Anda di halaman 1dari 23

STEP I

clarify unfamiliar terms(s)

o Faktor VIII
Faktor antihemofilik, berperan dalam jalur intrinsik.
o Faktor IX
Komponen tromboplastin plasma; faktor Christmas; faktor ini hanya berperan
dalam jalur pembekuan darah intrinsik. Defisiensi menyebabkan hemofilia B.
o Hemofilia
Diatesis hemoragik herediter yang terjadi dalam 2 bentuk akibat defisiensi faktor
koagulasi darah.
o Hemofilia A
Hemofilia klasik bentuk resesif yang terkait dengan kromosom X yang
menyerang pria disebabkan karena defisiensi faktor VIII (faktor pembekuan).
o Khitan/sirkumsisi
Pemotongan sebagian atau seluruh preputium/kulit depan.
o Trombin
Enzim yang diaktifkan dari aktivasi protrombin yang mengkatalis konversi dari
fibrinogen menjadi fibrin.
o Tromboplastin
Substansi dalam darah dan jaringan yang membantu perubahan protrombin
menjadi trombin dengan adanya kalsium terionisasi.

2
STEP II
define problem(s)

1. Apa penyebab dari hemofilia A, dan jelaskan!


2. Apa yang menyebabkan darah sukar berhenti pada penderita hemofilia?
3. Kenapa aPTT meningkat?
4. Kenapa dokter memberikan suntikan konsentrat faktor VIII rekombinan?
5. Mengapa faktor VIII menurun sedangkan faktor IX normal?
6. Mengapa terjadi lebam berwarna biru kehitaman di kulit bila terjadi
benturan?
7. Bagaimana prognosis serta epidemiologi hemofilia di Indonesia?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita hemofilia?
9. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
hemofilia?

3
STEP III
brainstorm possible explanation(s) for the problem(s)

1. Defisiensi pembentukan faktor VIII. Defisiensi tersebut disebabkan


karena mutasi, herediter, terjadi di kromosom X, X-linked resesif.
2. Adanya protosiklin yang menghambat faktor VIII, sehingga tidak
terbentuk agregasi trombosit.
3. Karena adanya defisiensi faktor pembekuan V, IX, X, XI, dan adanya
penyakit sirosis hati.
4. Untuk menambah kadar faktor VIII, dimana pada penderita tersebut
rendah; untuk membantu terjadi hemostasis jika terjadi luka.
5. Karena mutasi faktor VIII pada hemofilia A, sedangkan pada faktor IX
tidak terjadi mutasi.
6. Karena terjadi perdarahan di dalam kulit.
7. Prognosis: tergantung dari derajat penyakitnya dan penanganannya.
Epidemiologi: di Indonesia banyak terjadi hemofilia A.
8. Transfusi faktor VIII rekombinan, pemberian Desmopresin, hindari
Aspirin dan antikoagulan.
9. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.

4
STEP IV
Arrange explanation into a tentative solution or hypothesis

Hemofilia merupakan datesis hemoragik herediter yang terjadi dalam 2


bentuk akibat defisiensi faktor koagulasi darah. Prognosisnya tergantung dari
derajat penyakitnya dan penanganannya, dan Indonesia kasus yang sering
ditemukan adalah hemofilia A. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi
pembentukan faktor VIII. Defisiensi tersebut disebabkan karena mutasi,
herediter, terjadi di kromosom X, X-linked resesif, serta karena adanya
protosiklin yang menghambat faktor VIII, sehingga tidak terbentuk agregasi
trombosit. Gejala yang timbul dapat berupa lebam di kulit, perdarahan yang
lama berhenti, adanya pemnjang aPTT, dan penurunan faktor VIII.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis hemofilia dapat
berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah transfusi faktor VIII
rekombinan, pemberian Desmopresin, hindari Aspirin dan antikoagulan.

5
STEP V
Define learning objectives (LO)

I. Memahami Mekanisme Pembekuan Darah (hemostasis)


1.1. Definisi Hemostasis
1.2. Faktor-faktor Hemostasis
1.3. Mekanisme Hemostasis
1.4. Pemeriksaan Hemostasis

II. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Hemofilia


2.1. Definisi dan Epidemiologi
2.2. Klasifikasi Hemofilia
2.3. Etiologi Hemofilia A
2.4. Patogenesis Hemofilia A
2.5. Patofisiologi Hemofilia A
2.6. Manifestasi Klinis Hemofilia A
2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Hemofilia
2.8. Pemeriksaan Hemofilia A
2.9. Penatalaksanaan Hemofilia A
2.10. Prognosis dan Komplikasi Hemofilia A

6
STEP VI
Gather information and individual study

7
STEP VII

1. Memahami Mekanisme Pembekuan Darah (Hemostasis)

1.1. Memahami definisi Hemostasis


Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara
spontan.

