Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita yang hendak menikah maka

harus memenuhi beberapa rukun atau syarat, seperti masalah mahar yang harus

ditunaikan calon suami kepada calon istri. Dalam beberapa literatur fikih, mahar

menempati posisi sebuah kewajiban. Meski demikian, tidak ada ketentuan secara pasti

mengenai jumlah minimum dan maksimum mahar tersebut. Besaran kuantitas dan

bentuk kualitas mahar senantiasa berpedoman kepada sifat kesederhanaan dan

kemudahan. Karenanya ketidaksanggupan mengenai besaran dan bentuk mahar itu tidak

memberatkan calon mempelai pria atau bahkan menjadi penghalang bagi

berlangsungnya perkawinan. Alasan lainnya yang lebih kuat karena pada dasarnya

masing-masing orang memiliki kemampuan yang berbeda.1

Namun tidak jarang unsur adat mempengaruhi kepercayaan masyarakat dan

mengubah pola tingkah laku cara berfikir masyarakat tersebut. Dalam hal ini adat

mampu mempengaruhi kalangan masyarakat tertentu dan memasukan budaya-budaya

yang menurut mereka itu harus dijalankan sebagai hukum. Misalnya saja adat

seserahan2 dalam pernikahan. Adat seserahan ini harus dilaksanakan karena itu

merupakan sebuah tradisi dan tidak boleh di tinggalkan. Tidak jarang tujuan perkawinan

yang begitu suci dan begitu sakral seringkali diwarnai dengan adat dan budaya yang

1
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), cet. Ke-2, hal. 135.
2
Seserahan merupakan bahasa sunda yang dibakukan dalam bahasa Indonesia, sedangkan dalam
bahasa daerah khususnya desa Mundu Kec. Tanjung Kab. Brebes menyebutnya “SARAHAN” yaitu dimana
calon pengantin laki-laki membawa barang-barang perabot rumah tangga, perhiasan dan lain sebagainya yang
diberikan kepada calon pengatin wanita.
1
2

merusak tujuan perkawinan itu sendiri. Hal ini salah satunya disebabkan oleh beban

yang harus ditanggung oleh calon pengantin pria berupa bentuk seserahan tersebut.

Dalam suatu acara perkawinan di suatu tempat, pada umumnya bukan hanya

sekedar melaksanakan sesuatu yang menjadi rukun nikah secara formal, namun lebih

dari itu. Masyarakat di kampung mengganggap bahwa acara perkawinan adalah

keseluruhan acara yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan

perkawinan dengan segala umborampe3-nya. Dengan begitu maka lazimnya menurut

pandangan mereka rukun perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam

suatu perkawinan,4 baik yang menyangkut formal maupun non formal.

Lain halnya dengan adat tradisi yang ada di Desa Mundu Kecamatan Tanjung

Kabupaten Brebes. Disamping syarat dan rukun nikah yang harus ada dan telah diatur

dalam hukum Islam. Mereka juga menganggap bahwa budaya seserahan baik itu

menyerahkan mempelai pria ke rumah mempelai wanita5 juga menyerahkan barang-

barang rumah tangga, seperti, gelang, cincin, alat-alat dapur, tempat tidur dan sejumlah

makanan serta perkakas rumah tangga lainnya. Kesemuanya itu termasuk dalam syarat

untuk melangsungkan pernikahan.

Seserahan yakni menyerahkan sejumlah barang berupa alat perlengkapan

rumah tangga seperti yang telah disebutkan di atas. Barang-barang tersebut diserahkan

kepada wali pengantin wanita sebelum akad nikah, termasuk di dalamnya ada barang

yang dipersiapkan untuk membayar maskawin pra akad nikah.6 Ada juga yang

beranggapan bahwa seserahan yaitu menyerahkan barang-barang berupa beras, sayur-

3
Umborampe adalah istilah jawa yang berarti segala sesuatu yang berkaitan.
4
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 61.
5
Wawancara dengan Bapak Rois, salah satu sesepuh warga desa Mundu, di kediamannya Blok Tengah
Rt.01/02, Sabtu, 18 Januari 2014, pukul. 19.00 WIB.
6
Wawancara dengan Bapak Rois, salah satu sesepuh warga desa Mundu, di kediamannya Blok Tengah
Rt.01/02, Sabtu, 18 Januari 2014, pukul. 19.00 WIB.
3

