Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Fraktur Intertrochanter Femur

Oleh :

Achmad Nurdin Himawan

Pembimbing :

dr. Abdurrahman Yusuf Habibi Sp.OT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SMF BEDAH

RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2015
DAFTAR ISI

Halaman

Judul...................................................................................................................1

Daftar Isi ...........................................................................................................2

BAB I – Pendahuluan........................................................................................3

BAB II - Laporan Kasus ..................................................................................5

BAB III - Tinjauan Pustaka ..........................................................................13

BAB IV – Pembahasan ...................................................................................22

BAB V – Penutup ............................................................................................26

Daftar Pustaka ................................................................................................30

2
BAB I

PENDAHULUAN

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya

gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang,

periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya (Corso et al., 2006).

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan frakturterbuka.

Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmentulang dengan

dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapathubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaandi kulit. Bentuk-bentuk perpatahan

antara lain transfersal , oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick

(Mansjoer, 2000).

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan

umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau

luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak

dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan

pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang

berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan

hormon pada menopause (Apley, 1995).

Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe fraktur

panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter

mayor terdapat musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan abduksi

panggul) dan trochanter minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi

panggul) (Evans & McGrory, 2001).

3
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama-tama dapat dilakukan anamnesis

baik dari pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah

mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya.

Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look,

feel, move. Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma,

pembengkakan dan lain-lain. Palpasi dilakukan untuk menilai area rasa sakit,

efusi, maupun krepitasi. Penilaian move dilakukan untuk mengetahui ROM

(Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas

dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary

return (normalnya < 2 detik) dan pulse oximetry.

Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis digunakan

pemeriksaan radiologi/ X Ray. Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan

fraktur diberlakukan rule of two, yaitu : dua sudut pandang, dua sendi, dua

ekstrimitas, dan dua waktu.(Parahita dan Karyanita, 2008).

4
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

- Nama : Tn. G

- Umur : 54 tahun

- Jenis kelamin : Laki-laki

- Agama : Islam

- Pekerjaan : Wiraswasta

- Alamat : Kucur, RT 4 / RW 1 Sidomuldi, Lamongan

- Tanggal masuk : 25 Januari 2015 jam 08.40

- No. RM : 31.63.86

2.2 Anamnesis

1. Keluhan utama

Nyeri paha kanan

2. Mechanism of injury

Pasien datang ke IGD RSML dengan keluhan nyeri pada paha kanan

atas jika dibuat bergerak, setelah terjatuh dari tangga saat memperbaiki

genteng rumah dengan ketinggian 2 meter kemaren sore pukul 17.00 (15

jam SMRS). Pasien terjatuh dalam posisi berbaring miring ke arah kanan.

Pasien merasakan daerah paha kanan atas terbentur terlebih dahulu saat

jatuh. Kepala tidak terbentur. Sesaat setelah jatuh, dibawah ke tukang pijat,

karena bagian paha kanan nyeri jika digerakkan dan tidak kuat untuk

berdiri. Karena keluhan tidak mereda dan sulit berdiri, pasien dibawa ke

5
RSML untuk tindakan lebih lanjut. PTA (-), mual (-), muntah (-), sakit

kepala (-), mimisan (-), keluar darah dari telinga (-), bengkak di paha kanan

atas (+).

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- HT (-), DM (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Primary survey

- A : clear, gargling (-), snooring (-), speak fluently (+), potensial obstruksi (-)

- B : spontan, RR 22 x/menit, vesikuler/ vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

- C : akral hangat kering merah, CRT <2 detik, TD 111/64 mmHg, N

65x/menit

- D : GCS 456, , pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya +/+, lateralisasi

-/-

- E : T 36°C, vulnus (-)

2. Secondary survey

Vital Sign :

- Tekanan darah : 115/70 mmHg

- Nadi : 70 x/menit

- RR : 20 x/menit

- Suhu : 36oC

a. Kepala-leher

- Kepala : normochepali, tanda radang pada kulit kepala (-), jejas (-)
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor 3mm/3

mm, refleks pupil (+/+)


- Mulut : bibir sianosis (-)
- Leher : massa (-), pembesaran KGB (-)

6
b. Thoraks

- Inspeksi : simetris kiri dan kanan, mengikuti gerak napas, jejas (-)