1.2. Faktor Faktor Hemostasis


Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Hemostasis
1. Faktor Vaskuler
Peran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses
kontraksi pembuluh darah (vasokonstriksi) secara aktivitas trombosit dan
pembekuan darah. Apabila pembuluh darah mengalami luka, maka akan terjadi
vasokonsriksi yang mula-mula secara reflektoris dan kemudian akan
dipertahankan oeh faktor lokal seperti 5 hidroksitriptamin (5-HT 1, serotonin) dan
epinefrin. Vasokonsriksi ini akan menyebabkan pengurangan aliran darah pada
daerah yang luka. Seperti kita ketahui, pembuluh darh dilapisi oleh sel endotel.
Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan ikat dibawah endotel seperti serat
kolagen, serta elastin dan membran basalis terbuka sehingga terjadi aktivasi
trombosit yang menyebabkan adesi trombosit dan pembentukan sumbat
trombosit. Disamping itu terjadi aktivasi faktor pembekuan darah baik jalur
intrinsik mauun jalur ekstrinsik yang menyebabkan pembekuan fibrin.
2. Faktor Trombosit
Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostasis yaitu pembentukan dan
stabilisasi sumbat tombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui
beberapa tahap yaitu adesi trombosit, agregasi trombosit dan reaksi pelepasan.
Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat
dibawah endotel akan trbuka. Hal ini akan mencetuskan adesi trombosit yaitu
suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing terutama serat
kolagen. Adesi trombosit sangat tergantung pada protein plasma yang disebut
faktor vonwillebrand’s (vWF) yang disintesis oleh sel endotel dan megakariosit.
Agregasi trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP, selain itu juga diprlukan ion
Ca dan fibrinogen. Zat agregator seperti trombin, kolagen, epinefrin dan TXA2
dapat menyebabkan reaksi pelepasan.
3. Faktor Pembekuan Darah
Mula-mula faktor pembentukan darah bertindak sebagai substansi dan kemudian
sebagai enzim.

8
Faktor – faktor pembekuaan dalam darah dan sinonimnya:

Faktor Pembekuan Sinonim


Fibrinogen Faktor I
Protrombin Faktor II
Faktor jaringan Faktor III; tromboplastin jaringan
Kalsium Faktor IV
Faktor V Proaccelerin; faktor labil; Acglobulin (Ac-
G)
Faktor VII Akselarator konversi protrombin serum
(SPCA); prokonvertin; faktor stabil
Faktor VIII Faktor antihemolitik (AHF); globin
antihemofilik (AHG); faktor A
anttihemofilik
Faktor IX Komponen tromboplastin plasma (PTC);
faktor christmas; faktor B
Faktor X Faktor stuart; faktor stuart prower
Faktor XI Antesenden tromboplastin plasma (PTA);
faktor C antihemofilik
Faktor XII Faktor hageman
Faktor XIII Faktor stabilisasi – fibrin
Prekalikrein Faktor fletcher
Kininogen dengan berat molekul besar Faktor fitzgerald; HMWK kininogen (berat
molekul besar)
Trombosit

9
1.3. Mekanisme hemostasis
Faktor yang berperan dalam sistem hemostasis:
1. Pembuluh darah
2. Trombosit
3. koagulasi dan enzim fibrinolitik
4. jaringan
hemostasis melibatkan 3 langkah utama :
1. spasme vaskuler
2. pembentukan sumbat trombosit
3. koagulasi darah

Kontriksi pembuluh darah


Segera setelah pembuluh darah ruptur, dinding pembuluh drah yang rusak itu sendiri
menyebabkan otot polos dinding pembuluh berkontraksi; sehingga dengan segera aliran
darah dari pembuluh yang ruptur akan berkurang. Kontraksi ini terjadi akibat dari:
1.spasme miogenik lokal
2. faktor autakoid lokalyang berasal dari jaringan yang terkena trauma dan platelet darah.
3. berbagai refleks saraf.
Semakin berat kerusakan yang terjadi, semakin berat spasmenya. Spasme pembuluh lokal
ini dapat berlangsung beberapa menit bahkan beberapa jam, dan selama berlangsung
proses sumbat platelet dan pembekuan darah.