mayur seekor ternak dan peralatan dapur lainnya. Barang-barang seserahan itu

diserahkan oleh calon mempelai laki-laki kepada wali dengan pernyataan bahwa barang-

barang yang diserahkan tadi adalah barang yang dipersiapkan untuk acara resepsi

perkawinan (walimah an-nikah) dengan istilah ”Rasulan”.7

Tata cara atau prosesi seserahan ini biasanya dilakukan pada satu hari sebelum

akad nikah. Wali dari calon pengantin perempuan mengundang calon pengantin laki-laki

melalui utusan dari pihak walinya. Kemudian setelah calon pengantin laki-laki

berangkat menuju rumah calon pengantin perempuan diiringi dengan seserahan. Dalam

mengantarkan seserahan biasanya disertai dengan seorang utusan yang bertugas untuk

menyerahkan seserahan kepada wali.

Maksud dan tujuan diadakannya seserahan ini tidak lain hanya untuk

menggembirakan hati calon mempelai perempuan dan walinya. Bahwa calon mempelai

laki-laki tersebut benar-benar sudah siap untuk menjalin rumah tangga dengan

perempuan tersebut.8

Namun dampak yang timbul dari acara “tambahan” tersebut dapat berpengaruh

positif dan juga negatif bagi pasangan pengantin tersebut. Dampak positifnya setelah

akad nikah sudah dilaksanakan pasangan pengantin itu dapat hidup mandiri dengan

peralatan yang sudah tersedia. Barang-barang tersebut bisa meringankan beban orang

tua/wali karena pada umumnya pengantin laki-laki hidup di rumah mertua atau wali dari

perempuan.

Sementara itu dampak negatif yang timbul dari seserahan ini sangat dirasakan

oleh kalangan masyarakat yang kurang mampu dan suatu hal yang diwajibkan ada

7
Rasulan yaitu istilah adat mundu yang artinya upacara adat dalam rangka menyambut perkawinan.
8
Wawancara dengan Bapak Rois, salah satu sesepuh warga desa Mundu, di kediamannya Blok Tengah
Rt.01/02, Sabtu, 18 Januari 2014, pukul. 19.00 WIB.
4

dalam hukum adat. Di samping itu terjadi persaingan dalam memperlihatkan kekayaan

sehingga menimbulkan sikap riya pada diri mereka. Hal ini pun mengakibatkan

timbulnya sistem “kasta” karena dengan adat seserahan itu orang yang kurang mampu

tidak mungkin bisa berbesan dengan orang kaya karena ketidak mampuanya.

Gagal dan berlanjutnya acara akad nikah ditentukan oleh wujud besar kecilnya

atau sedikit banyaknya seserahan yang diserahkan calon pengantin pria kepada calon

mertua atau orang tua pengantin putri. Fakta ini dalam kenyataannya sering

mempengaruhi rencana perkawinan dan bahkan telah memicu kegagalan dalam

pernikahan. Kebanyakan dari mereka yang gagal adalah keluarga yang tidak mampu.

Secara garis besar pandangan masyarakat mengenai budaya seserahan di Desa

Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes, dan umumnya di Indonesia ini adalah

suatu hal yang dianggap wajib dalam prasyarat perkawinan dan kebanyakan yang

dibebaninya adalah mempelai laki-laki.

Praktek seperti ini sudah banyak dilakukan di berbagai daerah. Mereka

beranggapan bahwa jika seserahan adalah salah satu yang harus dilakukan dan tidak

boleh ditinggalkan. Karena menurut pandangan mereka itu termasuk kedalam syarat

perkawinan, jika tidak dilakukan maka perkawinan belum dianggap sempurna.

Survai pendahuluan penulis mendapatkan adat istiadat perkawinan Islam di

desa Mundu Kec.Tanjung Kab. Brebes menunjukan bahwa konsep-keonsep dasar

tentang perkawinan menurut ajaran Islam masih belum banyak difahami masyarakat

secara meluas. Konsep perkawinan secara definitif perlu disosialisasikan kepada

mereka, begitu juga syarat rukun perkawinan yang dewasa ini merupakan hal yang

wajib, mereka tinggalkan. Bahkan, mahar atau maskawin yang walaupun bukan
5

termasuk rukun nikah tetapi masuk pada suatu hal yang wajib adanya, kadang-kadang

disepelekan.