- Palpasi : tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, ekspansi dinding

dada +/+, fremitus +/+

- Perkusi : sonor kedua lapangan paru

- Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan

c. Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tak tampak, voussure cardiac (-)


- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill/fremissment (-)
- Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak

pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri terletak pada ICS V-

VI linea medial clavicula kiri)


- Auskultasi : suara jantung I dan II tunggal, reguler,suara tambahan (-),

murmur (-), gallop (-).

d. Abdomen

- Inspeksi : jejas (-), massa (-)


- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, massa (-)
- Perkusi : tympani

e. Ekstremitas

- Akral hangat kering merah, jejas (+), deformitas (+)

3. Status lokalis

Regio femoralis dextra :

Look : deformitas-shortening (+), eksorotasi (-), soft tissue swelling (+),

hematom (-), kulit terbuka (-),bone exposure (-).

Feel : kalor (+), nyeri tekan (+), krepitasi (-), pulsasi a.poplitea (+), pulsasi

a.dorsalis pedis (+).

7
Move : false movement (+) functio laesa (+), flexi (-), extensi, abduksi,

adduksi, endorotasi dan eksorotasi terbatas karena nyeri (+).

Gambar klinis pasien

2.4 Assessment

Close Fraktur Collum Femur Dextra

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

1. Hematologi
- Diffcount : 0/0/74/23/3 (1-2/0-1/49-67/25-33/3-7)
- Hematokrit : 35,5% (L 40-54%, P 35-47%)
- Hemoglobin : 11,9 mg/dl (P12-16 mg/dl, L13-18 mg/dl)
- Leukosit : 10.600 (4000-10.000)
- Trombosit : 202.000 (150.000- 450.000)
2. Faal ginjal
- Urea : 30 mg/dl (10-50 mg/dl)
- Serum kreatinin : 0.9 mg/dl (L=0,8-1,5 P=0,7-1,2)
3. Kadar Gula Darah
- Gula darah acak : 97 mg/dl (<200)

8
4. Faal Hepar
- SGOT : 18 (L 37 U/L; P 31 U/L)
- SGPT : 15 (L 41 U/L; P 31 U/L)

5. Pemeriksaan Foto Xray Femur Dextra AP/LAT

2.5 Re-Assessement

Close Fraktur Intertrochanter Femur Dextra Comminutif

2.6 Penatalaksanaan

- Pasang spalk

- Terpasang IVFD RL Asering 1500 cc/24 jam

- Inj.Metamizole 3 x 1 gram iv

- Pasang DK

- Konsultasi Sp.OT

- Konsultasi Sp.An

2.7 Follow Up Post Op – Foto X-ray Femur Dextra AP/LAT

9
Tgl S O A P
25/01/2015 Nyeri paha GCS 456 Post op ORIF Infus Asering

kanan (+), KU : tampak Close Fraktur 1500cc/24 jam

terasa kaku, kesakitan Intertrochanter Ketorolac 3x1 tab

sulit TD : 119/67 Femur Dextra Inj ceftriaxone 2x1 gr iv

digerakkan mmHg Comminutif Inj Ranitidin 3 x 1 gr iv

HR : 73x/menit Foto Kontrol Femur

RR : 20x/menit Dextra AP Terpasang

Suhu :36,70 C drain (+)

Status Lokalis

Regio

10
Femoralis

Dextra :

Terpasang drain

 produksi 40

cc
26/01/2014 Nyeri paha GCS 456 Post op ORIF Terapi tetap :

kanan (+) KU : baik hari ke-1 Infus Asering

TD : 122/69 Close Fraktur 1500cc/24 jam

mmHg Intertrochanter Ketorolac 3x1 tab

HR : 93x/menit Femur Dextra Inj ceftriaxone 2x1 gr iv

RR : 21x/menit Comminutif Inj Ranitidin 3 x 1 gr iv

Suhu :36.50 C Terpasang drain (+)

Status Lokalis Cek Hb  Hb: 11,3

Regio

Femoralis

Dextra :

Terpasang drain

 produksi 15

cc
27/01/2015 Nyeri GCS 456 Post op ORIF Terapi tetap :

berkurang KU : baik hari ke-2 Infus Asering

(-) TD : 125/66 Close Fraktur 1500cc/24 jam

mmHg Intertrochanter Inj ceftriaxone 2x1 gr iv

HR : 89x/menit Femur Dextra Inj patral 3 x 1 gr iv

RR : 20x/menit Comminutif Aff drain

11
Suhu : 36.30C Latihan duduk kurang

Status Lokalis dari 90 derajat

Regio Rawat Luka

Femoralis

Dextra :

Terpasang drain

 produksi 5

cc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Femur

Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan

berattubuh dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris

menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendidengan

acetabulum . Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput femoris,dan 2

trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor) (Moore, 2002)

12
Gambar 3.1 Anatomi Femur

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan

proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan

trochanter minor (Goodman, 2011)

3.2 Fraktur

Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang

yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis.

Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat

mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan

beberapa macam masalah.

Fraktur atau yang dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan

oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan

jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi

disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap atau komplit apabila patah

tulang mengenai seluruh ketebalan tulang, sedangkan fraktur tiding lengkap atau

inkomplit merupakan fraktur yang tidak mengenai seluruh ketebalan tulang (Price,

2006). Pada beberapa keadaan trauma musculoskeletal, sering fraktur dan

13
dislokasi terjadi bersamaan, dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan

yang normal antara keua permukaan sendi secara komplit/lengkap. Fraktur

dislokasi diartikan dengan kehilangan hubungan yang normal antara kedua

permukaan sendi disertai fraktur tulang persendian tersebut.

Berdasarkan etiologinya, fraktur diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang

dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma

tersebut sehingga terjadi patah.


2) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada tulang yang

lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali tampak

penurunan densitas.
3) Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

tempat tertentu.
Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :
a) Fraktur tertutup : fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit

sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai

hubungan dengan dunia luar.


b) Fraktur terbuka : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar

melalui luka pada kulit dan jaringan lunak depat berbentuk from within (dari

dalam) atau fram without (dari luar). Secara klinis pembagian derajat patah

tulang terbuka dipakai klasifikasi menurut Gustilo dan Anderson, yaitu:

1. Patah tulang terbuka derajat 1


Garis patah sederhana dengan luka kurang atau sama dengan 1 cm bersih
2. Patah tulang terbuka derajat II
Garis patah sederhana dengan luka > 1 cm, bersih, tanpa kerusakan

jaringan lunak yang luas atau terjadinya flap atau avulsi


3. Patah tulang terbuka derajat III

14
Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak luas termasuk

kulit, otot, syaraf, pembuluh darah. Patah tulang ini disebabkan oleh gaya

dengan kecepatan tinggi. Masalah yang berkaitan dengan patah tulang

derajat III:
- Patah tulang segmental dengan tanpa memperhatikan besarnya luka. Ini

terjadi oleh karena gaya dengan kecepatan tinggi.


- Luka tembak.
- Kotor, terjadi di sawah atau tempat kotor.
- Gangguan neurovaskuler.
- Amputasi traumatika.
- Lebih dari 8 jam.
Secara sistematis, Gustilo membaginya lagi dalam:

 Derajat IIIA : bila patah tulang masih dapat ditutup dengan jaringan

lunak.
 Derajat IIIB : tulang terbuka, tidak ditutup dengan jaringan lunak,

sebab jaringan lunak termasuk periosteum, sangat berperan dalam

proses penyembuhan. Pada umumnya terjadi kontaminasi serius.


 Derajat IIIC : terdapat kerusakan pembuluh darah arteri.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan local dan perubahan warna

(Smeltzer, 2000). Gejala fraktur menurut Reeves (2001) adalah :

- Nyeri pada daerah fraktur dikarenakan adanya efek mekanis yang

menyebabkan hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas

yang bersifat patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga.

Sehingga menimbulkan rasa nyeri yang sangat (Perren, 2000). Ketika terjadi

kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang menimbulkan

rangsang yang cukup maka akan menyebabkan rasa nyeri. Kemudian akan

dilepaskan senyawa-senyawa tubuh dari sel-sel yang rusak, yang disebut

mediator nyeri, yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri. Mediator

15
nyeri tersebut antara lain ion H+, ion K+, histamin, asetilkolin, serotonin,

bradikinin, dan prostaglan, spasme otot yang menyertai merupakan pertahanan

tubuh untuk meminimalkan pergeseran fragmen tulang.


- Setelah terjadi fraktur, pergeseran tulang atau fragmen pada ekstremitas tampak

menyebabkan deformitas.
- Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya akibat

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

kali melingkupi fragmen lainnya sampai 2,5 – 5 cm.