10
Mekanisme sumbat platelet
Trombosit beragregasi untuk membentuk suatu sumbat didefek pembuluh. Pada waktu
trombosit bersinggugan dengan permukaan pembuluh yang rusak,terutama dengan
serabut kolagen dinding pembuluh, sifat – sifat trombosit segera berubah secara drastis.
Trombosit muali membengkak; bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan – tonjolan
yang mencuat dari permukaan protein kontraktilnya yang berkontraksi dengan kuat dan
menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit itu
menjadi lengket sehingga melekat pada kolagen dalam jaringan dan pada protein yang
disebut faktor von willebrand yang bocor dari plasma menuju jaringan yang trauma;
trombosit menyekresikan sejumlah besar ADP, dan enzim – enzim membentuk
tromboksan A2. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang
berdekatan, dan karena sifat lengket dari trombosittambahan ini maka akan menyebabkan
melekat pada trombosit semula yang sudah aktif.
Dengan demikian, pada setiap lokasi dinding pembulu yang luak, dinding pembuluh yang
rusak menimbulkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat
sehingga membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini mulanya longgar, namun biasanya
berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh ukurannya kecil. Setelah itu,
selam proses pembekuan darah selanjutnya, benang – benang fibrin terbentuk. Benang
fibrin melekat erat pada trombosit, sehingga terbentuklah sumbat yang kuat.

Pembekuan darah
Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 15 sampai 20 detik. Bila trauma pada dinding
pembuluh sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. Zat – zat
aktivator dari dinding pembuluh darah yang rusak, dari trombosit, dan dari protein –
protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak, akan mengawali
proses pembekuan darah.
Dalam waktu 3 sampai 6 menit setelah pembuluh ruptur, bila luak pada pembuluh darah
tidak terlalu besar seluruh bagian pembuluh yang terluka atau ujung pembuluh yang
terbuka akan diisi oleh bekuan darah. Setelah 20 menit sampai 1 jam, bekuan akan
mengalami retraksi; ini akan menutup tempat luka. Trombosit juga memegang peranan
penting dalam peristiwa retraksi bekuan ini.
Pembekuaan terjadi melalui tiga langkah utama:
1. sebagai respons terhadap rupturnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu
sendiri. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi
yang secara kolektif disebut aktivator protrombin.
2. Aktivator protrombin mengatalisis pengubahan protrombin menjadi trombin
3. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang
fibrin yang merangkai trombosit, sel darh, dan plasma untuk membentuk bekuan.

11
Proses hemostasis dimulai melalui dua jalur:
 Intrinsik : aktivasi kontak melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VII,
HMWK, PK, PF3, ion kalsium.
 Ekstrinsik : aktivasi oleh tromboplastin jaringan , faktor VII, ion kalsium
 Kedua jalur bergabung: melibatkan faktor X, faktor V, PF 3, prothrombin,
fibrinogen

Pembentukan jaringan fibrosa ( penghancuran bekuan darah)


Setelah bekuan darah terbentuk, dua proses berikut dapat terjadi:
1. bekuan dapat diinvsi oleh fibroblas, yang kemudian membentuk jaringan ikat
pada seluruh bekuan tersebut
2. bekuan itu dihancurkan
biasanya bekuan terbentuk pada luka kecil pembuluh darah yang diinvasi oleh fibroblas,
yang mulai terjadi beberapa jam setelah bekuan itu terbentuk. Hal ini berlanjut sampai
terjadi pembentukan bekuan yang lengkap menjadi jaringan fibrosa dalam waktu kira –
kira 1 sampai 2 minggu.
sebaliknya, bila sejumlah besar darah merembes kejaringan dan terjadi bekuan jaringan
yang tidak dibutuhkan, zat khusus yang terdapat dalam bekuan itu sendiri menjadi
teraktivasi. Zat ini berfungsi sebagai enzim yang menghancurkan bekuan itu.
Fibrinolisis adalah suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk menghancurkan fibrin secara
enzimatik oleh enzim fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembali
Terdiri dari 3 faktor utama:
1. plasminogen ; yang akan diaktifkan menjadi plasmin
2. pada endotelium
3. inhibitor plasmin ; substansi penetral plasmin ( antiplasmin)
pencegahan pembekuan darah dalam sistem pembuluh darah normal ( antikoagulan
intravaskular ):
1. faktor – faktor dipermukaan endotel
faktor paling penting yang dapat mencegah pembekuan dalam sistem
pembulfaktor paling penting yang dapat mencegah pembekuan dalam sistem
pembuluh darah normal:
 licinnya permukaan endotel
 lapisan glikokaliks, pada endotelium, yang mempunyai sifat menolak
faktor – faktor pembekuan dan trombosit.
 Ikatan protein dengan membran endotel, yaitu trombomodulin yang
mengikat trombin.