Hal ini terbukti dalam pemberian mahar dari pengantin pria kepada pengantin

putri jauh lebih kecil dibandingkan dengan besaran seserahan itu sendiri. Padahal sejak

awal mulanya seserahan adalah sederhana sekali, akan tetapi sesuai perkembangan

zaman budaya seserahan semakin marak. Sehingga bagi sebagian masyarakat adat

seserahan tersebut sangat memberatkan, yang berdampak sulitnya melaksanakan

perkawinan. Sebagaimana Firman Allah Swt dan hadis Nabi Saw.

9
      
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.

10
‫اح اَيْ ِس ُرَها‬
ِ ‫َخ ْي ُر النِّ َك‬
Artinya: “Sebaik-baik nikah itu yang disukainya”.

Ayat dan hadis di atas menunjukan kemudahan dan bukan mempersulit dalam

suatu jenjang perkawinan. Di satu sisi dapat diberlakukan sebagai pijakan dalam

mengistinbatkan hukum, disisi lain dalam konteks penelitian ini adat seserahan

meniscayakan peninjauan ulang terhadapnya. Ajaran Islam juga melarang pencegahan

perkawinan karena ingin mendapatkan yang lebih dari segi keduniaan yang ditinjau dari

segi moral Islam.

B. Rumusan Masalah

9
Hasbi Ash-Shiddiqi, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta: yayasan penyelenggara penterjemah Al-
Qur‟an,1971). Hal. 72.
10
Abi al-Tabin Muhammad Syams al-Haq al-Azim al-Abady, „Aun al-Ma‟būd Syarh Sunān Abi
Dawūd, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), cet. Ke-6, hal. 152. Hadis dari „Uqbah ibn „Amir, hadis ini sahih.
6

Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan dan

pembatasan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kegiatan tradisi seserahan di tengah syarat walimah di desa Mundu

Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes?

2. Bagaimanakah keberadaan adat seserahan dalam kaitannya dengan perkawinan Islam

di desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan jawaban dari rumusan masalah tersebut di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mendeskripsikan kegiatan tradisi seserahan di tengah syarat walimah di

desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes.

b. Untuk mendeskripsikan keberadaan adat seserahan dalam kaitannya dengan

perkawinan Islam di desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes.

2. Kegunaan

a. Untuk mengetahui proses tradisi seserahan dan kaitanya dalam walimah

perkawinan.

b. Sebagai literatur penting dalam praktik perkawinan dikalangan masyarakat

muslim, terutama daerah Brebes Jawa Tengah.

D. Kajian Terdahulu

Kajian terdahulu memiliki manfaat sebagai bahan pertimbangan agar peneliti

yang akan dilakukan tidak terjadi pengulangan. Oleh karena itu peneliti mempelajari dan
7

mencoba membedakan dengan penelitian terdahulu yang bersinggungan dengan

penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang telah ada adalah sebagai berikut:

Skripsi Syaeful Bakhri, 2008 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Beban Calon Suami Dalam Adat Seserahan Di Desa Malahayu Kec.Banjarharjo Kab.

Brebes Jawa Tengah.” Skripsi ini membahas masalah perkawinan adat di sebagian suku

sunda, khusus di masyarakat Malahayu. Di samping maskawin (mahar) pihak laki-laki

juga harus membawa perabotan rumah tangga, serta mencantumkan pula mengenai

tinjauan umum tentang mahar dan nafkah dalam islam. Di dalamnya berisi pengertian

dan dasar hukum mahar, macam-macamnya serta pengertian dan dasar hukum nafkah,

bentuk dan ukuran pemenuhan nafkah. Penelitian ini lebih cenderung pada besaran calon

laki-laki dalam melakukan adat seserahan tersebut.11

Ada juga Skripsi Judarseno, 2007 dengan judul "Tradisi Hantaran dalam

Peminangan Adat Melayu Sanggau Kalimantan Barat." Skripsi ini membahas masalah

Tradisi Hantaran dan mencamtumkan pula mengenai sejarah serta tata cara Peminangan

dalam Adat Melayu Sanggau Kalimantan Barat, yang teridentifikasi bahwasanya tradisi

tersebut bermula pada tahun 1345 dilakukan oleh kerabat Kerajaan Sanggau, dengan tata

cara yang dimulai dari proses nanyu, nyumu-nyumu, ngerisi‟, sampai kepada antar

pinang/antar barang.