- Saat bagian fraktur diperiksa dan dilakukan perabaan dapat ditemukan adanya

krepitasi yang muncul karena gesekan antara fragmen satu dengan yang

lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jarngan lunak yang lebih

berat.
- Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

3.2 Fraktur Intertrochanter Femur

Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang

pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular

(Apley, 1995)

Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur intrakapsuler

a. Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula

b. Melalui kepala femur

c. Hanya dibawah kepala femur

d. Melalui leher dari femur

2. Fraktur ekstrakapsuler

16
a. Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih

besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intert rochanter.

b. Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2

inci dibawah trochanter kecil (Mardhiya, 2009)

Klasifikasi fraktur intertrochanter femur dibagi menjadi 4 stadium :

Gambar 3.2 Klasifikasi Fraktur Intertrochanter

Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa

pergeseran; Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran

trokanter minor; Tipe 3: fraktur disertai fraktur komunitif; Tipe 4: fraktur

disertai fraktur spiral.

3.2.1 Diagnosis Fraktur Intertrochanter Femur


1. Anamnesis
Anamnesis dasar harus ditanyakan seperti keluhan akhir-akhir ini dan

deskripsi lengkap dari keluhan tersebut. Ditanyakan juga mengenai apakah

gejala-gejala tersebut berhubungan dengan olahraga tertentu atau pada

aktivitas tertentu atau pada kondisi trauma. Beberapa hal penting yang

perlu ditanyakan :
- Riwayat menstruasi harus ditanyakan pada wanita. Amenorrhea

sering berhubungan dengan penurunan level serum estrogen.

Kurangnya estrogen dapat mencetuskan penurunan massa tulang.

17
- Kebiasaan makan yang buruk dapat menimbulkan gangguan sistem

endokrin, kardiovaskular dan gastrointestinal, dapat menyebabkan

kehilangan massa tulang yang irreversibel.


2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Observasi wajah pasien yang tampak menahan sakit, gaya berjalan yang

tidak seperti orang biasa. Pasien dengan displaced fraktur collum femur

biasanya tidak dapat berdiri atau biasanya dibawa dengan tempat tidur.

Perhatikan puncak iliaca kanan dan kiri apakah ada perbedaan.

Alignment dan panjang dari ekstremitas biasanya tampak memendek

pada kaki yang fraktur, selain itu juga tampak terputar ke arah luar

(eksorotasi). Lihat juga apakah terjadi atrofi otot pada kaki yang

mengalami fraktur.
 Palpasi
Tentukan titik nyeri tekan di region panggul dan inguinal bagian depan.

Pada stress fracture biasanya didapatkan nyeri tekan tulang stempat,

namun biasanya juga tidak ditemukan nyeri tekan.


 Range of Motion
ROM sendi panggul ditentukan dari fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,

endorotasi, eksorotasi. Pada fraktur collum femur biasanya ditemukan

nyeri dan keterbatasan pada gerakan pasif.


 Pemeriksaan Sensoris
Selama dilakukan pemeriksaan sensoris, penurunan atau hilangnya

sensibilitas dapat mengindikasikan atau menyingkirkan adanya

kerusakan saraf.
 Kekuatan Otot
Penentuan kekuatan otot secara manual sangatlah penting untuk

dilakukan apakah terdapat kelemahan ataukah lokasi kelemahan itu

berfungsi dengan cedera saraf. Tes fleksi (L2, L3), ekstensi (L5, S1,

S2), abduksi (L4, L5, S1) dan adduksi (L3,L4).

18
3. Pemeriksaan Radiologi – Foto Xray
Foto polos merupakan tindakan awal yang sering dilakukan untuk

mengetahui fraktur panggul. Tujuan foto polos untuk mengidentifikai letak

dan luasnya fraktur atau menyingkirkan adanya fraktur. Pemeriksaan

standar pada panggul meliputi foto AP pelvis dan foto Lateral.


3.2.2 Tata Laksanan Non-medikamentosa
1. Terapi konservatif
– Proteksi
– Immobilisasi saja tanpa reposisi
– Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
– Traksi
2. Terapi operatif
– ORIF
Penatalaksanaan dimulai secepat mungkin setelah terjadinya trauma.