12
2. Kerja antitrombin fibrin dan antitrombin III
Antikoagulan yang menghilangkan trombin dari darah. Dua diantaranya yang
paing kuat ialah:
 Benang – benang fibrin yang terbentuk selama proses pembekuaan
 Suatu α- globulin yang disebut antitrombin III atau kofaktor antitrombin
heparin.
 Heparin, merupakan antikoagulan kuat lainnya, tetapi kadarnya dalam
darah normalnyaa rendah, sehingga hanya dalam kondisi fisiologis khusus
saja.

1.4. Pemeriksaan Hemostasis


 Pemeriksaan fungsi hemostasis
 Hitung darah dan Pemeriksaan sediaan Hapus darah
Trombositopenia merupakan penyebab lazim dari perdarahan abnormal, sehingga
pasien-pasien dengan kecurigaan kelainan darah awalnya harus diperiksa hitung
darahnya, termasuk hitung trombosit dan pemeriksaan sediaan hapus darah. Selain
untuk memastikan adanya trombositopenia, tindakan ini dapat menemukan
penyebabnya, misalnya leukemia akut.

 Uji Skrining pembekuan Darah


Uji skrining memungkinkan penilaian terhadap sistem “ekstrinsik” dan “intrinsik”
pembekuan darah dan juga perubahan sentral fibrinogen menjadi fibrin.
Masa protrombin(prothrombin time, PT) mengukur faktor-faktor VII, X, V,
protrombin, dan fibrinogen. Tromboplastin jaringan (ekstrak otak) dan kalsium
ditambahkan pada plasma sitrat. Waktu normal untuk terjadinya pembekuan adalah
10-14 detik. Ini dapat dinyatakan dalam rasio internasional yang dinormalisasikan
(international normalized ratio, INR).
Masa tromboplastin parsial teraktivasi (the activated partial thromboplastin, APTT)
mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII selain faktor X, v, protrombin, dan fibrinogen.
Tiga zat fosfolipid, suatu aktivator permukaan (misallnya kaolin), dan kalsium
ditambahkan pada plasma sitrat. Waktu normal untuk pembekuan adalah sekitar 3-40
detik.

 Pemeriksaan khusus faktor-faktor pembekuan


Sebagian besar pemeriksaan faktor didasarkan pada APTT dan PT; pada pemeriksaan
ini semua faktor kecuali faktor yang akan diukur terdapat dalam plasma substrat. Ini
biasanya memerlukan pasokan plasma dari pasien yang mengalami defisiensi
herediter faktor tersebut atau plasma defisensi faktor yang diproduksi secara
artifisial. Efek koreksi plasma yang diperiksa terhadap masa pembekuan plasma
substrat defisien yang memanjang kemudian dibandingkan dengan efek koreksi
plasma normal. Hasilnya dinyatakan sebagai persentase terhadap aktivitas normal.

13
Sejumlah metode kimiawi, kromogenik, dan imunologik tersedia untuk pengukuran
kuantitatif protein lain misalnya fibrinogen, VWF, dan faktor VIII dapat dinilai
dengan pengujian kelarutan bekuan dalam urea.