Nunyu ialah tindakan dari seseorang (pihak laki-laki) untuk survei atau melihat

kepada pihak si wanita secara diam-diam. Nyumu-nyumu artinya membuka sedikit tabir

keinginan, ini dilakukan oleh Pak Tali atau Mak Tali12 dengan cara bisik-berbisik13 agar

tidak diketahui oleh masyarakat umum, mereka datang untuk bersilaturrahmi ke rumah

keluarga perempuan dengan maksud dan tujuan untuk melamar.

11
Syaeful bakhri, Skripsi Tinjauan Terhadap Beban Calon Suami Dalam Adat Seserahan di Desa
Malahayu Kec.Banjarharjo Kab. Brebes Jateng, http// =skripsi+seserahan&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a.
12
Pak Tali atau Mak Tali yaitu seorang yang dipercaya, orang suruhan dari pihak orang tua laki-laki.
13
Bukan berbisik yang sebenarnya, tetapi berbicara dengan pelan dan tertata.
8

Ngerisi‟ ialah pemberian barang pada tahap pertama pada saat peminangan, yang

berupa; sirih, pinang, kapur, gambir, dan tembakau, kemudian barang pengiringnya

berupa; sehelai sarung, selendang, sabun dan pupur. Antar Pinang ialah apabila

pertunangan telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka barang yang diantarkan

kepada pihak perempuan lebih besar lagi jumlahnya, berupa bungkus-bungkusan kecil

seperti; padi, beras, kemiri, jahe, dan paku, kemudian disusul dengan mas kawin berupa

uang, mas atau jenis barang yang mempunyai manfaat. 14

Seiring dengan perkembangan zaman tradisi ini masih tetap sakral dilaksanakan

oleh masyarakat Melayu Sanggau, namun terhadap barang-barang hantarannya saja

mengalami perubahan menyesuaikan masa sekarang. Hukum adat tertulis yang khusus

membahas masalah tradisi ini juga mengalami perubahan pada jumlah uang sangsi

adatnya.

Berbeda dengan penelitian Syaeful Bakhri dan Judarseno penelitian ini berupaya

mendeskripsikan sesuatu yang terkait dalam acara perkawinan di desa Mundu kecamatan

Tanjung Kabupaten Brebes. Dalam penelitian ini, apakah seserahan bisa dipahami

sebagai salah satu hal yang diwajibkan bagi calon suami. Seserahan dalam konteks ini

bisa dipahami sebagai pelengkap yang statusnya hanya perayaan dalam menyambut

pernikahan atau merupakan manifestasi dari lamaran.

E. Kerangka Pemikiran

Penulis mencoba mencarikan solusi dengan dua pendekatan, pertama

menggunakan pendekatan al-ʻUrf dan kedua dengan teori Receptio.

pertama pendekatan al-ʻUrf, secara bahasa ʻurf berarti mengetahui, kemudian

dipakai untuk arti sesuatu yang diketahui, dikenal, dianggap baik, diterima akal-pikiran

14
Judarseno, Skripsi dengan judul "Tradisi Hantaran dalam Peminangan Adat Melayu Sanggau
Kalimantan Barat,(UIN Yogyakarta, 2007) hal. 15.
9

yang sehat.15 ʻUrf merupakan suatu yang sudah dikenal dikalangan umat manusia selalu

diikuti, baikʻurf perkataan maupun ʻurf perbuatan.16

Hukum Islam bersifat universal, sehingga ia mengatur segala aspek kehidupan

manuisa. Namun bagaimanapun ia tidak terlepas dari pengaruh budaya atau adat dari

suatu daerah, misalnya Mundu di mana hukum Islam berkembang. Sehingga proses

perkawinan adat beruapa seserahan yang terjadi di Desa Mundu ini termasuk dalam ʻurf.