Cegah semua pergerakan tungkai dan lakukan imobilisasi. Segera lakukan foto

x-ray dengan posisi antero-posterior dan lateral. Hasil foto x-ray digunakan

patokan untuk diagnosis dan tindakan selanjutnya. Bila memungkinkan

dilakukan reduksi dan fiksasi pada fraktur pada 12 jam pertama dan tidak

melebihi 24 jam.
.

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSML dengan keluhan nyeri pada paha kanan atas

jika dibuat bergerak, setelah terjatuh dari tangga saat memperbaiki genteng rumah

dengan ketinggian 2 meter kemaren sore pukul 17.00 (15 jam SMRS). Pasien

terjatuh dalam posisi berbaring miring ke arah kanan. Pasien merasakan daerah

paha kanan atas terbentur terlebih dahulu saat jatuh. Kepala tidak terbentur. Sesaat

setelah jatuh, dibawah ke tukang pijat, karena bagian paha kanan nyeri jika

digerakkan dan tidak kuat untuk berdiri. Karena keluhan tidak mereda dan sulit

berdiri, pasien dibawa ke RSML untuk tindakan lebih lanjut. PTA (-), mual (-),

muntah (-), sakit kepala (-), mimisan (-), keluar darah dari telinga (-), bengkak di

paha kanan atas (+).

Pada pasien tersebut mengalami kesulitan dan rasa nyeri hebat saat

menggerakan kaki kanannya terutama gerakan yang melibatkan pergerakan sendi

panggul. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan juga tampak adanya

20
deformitas shortening. Sedangkan, pada foto polos didapatkan gambaran fraktur

intertrochanter femur dextra.

Berdasarkan dari pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologi yang telah

dilakukan, diagnosis dapat ditegakkan pada pasien tersebut yaitu close fracture

intertrochanter femur dextra komminutif.

Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang

yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis.

Pada pasien tersebut termasuk fraktur traumatik karena terjadi trauma yang tiba-

tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu

menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah. Selain itu, kasus ini termasuk

dalam fraktur tertutup karena tidak ada luka yang mengakbatkan tulang terpapar

atau berhubungan dengan lingkungan luar.

Gejala-gejala yang dirasakan pasien seperti nyeri pada daerah fraktur

dikarenakan adanya efek mekanis yang menyebabkan hilangnya kontinuitas

jaringan, sehingga timbulnya mobilitas yang bersifat patologis dan hilangnya

fungsi tulang sebagai organ penyangga. Sehingga menimbulkan rasa nyeri yang

sangat (Perren, 2000). Ketika terjadi kerusakan jaringan atau gangguan

metabolisme jaringan yang menimbulkan rangsang yang cukup maka akan

menyebabkan rasa nyeri. Kemudian akan dilepaskan senyawa-senyawa tubuh dari

sel-sel yang rusak, yang disebut mediator nyeri, yang menyebabkan perangsangan

reseptor nyeri. Mediator nyeri tersebut antara lain ion H+, ion K+, histamin,

asetilkolin, serotonin, bradikinin, dan prostaglan, spasme otot yang menyertai

merupakan pertahanan tubuh untuk meminimalkan pergeseran fragmen tulang.

21
Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan deformitas dan pemendekan,

hal itu terjadi pergeseran tulang atau fragmen pada ekstremitas dan pada fraktur

tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya akibat kontraksi otot

yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering kali melingkupi

fragmen lainnya sampai 2,5 – 5 cm.

Berdasarkan gambaran foto polos pelvis AP dapat didentifikasi bahwa

fraktur yang terjadi di daerah intertrochanter femur dextra merupakan fraktur

collum femur intracapsular dengan tipe fraktur subcapital, karena letak garis

fraktur tepat dibawah caput femur sinistra. Pada fraktur subcapital, nasib caput

femur tergantung dari besar dan luasnya sirkulasi yang terganggu. Derajat

displacement dari fragmen-fragmennya menandakan beratnya gangguan yang

terjadi. Pada undisplaced fracture dapat diasumsikan bahwa sirkulasi masih baik,

pada displaced fracture total, pembuluh darah ini ruptur dan tergantung dari

adekuatnya pembuluh darah foveal, iskemik dari caput femur dapat terjadi pada

berbagai tingkat. Pada kasus ini terjadinya nekrosis avaskular pada caput femur

memiliki angka insiden tinggi.