 Masa perdarahan
Adalah pemeriksaan yang berguna untuk fungsi trombosit yang abnormal, termasuk
diagnosis defisiensi VWF. Masa perdarahan juga memanjang pada trombositopenia,
tetapi normal pada perdarahan abnormal yang disebabkan oleh sebab vaskular.
Pemeriksaan ini meliputi pemasangan dan pemompaan manset tekanan darah pada
lengan atas, setelah itu dibuat inisisi kecil pada permukaan fleksor kulit lengan
bawah. Perdarahan normalnya berhenti dalam 3-8 menit.
o Uji fungsi trombosit
Pemeriksaan yang paling berguna adalah agregometri trombosit yang
mengukur serapan cahaya dalam plasma kaya trombosit sejalan dengan
agregasi trombosit. Agregasi awal (primer) disebabkan oleh suatu zat
eksternal, agregasi sekunder adalah respons terhadap zat penyebab
agregasi yang dilepaskan dari trombosit sendiri. Lima zat penyebab
agregasi eksternal yang paling banyak dipakai adalah ADP, kolagen,
ristosetin, asam arakidonat, dan adrenalin. Pola respons terhadap tiap zat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Flow cytometry sekarang
semakin banyak digunakan dalam praktik rutin untuk mengidentifikasi
adanya defek glikoprotein trombosit.

o Uji terhadap fibrinolisis


Meningkatnya kadar aktivator plasminogen yang bersikulasi dapat
dideteksi dengan adanya pemendekkan masa lisis bekuan euglonulin.
Tersedia sejumlah metode imunologik untuk mendeteksi produk
pemecahan fibrinogen atau fibrin dalam serum. Pada pasien yang
mengalami peningkatan fibrinolisis dapat dideteksi kadar plasminogen
dalam darah yang rendah.

2. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Hemofilia


2.1 Menjelaskan Definisi dan Epidemiologi

Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang
diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
(IPD JILID II)

14
Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:
10000 orang dan hemofilia B sekitar 1: 25000-30000 orang. Belum ada data mengenai
angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20000 kasus dari 200 juta
penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan
hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras,
geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai
20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.
(IPD JILID II)

2.2 Menjelaskan Klasifikasi Hemofilia


Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked rcessive
yaitu:
o Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan
VIII (F VIIIc).
o Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX (faktor
Christmas)
o Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan fakor XI yang
diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35

Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F


VIII atau F IX) dalan plasma. Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0.5-1.5 U/dl (50-
150%), sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan <1%, sedang 1-5%,
serta ringan 5-30%. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat
trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi
akibat trauma yang cukup kuat, sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeksi kecuali
pasien menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh
terbentur (sendi lutut,siku dll).
(IPD JILID II)

2.3. Etiologi Hemofilia


Disebabkan oleh mutasi gen factor VIII atau factor IX yang dikelompokkan
sebagai hemofilia A dan hemofilia B terletak pada kromosom X ,sehingga termasuk
penyakit resesif terkait x oleh karena itu semua anak perempuan dari laki-laki yang
menderita hemofilia adalah karier penyakit dan anak laki-laki tidak kena .anak –laki-laki
dari perempuan yang karier memilki 50% kemungkinan untuk penyakit hemofilia .terjadi
homozigot pada wanita dengan hemofilia (ayah hemofilia,ibu karier),tetapi keadaan ini
sangat jarang terjadi,kira 33% pasien tidak memilki riwayat keluarga dan mungkin akibat
mutasi spontan.

15
2.4. Pathogenesis Hemofilia
 Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIII C)dapat
karena sintesis menurun dengan struktur abnormal.
 Hemofilia B disebabkan karena defisisensi F IX.F VIII diperlukan dalam
pembentukan terase complex yang akan mengaktifkan F X.defisiensi F VIII
mengganggu jalur intrinsik
Sehingga menyebabkan kurangnya pembentukan fibrin akibatnya terjadi
koagulasi.hemofilia diturunkan secara sex linked recessive .lebih 30% kasus
hemofilia tidak diserta riwayat keluarga.

(Wilson ,Lorraine M .2006.PATOFISIOLOGI VOL 1 EDISI 6.Jakarta.EGC


Bakta,I Made.2006. Hematologi klinik .Jakarta.EGC)

2.5. Patofisiologi Hemofilia

Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada:


 jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena
gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan
pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan
mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi
pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang
berusia ± 3 bulan atau saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal
akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya.
 Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal. Rasionalnya
adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu
saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh). Darah keluar dari pembuluh. Pembuluh
darah mengerut/ mengecil kemudian Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh apabila kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan
anyaman ( Benang Fibrin) penutup luka tidak terbentuk sempurna, akibatnya darah tidak
berhenti mengalir keluar pembuluh. Sehingga terjadilah perdarahan.

http://keperawatan.blogspot.com/2009/05/askep-pasien-dengan-hemofilia.html

2.6. Memahami dan Menjelaskan Gejala Klinis dan Tanda Klinis Hemofilia

Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada
kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan
sampai sedang serta dapat timbil saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis
tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas factor pembekuan). Tanda
perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartosis, hematom subkutan atau
intramuscular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan mukosa cranial, epistaksis dan

16
hematuria. Sering pula dijumpai perdaraha yang berkelanjutan pascaoperasi kecil
(sirkumsisi, ektraksi gigi).

Hematrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berutut-turut sebagai


berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya, sendi
engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibangdingkan dengan sendi peluru, karena
ketidak mampiannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan
volunteer maupun inovlunter, sedalngkan sendi peluru lebih mampu menahan beban
tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuscular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot
betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini
sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf
dan kontraktur otot.
Perdarahan intracranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi
spontan atau sesudah trauma. Sedangkan perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal
yang membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan.
Hematuria massif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi
tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pascaoperasi sering berlanjut selama beberapa
jam sampai beberapa hari yang berhungan dengan penyembuhan luka yang buruk.

2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Hemofilia


Diagnosis Hemofilia

 Diagnosa definitive:
- Berkurangnya aktivitas F VIII/ F IX
- Pemeriksaan sitogenetik
- Bedakan hemofilia dengan penyakit von Willebrand dengan melihat rasio
F VIIIc : F VIIIag dan aktivitas F vW (uji ristosetin rendah)

 Diagnosis antenatal  Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar Ag F VIII


dalam darah janin pada trimester kedua kehamilan

 Deteksi hemofilia A karier  hitung rasio aktivitas F VIIIc dengan Ag F VIII


vW

 Analisa genetika  DNA probe: mencari lokus yang polimorfik pada


kromosom X

17
DIAGNOSIS BANDING

- Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII


- Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (khususnya varian
Normandy), inhibitor F VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII
dan V congenital
- Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin
K, sangat jarang inhibitor F IX yang didapat

(IPD II dan http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/askep-pasien-


dengan-hemofilia.html)

RIWAYAT PENYAKIT.

Dalam anamnesa biasanya akan di dapatkan riwayat adanya salah seorang anggota
keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan abnormal.
Beratnya perdarahn bervariawsia akan tetapi biasanya beratnya perdarahan itu sama
dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada
seseorang menderita hemofili. Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga
haemarhtros ( sebagai akibat jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan
perdarahan sendi merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili
ini.

KELAINAN FISIK

kelainan fisik tergantung dari perdarahan yang sedang terjadi yang dapat berupa hematom
di kepala atau extrinitis. dan juga sering dijumpai hemartrasi. Tentu didaerah hematom
akan ada perasaan nyeri. Jarang terjadi gangren. Perdarahan interstial akan menyebabk
atrofi otot, pergerakan akan terganggu, dan kadang-kadang menyebabkan neuritis perifer.

Pemeriksaan hematologis Jumlah trombosit normal. Waktu perdarahan normal. Rumple


leede negatif. Waktu pembekuan dan prothrombin consumpsion test abnormal.

18
Diagnosa pasti

Diagnosa pasti hemofilia atas dasar pemeriksaan generasi tromboplastin.

Anamnesa Atau Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas

Kelemahan otot

Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.

b. Sirkulasi

kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda

perdarahan serebral

Gejala : Palpitasi

c. Eliminasi

Gejala : Hematuria

d. Integritas Ego

Depresi, menarik diri, ansietas, marah.

Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.

e. Nutrisi

Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.

f. Nyeri

Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.

Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot

g. Keamanan

Hematom.

19
Gejala : Riwayat trauma ringan.

-Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa

nyeri dan terjadi bengkak.

-Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulakan Atropati hemofilia

dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.

-Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang

berlebihan, dan juga perdarahan otak.

-Terjadi Hematoma pada Extrimitas.

-Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan.

2.8. Pemeriksaan Hemofilia

 Anamnesis:
- Riwayat keluarga
- Kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti

 Pemeriksaan laboratorium:
- Masa pembekuan memanjang
- PT normal, aPTT memanjang
- Masa pembekuan tromboplastin abnormal
- Masa perdarahan dan masa protrombin normal

2.9. Penatalaksanaan Hemofilia


Terapi suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor
antihemofilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
 Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
 Merencanakan sutau tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%.
 Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest, ice, compressio, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.
 Kortikosteroid. Pembeian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah
serangan akut hemartrosis. Pemberian prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi

20
(artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas
hidup pasien hemofilia.
 Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis
dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak
mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan
antikoagulan).
 Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medik artritis
hemofilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas (hati-hati),
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan
aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor
anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan
dengan memberikan F VIII atau F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun
komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan
tersebut. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau
pembengkakan membaik; serta khususnya selama fisioterapi.

