantik tapi kondisi Islam daripada nilai kewajiban menurut
ekonomi yang kaya, tetap saja uang adat.
panai’ akan tetap tinggi. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Mahar atau mas kawin
Kenyataannya dui’ menre yang
adalah kewajiban dalam dalam tradisi Islam,
diberikan kepada keluarga calon mempelai
sedangkan sompa/sunreng dan dui’
perempuan jumlahnya lebih banyak dari-
menre/uang panai’ adalah kewajiban
pada jumlah mahar. Terkadang, karena
menurut adat kepercayaan masyarakat
tingginya jumlah uang panai’ yang dipatok
setempat. Ketiga istilah tersebut tidak
keluarga calon mempelai perempuan justru
hanya berbeda dari segi pengertian saja,
menimbulkan masalah. Diantaranya, banyak
akan tetapi berbeda pula dalam hal jumlah,
pemuda yang gagal menikah karena tidak
kegunaan dan pemegang ketiganya.
dapat menyanggupi jumlah dui’ menre.
11 Christian Pelras, Manusia Bugis, Nalar bekerja 12 Susan Bolyard Miliar, Perkawinan Bugis: Refleksi
sama dengan Forum Jakarta-Paris EFEO, Jakarta, Status Sosial dan Budaya di Baliknya,
2006, hlm. 180 Ininnawa, Makassar, 2009, hal.
52 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017
wanita dari suku Bugis Makassar merasa bahwa adat kebiasaan telah mendapatkan
tidak terbebani dengan nilai uang panai’ peran penting dalam mengatur lalu lintas
yang relatif tinggi karena dalam penentuan hubungan dan tertib sosial di kalangan
jumlah uang panai’ itu terjadi proses tawar anggota masyarakat. Adat kebiasaan berke-
menawar terlebih dahulu sampai tercapai dudukan pula sebagai hukum yang tidak
sebuah kesepakatan sehingga masih dalam tertulis dan dipatuhi karena dirasakan se-
jangkauan kemampuan pihak laki-laki untuk suai dengan rasa kesadaran hukum mereka.
memenuhi uang panai’ yang disyaratkan. Adat kebiasaan yang tetap sudah menjadi
Selain itu para lelaki memang telah tradisi dan telah mendarah-daging dalam
mengetahui sebelumnya akan adat tentang kehidupan masyarakatnya.
uang panai’ tersebut sehingga mereka telah Sebelum Nabi Muhammad saw
mempersiapkan segalanya sebelum me- diutus, adat kebiasaan sudah banyak berlaku
langkah ke jenjang yang lebih serius.14 pada masyarakat dari berbagai penjuru
Namun perlu dicatat bahwa dunia. Adat kebiasaan yang dibangun oleh
pemberian uang panai’ yang tidak mem- nilai-nilai yang dianggap baik dari masya-
persulit terjadinya pernikahan maka hal rakat itu sendiri, yang kemudian diciptakan,
tersebut tidak bertentangan dengan syariat dipahami, disepakati, dan dijalankan atas
Islam. Jadi hal yang paling penting dalam dasar kesadaran. Nilai-nilai yang dijalankan
masalah ini adalah jangan sampai ada unsur terkadang tidak sejalan dengan ajaran Islam
keterpaksaan memberikan uang panai’. dan ada pula yang sudah sesuai dengan
Perbedaan tingkat sosial masyarakat ajaran Islam.
sangat berpengaruh terhadap nilai uang Agama Islam sebagai agama yang
panai’ yang disyaratkan. Di antaranya adalah penuh rahmat menerima adat dan budaya
status ekonomi wanita yang akan dinikahi, selama tidak bertentangan dengan Syariah
kondisi fisik, jenjang pendidikan, jabatan, Islam dan kebiasaan tersebut telah menjadi
pekerjaan, dan keturunan. suatu ketentuan dan dianggap sebagai
Agama Islam tidak membeda- aturan atau norma yang harus diikuti, maka
bedakan status sosial dan kondisi seseorang adat tersebut dapat dijadikan sebagai suatu
apakah kaya, miskin, cantik, jelek, berpen- pijakan hukum Islam. Hal ini berdasarkan
didikan atau tidak. Semua manusia di mata sebuah kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
Allah mempunyai derajat dan kedudukan ٌال َْعا َدةُ ُم َح َّك َمة
15
yang sama, hal yang membedakan hanyalah “Adat kebiasaan dapat dijadikan pijakan
takwa. Allah berfirman:
hukum”
َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَى َو َج َعلْنَا ُك ْم ُش ُعوبًا َوقَبَائِ َل
ُ ﴿يَا أَيُّ َها الن Adat dan kebiasaan selalu berubah-
﴾يم َخبِ ٌير ِ ِ ِ ِ
ٌ لتَ َع َارفُوا إِ َّن أَ ْك َرَم ُك ْم عنْ َد اللَّو أَتْ َقا ُك ْم إِ َّن اللَّوَ َعل ubah dan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan zaman dan keadaan. Realitas
]31 :[الحجرات yang ada dalam masyarakat berjalan terus
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menerus sesuai dengan kemaslahatan
menciptakan kamu dari seorang laki- manusia karena berubahnya gejala sosial
laki dan seorang perempuan dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kemas-
menjadikan kamu berbangsa-bangsa lahatan manusia itu menjadi dasar setiap
dan bersuku-suku supaya kamu saling jenis hukum. Oleh karena itu sudah menjadi
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang kewajaran apabila terjadi perubahan hukum
yang paling mulia diantara kamu disisi yang disebabkan perubahan zaman atau
Allah ialah orang yang paling taqwa keadaan. Sebagaimana kaidah fikih berikut:
َح َو ِال ِِ
ْ تَ غَيُّ ِر الْ َف ْت َوى بِتَ غَيُّ ِر ْاْلَ ْزمنَة َو ْاْل
diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. al-Hujurat : 13) "Perubahan fatwa berdasarkan
perubahan waktu dan keadaan"16
Hukum Islam mengakui adat sebagai
15. Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asybah wa an-Nadzhair, (Beirut:
sumber hukum karena sadar akan kenyataan Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990 M/1411 H), hlm. 89.
16 Ibn Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqqi’in,
14 Moh. Ikbal, Op.Cit, hlm. 68. (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1991 M/1411 H), Juz III,
54 JURNAL ILMU-ILMU HUKUM DAN SYARIAH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017
(Jakarta: Bulan Bintang, Cet. V, 1993), hlm. 475. Islam tentang Dui’Menre (uang Belanja) dalam Perkawinan
19 Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqhi, Op.Cit, Adat Bugis, Fak. Hukum Universitas Hasanuddin, 2016, hlm 62
UANG PANAI’ DALAM TINJAUAN SYARIAH 55