Tingginya insidensi nekrosis avaskular pada fraktur femur diakibatkan

garis fraktur terletak di antara ujung permukaan articular dari caput femur dan

regio intertrochanterica. Caput femur mendapat suplai darah dari tiga sumber

yaitu pembuluh intramedula pada collum femur (arteri metafiseal inferior),

pembuluh servikal asendens pada retinakulum kapsular (arteri epifiseal lateralis),

dan pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris (arteri ligamentum teres).

Pembuluh intramedula selalu terganggu oleh adanya fraktur, pembuluh retinakular

juga dapat terobek akibat adanya pergeseran dan pada manula pasokan yang

22
tersisa pada ligamentum teres sangat kecil bahkan sekitar 20% tidak ada. Selain

itu, fraktur ini sulit mengalami penyembuhan, karena termasuk fraktur

intracapsular dimana cairan sinovial panggul dapat menghambat

penyembuhannya. Penyembuhan juga semakin terhambat akibat hancurnya suplai

pembuluh darah arterial ke lokasi fraktur dan caput femur, dengan adanya fraktur

collum femur, cabang cervical ascendens lateralis dari arteri sircumflexi femoralis

medialis mempunyai resiko yang besar untuk terkena. Terputusnya aliran darah ini

meningkatkan resiko non-union pada lokasi dan beresiko untuk terjadinya

nekrosis avaskuler pada caput femoris.

Tingginya resiko nekrosis avaskular caput femur dalam penatalaksanaanya

berupa tindakan operatif yaitu pemasangan prostesis. Selain itu, disarankan pada

pasien dibawah 75 tahun untuk reduksi dan fiksasi fraktur collum femur dengan

menggunakan protesis, Hemiarthroplasty merupakan prosedur yang dipilih pada

pasien usia lanjut dengan displaced fraktur collum femur. Independent ambulator

berguna pada cemented hemiarthroplasty karena nyeri setelah operasi dan

hilangnya komponen sangat minimal pada prosedur ini. Hemiarthroplasty sering

dilakukan pada pasien degan posisi lateral dekubitus. Setelah insisi dibuat dan

terlihat otot, caput femoris diekstrasi dan collum femur dipotong untuk

penempatan prostesisnya. Ada berbagai macam prostestik yang dapat digunakan,

dari yang unipolar (Austin-Moore Protesis) sampai bipolar. Pada pasien ini

digunakan prostesis unipolar yaitu AMP.

Pada kasus ini tindakan ini diharapkan dapat mengurangi keluhan nyeri

yang dirasakan pasien dan dapat mengembalikan fungsi sendi panggul secara

normal karena stabilisasi yang baik dari protesis ini.

23
Setelah pemasangan AMP perlu dilakukan physical therapy untuk

meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi serta untuk

mengembalikan fungsi sendi panggul.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan
Pasien laki-laki 55 tahun, mengeluh nyeri pada paha atas didapatkan riwayat

trauma. Pada pemeriksaan fisik didapatkan deformitas, shortening.

Sedangkan pada pemeriksaan foto polos pevis AP didapatkan gambaran

fraktur intertrochanter femur dextra. Untuk penatalaksanaan pada kasus

tersebut dilakukan tindakan operatif yaitu ORIF yang diikuti physical therapy

dengan tujuan untuk mengembalikan sendi panggul ke fungsi normal.

24
DAFTAR PUSTAKA

Apley G., Solomon L. 2010. apley’s System of Orthopedies and Fractures.


9th edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Oxford.

Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.

Edisi7. Jakarta: Widya Medika.

Brotzman S, 1996.Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby

Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. 2006. Incidence


and lifetime costs of injuries in the United States. Inj Prev. 12(4):212-
218.

Leighton RK. 2006. Fractures of the neck femur, rockwood and green’s
fracture in adult, 6th edition. Lippincot William and Wilkins, pp 1754-
1788.

Parahita, Putu Sukma. 2010. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada


Cedera Fraktur Ekstremitas. Udayana Medicine Journal vol. 1(1) : pp
1-18.

Perren Stephan, 2000, Biology and Biomechanics in fracture management,


in AO Principles Of Fracture Management, Stuttgart : New York

Schwartz, 2000, Ortopedi Dalam Intisari prinsip-prinsip Ilmu bedah, Edisi


6, EGC, Jakarta, Hal : 657-664.

25
26

Anda mungkin juga menyukai