Konsentrat F VIII/F IX
Hemofilia aberat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan episode
perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar
yang tinggi harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan
virusnya.
Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex
concentrates (PCC) yang berisi F II, VII, IX dan X, dan purifid F IX
concentrates yang berisi sejumlah F IX tanpa faktor lain. PCC dapat
menyebabkan trombosis paradoksial dan koagulasi intravena tersebar yang
disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Risiko ini dapat
meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified konsentrat F IX
lebih diinginkan.
Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan volum
distribusi dari F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.
Kebutuhan F VIII / F IX dihitung berdasarkan rumus:

1. volume plasma (VP) = 40 ml/kgBB x BB (kg)


F VIII / F IX yang diinginkan (U) =
VP x (kadar yang diinginkan (%) – kadar sekarang (%)
100

21
2. F VIII yang diinginkan (U)
BB(kg) x kadar yang diinginkan (%) / 2
FIX yang diinginkan (U)
BB(kg) x kadar yang diinginkan (%)

Kriopresipitat AHF
Kriopresipitat AHF adalah suatu komponen darah non seluler yang
merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII,
fibrinogen, faktor von Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F
VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII.
Satu kntong kriopresipitat yang mengandung 100 U F VIII dapat
meningkatkan F VIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan
demam.

1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin


Hormon sintetik anti diuretik (DDAVP) merangsang peningkatan kadar
aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat
sementara.sampai saat ini mekanisme kerja DDAVP belum diketahui
seluruhnya, tetatpi dianjurkan untuk diberikan pada hemofilia A ringan
dan sedang dan juga pada karier perempuan yang simtomatik. Pmberian
dapat secara intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB dalam 30-50 NaCl
0,9% selama 15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada
pemberian ini dicapai dalam waktu 30-60 menit.pada tahun 1994 telah
dikeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot intranasal. Dosis
yang dianjurkan untuk pasien dengan BB < 50 kg 150 mg (sekali
semprot), dan 300 mg untuk pasien dengan BB > 50 kg (dua kali semprot),
dengan efek puncak terjadi setelah 60-90 menit.
Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian
perdarahan sebaiknya dilakukan setiap 12-24 jam.
Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, flushing,
trombosis (sangat jarang) dan hiponatremia. Juga bisa timbul angina pada
pasien dengan PJK.

Antifibrinolitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk
menstabilkan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses
fibrinolisis.Hal ini ternyata sangat membantu dalam pengelolaan pasien
hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus perdarahan mukosa
mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim
fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara
oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kg BB, diikuti 100
mg/kg BB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam
traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5 g)
secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap 8

22
jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan
parenteral, terutama salin normal.

Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus
dan adeno-asociated virus memberikan harapan baru bagi pasien
hemofilia. Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan
memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke
dalam sel hati. Gen F VIII rlatif lebih sulit dibandingkan gen F IX, karena
ukurannya (9 kb) lebih besar; namun khir tahun 1998 para ahli berhasil
memindahkan plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.

2.10. Prognosis dan Komplikasi Hemofilia


Prognosis Hemofilia
Kemajuan luar biasa telah dibuat dalam pengobatan hemofilia, dan
kebanyakan pasien sekarang dapat beraktivitas penuh, hidup sehat dengan
penuh hati-hati pada kondisi mereka.
http://kidshealth.org/parent/medical/genetic/hemophilia.html

Komplikasi Hemofilia
Yang sering ditemukan adalah atropati hemofilia dimana penimbunan
darah intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan
tulang sendi secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai
rusaknya fungsi sendi.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan
jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor
pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam
tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi
intra abdomen atau intra torakal).

23
DAFTAR PUSTAKA

Setiyohadi Bambang,dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV. Jakarta. FK UI.

Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 11. Jakarta. EGC.

http://kidshealth.org/parent/medical/genetic/hemophilia.html

http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/askep-pasien-
dengan-hemofilia.html

Wilson ,Lorraine M .2006.PATOFISIOLOGI VOL 1 EDISI 6.Jakarta.


EGC
Bakta,I Made.2006. Hematologi klinik .Jakarta.EGC

24

Anda mungkin juga menyukai