ʻUrf ada dua macam, yaitu ʻurf yang sahih danʻurf yang fasid. Yang pertamaʻUrf

yang sahih adalah sesuatu yang telah dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan

dengan dalil syara‟, tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan yang

wajib. Seperti sesuatu yang telah diberikan oleh pelamar (calon suami) kepada calon istri

berupa perhiasan, pakaian atau apa saja. Sebagai suatu kerelaan sebelum bersanding atau

pembayaran mahar secara utang.17 „Urf yang seperti ini harus dipelihara, karena apabila

difatwakan yang lain dari yang telah dibiasakan, sedangkan perbuatan mereka tidak

bertentangan dengan naṣ, tentulah timbul kepicikan dan kesukaran.18 Sebagaimana telah

di firmankan oleh Allah Swt.

19
       

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu”.

Berdasarkan „urf yang sahih itulah ulama uṣulal-fiqh membentuk kaidah:

20
َ ‫اَلْ َع‬
‫ادةُ ُم ْح َكمة‬

15
A. Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 77.
16
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1995), hal. 77.
17
Abd al-Wahhab Khalaf, ʻIlmuUṣūl al-fiqh, (Kairo: Dār al-Qalām, 1978), hal. 90.
18
Hasib Ash-Shiddiqi, Filsafat Hukum Islam, cet. Ke-1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 477.
19
Hasbi Ash-Shiddiqi, Al-Qur‟an dan Terjemah, . . .,hal. 45.
10

Artinya:“Suatu adat dapat di jadikan hukum”


Kaidah di atas menjelaskan bahwa suatu kebiasaan dapat dijadikan patokan

hukum. Kebisaan dalam istilah hukum sering disebut sebagai „Urf atau adat. Adapun

suatu adat atau „Urf bisa diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Tidak bertentangan dengan hukum Islam

b. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan menjadikan kemaslahatan

c. Telah berlaku pada umumnya orang muslim

d. Tidak berlaku dalam ibadah Mahdhah

e. „Urf tersebut sudah memasyarakat

Kaidah ini bersumber dari firman Allah SWT :

21
 

Artinya: “Dan dia tidak menjadikan untukmu dalam agama suatu kesempita”.
Adat yaitu hukum yang ditetapkan untuk menyusun dan mengatur hubungan

perorangan dan hubungan masyarakat atau untuk mewujudkan kemaslahatan dunia.

Hukum-hukum ini dapat dipahami maknanya dan selalu diperhatikan kemaslahatan „urf-

„urf-nya dan dapat berubah menurut perubahan masa, tempat dan situasi. Oleh karena itu

hukum mengenai adat (muamalah) ini, kebanyakan hukumnya bersifat keseluruhan,

berupa kaidah-kaidah yang umum disertai dengan illatnya.

Kaidah-kaidah Arti „urf secara harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan,

atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

melaksanakannya atau meninggalkannya. Menurut kebanyakan ulama „urf dinamakan

juga adat, sebab perkara yang telah dikenal itu berulang kali dilakukan manusia. Para

20
Abdul Hamid Hakim, Mabady‟awaliyyah, (Jakarta: Syadiyyah Putra, tt), hal. 36.
21
Hasbi Ash-Shiddiqi, Al-Qur‟an dan Terjemah,. . .hal. 523.
11

ulama ushul fiqih membedakan antara adat dengan „urf dalam kedudukannya sebagai

dalil untuk menetapkan hukum syara.

Adat didefinisikan dengan:

‫المتَ َك ِرُر ِم ْن غَْي ِر َع َلقَة َع ْقلِيِة‬ ِ َ ‫اَلْع‬


ُ ‫ادةُ ه َي اَلَ ْم ُر‬ َ

Artinya: “Adat adalah sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang tanpa adanya
hubungan rasional.”

‫رط اَن َل يُ َخالِف نَصا‬


ِ ‫ش‬َ ِ‫اسل ِمى ب‬ ِ َ‫لميَ ِة ِمن ا‬
َ ‫هل قِط ِر‬ ِ ‫اس ُﺫو الطَباع الس‬
َ ِ ‫اد الن‬ ُ ُ‫اَلْع‬
ُ َ‫رف َما يَعت‬
‫َش ْر ِعيا‬ 22

Artinya: “„Urf adalah sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dan diterima oleh tabiat
yang baik serta telah dilakukan oleh penduduk sekitar Islam dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan nash syara.”

Dengan demikian „urf bukanlah kebiasaan alami sebagaimana berlaku dalam

kebanyakan adat, tetapi muncul dari pemikiran dan pengalaman yang dibahas ulama

ushul fiqih dalam kaitannya dengan dalil dalam menetapkan hukum syara adalah „urf,

bukan adat.

Meski seserahan mengandung kemaslahatan untuk di kemudian hari, akan tetapi

kenyataan yang ada adalah rasa keberatan dari pihak calon mempelai laki-laki. Karena

berlebihan dan menyulitkan, maka kaidah uṣul al-fiqh di bawah ini sebagai pedoman

untuk meninggalkan atau menolak kerusakan lebih didahulukan atas menarik

kemaslahatan:

23
‫صا لِ ِح‬
َ ‫الم‬
َ ‫ب‬ ِ ‫الم َفا ِس ِد ُم َقدم َعلَي َج ْل‬
َ ُ‫َدرء‬

22
http// Harun Nasution, Pengaruh„Urf Dalam Pengambilan Hukum Islam, Postado Jumat, 24
Agustus 2012, Pukul 02.42.
23
Abd al-Wahhab Khalaf, „Ilmu Uṣūl al-Fiqh, (tk: tt), hal. 136.
12

Artinya: “Membuang yang rusak lebih didahulukan dari pada mempertahankan yang
maslahat”.

Seserahan dalam perkawinan merupakan adat yang menggunakan „urf sebagai

kemaslahatan yang tidak ditetapkan hukumnya oleh syara‟ dan tidak ada dalil yang
24
melarang atau mewajibkannya. Akan tetapi berdasarkan kebiasaan masyarakat yang

selalu diulang-ulang. Hal ini perlu dikaji ulang dalam tinjauan hukum Islam karena

seserahan yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan cenderung

memberatkan. Artinya ada pemberian seserahan yang di samping mahar sehingga dirasa

berat oleh sebagian masyarakat.

Pendekatan kedua yakni teori Receptio25 menurut teori ini : “Kalau suatu

masyarakat itu memeluk agama tertentu maka hukum adat masyarakat yang

bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya.26 Kalau ada hal-hal yang

menyimpang dari pada hukum agama yang bersangkutan, maka hal-hal itu dianggap

sebagai pengecualian”. Namun Snouck Hurgrounye menentang keras teori ini dengan

mengatakan bahwa tidak semua hukum agama diterima dalam hukum adat.

Hukum agama hanya memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang

sifatnya sangat pribadi yang erat kaitannya dengan kepercayaan dan hidup batin, bagian-

bagian itu adalah hukum keluarga, hukum perkawinan, dan hukum waris. Memang

diakui sulit mendeskripsikan bidang-bidang hukum adat yang dipengaruhi oleh hukum

agama, hal ini disebabkan bidang yang dipengaruhi oleh hukum agama sangat bervariasi

dan tidak sama terhadap masyarakat.27

Di desa Mundu contohnya hukum perkawinan yang diwarnai corak adat yakni

tradisi seserahan, Van Vollen Houven mengatakan Suatu kebiasaa/adat akan menjadi

24
Rahmat Syafei, IlmuUshul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 129.
25
Teori ini dikembangkan oleh Mr. LCW Van Den Berg.
26
http://ahdabina.staff.umm.ac.id/archives/144.
27
http://didinkcha.blogspot.com/2012/12/hukum-adat.html
13

hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi, sangsi yang terdapat di Mundu memang

haya sebatas cibiran namun itu sangat dihindari oleh masyarakat dengan cara melakukan

tradisi-tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu kala salah satunya tradisi seserahan.

F. Metodologi Penelitian

Untuk memudahkan penulis dalam penelitian dan pemecahan masalah tersebut,

maka penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sosiologi hukum Islam yang bersifat

deskriptif berupa lisan dan pola prilaku masyarakat desa Mundu yang memberikan

pengaruh terhadap hukum Islam dan adat istiadat.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes.

Penetapan lokasi dengan pertimbangan :

a. Di desa itu mempunyai masalah yang sangat pelik mengenai hukum Islam dan

Adat serta menarik untuk dijadikan bahan penelitian.

b. Kasus yang menjadi bahan kajian dalam penyusunan penulisan ini adalah salah

satu kasus yang sering terjadi di desa tersebut.

3. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian berguna untuk memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian, sehingga hasil yang didapatkan dapat maksimal. Di bawah ini ada

beberapa langkah dalam penelitian antara lain :

a. Tekhnik Pengumpulan Data, yang terdiri dari :


14

1) Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara

dengan responden dan informan. Sedangkan yang menjadi informan dalam

penelitian ini adalah sesepuh desa Mundu, Tokoh agama (NU dan MU), kalangan

akademisi, dan para pihak yang melakukan budaya seserahan itu.

2) Data sekunder adalah data yang dapat diambil dari berbagai literatur yang

berhubungan dengan seserahan dalam perkawinan muslim.

b. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Wawancara.

Wawancara ditujukan kepada perwakilan masyarakat yang terlibat dalam

permasalahan, dalam hal ini para sesepuh desa serta warga desa mundu.

Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan mendapatkan

informasi yang ada dengan jawaban-jawaban yang sebenarnya.


15

2) Observasi

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi pertisipan.

Partisipan yaitu penelitian (observasi, pengamat) yang secara langsung dan

membaur bersama-sama dengan masyarakat. Karena peneliti ingin menghayati

situasi yang sedang diteliti sehingga peneliti memperoleh gambaran jelas. Untuk

mendapatkan informasi yang akurat dan objektif, maka peneliti terjun kelapangan

dan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala nyata pada

obyek yang diteliti.

3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk

juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

c. Metode Analisis Data

Karena data yang diperoleh di lapangan berupa data (kata atau tindakan),

maka analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif-

analitik yang berarti interpretasi terhadap isi yang dibuat dan disusun secara

sistematik atau menyeluruh.

Analisis data dilakukan secara induktif yaitu mulai dari laporan atau fakta

empiris dengan cara terjun kelapangan mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan

menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data didalam

penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.

Untuk mempermudah pemahaman diatas, maka peneliti melakukan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Reduksi data
16

a) Data yang telah terkumpul dipilih dan dikelompokan berdasarkan data yang

mirip sama.

b) Data itu kemudian diorganisasikan untuk mendapatkan simpulan data sebagai

bahan penyajian data.

2) Penyajian data

Setelah data diorganisasikan, selanjutnya data disajikan dalam uraian-uraian

naratif yang disertai dengan bagan atau tabel untuk memperjelas penyajian data.

3) Penarikan data

Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Untuk mempermudah tentang metode analisis tersebut.

Miles dan Huberman menggambarkan siklus data interaktif sebagai berikut:

Tabel 1.1:
Siklus Data Interaktif

Pengumpulan data

Reduksi data Sajian data

Penarikan kesimpulan atau


verifikasi

Sumber : Model analisis interaktif (Miles dan Huberman).

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini terdiri atas lima bab. Bab pertama memaparkan

pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang uraian Latar Belakang Masalah, Rumusan
17

Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian Terdahulu, Kerangka Pemikiran, Metodologi

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab kedua menjelaskan tentang pengertian, sejarah dan kedudukan seserahan dalam

hukum Islam, relasi seserahan dengan walimah dan relasi seserahan dengan khithbah.

Bab ketiga memuat kondisi objektif desa, menguraikan sejarah desa, keadaan geografis

dan demografis, kondisi sosial budaya, keadaan ekonomi, kondisi politik, tradisi yang

berkembang di masyarakat Desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes dan

pelaksanaan seserahan di desa Mundu Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes.

Bab keempat yakni hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan

tentang hasil penelitian yaitu seserahan sebagai persyaratan yang mengikat dalam

perkawinan dan pelengkap dalam haflah perkawinan.

Terakhir bab lima merupakan hasil kesimpulan dari penelitian dan pembahasan terhadap

permasalahan yang diuraikan serta saran-saran yang dianggap perlu.

Anda mungkin juga menyukai